Naruto © Masashi Kishimoto
Saya hanya meminjam karakternya tanpa mengambil keuntungan materi apa pun.
Anyelir Merah
Twoshoots untuk Ane Nella
Sakura membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Seharusnya Sasuke sudah pulang. Lampu kamar padam. Pelan-pelan Sakura mengendap-endap menuju kaki tempat tidur. Tempat tidur kosong. Tak ada sosok Sasuke.
Sakura menghela napasnya. Hari ini lagi-lagi dia harus lembur di kantornya. Sasuke pasti marah besar. Berulang kali dia meminta Sakura untuk berhenti bekerja. Bagi Sasuke, Sakura seharusnya hanya diam di rumah dan mengurus anak-anak mereka nanti. Tidak perlu bekerja dengan serius sampai larut malam seperti sekarang ini. Untuk apa? Toh kekayaan Sasuke cukup untuk menghidupi mereka sampai usia senja nanti.
Namun Sakura tidak bisa jika hanya berdiam diri saja di rumah. Dia suka bekerja. Dia senang mengaktualisasikan diri. Intinya selama pekerjaan itu sesuai dengan minat dan latar belakangnya selama ini, dia ingin terus mempertahankannya. Peduli amat dengan segala larangan Sasuke. Dengan sedikit rayuan dan godaan untuk bermain di atas kasur, biasanya Sasuke akan luluh dan mengizinkannya bekerja seperti biasa.
Lamunan Sakura terhenti ketika sepasang tangan kokoh melingkari pinggangnya dari belakang.
"Sayang, sudah berapa kali aku bilang, jangan pulang lewat dari jam delapan malam."
Tanpa menoleh pun Sakura tahu siapa yang berdiri dan memeluknya dengan begini posesif dari belakang. Hanya suara Sasuke, suara yang meski pelan dan samar (tertimbun debaran jantungnya yang meledak-ledak), yang mampu membangkitkan gairahnya sedemikian besarnya.
"Aku tahu, aku minta maaf, Sasuke-kun. Tadi ada meeting penting. Mendadak. Aku tidak bisa tidak hadir." Sakura memutar tubuhnya. Memelas memandang kedua mata Sasuke yang menyipit tajam ke arahnya.
Tangan Sasuke berpindah tempat, dari punggung Sakura, bergerak ke wajah Sakura. Diusapnya perlahan wajah Sakura. Dia menyelipkan anak-anak rambut Sakura ke balik telinga.
"Kamu tahu 'kan, aku paling tidak suka kalau kamu bekerja. Kamu bisa tinggal di rumah. Aku yang akan bekerja. Kita sudah cukup mapan, kamu tidak perlu bekerja."
Sakura memutar kedua bola matanya dengan bosan. Topik ini lagi. Sudah berulang kali Sasuke selalu mencari-cari celah untuk menekannya agar berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, tanpa embel-embel wanita karir.
"Sayang, aku tahu. Tapi kita 'kan sudah membahas tentang masalah ini jauh sebelum kita menikah. Please..."
Sasuke menggelengkan kepalanya dengan pelan. Jari-jarinya yang tadi mengusap wajah Sakura kini beralih, menarik dagu Sakura mendekat ke arahnya.
Sakura sudah menutup matanya. Sejak awal mengenal Sasuke, Sakura sudah tergila-gila pada Sasuke. Sasuke adalah atasannya di tempat kerjanya yang lama. Ketampanan Sasuke sudah membuat silau Sakura sejak pertama kali mereka bertemu di elevator. Karena terlalu silaunya, Sakura bahkan tak pernah berpikir sedetik pun bahwa Sasuke akan meliriknya.
Banyak orang yang mengatakan padanya bahwa dia cantik. Sakura percaya, meski kadang dia merasa orang terlalu melebih-lebihkan. Jika gadis bertubuh aduhai diibaratkan dengan gitar Spanyol, maka perumpamaan yang cocok bagi Sakura adalah papan cucian penggilasan. Hah! Miris memang. Satu-satunya yang bisa Sakura banggakan hanyalah kulitnya yang putih bersinar. Setidaknya Sakura bersyukur, ada satu aspek yang bisa dia banggakan dari tubuhnya yang jauh dari kata sempurna.
Dengan tinggi 160 centimeter dan berat badan tak pernah lebih dari 46 kilogram, Sakura harus mengadahkan kepalanya jika ingin melihat wajah Sasuke yang ditunjang tubuhnya yang tinggi dan kekar. Bahkan Sakura pernah berpikir bahwa jika Sasuke memeluknya dengan kuat, badannya yang kurus akan langsung remuk redam.
Sakura tersenyum mengingat hal pertama yang dikatakan Sasuke saat pertama kali bertemu dengannya.
"Kamu anak baru yang kecil itu ya?"
"Apa!?" Sakura tanpa sadar berteriak, menyuarakan keterkejutannya. Untung saja di elevator itu hanya ada dia dan si ganteng yang dulu dia tidak tahu namanya. "Eh, maaf, iya, saya karyawan baru. Tuan bekerja di sini juga?"
