—Error Relationship—
.
Sasuke adalah remaja biasa, berasal dari keluarga sederhana serta mempunyai kehidupan yang biasa pula, hanya saja ia memiliki kisah cinta yang tidak biasa. Uchiha Sasuke, pemuda berusia 17 tahun yang masih duduk dibangku High School tingkat dua, tinggal dengan seorang kakak yang bekerja sebagai Manager Operasional di salah satu perusahaan swasta, orang tuanya sudah meninggal dunia. Meskipun begitu tak menjadikan kehidupannya berbeda dengan remaja lainnya, kasih sayang yang diberikan sang kakak tercinta sudah membuatnya berkecukupan. Materi? Itu tak perlu dipermasalahkan, gaji kakaknya serta uang hasil kerja part time nya sudah lebih cukup membiayai kebutuhan hidupnya, belum lagi ia mempunyai seorang kekasih yang kaya raya.
"Teme, kenapa kau meninggalkanku?" Seorang pemuda merengut kesal kepadanya. "—Kau tahu, aku sudah bersusah payah bangun pagi menjemputmu. Seharusnya kau—Teme!" teriak Naruto—pemuda tersebut—yang ditinggalkan begitu saja oleh pemuda yang ia panggil teme—Sasuke. Ia buru-buru menyusul Sasuke ke kelasnya dan mengusir Sai yang duduk satu meja dengan kekasihnya.
"Teme, karena kau tak mau kujemput berarti nanti kau harus pulang bersamaku okay." Kerlingnya nakal sebelum pergi ke bangkunya sendiri. Meninggalkan Sasuke yang hanya bisa menatapnya tajam.
Uzumaki Naruto, seorang bad boy sekolah yang entah kenapa bisa menjadi kekasihnya. Mungkin karena hanya dialah satu-satunya yang bisa bertahan disamping pemuda dingin sepertinya. Pewaris utama perusahaan Senju Corporation, siswa paling berisik yang berotak pas-pasan dan sering membuat onar di sekolah, serta siswa yang paling banyak kena skors namun belum juga dikeluarkan dari sekolah—lebih tepatnya tidak bisa dikeluarkan karena Konoha High School adalah sekolah milik neneknya.
.
Pair : NaruSasu
Declaimer by Masashi Kishimoto
Warning : BL, OOC, Typo(es), Alu cepat, Cerita sedikit membosankan :P
Story©EthanXel
Inspired by Hyde and Jekyll
.
Pelajaran dimulai, guru biologi yang selalu memakai masker tersebut mulai menerangkan materi pelajarannya. Guru tersebut sebenarnya tak banyak bicara, hanya sekitar lima belas menit menerangkan lalu memberikan tugas, setelah itu ia akan duduk sambil membaca buku yang Sasuke yakin di dalamnya ada novel 'Dewasa' yang tengah ia baca.
Sasuke mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, ia sudah menyelesaikan soal yang diberikan Kakashi sensei sejak sepuluh menit yang lalu, Sasuke mendengus begitu melihat kekasihnya yang justru tertidur. Ia menatap jijik pada air liur Naruto yang membasahi buku biologinya. 'Dasar jorok!'
"Baiklah anak-anak, jika sudah selesai silahkan dikumpulkan tugas kalian."
"Apa? Tugas? Tugas apa? Sialan! Kenapa tidak ada yang membangunkanku? Bagaimana ini?" Suasana kelas yang tadinya hening kini berubah menjadi ribut akibat kepanikan si pemuda Uzumaki. Suara Kakashi berhasil membangunkannya dari mimpi basah bersama Sasuke, namun sialnya saat terbangun ia justru dikejutkan begitu saja oleh keributan siswa lainnya yang mengumpulkan tugas mereka. Sasuke yang melihatnya hanya memutar bola matanya melihat pemandangan yang selalu saja sama.
See! Kekasihnya itu benar-benar seperti orang bodoh sekarang. Sasuke berulang kali menghela nafas berat seraya berjalan menuju bangku sang kekasih yang terletak di paling belakang.
Saat sampai disamping bangku Naruto, Sasuke menjatuhkan sebuah buku ke meja kekasihnya sebelum berjalan ke depan untuk menyerahkan tugasnya.
