A Wild Ride (Biker Billionaire #1)

Cast: Park Chanyeol and Byun Baekhyun

Length : Chapther

Rate : M

Genre : Smut, Romance, NC!

Remake novel romane erotika karya Jasinda Wilder

Warning : Its Genderswitch! dont like? dont read!

"Baekhyun, aku minta maaf," kata Key. "Itu hanya komentar bodoh."

Aku memutar mataku dan mendongkol. "Terserah, Key. kau mengatakannya, dan lalu apa? Oke, kau meminta maaf. Aku memaafkanmu. Tapi apa itumemperbaiki keadaan? Tidak sama sekali. Jangan ganggu aku. Antar aku pulang."

"Ayolah, sayang. Aku bisa Berbuat lebih baik. Aku akan berubah."

"Ya. Pernah dengar kata-kata itu juga. Baru minggu lalu, bahkan." Aku memandang ke luar jendela dari VW Golf milik Key, menonton pinggiran jalanyang berkelebat lewat, basah kuyup oleh hujan, kelabu dan menjemukan. Sama seperti hidupku.

"Jadi, apa sih sebenarnya yang kau ingin aku lakukan? Kubilang aku akan melakukan lebih baik lagi, dan aku akan melakukannya. Kenapa itu tak cukup baik untukmu?"

Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu, jadi aku diam. Aku memainkan cincin setengah-karat di jariku, di pasang di sana bulan lalu. Empat minggu yang panjang dan menyakitkan, yang mana kami lebih banyak bertengkar daripada kita berciuman, lebih sering berhubungan seks dalam kemarahan dari pada bercinta, lebih sering mengabaikan masing-masing dari pada kita pergi berkencan.

"Ayolah, sayang. Kumohon bicaralah padaku." Key menaruh tangannya di kakiku, dan aku menepisnya, menyentak kakiku pergi menjauh.

"Apa lagi yang bisa dikatakan? Kita bicara berputar-putar Key. Ya, kau benar. Kita bertengkar tentang suatu hal, dan aku memberitahumu masalahnya, dan kau memperbaikinya, sebaik mungkin yang kau bisa. Aku mengakui itu, dan itu bagus. Masalahnya adalah, selalu ada saja masalah. Jika bukan satu hal, pasti yang lainnya."

"Semua orang punya masalah, Baek," kata Key. "Pasangan juga punya masalah. Kita bisa menyelesaikannya."

Sekali lagi, aku tak ingin menjawab. Satu tanggapan saja akan mengakibatkan lebih banyak perdebatan, putus lagi. Kami telah putus empat kali selama tiga tahun kami bersama-sama, terakhir kali adalah kurang dari seminggu sebelum John mengajukan lamaran. Dia melamar sebagai permintaan maaf, dan itu cukup romantis, dan itu telah menghasilkan suatu seks yang cukup spektakuler.

Spektakuler, maksudku dia menggunakan jarinya padaku dulu, jadi aku benar-benar merasakan orgasme, dan ia tidak tertidur segera setelah itu. Kita bahkanmelakukan untuk kedua kalinya, yang mana kita tak pernah melakukannya selama berbulan-bulan. Ini adalah kedua kalinya yang telah membuatku khawatir. Aku terlambat. Ya… terlambat beberapa hari ke belakang, dan aku biasanya seperti jam, jadi aku merasa sedikit panik. Aku belum melakukan tes, dan aku jelas tak akan memberitahu Key.

Anak-anak adalah pemicu reaksi emosional untuknya, dia tak ingin anak-anak selama beberapa tahun ke depan setelah kami menikah, dia bertahankan dengan itu. Aku ingin mereka ada lebih cepat…atau setidaknya kupikir begitu. Sekarang, dengan keadaan yang terjadi dengan Key, gagasan memiliki bayi bersama dia benar-benar membuatku ketakutan.

