Running After My First Love
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto, jelas. Tak Perlu Keliling Dunia © Gita Gutawa.
Warning: SongFic, di chapter pertama.
#1 : Prologue
Pukul 14:00, siang hari, saat-saat istimewa bagi matahari untuk membagi panasnya. Para penjual es krim jalanan sangat menyukai saat-saat seperti ini. Barang jualannya laku keras, walaupun mereka harus menunggu dengan leher dan punggung yang basah serta bau karena keringat, mereka tetap bisa memancarkan senyumnya, demi anak-istri yang mereka urus, dan menunggu mereka pulang dan memberikan hal yang baik untuk anak-istri mereka.
Tetapi tidak untuk Uzumaki Naruto, si bocah kecil berambut pirang yang acak-acakan, bermata biru laut, dan dengan coretan khas di kedua pipinya yang membentuk 3 lekukan kumis kucing, tidak begitu. Baginya, cuaca sepanas itu tentu saja membuatnya kesal.
Pagi tadi, walaupun pagi hari, Osaka sudah panas. Suhu sepanas itu di pagi hari membuat Naruto menjadi malas untuk bangkit dari tempat dia terlelap semalam, dan hal itu membuatnya berdiri di samping pintu kelas pada pelajaran pertama, pelajaran IPA yang diajarkan oleh Guru Iruka, karena terlambat.
Dan sekarang, karena tugas piket yang dipikulnya, bocah kelas 4 SD yang sok tahu ini harus membeli 1 dus kotak kapur di toko peralatan tulis yang jauh dari sekolah. Untungnya, dia pergi kesana dengan memakai sepeda. Tapi dia mengayuh sepedanya dengan ugal-ugalan karena cuaca yang begitu panasnya.
.-:-.-:-.
Naruto menggiring sepeda kesayangannya ke depan pintu toko, mengikat ban sepedanya dengan tiang kayu kecil yang ada di sebelahnya, dengan menggunakan rantai, agar sepeda kesayangannya itu tidak dicuri ketika dia memasuki toko.
Dia membuka pintu toko yang sudah lapuk, sudah saatnya pintu toko itu diganti setelah berpuluh-puluh tahun tidak diganti oleh sang pemilik toko.
Lonceng kecil berbunyi ketika Naruto membuka pintunya, lonceng musim panas yang sudah berdebu, tapi Naruto masih dapat melihat hiasan bunga lavender yang terdapat di pinggirannya.
"Permisi…" ucap Naruto berhati-hati.
Tidak ada jawaban.
"Permisi…!" ucap Naruto lagi dengan suara yang agak lebih besar.
"Ah, ya…?" seorang anak perempuan muncul dari arah pintu di sebelah etalase pensil-pensil.
Naruto hanya diam. Merasa kalau rambut si perempuan itu menarik untuk ditatapi. Model rambutnya memang aneh, rambut belakangnya agak cepak, dengan sedikit rambut yang tergerai sepundak di sebelah kedua telinganya. Aneh, tapi.. rambut yang meliputi warna indigo itu lumayan manis.
"Hei?" ujar si perempuan. Naruto tersadar dari lamunannya. "A-ada yang bisa aku bantu?" ujar si perempuan terbata-bata. Dia menundukkan mukanya.
"Erm.. aku minta sedus kapur, kapur putih, ya!" ujar Naruto sambil menghitung-hitung uang yang diberikan Guru Iruka untuk membeli kapur. Si perempuan itu langsung melesat ke arah etalase toko yang berada di sudut barat toko.
"Ini." ujar si nona kecil seraya menyerahkan 2 kotak kapur yang isinya, masing-masing tinggal setengah.
"Hei, aku minta satu dus, bukan satu kotak."
"Maksudku, kapur produk apa yang mau kamu pilih? Ada dua, mau yang mana? Aku bukannya nggak mendengar omongan kamu tadi." ujar si nona kecil agak kesal. Dia mengangkat wajahnya, tidak menunduk seperti tadi. Sekarang Naruto bisa melihat seluruh permukaan wajah si nona kecil. Ia memiliki struktur wajah lonjong dengan air muka yang sangat menawan. Hidungnya kecil. Cantik, dia sangat cantik. Tapi yang paling menarik perhatian Naruto adalah matanya, matanya yang berwarna lavender, sama seperti bunga lavender yang menjadi hiasan di pinggir lonceng musim panas yang digantung di pintu toko.