Naruto sendiri nampak masih bingung, namun saat membuka buku tersebut barulah ia sadar jika untuk kesekian kalinya Sasuke selalu menolongnya. Yup! Sasuke menyalin tugasnya ke buku yang lain agar Naruto bisa tepat waktu untuk mengumpulkan tugasnya. Bukan hanya tugas, pekerjaan rumah Narutopun terkadang Sasuke yang mengerjakannya, hitung-hitung sebagai balas budi karena Naruto selalu membantunya saat dirinya hendak di bully—lebih terpatnya digoda—oleh kakak kelas atau siswa dari sekolah lainnya. Meski itu hanya demi kepentingan diri Naruto sendiri.
"Teme, hari ini kau bolos kerja saja ya. Kau tenang saja, biar aku yang mengganti gajimu untuk hari ini, tapi dengan syarat kau harus ikut denganku." Cuaca sangat cerah hari itu, Naruto berencana sepulang sekolah ini mengajak kekasihnya kencan.
"Aku tidak mau." Jawab Sasuke tanpa menghentikan langkahnya. Ia tetap berjalan menuju ke halte bus untuk pulang. Ia memang sudah berniat untuk izin kerja hari ini, namun bukan untuk menyanggupi ajakan Naruto, melainkan karena ia sedikit tak enak badan.
"Ayolah teme, kapan terakhir kali kita kencan? Sebulan yang lalu? Dua bulan yang lalu? Ah, tidak tapi ti—" Naruto menghentikan ucapannya saat tak melihat Sasuke berjalan disampingnya. Ah, sial! Kekasihnya tersebut sudah berjalan duluan.
"Suke tunggu! Teme berhenti kataku!" teriak Naruto saat melihat sebuah bus tepat berhenti di depan Sasuke. Narutopun mempercepat larinya saat melihat Sasuke hendak memasuki bus tersebut.
Grab—
Naruto menarik kasar lengan Sasuke hingga membuat tubuh pemuda raven tersebut kehilangan keseimbangan, beruntung Naruto berhasil menahannya agar tidak terjatuh. Naruto mengucapkan maaf berulang kali pada sopir bus karena hampir saja membuat calon penumpangnya celaka.
"Sudah kubilang aku ti—" Ucapan Sasuke terpotong saat dengan tiba-tiba Naruto membopong tubuhnya kembali ke parkiran sekolah. Wajahnya memerah padam, ini sungguh hal yang paling memalukan dalam sejarah hidupnya melebihi saat Itachi memergokinya bermimpi basah.
"Dobe, turunkan aku! Jika tidak, aku akan membunuhmu saat ini juga." Kata-kata kasarnyapun mulai keluar, namun itu tidak ber-efek apapun pada Naruto. Dirinya sudah cukup terbiasa dicaci maki oleh kekasihnya, justru dirinya malah menyebut cacian Sasuke adalah ungkapan cinta yang ditujukan padanya.
"Jika cara halus tak bisa, maka aku akan memakai cara kasar. Meski aku harus menculikmu hari ini hahaha." Tawanya lepas. Apakah ada yang lucu? Kekasihnya itu sungguh aneh, selain bodoh, tolot, idiot—entah apa lagi yang pantas disebut untuk menggambarkan kekasihnya. Sasuke tak habis pikir terbuat dari apa otak kekasihnya itu. Yah, meski dibilang dirinya sendiri jauh lebih bodoh karena telah mencintai orang bodoh seperti Naruto.
"Aku belum meminta izin kakakku, jadi turunkan aku sekarang juga dan biarkan aku pulang!" Perintahnya bak seorang pangeran.
"Kau tenang saja, suke. Aku sudah izin kakak ipar untuk menyewamu hari ini."
Dan hari itu Sasuke hanya pasrah saat Naruto kembali bertindak sesuka hatinya.
.
▪●▪NaruSasu▪●▪
.
Sasuke mengeram kesal saat kini dirinya ditarik untuk makan di sebuah restaurant mewah. Bahkan dia belum sempat mengganti seragamnya, namun dengan seenaknya si blonde itu menyeretnya kesana-kemari. Setelah acara berkencan di game center dengan dirinya yang berperan sebagai satpam kekasihnya, dirinya harus melanjutkan acara kencan mereka ke mall, membeli segala sesuatu yang sama sekali tak penting—menurut Sasuke—hingga berakhir makan malam di restaurant kelas atas ini. Sasuke berani bertaruh, gaji part time nya tak akan cukup hanya dengan order satu menu di restaurant ini. Bahkan untuk masuk saja mereka harus memperlihatkan ID Card atau apalah—Sasuke tak begitu paham. Tapi saat dirinya dan Naruto masuk, petugas security hanya memberi salam dan membiarkan mereka begitu saja. Sepertinya keluarga Naruto benar-benar berpengaruh luas.