Aku belum siap untuk terikat dengan Key selamanya, dan aku belum siap untuk menjadi seorang ibu. Aku tak yakin yang mana dari keduanya yang lebih tidak siap.

Sekarang, kata-kata itu menggelegak di lidahku. Aku berutang pada Key untuk memberitahunya. aku rewel dan sensitif tentang segala hal sejak aku pertama kali menyadari aku terlambat, dan aku mengeluarkan masalah itu padanya. Itu sebenarnya tidak benar-benar adil, meskipun ia bersikap benar-benar brengsek sebelumnya, yang mengarah ke argumen kita saat ini.

Kami barusan pergi berkencan dengan baik, berpakaian rapi dengan memesan

tempat di restoran favoritku, sebotol anggur yang bukan-paling-murah, percakapan yang baik di mana aku secara singkat mengingatkanku mengapa jatuh cinta dengan Key. Dia pernah mempesona dan lucu, dan ia cukup panas,menurut ukuran orang kebanyakan – itulah bagaimana aku bertemu dengannya.

Dia adalah tetangga sebelah di kondominium-ku di pusat kota. Dia, secara

harfiah, tetangga sebelah yang sedikit seksi.

Tapi kemudian, di tengah percakapan tak tentu arah kami, aku menyebutkan tentang diet terbaru dan latihan fitness-ku, dan dia membuat komentar bodoh sarkastis tentang bagaimana fitness-nya "benar-benar berhasil sekarang."

Apa artinya itu? Sebuah pertanyaan wajar untuk ditanyakan, tentu saja, kurasa.

Dan aku mendapat tanggapan yang biasa: Oh sayang, aku minta maaf, barusan salah ucap, maksudku kau sekarang kelihatan lebih ramping dan bugar akhir-akhir ini…

Yang mana tentu saja sangat membantu. Aku menampar dia dan berjalan keluar.

Sekarang, jangan salah paham: Aku bukan wanita kecil, makhluk kecil mungil, semua berukuran nol dengan ukuran cup A yang tampak seperti cup B pada tubuh seperti tusuk gigi. Aku seorang wanita dengan tubuh wanita. Aku lima kaki delapan setengah inci (178 cm), ukuran tidak pernah kau pikirkan, tapi bukanlah nol.

Aku punya pantat yang ingin menyerap lebih banyak makanan daripada yang

aku ingin, dan sepasang payudara yang cenderung menarik perhatian bahkan

ketika aku memakai pakaian longgar. Key selalu mengatakan ini adalah sesuatu yang dia suka tentangku, bahwa aku wanita sejati, bukan seorang gadis model kurus tanpa aset.

Tapi kemudian komentarnya perlu dipertanyakan mengingat klaim sebelumnya.

Aku memergokinya menatap wanita lain, tentu saja. Pria selalu melihat wanita di sekitar mereka, mereka adalah makhluk visual. Aku paham dan memberinya sedikit kelonggaran, asalkan dia tidak mengerling dan melihat dua kali.

Tapi komentar itu: "benar-benar berhasil sekarang," Tuhan, itu hanya membuatku berpikir. Otakku mendesir bekerja sangat keras sepanjang perjalanan pulang, mengklik melalui kenangan dari gadis-gadis yang cenderung ia lihat ketika kami pergi keluar. Mereka kurus, langsing, ia menyebutnya begitu. Payudara kecil dan pantat rata. Berpakaian mahal, rambut pirang platinum lurus, semuanya.

Aku bukan gadis seperti itu. Aku punya rambut pirang bergelombang yang tidak suka bekerja sama, dan aku tak suka banyak perhiasan. Aku memakai kalung yang sesuai untuk mengimbangi pakaianku, yang tidaklah mahal karena aku tidak benar-benar bergelimang dengan uang karena bekerja sebagai perawat UGD, dan tidak juga John, manajer bank.

