DISCLAIMER: Ojamajo Doremi © Toei Animation, 1999-2004. Ojamajo Doremi 16, 17, 18 dan 19 series (light novel) © Kodansha, 2011-2015. Tidak ada keuntungan komersial sepeserpun yang saya dapatkan dari fic ini.
Akhirnya… saya kembali menulis fic multichapter berbahasa Indonesia disini, hihihi… ^^
Sebenarnya sih, cerita dari fic yang satu ini merupakan versi revisi dari fic multichapter berbahasa Inggris saya yang berjudul 'The Future Story' (well, ceritanya bisa dibilang hampir sama, hanya kali ini disesuaikan dengan apa yang terjadi di light novel). Fic ini juga merupakan kelanjutan dari fic valentine saya tahun ini yang berjudul 'Sensei no Valentine', jadi jangan heran kalau ada beberapa hal yang berhubungan diantara kedua fic tersebut.
Selamat membaca. ^^
Our Future
.
Chapter 1 – The White Proposal
'Tumben sekali… Biasanya jam segini, dia sudah ada disini bersamaku, tapi… sudah seminggu ini, dia tidak datang kesini…'
Seorang guru muda berambut merah panjang menghela napas saat ia menutup buku besar tempat ia menulis rekap nilai para muridnya, kemudian ia menaruh buku itu kedalam sebuah tas kerja yang selalu dibawanya ke sekolah tempat ia mengajar. Dengan cepat, ia mengambil smartphone miliknya, mengecek kalau-kalau ada pesan masuk yang belum dibacanya, atau paling tidak, ada panggilan masuk yang tidak dijawabnya.
'Tidak ada kabar…' pikirnya murung, 'Apa Tetsuya lupa, kalau hari ini, dia sudah membuat janji denganku? Biasanya, kalau ada jadwal latihan dadakan di klub sepak bola, dia akan langsung memberitahuku, tapi sekarang…'
Wanita muda itu kembali menghela napas, kemudian memfokuskan pandangannya kearah tanggal yang tercantum di layar smartphone-nya, 14 Maret 2017.
'Mudah-mudahan, tidak terjadi apa-apa dengannya,' pikirnya sambil menaruh smartphone tersebut, 'Sebenarnya, aku tidak keberatan kalau memang rencana kami hari ini harus batal. Aku hanya khawatir kalau-kalau telah terjadi sesuatu yang buruk padanya…'
'Semoga Tetsuya baik-baik saja…'
Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat, lalu bergegas keluar dari ruang guru tempat ia berada sekarang, namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia menyadari sosok yang berdiri dibalik pintu yang dibukanya, "Tetsuya…"
Sosok pemuda yang dimaksud, Kotake Tetsuya, hanya membalas ucapan wanita muda itu dengan senyuman, "Maaf karena sudah membuatmu menunggu lama, Doremi."
"Kau kemana saja, Tetsuya?" sang guru muda bernama Harukaze Doremi memeluk sang kekasih yang berdiri dihadapannya dengan sangat erat, "Selama seminggu ini, aku menunggu kabar darimu. Aku tidak peduli kalau hari ini kau akan datang terlambat kesini, tapi kenapa selama seminggu ini, kau tidak memberiku kabar?"
"Kurasa, aku juga harus minta maaf padamu karena telah membuatmu khawatir," Kotake berusaha menenangkan sang kekasih dengan membelai rambutnya yang terurai panjang dengan lembut, "Selama seminggu ini, aku mencari-cari sesuatu yang spesial, yang bisa kuberikan padamu hari ini."
"Maksudmu, hadiah white day?"
"Tentu saja," keduanya melepas pelukan mereka, dan tepat setelah itu, Kotake mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jas hitam yang dikenakannya dan menyodorkannya kepada Doremi sambil berlutut dihadapannya, sambil memandangnya dengan penuh cinta.
"Tetsuya…" Doremi menyadari apa yang dilakukan oleh kekasihnya disana. Manik magentanya berkaca-kaca saat mengetahui bahwa yang disodorkannya adalah sebuah kotak putih kecil dengan sebuah cincin yang terletak didalamnya, "Maksudmu, kau ingin…"
"Ya, aku ingin… kau menikah denganku," ujar Kotake sambil tersipu, "Kau mau kan, jadi istriku?"