"Makanlah sepuasmu, aku yang traktir."
Sasuke berdecak melihat cengiran bodoh itu, memang dia sanggup membayar makanan di restaurant ini jika bukan dirinya.
"Jika aku sakit perut karena keracunan makanan di restaurant ini, kau harus tanggung jawab dobe." Ucapnya. Naruto mendengus geli, meski kasar tapi Sasuke itu begitu manis menurut Naruto. Ia paham betul apa maksud kekasihnya tadi. Meski baru tiga bulan menjalin hubungan kekasih, entah kenapa Naruto sudah bisa mengartikan setiap gesture maupun ucapan kekasihnya. Mungkin karena ia sudah mengamati Sasuke sejak awal melihatnya. Love at the first sight, eh.
"Tenang saja, jika perlu aku akan menikahimu teme." Godanya hingga berhasil mendapatkan delikan tajam dari si raven.
'Baka!' batin Sasuke kesal namun sudut bibirnya tertarik ke atas.
"Ugh!" Sasuke menghentikan acara makannya begitu mendengar suara rintihan. Ia menautkan alisnya saat melihat kekasihnya seperti menahan sesuatu.
"Kau kenapa?" tanyanya penasaran.
"Ak-aku ingin pup, sebentar ne, suke~" ucapnya seraya beranjak dari kursi dan berlari menuju toilet pria.
Di dalam toilet Naruto mencoba memijat kepalanya yang terasa berat. Seperti ribuan batu menimpanya, pandangannya berkunang dan ia bisa melihat jika ruangan sekelilingnya tiba-tiba saja seperti berputar.
"Sial, apa yang terjadi pada—"
Narutopun akhirnya tak sadarkan diri di salah satu bilik toilet. Sementara disisi lain, Sasuke sudah gelisah di mejanya, sudah tiga puluh menit ia menunggu si dobe itu, namun tak seujung rambutpun terlihat matanya. Ia sudah merasa tak nyaman saat beberapa petugas security dan pelayan menatapnya, bahkan sudah tiga kali seorang waiters menawarinya menu lain atau memberikan bill nya.
Sasukepun memutuskan untuk menyusul Naruto ke toilet, perasaannya mulai tak enak sekarang. Mana mungkin orang melakukan panggilan alam membutuhkan waktu lebih dari setengah jam.
Saat Sasuke hendak membuka pintu toilet, tiba-tiba dirinya dikejutkan dengan orang lain yang menarik pintu tersebut lebih dahulu darinya.
"Sialan kau dobe, mengagetkanku saja! Cepat kembali ke meja dan bayar bill nya." Ucapnya setengah marah namun juga setengah lega karena Naruto ternyata tak apa.
Si blonde hanya diam dan menatap datar Sasuke, sementara Sasuke hanya bisa menatap bingung Naruto yang terlihat berbeda di matanya.
"Dobe, kau mau kemana. Kita belum membayar bill baka!" Sasuke mencoba menarik tangan Naruto yang mulai melangkah ke arah lain. Jangan bilang Naruto tidak membawa uang dan meninggalkannya disini begitu saja sebagai jaminan.
"Lepaskan sialan!"
DEG—
Sasuke terkejut saat Naruto menghempaskan tangannya dan memanggilnya kasar.
"Dobe ini sama sekali tidak lucu." Bentaknya kesal. Entah kenapa ia merasa takut saat menatap langsung ke dalam mata biru Naruto sekarang, mata itu terlihat berbeda, tak memancarkan kelembutan saat menatapnya seperti biasa. Mata biru yang kini dihapannya nampak begitu—dingin seakan-akan ingin membunuhnya saat itu juga.
"Dan kau pikir ini lucu? Who the hell are you? Singkirkan tangan kotormu dariku dan enyalah dari pandanganku—"
Untuk kesekian kalinya jantung Sasuke seakan berhenti berdetak. Kata-kata Naruto seperti pedang tajam yang menusuk tepat ke jantungnya. Ada apa? Kenapa Naruto berkata kasar seperti itu?
"—Bitch!" setelah mengucapkan kata itu, Narutopun segera pergi keluar dari sana. Meninggalkan Sasuke yang hanya bisa membeku di tempat.
'Ap-apa yang baru dia katakan tadi?' Sasuke masih berusaha memikirkan maksud ucapan Naruto. Ia tak sadar jika tindakannya menarik perhatian seluruh orang yang ada disana, Sasuke baru tersadar dari lamunannya saat seorang pelayan menghampirinya.