Jadi, ya, aku mempertanyakan ketertarikan Key padaku, dan juga penilaianku sendiri sebagai obyek daya tarik. Plus, itu hanya ucapan brengsek. Key menepikan mobil untuk berhenti di lampu merah, dan kurasa kata-kataku mau meluap. Aku mencoba untuk menghentikannya, tapi tetap saja keluar juga.

"Kukira aku mungkin hamil."

Key diam, tapi aku melihat buku-buku jarinya mengencang pada kemudi, dan sudut-sudut mulutnya menjadi rata dan turun. Mata pucat biru menyempit, dan dia mendesah, hampir tak kentara, tapi bisa terdengar.

"Kau pikir engkau hamil." Suaranya hati-hati netral.

Yang hanya membuatku kesal. Oke, ya, aku juga tak ingin diriku hamil, tapi dia jadi marah tentang hal ini? Itu adalah bagaimana Key jika marah: tenang, hati-hati netral,selalu terkontrol, hanya mata sempit dan buku-buku jari ketat dan kerutan halus.

"Aku hampir seminggu terlambat. Tapi tak yakin, tapi ada kemungkinan. Aku belum melakukan tes atau apapun, tapi aku tak pernah terlambat."

Dia tidak menatap ke arahku, tidak menanggapi, hanya dengan hati-hati menambah kecepatan melalui lampu hijau, orang yang praktis mengendarai mobil praktis dengan hati-hati.

"Jadi mari kita lakukan tes, hanya untuk memastikan." Key memindah ke gigi dua, masih memandang lurus ke depan.

"Kukira," kataku. "Kita bisa berhenti di CVS (Chorionic Villus Sampling) dalam

perjalanan pulang." Dia hanya mengangguk. Dan saat itulah aku kehilangan kendali.

"Itu saja? tak ada reaksi?" Aku belum berteriak, tapi aku sedang menuju ke arah ke sana. "Kau hanya akan bersikap praktis, tetap tenang dan membiarkan? Katakan sesuatu, sialan!?"

Key menatapku, mengangkat alis hanyalah satu-satunya ekspresi terkejut darinya. "Apa yang kau ingin kukatakan? kau hamil atau kau tidak hamil. Kita belum tahu, tak ada gunanya menjadi panik."

"Apakah kau panik, jika aku hamil?" Dia mengangkat bahu, ya, itu adalah reaksinya. Sebuah angkatan bahu.

"Kau tak akan panik, kan?" aku jelas sudah berteriak sekarang, suaraku memenuhi mobil kecil ini. "kau hanya akan berlanjut, praktis dan tenang dan… sialan, sangat-sangat membosankan! kau tak akan senang tentang hal itu! kau tak akan marah. Kau hanya akan menghadapinya dan melanjutkan. Tuhan, Aku sangat muak dengan sikap praktismu! Bersikaplah ekstrim tentang sesuatu! Bereaksilah, untuk sekali saja!"

"Baek, kau tahu bagaimana perasaanku tentangmu ketika kau begitu banyak menyumpah," katanya, tenang dan tak terusik seperti biasa.

Aku ingin dia menjadi mudah senang atau marah, hanya sekali saja. Mulutku sudah terbuka untuk menyumpah, atau mengutuk, dan kemudian sesuatu dalam diriku hanya berhenti. Waktu berlalu mengental dan aku melihat kami, lima tahun mendatang. Kami akan memiliki seorang gadis kecil, yang berpenampilan menyenangkan dan baik, dan Key akan pulang ke rumah dari bank, dan kita akan menyenangkan, dan kita akan memiliki rumah yang menyenangkan, dan TV layar datar yang menyenangkan, tidak terlalu besar, dan anjing kecil kami, tidak terlalu besar, tidak banyak menggonggong, tepat. Kemudian, dalam sepuluh tahun… gadis itu akan menjadi lebih tua dan datang satu lagi, anak laki-laki,sama baiknya dan berperilaku baik dan TV-nya juga baru, tapi tetap sama.