Si nona kecil juga entah kenapa, terkagum dengan mata Naruto. Seakan-akan menyedotnya, dia merasa sejuk, seperti sedang berenang di laut. Mata biru milik Naruto membuatnya tercengang.
Mata mereka bertatapan dengan perasaan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Mengatur nafas pun, mereka susah untuk melakukannya. Jantung mereka berdua berdetak cepat sekali.
"Hinata? Ada tamu?" ujar seorang kakek tua renta yang muncul dari pintu toko. Spontan, Hinata kaget dan terpeleset. Lantainya baru dipelnya ½ jam yang lalu. Masih licin untuk orang seceroboh dia. Dan kapur-kapur pun berserakan.
()o()o()
Kapur putih yang pucat
()o()o()
"He-hei, kamu nggak apa-apa?" Naruto menggenggam lengan si nona kecil yang ternyata bernama Hinata, untuk membantunya berdiri. Lengannya putih mulus, dan sangat lembut. Hinata pasti rajin merawat kulitnya.
()o()o()
Terasa penuh warna
()o()o()
Hinata pun tak lagi peduli dengan kapur-kapur yang tadi dijatuhkannya. Sungguh, seakan-akan waktu berhenti berputar, mereka membeku tanpa kedinginan sedikit pun. Badan mereka masi bisa digerakan, tapi hati mereka tidak mau. Otak mereka tidak menurut.
()o()o()
Dan pelangi yang enggan datang pun berbinar
()o()o()
"Hinata?" Sang Kakek kembali bersua. Hinata dan Naruto tersadar kembali. Dan segera beranjak berdiri.
()o()o()
Kertas putih yang pudar
Tertulis seribu kata
Dan kuungkap semua yang sedang kurasa
()o()o()
"Kakek, jangan keluar rumah dulu, 'kan kakek masih sakit!" ujar Hinata khawatir.
()o()o()
Dengarkanlah kata hatiku
()o()o()
"Ah, nggak apa-apa. Kakek masih sehat. Tenang aja."
()o()o()
Bahwa ku ingin untuk tetap disini
()o()o()
"Tapi kalo kambuh, Hinata 'kan nggak tau harus ngapain. Pokoknya, sekarang kakek masuk kamar, ya. Hinata urus pelanggan dulu." Sang Kakek hanya mengangguk dan melangkah ke dalam rumah dengan langkah pelan sekali.
()o()o()
Tak perlulah aku keliling dunia
()o()o()
"Erm.. aku pilih yang ini aja, berapa?" tanya Naruto agak gugup. Dia merasa atmosfir di ruangan itu menjadi aneh, tidak seperti tadi.
()o()o()
Biarkan ku disini
()o()o()
"Satu dusnya 600¥, se-sebentar, aku ambil dulu.. dusnya." Hinata pun sepertinya merasakan ada yang berbeda, sama seperti Naruto.
()o()o()
Tak perlulah aku keliling dunia
Karena ku tak mau jauh darimu
()o()o()
Naruto merasa ada kejanggalan, 600¥? Tunggu, dia menghitung ulang uang yang dibawanya. "He-hei, jangan dulu! Uangku nggak cukup. Kalo yang satunya lagi berapa sedusnya?"
()o()o()
Dunia boleh tertawa
Melihatku bahagia
()o()o()
"500¥. Mau yang 500¥?" Naruto mengangguk cepat, dan Hinata melesat, menghilang dari pandangan Naruto dan muncul beberapa saat kemudian dengan sebuah dus besar yang sisinya bertuliskan Kapur Tulis TOKYO. Dan Hinata menaruhnya di dekat kaki Naruto.
"Butuh.. butuh apa lagi?" Hinata bertanya, Naruto menggeleng cepat.
"Nggak, nggak usah, ini aja. 500¥, 'kan?" Naruto langsung menyodorkan uangnya, 500¥, kontan, dan seketika, ludeslah uang yang tadi diberikan Guru Iruka.