"Maaf tuan, ini bill untuk meja nomor 7." Sasuke menatap pelayan tersebut dengan tatapan kosong, ia masih shock akan kejadian barusan, iapun berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan air matanya. Ia laki-laki ingat, maka pantang baginya untuk menangis.
"Ma-maaf, aku tak bisa membayarnya." Dan dalam sekali kode dari pelayan tersebutpun bisa Sasuke tebak apa yang terjadi selanjutnya. Dirinya pasrah saat petugas security menyeretnya kasar keluar restaurant, Sasuke yakin jika ia tak mungkin diusir begitu saja, mungkin ia akan disuruh mencuci piring seluruh pelanggan hingga nominalnya sama dengan makanan yang ia pesan, atau kemungkinan yang paling buruk terjadi ia akan dilaporkan ke polisi.
"Dasar bocah, sudah tahu miskin masih saja berani makan di restaurant ini."
"Kasihan sekali dramanya gagal untuk bisa makan gratis disini, pemuda blonde tadi pasti sudah bosan dengannya."
Sasuke masih bisa mendengar ejekan pelanggan lainnya, hatinya semakin sakit mendengar sindiran dari mereka. Jika Sasuke tahu akan terjadi seperti ini, tentu ia tak akan pernah menginjakan kaki di restaurant ini.
'Itachi-nii, maafkan aku.' Entah kenapa ia tiba-tiba merasa begitu bersalah pada kakaknya. Mungkin karena dalam keluarga Uchiha kehormatan sangat di junjung tinggi, dan hari ini Sasuke tengah menjatuhkan kehormatannya sendiri.
.
▪●▪NaruSasu▪●▪
.
Keesokan harinya Sasuke merasakan ada sesuatu yang janggal pada kekasihnya. Tak biasanya si blonde itu absen ke sekolah. Meski terkenal dengan biang keonaran yang dibuatnya, Naruto termasuk salah satu siswa yang rajin datang ke sekolah—meski sering terlambat dan bolos beberapa jam mata pelajaran, tapi ini sudah tiga hari semenjak kejadian di restaurant lalu, Sasuke ingin marah dan menampar kekasihnya yang berani mempermalukan dirinya di depan umum, namun itu hanya sia-sia karena Naruto seolah lenyap begitu saja. Ponselnya tak pernah aktif, bahkan saat Sasuke bertanya pada maid di manshion Naruto, mereka bilang tuan muda mereka tak pulang sejak tiga hari yang lalu. Itu berarti sepulang dari restaurant Naruto tak pulang ke rumahnya.
Sasuke rasanya ingin menonjok wajah menyebalkannya itu. Dirinya sudah dipermalukan di depan umum, dan kini harus disibukan dengan perasaan khawatir karenanya. Apa dia tak tahu, dirinya hanya mempunyai waktu sedikit. Waktu adalah uang bagi Sasuke, tak mungkin ia menggunakan waktunya yang berharga hanya untuk mencari kekasihnya yang hilang entah kemana.
"Sasuke-chan, tolong ya~" Ucap Ayame seraya menyodorkan lima bungkus ramen untuk Sasuke antar. Sasuke terpaksa menyanggupinya, karena Chouji—petugas delivery—tidak masuk hari ini. Sasuke juga harus lembur, dikarenakan kedai ramen Ichiraku hari ini begitu ramai pengunjung.
"Aku pergi dulu Nee-chan." Pamitnya. Sasuke mengendarai motor matic kedai tempatnya bekerja dengan pelan sambil mencocokan alamat yang ada di tangannya. Ia sedikit terkejut alamat yang ia tuju ternyata bukan sebuah rumah, apartemen ataupun tempat normal lainnya, melainkan sebuah Club malam. Sasuke yakin hanya orang sinting yang memesan ramen dan menyuruhnya untuk mengantarnya ke Club malam.
Sasuke melepas helm dan memasuki Club tersebut, ia harus menemui orang yang bernama Kyuubi. Namun saat hendak masuk, seorang lelaki paruh baya bertubuh besar menghalanginya. Ia meminta Sasuke untuk mengeluarkan kartu member atau menyebutkan password pelanggan untuk masuk kesana. Sasuke yang memang tak punya keduanya pun menjelaskan jika ia kemari hanya untuk mengantar pesanan. Sebenarnya ia tak diperbolehkan masuk, namun begitu Sasuke menyebut nama Kyuubi, petugas itu langsung bungkam dan membiarkannya masuk. Sebelum masuk, Sasuke sempat bertanya pada penjaga Club tersebut seperti apa Kyuubi itu. Sasuke hanya tak ingin terlihat seperti orang bodoh yang tersesat karena mencari orang sinting yang berani menyebabkannya berada disini.
