Override Wind: Prologue One
Disclaimer: Black Butler karya Yana Toboso-sensei
Warning: Typo (s), bahasa rada kasar, bahasa yang aneh, humor garing, dunia pra-remaja (tee-hee-hee), and OCs(!)
Characters: Ciel Phantomhive, Elizabeth Midford, and Sebastian Michaelis
Lagi-lagi, Yang Mulia Ratu memerintahkan Ciel untuk menyelidiki suatu kasus di …
"APA? Sekolah asrama lagi? Huh, apa Ratu tidak tahu, bahwa gara-gara Sekolah Weston aku jadi anti memasuki sekolah macam begitu? Hmpft." Ciel menumpukan tangannya di meja besar yang disesaki dengan berbagai surat permintaan dan surat kabar.
Sebastian pura-pura tidak mendengarkan dengan menghidangkan teh untuk tuan muda. Ciel meminta sesuatu yang agak istimewa sebagai perayaan 'Bebasnya Ciel dari Kasus di Sekolah Berasrama yang Amat Sangat Tidak Menyenangkan dan Mengharuskan Dirinya Munfik Untuk Sementara'. Sebastian bahkan bertanya-tanya, perlukah kalimat tersebut dijadikan spanduk yang memiliki panjang hampir satu kilometer.
"Yah, setidaknya Anda memiliki kawan baru selain Pangeran Soma dan pelayan-pelayan Phantomhive Manor, bukan?" Sebastian menuangkan cairan kecokelatan dengan sesuatu yang berwarna keemasan kental yang mengalir bersamaan. "Glowing Francẻ Brownnesse Missy-Tea serta Blueberry Bard's Cheesecake sudah siap." Bersamaan dengan perkataannya, Sebastian menyodorkan teh dan sepiring kue pada Ciel.
Hanya sekali tengok, Ciel sudah melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan kue yang siap dimakan olehnya.
"Blueberry Bard's … Cheesecake? Itu nama yang mengundang rasa curigaku, Hai Butler. Tapi … yah, sepertinya …" Ciel menghentikan kalimatnya dan mengiris bagian tengah kue tersebut dengan garpu. "Sepertinya, secara luar kue ini baik-baik saja―kok sempat-sempatnya si Pecandu Perang itu belajar membuat kue bagus, tapi … dia perlu menjelaskan sesuatu berbentuk silinder yang ada disini."
DUARRR …!
Ruang Kerja dan sekitarnya tiba-tiba menjadi abu, tak terkecuali Ciel dan Sebastian. Jas buntut miliknya bolong-bolong sehingga membuat Sebastian bangkit dengan cepat.
"Yaah … jas saya bolong-bolong lagi … Padahal, hari ini ada kencan dengan si bulu putih …" Sebastian meratapi nasib jas buntutnya. Tak urung, Ciel meledak-ledak kembali memarahi Sebastian yang mempunyai nama tengah 'easy-going-easy-cileupeung' itu.
"ANJIR, SEBASTIAN! Jangan merengek-rengek soal kencan yang pasti Gatot itu! Sekarang, kuperintahkan kau cari si Bard dan suruh dia membuat kue tanpa bom! Cepat! Jangan lupa, suruh dia membuatnya dengan posisi menggantung di pohon berigin pemakaman terdekat. Kudengar dari si Finny-tukang-gosip itu, dia takut terhadap pemakaman itu. CEPA-CEPAT-CEPAT!" Ciel menghentak-hentak marah seperti anak kecil tidak diizinkan ikut neneknya ke kuburan (?). Sebastian tersenyum jahat ( yang dikenali sebagai 'senyum mesum' oleh ibunya Elizabeth) dan mengibaskan jas rombengnya ke belakang.
"Baik, Tuan." Dan dia pun melesat mencari tali tambang dan Bard.
Ciel menghembuskan nafas dan mencari-cari sesuatu diantara tumpukan surat-surat setengah gosong. Sembari menahan muntah, Ciel menelusuri tumpukan surat yang terlempar bersamanya.
"Ah, ini dia," ujar Ciel pada dirinya sendiri. Ia membuka kembali surat tersebut dan menelaah kembali isinya.
Singkatnya, surat tersebut berisi sesuatu yang membuat Ciel harus berkemas-kemas dan membuat rencana baru dengan Sebastian.
"Kau tahu, sekarang ada kasus seputar kematian. Yah, tepatnya, ada kasus bunuh diri yang terlalu sering terjadi setiap pergantian musim. Ratu menyuruhku untuk menyelidikinya sebagai orang dalam walaupun sekolah tersebut menerima orang luar. Huh, jangan-jangan Ratu mengharapkan diriku mendapat beasiswa anak rajin supaya aku mendekam disana dan Ratu tidak memanfaatkan Keluarga Phantomhive untuk menyelidiki kasus hitam?" omel Ciel saat Sebastian sedang mengukur-ukur panjang celana yang akan dikenakan Ciel disana.
"Wanita itu memang seperti , dasar manusia yang suka merias diri. Dia ingin menghancurkan diri Anda, tapi di lain sisi, dia membutuhkan keberadaan anda sebagai …"
"Bangsawan Hitam Phantomhive." Ciel tersenyum sinis. Dia menjatuhkan dirinya ke kursi empuk disamping tumpukan kain-kain. "Ah, ternyata begitu. Ini adalah kasus dimana hanya bangsawan selicik aku yang bisa berpartisipasi."
Sebastian tersenyum keluar jendela. Sebelum senyum mereka semakin lebar dan melontarkan kata-kata lain, sebuah suara menggiringi ketukan pintu.
"Ciel? Cieru? Aku boleh masuk~?"
Dengan sedikit sakit punggung, Ciel bangkit dengan mata membelalak.
"Dia … datang!" kalimat itu mengisyaratkan Sebastian untuk memakaikan baju pada tuan muda. Tapi, sebelum Ciel sempat mengenakan waistcoat, pintu menjeblak terbuka.
Dan … muncullah sosok Elizabeth yang telah mengenakan baju dengan rok lebar sebawah lutut berwarna abu-abu dan hitam , sama dengan seragam Sekolah Bangsawan Reenesfort yang akan dimasuki Ciel guna untuk menyelidiki suatu kasus. Tak hanya itu, Elizabeth sudah memakai topi sekolah yang sama dengan dirinya dan membawa banyak koper
…Artinya.
"Ayo kita bersama-sama ke Reenesfort!"
To be continued
Prologue Two