"Makasih, lain kali datang lagi, ya." Hinata tersenyum. Naruto balas tersenyum.
Naruto mengangkut dus kapur itu ke atas keranjang sepedanya, ditatapi sepedanya. Sepeda tua miliknya itu terasa seperti sepeda baru yang baru dikirim langsung dari pabriknya.
Sepanjang perjalanan pulang, dia tak menghiraukan betapa panasnya hari ini, dan betapa panasnya jok sepeda yang sedang didudukinya karena terlalu lama ditinggal di bawah sinar matahari. Yang dia pikirkan, hanya Hinata, Hinata, dan Hinata.
'Ah! Cinta…'
.-:-.-:-.
1 tahun berlalu…
Sejak saat itu, Naruto sering mampir ke toko alat tulis. Untuk bertemu Hinata. Kadang-kadang, dia dimarahi kakek Hinata karena dia mampir tanpa membeli apa-apa. Tapi tetap saja dia selalu datang ke sana. Sejauh-jauhnya tempat itu dari rumahnya, dia tak pernah mengeluh lagi akan panasnya siang hari. Dia selalu pulang dengan wajah ceria.
.-:-.-:-.
Suatu hari, seperti biasa, Naruto mengayuh sepedanya kencang-kencang, menuju toko alat tulis. Panas matahari yang menyengat tidak dihiraukannya, dan entah kenapa, dia tidak berkeringat sedikitpun setelah mengayuh sepeda dengan perjalanan jarak jauh. Cinta memang hebat, bocah itu pun terbuai dibuatnya.
Naruto membuka pintu toko setelah memarkir sepedanya di tempat biasa, terdengar suara lonceng musim panas. Sepi, tidak ada orang di toko. Biasanya, Hinata menunggunya dengan tangan menyilang di atas etalase kapur, dengan wajah gembira.
Naruto masuk ke dalam rumah, mencari-cari Hinata, tapi tak kunjung ditemukannya.
"…" Naruto menyentuh dagunya dengan jari telunjuknya, berpikir keras. Tidak biasanya Hinata tidak ada, menghilang seperti ini.
Krieet. Pintu toko terbuka, Naruto yang mendengar suara pintu reyot itu, langsung bergegas ke arahnya.
"Hinata!?" harapan Naruto usai sudah. Bukan Hinata yang muncul, kakeknyalah yang muncul.
"Kek? Mana Hinata?"
"…" Sang Kakek berdiam, sulit mencerna kata-kata yang baru diucapkan Naruto. "Hinata udah pergi, ke Tokyo." Naruto terkejut, apa yang dicintainya selama ini lenyap begitu saja.
()o()o()
Tak perlulah aku keliling dunia
()o()o()
"Ke-kenapa tiba-tiba?!" Sang Kakek menyerahkan sebuah amplop surat pada Naruto. Dengan terburu-buru, Naruto membacanya.
()o()o()
Karena kau disini
()o()o()
x-X-x
Naruto,
Maaf ya, aku tiba-tiba pergi. Aku juga nggak tau, soalnya tiba-tiba ayah ngejemput.
Maaf ya…
--Hinata
x-X-x
Naruto hanya bisa meratapi surat itu.
.-:-.-:-.
12 tahun kemudian…
"TOKYO!!" teriak Naruto kencang sambil merebahkan tangannya lebar-lebar.
'Hinata.' dimulailah perjalanan Naruto mencari Hinata, cinta pertamanya.
()o()o()
Tak perlulah aku keliling dunia
Kaulah segalanya bagiku
()o()o()
Whee.. fic collab pertama LIL-ECCHAN XD
Disini tetep pair NaruHina ko :D
Oya, buat Cha, maaf judulnya aku ganti, aku kurang sreg sama bahasanya :p
Minta apdet? Minta ke meL-chan, si sherry d'ripper :D
banner ()o()o() : lagu
banner x-X-x : surat
banner .-:-.-:-. : pemisah waktu :D
Oya, lil-ecchan mau promosi, buat yang suka KibaHina, rnr fic Akulah dong :D
Buat yang suka NaruHina, rnr fic Dear & Bersamamu dong :D
Ahehe :D
Mind to Review?