Hingar bingar lampu disko, dentuman suara musik yang begitu keras serta ramainya suasana di dalam Club membuatnya kesulitan mencari Kyuubi. Sasuke benar-benar mengutuk orang yang bernama Kyuubi tersebut, karena ia harus rela disentuh oleh tangan jahil para pengunjung Club. Sasuke hendak menyerah, membawa pesanan orang tersebut kembali sebelum matanya menangkap sosok pirang yang dikerubungi beberapa wanita disudut ruangan yang temaram.
Rambut pirang, tubuh tegap, kulit tan seperti orang blasteran. Gotcha! Sasuke mendapatkannya, tapi tunggu! Sasuke mempertajam penglihatannya begitu menyadari ciri yang disebutkan penjaga tadi mirip dengan kekasihnya. Tak ingin menunggu lebih lama serta ia ingin keluar dari sini secepatnya, Sasuke bergegas menghampiri lelaki yang ia duga bernama Kyuubi tersebut yang saat ini sedang making out dengan wanita yang ada di pangkuannya.
"Maaf mengganggu, apa anda yang bernama Kyuubi? Saya kemari untuk mengantar pesa—" suara Sasuke terpotong begitu saja saat lelaki pirang tersebut menghentikan kegiatan panasnya dan menoleh ke arahnya.
"Oh, ramennya sudah datang ternyata. Letakan saja disana." Perintahnya sebelum melanjutkan kegiatan panasnya lagi. Tak tanggung-tanggung kini ia melakukannya dengan dua wanita sekaligus. Seolah kegiatan tersebut merupakan hal wajar baginya.
Tangan Sasuke terkepal kuat. Sasuke yakin orang yang ada di depannya ini adalah kekasihnya. Setelah mempermalukannya di restaurant, memutus contact begitu saja, kini lelaki blonde tersebut justru menganggapnya seolah tak kasat mata. Sasuke kesal, ini sudah tak bisa dibiarkan lagi. Jika Naruto bosan dengannya, kenapa dia tak meminta putus secara baik-baik. Bukan malah bermain api di belakangnya seperti ini.
"Dasar brengsek!"
Bukk—
Sebuah tonjokan keras berhasil menjatuhkan tubuh si blonde dari atas kursi. Dua wanita yang sejak tadi bermain dengannya pun ikut terkena imbasnya. Lelaki blonde tersebut segera bangkit, hendak memaki bahkan berencana ingin membalas Sasuke hingga babak belur, namun sia-sia karena si raven sudah terlanjur berlari keluar dari sana setelah membanting ramen pesanannya di meja.
.
▪●▪NaruSasu▪●▪
.
Sasuke mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi kali ini. Ia berkali-kali mengumpat kasar karena selama ini Naruto telah mempermainkannya. Lagi-lagi dia harus menjatuhkan harga dirinya karena si sialan blonde tersebut. Sasuke benar-benar marah hingga ia ingin membunuh siapa saja yang berani menyulut emosinya, hatinya benar-benar terluka. Pertama kalinya dia merasakan cinta, namun justru berakhir derita. Tidak! Sasuke tak mau menangis. Buat apa menangisi bedebah seperti Naruto. Ia tak ingin membuang air matanya hanya untuk orang brengsek sepertinya.
Di sekolah, Sasuke menyadari jika teman-temannya sedikit menjauhinya kali ini. Mungkin mereka takut dengan aura gelap yang ia keluarkan pagi ini. Namun seperti cobaan Sasuke tak pernah berhenti, si brengsek Naruto sudah masuk lagi. Menyapanya seperti biasa dan bahkan berhasil mencuri ciuman darinya di depan umum saat dirinya berjalan menuju kelas. Menganggap diantara mereka seolah tak terjadi apa-apa.
Slap—
Sebuah tamparan menyambut pagi Naruto kala itu. Ia cukup terkejut dengan tindakan Sasuke. Selama dia mencuri ciuman si raven, si raven tak pernah sampai semarah ini. Ia hanya mendapat pelototan tajam dan umpatan kasar. Namun kali ini berbeda, Sasuke bahkan tak mau berbicara padanya sama sekali.