"Tetsuya, aku…"
"Aku tahu, seharusnya, aku menanyakan hal ini padamu sejak kita berdua mulai bekerja tahun lalu, tapi karena kesibukanku, aku baru bisa menanyakan hal ini padamu sekarang," tambah Kotake, "Yang pasti, aku ingin memulai hidup baru denganmu… sebagai sebuah keluarga."
"Aku mengerti…" sejenak, Doremi memejamkan kedua matanya dan tersenyum. Air matanya terlihat mulai mengalir membasahi kedua pipinya, sebelum akhirnya ia membuka kedua matanya lagi dan menjawab, "Aku mau menikah denganmu."
"Benarkah?"
Ia mengangguk, menegaskan jawabannya, "Aku mau jadi istrimu, Tetsuya. Aku… aku juga ingin hidup bersama denganmu."
"Doremi!" seru Kotake yang tiba-tiba berdiri dan kembali memeluk sang kekasih dengan senang, "Terima kasih telah menerima lamaranku."
"Yah, setelah apa yang terjadi diantara kita berdua selama ini, kupikir… memang lebih baik kita hidup bersama, sebagai sebuah keluarga," aku Doremi yang kemudian tertawa kecil sebelum menambahkan, "tapi seharusnya, kau jangan langsung memelukku begini."
"Eh? Ah, iya. Seharusnya aku memakaikan cincin ini dulu di jari manismu," Kotake menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebelum akhirnya memakaikan cincin yang dibawanya di jari manis sang kekasih, "Untungnya, aku sudah tahu ukuran jarimu."
"Kau beruntung karena selama seminggu ini, jariku tidak bertambah besar," canda Doremi, "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan janji kita untuk makan malam di luar hari ini? Bukankah seharusnya, kau baru melamarku saat kita makan malam?"
"Ya… habisnya, aku sudah tidak sabar ingin menanyakan hal itu padamu, jadi aku sedikit mengubah rencanaku," jelas Kotake yang kemudian menyadari sesuatu, "Sebentar, kau tahu dari mana kalau tadinya aku ingin melamarmu saat kita makan malam?"
"Itu sudah lazim, Tetsuya. Sudah banyak pasangan yang melakukannya," Doremi tertawa kecil, "Kalau boleh jujur, aku suka caramu mengubah rencanamu. Setidaknya, murid-muridku sudah pulang sekarang."
"Ah, aku mengerti. Kau takut kalau mereka akan berpikir bahwa kau tidak akan mengajari mereka lagi setelah kita menikah nanti, kan?" tebak Kotake, "Setidaknya, kita juga pernah merasakan kecemasan yang sama sebelumnya."
"Ya, kau benar, Tetsuya," Doremi juga teringat akan apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu, saat ia tahu bahwa guru wali kelasnya di sekolah dasar baru saja memiliki kekasih. Ia kemudian bertanya kepada Kotake, "Bicara tentang hal itu, apa nanti… kau akan menyuruhku berhenti mengajar disini?"
"Tentu saja tidak. Aku masih akan tetap mendukungmu mengajar disini," Kotake tersenyum, "Aku tahu bahwa kau sangat menyayangi murid-muridmu, bahkan kau menganggap mereka seperti anak-anakmu sendiri."
"Begitulah… Rasanya, aku tidak akan bisa tenang meninggalkan mereka sebelum aku melihat mereka lulus dari sekolah ini. Aku ingin mengajari mereka sampai mereka lulus."
"Aku tahu."
Akhirnya, setelah Doremi menutup pintu ruang guru, mereka bergegas meninggalkan sekolah itu dengan berjalan kaki.
"Jadi, bagaimana sekarang? Apa kita jadi makan malam di restoran dekat sini?" tanya Doremi, "Kau kan sudah melamarku di sekolah."
"Hmm, bagaimana kalau sekarang, kita ke rumah keluargamu? Aku ingin membicarakan rencana pernikahan kita dengan kedua orangtuamu," tawar Kotake, "Boleh kan?"
"Eh? Kau… sudah ingin membicarakannya sekarang?" Doremi tersipu mendengar apa yang dikatakan Kotake, "Kurasa kita masih punya banyak waktu untuk membicarakan hal itu… Memangnya, kau ingin cepat-cepat menikah denganku?"
"Tentu saja. Aku ingin kita menikah tahun ini juga."