Dan anjingnya tetap sama, bagus, tenang dan praktis, dan Key, melalui semua itu, akan baik, dan tenang, dan menyenangkan, dan ia rambut, penipisan mungkin, memutih mungkin, dan dia akan akan tetap langsing dan ramping.

Kami akan melakukan hubungan seks setiap hari Sabtu, mungkin Minggu pagi

sesekali, posisi misionaris, seperti biasa, dalam kegelapan, seperti dengan hati-hati menghentikan mobil di lampu merah, dan aku gemetar, perutku seperti ada di

tenggorokanku, dan aku tak bisa mencegah melihat Key saat ia sepuluh tahun kedepan, dalam pikiranku: sama, hanya lebih tua. Dan aku, sama, hanya lebih tua. Tidak terganggu. Dan hidup kita: gampang diprediksi dan menyenangkan.

Aku menarik cincin dari jariku dan melemparkannya di dasbor, menyambar dompetku, tas branded-ku yangberharga, satu barang bagus yang kupunya, dan aku keluar dari mobil, di tengah guyuran, hujan lebat. dengan sepatu hak tinggiku. Aku berlari kedalam lalu lintas saat lampu berganti hijau, dan mobil-mobil membunyikan klakson, dan John berteriak dengan tenang kearahku untuk kembali.

Aku bersumpah demi Tuhan, Key adalah satu-satunya orang yang mampu berteriak dengan tenang. Aku hanya memberi dia jari tengah, ibu jari keluar, ala Detroit. Aku terus berlari, berhasil sampai ke trotoar dan terus berjalan, berlari membuta melalui dinginnya, hujan deras. Sesuatu menyentak di bawah kakiku dan aku limbung, tersandung, dan jatuh ke tanah, menampar beton yang kasar dengan tanganku, merobek gaunku.

Aku merintih dan duduk di pantatku, membuat percikan dalam genangan air. Aku melihat telapak tanganku robek oleh trotoar, dan lututku berdarah. Tumit sepatuku patah. Tasku, dua ratus lima puluh dolar tas Coach milikku tenggelam dalam genangan lumpur di rerumputan sebelah trotoar. Hujan menerpa di atas kepalaku, tangan dan lutut berdenyut-denyut, dan pergelangan tangan kiriku mulai terasa sakit, dandompetku hancur dan segala sesuatu di dalamnya basah, yang berarti ponselku hancur, iPhone-kuberumur satu tahun yang tidak diasuransikan. Aku mendengar sebuah mobil

berhenti di sampingku, dan jendela berdengung terbuka beberapa inci.

"Masuk" kata Key. "Kau terluka dan basah. Aku tak tahu apa yang merasuki dirimu. kau akan terkena pneumonia."

Aku berdiri, mengharapkan Key langsung berada di sebelahku, membantuku. Benarkah? Tidak. Dia tetap duduk di dalam mobil, mengobrak-abrik di kursi belakang untuk mencari handuk untuk dibaringkan di jok kulitnya. Dia mendorong pintu terbuka dari dalam. Aku menatap, dengan mulut ternganga. Dia bahkan tak bisa keluar dari mobil untuk membantuku? Bagus.

"Masuk. Kursi kulitku nanti basah!" Aku tertawa, menggelengkan kepala. "Kau memang luar biasa."

Aku menendang sepatu heel-ku dan meninggalkannya di genangan air. Aku membungkuk untuk mengambil dompetku, tergelincir ke dalam lumpur dan jatuh lagi, cipratan lumpur mengenai seluruh wajah dan pakaianku, yang sekarang jadi benar-benar basah kuyup dan menempel ke kulitku. Aku menahan isak tangisku saat aku berdiri, goyang di atas lututku yang lemas, menggenggam dompetku di bawah lengan dan memegang pergelangan tanganku yang sekarang berdenyut-denyut.

"Baekhyun, jangan idiot. Ayo masuk."