Saat pelajaran Naruto tak berani mengganggu Sasuke sama sekali karena guru killer yang mengajar saat itu. Ia tak mau membuat keributan, mood nya hancur karena perubahan sikap Sasuke. Istirahat adalah waktu yang ia nanti, berharap ia bisa mencari penjelasan kenapa Sasuke menamparnya dan kesalahan apa yang sudah diperbuatnya. Namun sial, Sasuke justru menghilang dan membolos hingga akhir pelajaran.
Naruto menenteng tas Sasuke, berniat mencarinya kembali dan mengembalikan tas miliknya. Namun saat hendak keluar kelas, Sasuke justru sudah berdiri tepat dihadapannya. Ia segera menyambar tasnya dan berbalik meninggalkannya tanpa kata. Naruto mengejarnya, beruntung sekolah sudah sepi sehingga ia tak takut jika Sasuke akan mencaci makinya lagi—kebiasaannya jika sedang marah.
"Sasuke tunggu, kenapa kau seperti ini? Apa salahku?"
Sasuke berhenti, ia berbalik dan menatap tajam Naruto. "Kita putus." Ucapnya cepat.
Dan bagaikan disambar petir, tubuh Naruto membeku setelah mendengar kata kramat tersebut. Ia lebih tepatnya tak bisa mempercayai apa yang ia dengar barusan. Bahkan ia membiarkan Sasuke pergi begitu saja tanpa berniat untuk mengejarnya.
Naruto menyamar menjadi banci—coret wanita—saat ini demi menguntit Sasuke. Sudah dua hari Sasuke mendiamkannya, dan itu tak bisa dibiarkan begitu saja. Kata putus yang Sasuke ucapkan sepenuhnya belum sah, karena sampai sekarang Naruto belum menyetujuinya. Naruto masih berusaha mencari penjelasan kenapa pemuda raven tersebut memutuskannya, Naruto terpaksa berdandan seperti ini agar bisa mendekati Sasuke. Lelaki bermarga Uchiha itu cukup gesit juga, karena setiap kali ia mendekat maka Sasuke akan selalu menghindar begitu saja. Tapi sekarang Naruto lega, karena setidaknya Sasuke tak mengenalinya dan dia bisa melihat kekasihnya tersebut dalam jarak sedekat ini.
"Ini ramennya nona."
"Ter—ehem, terima kasih." Naruto hampir saja lupa jika saat ini ia sedang memerankan tokoh wanita. Sialan, suaranya yang cempreng hampir saja ketahuan oleh Sasuke.
"Ehm, tu-tunggu…" Naruto sengaja menggenggam tangan Sasuke saat lelaki tersebut hendak pergi. Akhirnya Naruto bisa menyentuh kekasihnya. Sungguh, ia benar-benar merindukan Sasukenya.
Sasuke manatap tajam tangan Naruto yang bertengger indah di lengannya. Ditatap seperti itu membuat nyali Naruto menciut. Ia nyengir lebar dan melepaskan genggamannya. "A-aku pesan ramen semangkuk lagi." Ucapnya dengan nada khas seorang wanita yang dibuat-buat. Sasuke menautkan alisnya, pelanggan itu sungguh aneh pikirnya. Ramen yang baru ia pesan saja belum tersentuh, namun ia justru memesannya lagi. Tapi Sasuke tak peduli, toh itu bukan urusannya. Yang penting wanita tersebut sanggup membayar itu saja.
Naruto masih setia bertahan disana hingga jam Sembilan malam. Ia sudah menghabiskan lima mangkuk ramen dengan tiga gelas jus jeruk berhasil masuk ke perutnya tanpa ada masalah, bahkan ia sempat terkantuk-kantuk hingga jatuh tertidur jika saja suara menyeramkan si pemilik kedai tak berhasil menariknya dari alam bawah sadarnya.
Dengan sedikit kikuk Naruto membayar makanannya, ia bermaksud menunggu Sasuke diluar dan setelah situasi memungkinkan, Naruto akan meminta penjelasan serta melakukan penolakan keras terhadap keputusan sepihak kekasihnya.
"Hati-hati di jalan Sasuke-kun!"
"Ya, Oji-san."
Melihat Sasuke yang baru keluar dari kedai ramen, Naruto segera bersembunyi di balik pohon.
