Jadi ini fanfic Elsword yang ketiga. Yang pertama series, dan berbahasa Indonesia.
Awalnya cuman tentang prolog, kesana-sananya bakal lebih jelas soal pairing dan arah cerita.
Kalau pada suka bakal ditranslate ke bahasa Inggris dan... ditamatin (lol) udah kebayang akhir cerita tinggal ngetiknya lol.
Untuk chapter ini baru 2 (dan 1 figuran) char muncul:
Aisha (Void Princess) dan Raven (Blade Master) dan Elsword (Lord Knight)
Seterusnya bakal diupdate.
Saat itu gelap, matahari tengah menerangi sudut dunia yang lain. Bulan membantu memberi sedikit sinar dengan memantulkan cahaya dari bintang-bintang. Malam itu sepi. Hanya suara jangkrik yang terdengar dari alam liar di luar rumah tersebut. Suasana sudah sepi. Wajar, mengingat jarum pendek jam sudah menunjuk ke arah angka 11.
Suasana rumah juga sepi.
Errr…
Sebenarnya tidak.
Sebuah suara, suara orang kesakitan, terdengar dari sebuah ruangan. Ruangan tertutup yang terletak di lantai 2 rumah itu, tak jauh dari tangga. Yang berada di sebelah ruangan terujung di lorong lantai 2.
"Maafkan aku, Putri. Maafkan aku!" orang itu meminta maaf sambil berteriak kesakitan.
"Sudah kubilang ketok pintu dulu sebelum masuk kamar seorang gadis, Angkor!" seru gadis yang baru saja disebut 'Putri, oleh 'orang' yang otomatis posisinya bukan orang lagi, tapi… kelelawar?
Angkor berteriak kesakitan ketika Aisha dengan sadis menekan-nekan tubuhnya seperti sebuah bola karet dengan ekspresi kesal. Gadis yang hanya dibaluti sebuah handuk yang hanya menutupi dada hingga pahanya itu dari badannya masih mengalir air, rambutnya mesih meneteskan air, dari badannya masih tercium aroma sabun.
Di tengah aksi 'memberi hukuman' kepada Angkor, ada satu saat dimana Elsword, yang kamarnya berada di sebelahnya, memukul tembok dan terdengar teriakkan "WOI, SUDAH MALAM JANGAN BERISIK!" namun tidak begitu terdengar karena tembok yang cukup tebal. Dari kamarnya juga terdengar suara-suara gadis imut dari TV. Teriakkan Elsword tidak digubris oleh gadis yang rambutnya tengah diurai tersebut.
Tak lama kemudian…
*Tok tok*
Seseorang mengetuk pintu kamar Aisha. Elsword? Bocah itu tidak pernah dengan sopan mengetuk pintu kamarnya. Rena? Sebelumnya ia bilang ingin tidur lebih awal. Eve? Chung? Raven?
Untuk lebih jelas Aisha merasa harus mengecek siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
Sebelum ia beranjak dari kasur, tempat ia duduk dan tempat ia 'menyiksa' Angkor, orang itu sudah dengan perlahan membuka pintu kamar Aisha.
"Aisha, boleh aku bica – UWAAAH!" suaranya yang tenang, kalem, penuh dengan aura bijaksana terhenti oleh teriakkan reflek.
Raven langsung menutup kembali pintu kamar Aisha setelah melihat Aisha hanya berbalut handuk tipis.
Sadar apa yang terjadi pada Raven, muka Aisha memerah dan segera mengenakan baju, lalu segera mempersilahkan Raven masuk.
"Maaf aku mengganggu, Aisha. Di kamarmu masih terdengar suara berisik soalnya."
"Ahaha…" Aisha tertawa tipis. Dalam nada tertawanya terdapat rasa bersalah. Ia lupa kalau kamar Raven terletak di sebelah kamarnya, di arah yang berlawanan dengan kamar Elsword.
Raven duduk di kursi meja belajar yang terletak berseberangan dengan tempat Aisha duduk, di kasurnya. Ia membalikkan kursi dan membiarkan sandaran kursi menjadi tempat penyangga lengan dan dagunya.
"Jadi… ada apa?" Aisha bertanya, masih sedikit malu dengan kejadian sebelumnya.
Raven sebenarnya masih terlihat ragu-ragu untuk menyampaikan maksudnya. Ia mengehela nafas beberapa kali, dalam kalimat yang belum jelas "itu… sebenarnya… Aisha, gini loh…" hanya membuat Aisha kesal dan dengan sengaja melihat ke arah tangan kanannya yang tak menggunakan apapun kemudian menguap, sebagai sarkasme.
"Besok, aku… mau Henir," ucap Aisha, pelan, sambil menuju ke posisi yang lebih dalam dari kasurnya, berada posisi yang tepat untuk tidur, dengan selimut menyelimuti hampir seluruh badannya (Angkor udah ko-it).
"D-Dengarkan dulu, hei, Aisha!" seru Raven. Aisha sengaja tak menggubris. Ia menutup matanya.
"Bantu aku menyatakan cinta pada Rena!" Raven kemudian berteriak reflek, disertai kekagetan yang luar biasa, ia segera menutup mulutnya. Di lain tempat, Aisha reflek membuka matanya, terbangun dari tidur, dan menatap Raven dengan tatapan super kaget.
"EH?!"
Tak peduli para jangkrik sudah tak lagi bersuara, dan digantikan oleh para burung hantu, tak peduli siaran TV dari kamar Elsword kini hanya terdengar suara semut, tak peduli waktu sudah menunjukkan pukul 2, Aisha mendengarkan dengan seksama cerita Raven.
Maksudnya, ini Raven! Si keren mantan komandan Crow Mercenaries, yang kini sudah jadi si pelatih pedang terbaik bertitle Blade Master, yang disukai para gamer perempuan Elsword. Gadis yang kini mengambil jalan sihir hitam itu perhatiannya kini teralih pada kisah cinta sang Blade Master.
Awalnya, Raven hanya melihat Rena sebagai sosok yang mirip dengan Seris, tunanganya yang sudah meninggal, kecuali dengan telinga Rena yang lancip itu. Tapi Rena seperti memang ditakdirkan untuknya, setidaknya itu yang alam bawah sadar Raven pikirkan. Selain calon ibu rumah tangga yang baik, ia juga mampu melindungi dirinya dan anak-anaknya kelak.
"Terus, teruus?" Aisha mengangguk histeris, meminta Raven melanjutkan ceritanya.
"Itu aku… ingin menyatakan cinta. Kau tahu kan, Rena orangnya enerjik, membuat pikirannya tidak bisa ditebak, lebih dari pikiran Eve yang seorang Nasod. Maka dari itu aku minta bantuanmu."
"Ngomong-ngomong, kenapa harus aku?"
"Karena kau satu-satunya gadis yang usianya jelas disini."
"Oh iya."
Aisha baru ingat bahwa kedua perempuan selain dirinya punya usia yang tidak jelas disebutkan oleh KoG.
Tapi bukan berarti ia tidak mau membantu Raven. Hal yang tidak biasa yang diperlihatkan oleh seorang Raven, membuat Aisha bersemangat membantu Raven dan kisah cintanya. Setelah setuju membantu, Raven yang dibuat lega kemudian pergi ke kamarnya, sebelum membuat janji akan bertemu dengan Aisha besok pagi di pintu masuk Henir.
Bersambung