Aku mulai berjalan, menolak untuk membiarkan air mata yang membakar mataku terjatuh. Tidak di depan Key. Dia hanya mengulurkanku tisu dan menunggu agar aku berhenti menangis, seperti yang selalu ia lakukan.

"Minggatlah, Key. Kita putus."

"Kita lima mil dari rumah, sekarang hujan, kau terluka, dan kau berjalan ke arah yang salah. Masuk akallah, untuk sekali saja." Key tidak memohon, atau keluar untuk memohon padaku, atau memaksaku untuk melakukan hal yang masuk akal, ia hanya mengemudi disebelahku dalam VW Golf kecilnya dan bicara padaku, dengan tenang, melalui celah jendela. Hanya celah, sehingga hujan tak bisa merusak jok kulit mobilnya.

Aku berpaling kearahnya, tidak berhenti saat telapak kakiku yang telanjang menapak di atas trotoar. "Apa pedulimu? Pergilah dan tinggalkan aku sendirian!"

"Kau tak perlu memakiku, Baekhyun. Baik kalau begitu. Terserah maumu."

Bukankah aku baru saja bilang aku kemungkinan hamil? Dan dia hanya melaju pergi, meninggalkanku di sana, di tengah hujan, terluka, lima mil jauhnya dari .

Aku melangkah melalui genangan air dan lumpur, semakin basah dan basah, rambut keritingku jadi rata diatas kulit kepalaku, lengket menempel di pipi dan keningku. Ketika Key sudah tak terlihat, aku membiarkan diriku menangis. Itu adalah tangisan panjang dan keras yang membakar mata dan mengaburkan pandanganku. Aku terus berjalan, tak perduli salah arah atau tidak.

Aku tidak memperhatikan saat gemuruh Harley perlahan melewatiku, kecuali bertanya-tanya orang gila macam apa yang mau mengendarai Harley dalam cuaca seperti ini. Aku tak memperhatikan, hanya terus melangkah, menangis, menatap kearah kakiku dan mengutuk semua orang, khususnya Key.

Oleh karena itu, aku juga tidak melihat ketika Harley minggir di apron jalan dan berhenti, aku juga tak melihat saat pengendaranya turun dan berdiri di depan motornya, menunggu. Aku berjalan tepat kearahnya.

Dia bertubuh tinggi, padat, dan basah kuyup. Dia berbau kulit basah, bau yang tampaknya memiliki rasa tajam di ujung lidahku. Aku terhuyung mundur, dan dia menangkapku, tangan kuatnya menangkap lenganku dan menahanku agar stabil. Aku mendongak dan benar-benar tersentak saat sepasang mata hijau keabu-abuan yang paling terang yang pernah kulihat menembus kearahku, penuh simpati dan perhatian dan sesuatu yang sangat mirip dengan nafsu. Ini pasti bukan nafsu, atau setidaknya bukan karena aku. Tidak ketika aku basah kuyup, berdarah, menangis terisak, dan marah.

Dia mengenakan jaket kulit biker, ditempeli dengan logo punk rock dan logo HOGS serta tengkorak dan salib besi dan semua hal-hal yang biasa ada di jaket bikers umumnya. Celana jinsnya yang ketat, hitam, dan kelihatannya mahal, begitu juga botnya, paku diujung jari depan botnya, gesper perak dan kancing- kancingnya. Telinganya ditindik di beberapa tempat sepanjang daun telinga dan tulang rawan, sebuah anting kecil, sebuah salib dan berlian kecil di masing-masing daun telinga. Dia memakai cincin di jarinya,

logam tebal dengan lebih banyak salib dan tengkorak dan lambang-lambang band metal.

Rambutnya tebal, hitam, dan menempel di dahinya. tetapi matanya. Demi tuhan. matanya membakar, dan berkilauan, dan berkilat, dan memberi pengaruh yang tidak

seharusnya bisa diberikan oleh mata pria manapun. Bukan ketika hujan, dan terutama tidak kepadaku.

