Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
Ekuivalen © Jong Aeolia
…
[Dahulu]
Dia dan aku. Belia limabelas tahun dalam masa transisi.
Dia memangku gitar, berdehem sejenak sembari mengambil ancang-ancang memetik senar gitar, lalu alunannya mengalir. Menyenandungkan sonata terpopuler jaman itu. Suaranya tak buruk, walau tak semerdu penyanyi idola yang sedang naik daun. Biar begitu, aku suka.
.
Dia bernyanyi dan aku menikmati.
.
[Kemarin]
Dia dan aku. Dewasa seperempat abad.
Terpisah jarak dan ruang dan waktu. Samudera membentang, benua menghalang. Sinyal saluran tanpa kabel jadi penghubung dalam rentang waktu sporadis.
Dia memanggil namaku dari seberang saluran telepon. Bercerita banyak hal yang tak kusaksikan langsung di sana. Sesekali tawanya menyebar ruah. Tapi di sisi aku hanya ada gumaman kecil mengimbangi semangatnya bernarasi.
Nurani enggan memungkiri lagi. Dentum waktu memang stagnan, tapi perubahan bernilai konstan.
.
Dia berbicara dan aku lelah.
.
[Sekarang]
Tak ada petikan senar gitar. Tak ada nyanyian ala kadarnya. Tak ada cerita dengan deskripsi berlebihan. Tak ada gelegar tawa renyah. Tak ada lagi dia.
Tanpa senyum, tanpa tangis, hanya sebaris kalimat kulantunkan untuk melepasnya.
"Tidurlah dalam damai, Kise-kun…"
―Ryouta.
.
Dia membisu dan aku menuli.
.
[Besok]
Silau menyengat menyapa ketika mata terbuka. Mengerjap sekali, dua kali. Lalu putih menyilaukan meluruh. Berganti hamparan lapang bukit penuh krisan.
Di bawah willow dalam kepungan krisan, siluet yang familiar berdiri bersidekap mengulas senyum simpul. Berniat hendak melayangkan langkah mendekat, namun terhambat suara familiar yang memberatkan.
Kurokocchi!
Dia masih di sana, terlindung dalam bayangan willow. Tidak bergerak. Tidak bersuara.
Kurokocchi!
Lagi. Dia tetap tidak bergerak. Tetap tidak bersuara. Seperti orang linglung, kepalaku bergerak-gerak mencari.
Tetsuya!
Dan kali ini lubang hitam tak berujung menyedotku dan segala kesadaran yang dibutuhkan untuk memahami bahwa kini aku berada di sebuah ruangan berlumur cat putih pucat dengan bau obat-obatan menyengat. Rumah sakit.
"Tetsuya! Syukurlah!"
Suara itu lagi. Kali ini lebih nyata. Berasal dari seorang pemilik helaian surai madu, sepasang manik senja dan senyum secerah bunga matahari yang mekar.
Ryouta.
Dia mulai berceloteh banyak seperti biasa. Tentang jadwal penerbangan, telepon yang meringkik minta diangkat, alkohol dan sedan merah oleng, bercak kental darah di aspal, dan beberapa diantaranya menguap sebelum menjamah telingaku karena beberapa organ dan saraf yang belum stabil. Toh, kini sudah ada yang lebih bermakna dan rasanya mendesak hangat di dada.
.
Dia ada dan aku lengkap.
…
..
.
Ibu bilang, malaikat akan menampakkan wujud indah rupawan atau serupa orang yang dikasihi saat mencabut nyawa seseorang apabila orang tersebut adalah orang baik. Yah, silakan tafsirkan sendiri. Saya lebih suka baca interpretasi kamu daripada saya ngasih penjelasan yang gamblang ;p