Pria tersenyum. Menyeringai lebih tepatnya. "Uchiha Sasuke. Ya, saya juga bekerja di sini." Sasuke mengulurkan tangannya.
"Wah, saya belum pernah melihat Tuan. Tuan di bagian apa? Nama saya Haruno Sakura. Saya orang baru di bagian accounting. Salam kenal!"
Sakura menyambut uluran tangan Sasuke, menjabat tangan kekar itu dengan perasaan melilit di perutnya. Sentuhan yang terjalin di antara mereka membuat Sakura merasakan sensasi yang sanggup menjungkir balikkan pagi hari kesepuluhnya masuk kerja di kantor itu. Mencoba menetralisir perasaannya, Sakura tersenyum kikuk.
Sasuke belum sempat menjawab pertanyaan Sakura karena pintu elevator terbuka dan beberapa orang masuk ke dalamnya.
Beberapa orang tampak terkejut ketika melihat Sasuke, tapi langsung memulihkan keterkejutan mereka. "Selamat pagi, Tuan Uchiha," sapa orang-orang yang baru masuk itu. Sasuke hanya membalasnya dengan senyum kecil.
Tampaknya Sasuke adalah orang yang cukup populer, pikir Sakura. Sampai di lantai empat, Sasuke keluar dari elevator, meninggalkan Sakura dan orang-orang di belakangnya. Ketika pintu elevator tertutup. Bisik-bisik mulai memenuhi elevator.
"Baru pertama kali aku melihat Tuan Uchiha dari dekat. Ternyata beliau memang sangat tampan seperti yang orang-orang bilang!" seru seorang perempuan, yang tadi masuk dari lantai tiga.
"Benar. Beruntung sekali kita bisa melihatnya pagi ini," tambah temannya.
Sakura mulai penasaran. Memangnya Uchiha Sasuke itu siapa?
"Maaf, kalau boleh tahu, Tuan Uchiha itu bekerja di bagian apa?" Sakura memberanikan diri ikut masuk ke tengah-tengah percakapan antara dua perempuan di depannya.
Keduanya menoleh serempak ke arah Sakura. "Bagian?" Si perempuan pertama balik bertanya dengan bingung.
Temannya tertawa. "Tuan Uchiha Sasuke itu pemilik perusahaan ini."
"Oh, Sial!" batin Sakura.
Lamunan Sakura selesai saat sebuah tangan kokoh melingkari tubuhnya. Dia berbalik, menatap kedua bola mata berwarna hitam kelam yang balik menatapnya.
"Memikirkan apa?" Kini jemari tangan Sasuke sudah menari lincah di atas permukaan bibir Sakura, mengusap lembut bibir bawah Sakura, kemudian atasnya, membuat Sakura mengerang pelan.
"Bukan apa-apa, Sasuke-kun," jawab Sakura, masih dalam nuansa menahan gairahnya yang sudah naik ke permukaan. Sial! Sasuke sengaja!
"Sssttt... Uchiha Sakura. Dilarang membohongi suami," bisik Sasuke mesra, sambil memiringkan kepalanya, mencium dan menjilat lembut tulang telinga Sakura.
Sakura mengerang pelan. Siksaan Sasuke sungguh nikmat. Godaan Sasuke selalu mampu membuat darahnya berdesir dan melupakan segalanya kecuali keberadaan pria itu.
"Sasuke-kun, aku mau mandi. Aku bau, baru pulang. Aku..." Sakura menghentikan kalimatnya. Dia tidak sanggup melanjutkan ketika lidah Sasuke mulai bermain-main di bawah telinganya, turun meluncur sampai ke pangkal lehernya.
"Kau mengajakku mandi?" goda Sasuke. Embusan napas Sasuke menggelitik tengkuk Sakura.
Sakura sudah tidak tahan. Dia harus mengakhiri siksaan nikmat ini. Kalau dibiarkan terus, Sasuke akan semakin menggodanya dan hasilnya pria itu tidak akan membiarkannya bisa berjalan besok pagi. Maka dia harus absen kerja besok pagi. Sial! Itulah yang diinginkan Sasuke!
Sakura mencoba mengambil napas pelan-pelan. Di bawah tatapan menggoda Sasuke dan tangan pria itu yang mulai bergerilya di pinggulnya, bernapas pun menjadi salah satu hal tersulit yang dilakukan Sakura. Dia harus memutar otak. Meski otaknya buram, terbius godaan dan rangsangan Sasuke yang semakin dahsyat, Sakura harus bertahan. Dia harus memutar keadaan.
"Sasuke-kun, please, aku butuh mandi," kata Sakura pelan, napasnya tersangkut-sangkut saat mengucapkan kalimat itu di bawah permainan jari Sasuke yang semakin intens.
"Tapi aku butuh kamu, Sayang."
Sakura mengerang. Perkataan Sasuke yang diucapkan dengan nada lembut dan menggoda benar-benar mampu membangkitkan gairahnya. Namun Sakura tetap berusaha berpikir jernih, sebelum Sasuke memegang kendali semakin jauh, dia menarik kepala Sasuke dan mencium bibirnya dengan mesra.