Aku, seorang gadis yang dietnya disebut "benar-benar berhasil sekarang."

Tangannya yang hangat pada kulit telanjangku, dan ia masih belum melepaskan, meskipun aku secara terbuka mengamati tubuhnya. Dia memiliki tato di punggung jari-jarinya, berlari melintasi setiap jari-jarinya kecuali jempol, tato akan terbaca "Semper Fi" (selalu setia, jargon US Marine) jika dia mengepalkan tangannya.

Jadi dia adalah seorang Marinir, atau mantan marinir. Dia tampak seperti itu. Dia juga tingginya lebih dari enam kaki (182 cm), dadanya bidang seperti dinding bata, bahu dan lengan yang tampak sangat besar bahkan ketika tertutup jaket kulitnya. Dia memancarkan bahaya, testosteron murni pria dan kekuasaan, kekuatan yang terkumpul dan kepercayaan diri yang luar biasa. Dan yang dia lakukan hanyalah berdiri di sana, memegangi lenganku.

"Apakah kau baik-baik saja, ma'am?" Suaranya dalam dan halus, mengingatkanku pada Key ketika ia menggumam dengan nada rendah. Diam. Aku suka musik country, lalu apa?

Aku menggeleng, rambutku menampar leherku. "Apakah aku terlihat baik-baik saja?"

Aku tidak menangis lagi, karena dia mengejutkanku. Tapi aku masih tersengal-sengal. Mulutnya melengkung dan diluruskan.

"Kurasa kau tidak. Kau tampak… marah. Dan basah."

"Sangat jeli pengamatanmu."Dia masih memegang tanganku, seolah-olah aku dalam bahaya terjatuh. Aku mungkin akan jatuh sebenarnya. Apalagi jika matanya yang berapi-api terus tertuju kearahku lebih lama lagi. Dia membalas tatapanku dengan stabil, tapi aku tahu itu membutuhkan usaha. Gaunku menempel ketat ke seluruh

kulitku, dan sekarang hampir tembus pandang karena basah, itu merupakan faktor penting alasan kenapa aku membelinya. Tubuhku jelas-jelas terpampang, tidak menyisakan imajinasi sedikitpun kecuali warna warna kulitku, dan pria ini berusaha keras, dan berhasil, untuk tidak menatap tubuhku. Aku menghargai upayanya, bahkan aku sendiri menyukai ide sedang dilirik kali ini.

"Well, apakah kau ingin tumpangan ke suatu tempat?" Dia bertanya, mengacungkan ibu jarinya ke arah sepeda motornya.

Aku menggunakan kesempatan saat tangannya melepaskan pegangan pada lenganku untuk mundur, namun tangannya yang lain masih menjepit di lengan kananku, erat tapi lembut dan tak mau lepas. Aku berhenti menarik diriku dan berdiri di depannya. Aku seharusnya menuntut dia melepaskan tanganku, tapi aku tidak.

Lalu aku bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan jika aku memintanya.

"Tolong lepaskan lenganku." kataku.

Dia segera melepaskan pegangannya, dan menyesali eksperimenku. Tangannya hangat dan terasa nyaman dilenganku.

"Kau akan sakit, ma'am," kata biker itu. "Kenapa kau tidak biarkanku mengantarmu ke suatu tempat. Aku akan menjaga sikap, aku janji. Aku hanya akan mengantarmu, itu saja. Aku bahkan tak akan meminta nomormu."

Aku ragu-ragu. Dia tampak berbahaya, meskipun matanya menyatakan bahwa ia tak akan menyakitiku. Ditambah, ia melepaskan pegangannya seolah-olah tangannya terbakar saat aku berkata 'lepaskan'. Dia melepaskanku sebelum aku berkata 'tolong'.

"Aku seharusnya menolak. Aku belum pernah naik sepeda motor sebelumnya, dan aku tidak kenal kau." Kataku. itu adalah alasan lemah yang tak satupun dari kita percaya. "Aku akan baik-baik saja, tapi terima kasih tawarannya."