Sasuke mendengus kasar saat menyadari jika ia akan sendirian lagi hari ini. Sejak kemarin kakaknya ditugaskan keluar kota. Hal itulah yang menyebabkan dirinya malas pulang ke apartemen mereka. Sasuke juga selalu meminta lembur agar bisa menghabiskan waktu dengan kegiatan yang berguna daripada terbengong di rumah. Sekalian saja ia ingin menyibukan diri untuk melupakan masalahnya. Berbicara tentang masalahnya dengan Naruto membuat ia merindukan pemuda blonde tersebut. Ia merasa ada yang kurang saat tidak bersamanya, hidupnya terasa membosankan, bahkan jadwal kegiatannya kacau karena harus menghindar terus darinya.
"Hei, Sasuke! Baru pulang?" Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di samping Sasuke yang sedang berjalan menuju ke halte terdekat.
"Neji-nii." Panggilnya begitu menyadari siapa orang yang menyapanya tersebut.
"Mau pulang?" Sasuke mengangguk mengiyakan.
"Ayo, biar ku antar." Selama beberapa detik Sasuke nampak menimbang lebih dahulu ikut mobil Neji atau tidak. Namun akhirnya ia memutuskan untuk ikut saja, tubuhnya sudah lelah dan entah kenapa hari ini Sasuke merasa ada yang mengawasinya.
Mobil tersebutpun segera tancap gas memecah kegelapan malam. Naruto yang sejak tadi melihatnyapun keluar dari persembunyian. Ia mengepalkan tangannya erat melihat Sasuke memasuki mobil lelaki tersebut. Ia merasa jika lelaki itulah yang menyebabkan Sasuke berubah. Membuat Sasuke memutuskannya.
Sasuke senyum-senyum sendiri mengingat cerita Neji saat perjalanan tadi. Neji adalah salah satu rekan sekantor kakaknya, ia cukup terhibur mendengar tingkah ke-absurd-an kakaknya saat sedang bekerja, terlebih lagi saat membayangkan wajah kakaknya yang dingin itu harus dipermalukan di depan umum karena salah mengira jika bosnya adalah wanita.
Sasuke menghentikan acara berimajinasinya tentang Itachi saat sampai di depan pintu apartemennya yang ia tinggali bersama kakaknya tersebut. Jemari lentik itu dengan cepat menekan angka password apartemen yang sudah ia hafal diluar kepala. Sasuke menutup pintunya dan menyalakan lampu apartemen saat sudah berada di dalam.
"Sudah selesai bersenang-senangnya?" sebuah suara mengejutkannya. Sasuke berbalik dan menjumpai Naruto tengah duduk di sofa dengan bersedekap dada.
"Naruto! Bagaimana kau bisa masuk?" tanyanya gugup. Ia yakin jika selama ini Sasuke tak pernah memberi tahu password apartemennya. Ah, Sasuke baru ingat. Pasti ini semua kerjaan Itachi. Si keriput itu benar-benar!
"Siapa dia?" Naruto beranjak dari sofa dan berjalan mendekatinya. Sasuke bisa merasakan jika Naruto kini diselimuti amarah. Ucapannya begitu dingin dan pandangan matanya seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.
"Karena dia 'kan?" Satu langkah maju Naruto adalah satu langkah mundur Sasuke. Sebenarnya Sasuke tak mengerti apa yang diucapkan Naruto, namun karena gengsi yang begitu tinggi, serta perasaan terkhianati, Sasukepun berusaha untuk tetap terlihat tak peduli.
"Jawab aku Sasuke! Semuanya karena dia 'kan?" Sasuke semakin tersudut hingga ia tak bisa bergerak lagi karena terhalang oleh pintu yang berada di belakangnya.
Berusaha terlihat berani, Sasuke mengangkat wajahnya dan memandang tepat kepada mata sapphire blue yang begitu memikatnya. "Yah, Itu benar!" Sasuke berusaha menutupi raut ketakutannya saat ini, ia juga masih bingung apa maksud Naruto dan siapa 'dia' yang dimaksud olehnya.
"Kenapa? Kenapa kau melakukannya? Apa aku tak cukup untukmu?" Tubuh Sasuke sedikit tersentak saat Naruto meninju pintu tepat disamping wajahnya. Ia menarik nafas panjang untuk menetralkan emosinya. Sasuke juga kesal diperlakukan demikian oleh pemuda blonde tersebut, ia bukanlah orang lemah yang akan takut akan gertakan anak ayam seperti itu.
"Itu bukan urusanmu." Ucapnya sinis. Kedua tangan Naruto kini tengah memenjarakannya, membuatnya sulit untuk bergerak. Disisi lain ia juga tak berani menatap Naruto setelah mengucapkan kata tersebut, ia tak bisa membayangkan apa jadinya jika pemuda blonde tersebut marah. Mengingat Naruto sama sekali tak pernah marah padanya.