Sakura dapat merasakan tubuh Sasuke sedikit menegang. Serangan langsung dan tiba-tiba dari Sakura membuat Sasuke sedikit terkejut. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, Sakura terus berusaha mendominasi permainan ini.
Tangan Sakura yang tadinya meremas rambut Sasuke, kini mulai beralih ke dada Sasuke. Dibukanya kancing-kancing kemeja Sasuke dengan pelan-pelan. Tiga kancing telah terbuka, jemari Sakura menyusup ke balik kemeja, menyentuh dada Sasuke dengan lembut dan mesra.
Sasuke mengerang pelan. Hal ini dimanfaatkan Sakura untuk melepas tautannya bibirnya di bibir Sasuke. Permukaan bibirnya turun menjelajahi permukaan kulit leher Sasuke, terus menggoda Sasuke dengan sentuhan mesranya. Tangannya pun tidak berhenti, terus menyentuh dada Sasuke, menekan titik-titik sensitifnya. Bahkan kini Sakura bisa merasakan pusat gairah Sasuke sudah meminta untuk dipuaskan.
Sasuke mengerang frustrasi. "Aku menginginkanmu sekarang, Sakura."
Sakura tersenyum manis. Bibirnya pindah haluan, menuju daun telinga Sasuke, sementara kedua tangannya kini mengalung di leher sang suami. "Tentu, Sasuke-kun. Asal kau berjanji, besok aku tetap dibiarkan untuk bekerja seperti biasa."
Sasuke luar biasa geram. Sakura benar-benar tahu bagaimana cara memanfaatkan kelemahannya. Tentu saja dia ingin menolak gencatan senjata yang ditawarkan Sakura. Namun gairahnya sudah diambang batas. Sakura telah menjungkir balikkan hidupnya sejak pertama kali mereka berkenalan di dalam elevator. Sentuhan sedikit saja dari wanita itu mampu membuat Sasuke terangsang sampai ke ubun-ubun. "Saku...," geram Sasuke.
"Katakan ya atau tidak?" Sakura semakin menggoda Sasuke.
Sakura memajukan tubuhnya, semakin mendekati pusat gairah Sasuke. Kedua hidung mereka kini bersentuhan. Sasuke memejamkan kedua matanya sejenak. Dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Tidak ketika tubuhnya sudah berteriak meminta pelepasan. Saat kedua matanya terbuka, dia mendesis penuh kegeraman sekaligus kenikmatan.
"Kau menang, Nyonya Uchiha."
Sakura mendesah lega. Sasuke tidak pernah mengingkari perkataannya. Maka Sakura bisa tenang melanjutkan kegiatan mereka, karena dirinya pun sudah sangat mendambakan Sasuke. Namun sebelumnya, Sakura masih ingin menggoda Sasuke. Menggoda suaminya adalah salah satu hal yang paling disukainya. Karena Sakura tahu respons Sasuke selalu menyenangkan.
"Tapi aku ingin mandi dulu, Sasuke-kun."
Sasuke menggelengkan kepalanya. Dia menyeringai. Sakura tidak bisa mempermainkannya lebih lama lagi. "Tidak ada penawaran lagi, Sakura," desisnya, sambil menggendong Sakura dan membaringkannya di atas tempat tidur.
.
.
Jam dinding di kamar sudah menunjukkan pukul tujuh pagi ketika Sakura membuka kedua matanya. Suhu kamar yang didominasi AC terasa sangat dingin. Tak ada lengan hangat nan posesif yang biasanya masih melingkupinya jika membuka mata di pagi hari.
Kedua mata Sakura mulai menyapu keadaan di sekelilingnya. Tak ada sosok Sasuke di mana-mana. Jelas semalam mereka telah melakukan malam yang dahsyat seperti biasa. Namun sudah beberapa hari ini Sakura merasa kosong. Tak ada ucapan selamat pagi yang mesra ketika dia membuka kedua matanya beberapa pagi ini. Pagi hari setelah bercinta sosok Sasuke seolah lenyap begitu saja. Tak ada kecupan selamat pagi yang biasanya mendarat di dahinya. Tak ada sapaan mesra yang menyapu telinganya. Hanya ada setangkai anyelir putih yang selalu hadir di pagi hari ketika dia membuka matanya. Anyelir yang diletakkan di atas tempat tidur, mengganti kekosongan sosok Sasuke.
.
.
Bersambung
A/n: Terima kasih sudah membaca sampai di sini.
Nella, semoga suka dengan seuprit fic ini. :D Fic ini awalnya berasal dari draft iseng-iseng yang pernah saya tulis. Mungkin beberapa orang pernah membaca versi aslinya. Hehe…
Chapter duanya akan segera dipublish setelah diedit. Untuk lanjutan Love Story dan To be Loved, ditunggu saja ya. Semoga bisa saya lanjutkan minggu ini. Terima kasih
Salam hangat,
ahalya