"Oh, ayolah," katanya, kesal. "Kau berdarah. pergelangan tanganmu terlihat bengkak, kau tidak memakai sepatu. Dan sekarang hujan sangat deras. Biarkan aku mengantarmu ke suatu tempat, kumohon."

"Ini tidak aman," kataku, alasan terakhirku lebih hati-hati.

"Apa yang tidak aman, aku atau sepeda motornya?" Dia terdengar tersinggung. Aku mendesah, menyadari bahwa ia berpikir aku telah menilainya dari penampilannya. Dan kau tahu? Memang begitu.

"Kedua," kataku. "Tapi kau benar. Terima kasih, aku akan senang mendapat tumpangan."

"Kau berpikir aku tidak aman, kan?" Matanya menyipit, dan ia tiba-tiba seperti memancarkan ancaman. Aku tidak takut, tapi aku punya perasaan bahwa kau tak ingin membuat orang ini marah padamu.

"Tidak, aku pikir tidak aman," kataku. "Kau seorang biker. Kau memiliki paku di sepatu botmu dan tato di jari-jarimu. Kau mungkin akan membawa aku ke sebuah gudang dan melakukan sesuatu yang hanya Tuhan yang tahu." Aku bergerak menuju sepeda motor itu saat aku bicara, dan ia menyeringai menyesakkan dada.

"Well, kau sebagian besar benar. Kecuali aku tak tahu di mana gudang berada." Dia duduk di Harley dan memutar kunci tapi belum menyalakannya.

"Bagaimana tentang bagian hanya Tuhan yang tahu?" Tanyaku sambil mengayunkan kakiku naik di belakangnya. Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya kencang di sekitar pinggangnya. Dia keras seperti batu dan dua kali lebih besar dariku. Otot perutnya bagaikan beton di bawah tanganku. Aku membiarkan jari- jariku melebarkan dan telapak tanganku menekan, menikmati terlalu banyak nuansa otot-ototnya.

"Nah," katanya, nyengir menoleh di atas bahunya, "Mungkin aku akan melakukan yang hanya Tuhan tahu, tapi hanya jika kau ingin aku melakukannya."

Motornya menyala dengan raungan serak, memotong jawabanku yang mungkin telah kuberikan. Dia memundurkan motornya dan memutar pedal gas sehingga kita melompat ke depan, mesin mengaum dan ban tergelincir meluncur di jalan yang basah.

Gemuruhnya memekakkan telinga, bergetar sampai ke kaki dan perutku. Hal itu membuat bagian-bagian tertentu dari anatomi femininku tergelitik antara nyaman dan

menyenangkan.

Kami melewati persimpangan tempat aku melompat keluar dari mobil Key, tapi kami tidak lebih dari satu mil ketika kami melewati VW Golf milik Key datang menuju ke arah kami. Rupanya dia berpikir lebih baik meninggalkanku di sana. Tak ada gunanya, sudah terlambat baginya.

Dia melihatku di atas sepeda motor dan benar-benar menyentakkan mobilnya dan berputar dengan cara yang sangat tidak praktis dan ilegal. Dia berhenti di samping sepeda motor dan memberi isyarat ke arah sisi jalan, menunjukkan dia ingin kami menepi.

Teman biker baruku berpaling untuk menatap curiga padaku. Aku mengangguk dan ia berbelok ke tempat parkir McDonald. Key menjerit mengatakan berhenti dan aku menemukan diriku geli bahwa ia mendadak mengemudi seperti orang gila, sekarang ketika aku bersama pria lain. Sekali lagi, pikiran yang berputar di pikiranku adalah tak ada gunanya, sudah terlambat.

Sukakah ? ada yang berminat untuk dilanjutkan ? novel ini benerbener hot haha

sebenarnya ini novel seri tapi saya baru menemukan seri pertama dan tidak terlalu panjang.

Lanjut atau hapus?