"Ta-tapi…"
"Tidak ada salahnya, kan? Lebih cepat kita menikah, lebih baik," jawab Kotake dengan mantap, "Lagipula, beberapa teman kita juga sudah ada yang menikah, bahkan sejak tahun lalu. Malah ada yang sudah punya bayi."
"Baiklah, terserah kau saja," Doremi menghela napas, "Aku hanya… sedikit terkejut karena kau langsung mengajakku membicarakan tentang pernikahan kita dengan kedua orangtuaku."
Mereka terus berjalan menuju rumah keluarga Harukaze sambil bergandengan tangan.
.O.
"Jadi, kalian ingin menikah tahun ini juga?"
"Begitulah. Aku ingin secepatnya menjadi bagian dari keluarga ini," Kotake menjawab pertanyaan dari ibu sang kekasih, "Itulah sebabnya, aku memutuskan untuk melamar… hari ini."
"Biarpun begitu, bukankah kalian sedang sibuk-sibuknya tahun ini?" tanya ayah Doremi, Harukaze Keisuke, "Kau harus mempersiapkan dirimu untuk menghadapi turnamen sepak bola, sementara murid-murid Doremi sebentar lagi akan naik ke kelas enam. Akan sulit bagi kita semua untuk memilih tanggal yang tepat untuk pernikahan kalian."
"Sebenarnya, aku punya banyak waktu luang di liburan musim panas tahun ini, jadi kita tidak perlu khawatir," ujar Kotake meyakinkan, "Tidak ada salahnya kan, kalau kita ingin mengadakan pernikahan saat liburan musim panas? Setidaknya, kita bisa mengadakannya di dekat pantai, dan… bicara soal pantai…"
"Aku tahu. Pantai adalah tempat yang paling bersejarah dalam hubungan kalian berdua, kan?" tebak Pop sambil tersenyum, "Jujur saja, aku setuju dengan idemu, Kotake-senpai."
"Benarkah?"
"Tentu saja," tambahnya, "Aku bahkan sudah memikirkan tanggal yang tepat untuk kalian."
"Eh? Poppu, kau benar-benar langsung memikirkannya?" tanya Doremi, "Sebenarnya, kau tidak perlu memikirkan hal itu. Biar kami saja yang memikirkannya."
"Hanya karena itu pernikahan kalian? Oh, ayolah, onee-chan. Aku kan juga ingin berpartisipasi," Pop mencoba meyakinkan sang kakak, "Lagipula, kalau kalian tahu tanggal yang kumaksud, kalian pasti akan mengerti alasanku memilih tanggal tersebut."
"Memangnya, kau ingin kami menikah di tanggal berapa? Aku jadi penasaran," tanya Kotake dengan antusias, "Walau kelihatannya, aku bisa menebak tanggal yang kaumaksud dengan mudah."
"Sebenarnya, kau memang bisa menebaknya dengan sangat mudah, Kotake-senpai," koreksi Pop yang akhirnya mengutarakan apa yang dipikirkannya, "Karena aku ingin kalian menikah di hari ulang tahun onee-chan."
"Maksudmu… 30 Juli?" tanya sang kakak dengan terkejut, "Apa itu dibolehkan? Maksudku, apa tidak apa-apa kalau pernikahan kami diadakan di hari ulang tahunku?"
"Tentu saja. Kurasa itu tidak jadi masalah. Aku mengenal beberapa orang yang menikah tepat di hari ulang tahun mereka, dan keadaan mereka baik-baik saja," jawab Pop, "Lagipula, dengan begitu, kau tidak akan pernah lupa tentang hari pernikahanmu, sekaligus hari ulang tahunmu."
"Kurasa idemu bagus juga," Kotake mengutarakan pendapatnya, "Setelah itu, setidaknya kami masih punya cukup waktu untuk berbulan madu, sebelum liburan musim panas berakhir."
"Bulan madu…" pipi Doremi merona, "Memangnya, kau ingin mengajakku bulan madu ke mana?"
"Yah, karena pantai adalah tempat yang paling berkesan untuk kita, aku ingin kita pergi ke tempat yang punya banyak pantai yang indah untuk kita jelajahi," ujar Kotake, "dan tempat yang tepat adalah Okinawa."
Mereka kemudian kembali membicarakan tentang rencana pernikahan Doremi dan Kotake sambil menikmati makan malam bersama.