"Ugh—" Sasuke tersentak saat mendengar erangan kesakitan Naruto. Ia tak mengerti saat melihat Naruto yang justru memegangi kepalanya dan beringsut menjauh darinya kini.
Sasuke ingin bertanya kenapa? Namun sekali lagi gengsi benar-benar mengalahkan segalanya, hingga ia tak sanggup menyuarakan kekhawatirannya dan hanya bisa menjadi penonton dari acara live tingkah aneh kekasihnya.
Sasuke semakin dibuat khawatir saat tiba-tiba Naruto jatuh terduduk dengan berteriak keras kesakitan. Sasuke tak ingin menyesal, sekali ini saja ia mengesampingkan egonya. Ia harus menolong Naruto, namun saat satu langkah kakinya mendekat, tubuh Naruto tiba-tiba saja berhenti bergerak, bahkan jerit kesakitan tadi seolah lenyap.
"Na-Naru, kau baik-baik saja?" Sasuke memberanikan diri mendekat dan memegang pundak Naruto, namun belum sempat tangan pucatnya menyentuh pundak tersebut, sebuah tangan tan mencengkeram pergelangan tangannya kuat-kuat hingga ia sedikit meringis kesakitan.
"Kita bertemu lagi, bitch!" Mata Sasuke membola sempurna saat melihat Naruto mendongakan kepalanya. Seringaian mengerikan terpampang jelas disana, mata biru sapphire yang begitu teduh kini berubah tajam. Kilatan emosi yang dipenuhi amarah dan benci tercetak sejas dimatanya.
"Si-siapa kau?" ucapnya gugup. Sungguh itu adalah salah satu pertanyaan paling bodoh yang pernah Sasuke tanyakan, namun hatinya seolah membenarkan. Ia benar-benar tak mengenal sosok yang ada dihadapannya kini, seperti dejavu Sasuke pernah mengalami hal ini. Lebih tepatnya menatap mata ini. Sial, Sasuke baru ingat sekarang. Di restaurant. Yah, saat dirinya dipermalukan oleh orang yang berada dihadapannya kini.
Naruto bangkit, mau tak mau membuat Sasuke juga ikut berdiri. Naruto melangkah maju, Sasukepun mencoba menghindar dengan melangkah mundur. Kedua tangannya sibuk melepaskan cengkraman Naruto ditangannya.
"Kau adalah orang tak tahu diri yang berani memukul wajahku."
Brakk—
Tubuh Sasuke terdorong cukup keras menghantam dinding. Tangan kanan Naruto yang mencengkram tangannya semakin menguat, membuat Sasuke ingin menjerit saat itu juga serta mengumpati pemuda yang ada dihadapannya, namun rencananya tak sempat terealisasikan karena tangan kiri Naruto sudah lebih dulu mencekiknya.
"Ugk—ap-apa yang ka-kau la-lakukan, Akh!" Suara jerit kesakitan Sasuke tertahan begitu saja saat cengkeraman Naruto semakin kuat. Tangan kanan Naruto kini melepaskan genggamannya dan berani mengelus wajah porselen miliknya, sedangkan tangan kirinya tetap melaksanakan tugasnya—mencekik leher Sasuke.
"Jika dilihat dari dekat, ku akui kau cukup manis." Ia menyeringai."—sebenarnya akan sayang sekali jika aku membunuhmu saat ini." Sasuke merasakan kakinya tak menapak lantai lagi. Tangan Naruto begitu kuat mencengkeram lehernya hingga ia bisa merasakan mungkin tangan tan itu juga bisa meremukan lehernya.
"Le-pas-ugh!" Nafas Sasuke semakin tersendat, paru-parunya seolah terbakar karena tak mendapat suplai oksigen dalam waktu yang cukup lama. Ia begitu kesakitan hingga tak sadar air mata menetes begitu saja dari sudut matanya.
"Ku-mohh-hon, dobe..." Dan dengan sisa tenaga yang ada, Sasuke berusaha memanggil—mantan—kekasihnya. Berharap kekasihnya tersebut tersadar dan melepaskan cengkeraman di lehernya. Tubuh Sasuke benar-benar terasa lemas, dadanya sudah berdenyut sakit dan kesadarannya bahkan sudah mulai menipis.
'Apakah aku akan berakhir seperti ini? Mati ditangan kekasihku sendiri.' Rancaunya dalam hati.
To Be Continued
Special untuk menyambut ultah my beloved Uchiha Sasuke :*
July 21, 2015
