-A Story About L.O.V.E-

.

.

100 DAYS LOVE

-Biancadeo-

.

L is for the way you look at me

.

Sepasang kaki jenjang dengan balutan sepatu berlabel mewah, turun dari kursi penumpang mobil BMW type 328i dengan warna abu perak sebagai sampul. Rahang tegas dengan tubuh tegap bak model, rambut dibiarkan menjuntai indah begitu angin bermain diantaranya. Melangkah pasti menuju lorong sekolah dengan berbagai pasang mata yang mengarah. Sungging licik tersaji begitu sampai pada empat kawan lainnya di persimpangan lorong menuju kelas. Adalah Kim Jongin, pria dengan surai coklat nan lembut. Seorang urakan dengan kuasa penuh disekolah, kapten utama basket dan banyak ditakuti kalangan siswa. Jongin arogan juga bodoh, apa yang membuat ia tidak memiliki batasan ialah sang ayah, yang mana beliau adalah pemilik sekolah, seorang yang paling berpengaruh dan dihormati.

Tidak berbeda jauh dengan empat sekawan lainnya, mengacaukan kantin dengan tingkah semena-mena mungkin sudah menjadi satu kewajiban. Mereka adalah lima orang dengan harta berlebih diantara yang lain. Menjadi sorot utama dengan kenakalan juga kebodohan, ditakuti dari berbagai kalangan. Termasuk pun pengajar, banyak diantaranya yang tidak ingin terkena sanksi dari si pemilik utama sekolah.

Jongin menikmati setiap kesehariannya bersama anak-anak ini. Si pemarah Luhan, adalah yang paling tampan, tenang dan hemat bicara adalah Kris, Kim Jumyeon dengan mulutnya yang rombeng, ia pandai bicara juga mengeluh. Kemudian yang terakhir yaitu Kim Minseok, bocah ini adalah satu-satunya teman Jongin dengan otak pintar cemerlang. Beragam piala kejuaraan berhasil digaitnya dengan mudah, entah petir apa yang sampai pada otak sehingga bergabung nyaman dengan Jongin juga keempat teman bodoh lainnya. Bahkan sampai saat ini Minsoek masih dengan rela memberi berbagai jawaban ujian mata pelajaran, lelaki itu dengan tulus tidak ingin kawannya selalu mendapat nilai yang buruk.

Apa yang menjadi tujuan kelimanya begitu sampai disekolah adalah satu tempat dibelakang gedung, tanah kosong yang dirancang nyaman lengkap dengan kursi berbalut kulit lembut. Tempat penyimpanan bir dengan beragam cemilan. Masing-masing akan menyulut merahnya rokok baru setelahnya kembali kekelas saat pertengahan jam pertama.

"Oh shit, hentikan bodoh! Kau membuat selera makanku hilang!" itu adalah seruan Luhan. Ia bergidik mual begitu melihat bagaimana Jumyeon tertawa dengan sisa kunyah cemilan yang menyembur sampai keluar. Lelaki dengan seisi mulut yang masih penuh hanya mencibir sebagai ganti, meminta perlindungan Minseok dari semburan marah Luhan.

"Hei, bagaimana kalian masih bisa hidup tenang dengan nilai yang luar biasa rendah?" Minsoek ikut menimpali dengan banyak sisa makan bergumul pada mulut. Menciptakan gembung pipi diantara rahang tegas.

"ayolah Minseok, kau yang paling pintar diantara kami, tidak masalah untukmu memberi kami jawaban" Jongin berucap malas disamping Kris, berebut sumpit dengan pria China yang juga malas untuk mengalah.

"tidak masalah untukku, hanya saja— Oh ayolah, apa selamanya kalian akan bergantung padaku?" lelaki yang paling pintar menyentak malas. Memperhatikan masing-masing lima temannya dengan geram karena frustasi.

Seketika mereka tertawa bersama, menaruh perhatian penuh bagaimana wajah imut Minseok bahkan tetap terlihat menyeramkan saat marah. Sejujurnya mereka tidak lebih dari sekumpulan orang bodoh dengan tingkah urakan, namun selama mereka memiliki si otak pintar Minseok segalanya akan terurus dengan rapih.

"aku sungguh tidak percaya wajah bodoh sepertimu memiliki otak dengan kapasitas penuh!" Jumyeon berteriak heboh, menahan tawa begitu sirat raut Minseok berubah tidak suka. Keributan akan terjadi begitu Jumyeon membuka mulut, beragam kata akan diucap tanpa batasan. Tak mau kalah, Minseok akan melakukan hal yang sama, mengaitkan setiap kalimat yang keluar dengan teori yang ada. Nyaris seperti seorang yang seumur hidupnya hanya diisi dengan bacaan buku-buku kuno.

"kupikir sebaiknya kita masuk" Kris menengahi suasana. Tidak tahan dengan perdebatan Jumyeon maupun Minseok yang tidak akan pernah habis.

"Wohoo, ini adalah rekor! kau sudah berbicara dua kalimat pagi ini!" kembali si tukang bicara berucap, entah kali keberapa Jumyeon menumpahkan serpih makan dari mulutnya. Bahkan saat makanpun, anak itu masih berpikir untuk mengolah banyak kata.

"Hey Minseok, meskipun kau pintar, aku yakin kau tetap tidak bisa menghitung berapa jumlah kalimat Jumyeon yang keluar dari mulut rombengnya setiap hari" Luhan mulai berucap marah, melirik sinis Jumyeon disamping.

"yeah, aku lebih baik mengerjakan 100 soal aljabar dari pada harus menghitung kalimat Jumyeon, itu akan menjadi jumlah angka yang mengerikan" jawab Minseok

"itu adalah rekor jika kau bisa menghitungnya, karena orang ini benar-benar tidak bisa berhenti bicara!" Jongin berseru. Pada akhirnya pria itu mulai beranjak dari duduk sebelum setelahnya mengerling nakal kearah Jumyeon. Ia mematikan ujung merah pada rokok kemudian memimpin kawanan menuju kelas dengan tenang.


Ini baru 10 menit sejak pelajaran dimulai, namun Jongin sudah tidak mampu menahan kelopaknya yang sudah hampir terpejam. Malas dengan apa yang diucap oleh si tua didepan, maka pria ini memilih untuk menenggelamkan kepala diantara tumpuan lengan, memutuskan untuk tidur setidaknya sampai bel kembali berbunyi.

Baru saja hendak mengecap alam mimpi, gendang telinganya menangkap riuh sorai siswa yang begitu kentara. Merasa terganggu maka pria ini menggeram keras sebelum setelahnya kembali menegakkan tubuh, berniat untuk menyentak agar suasana manjadi lebih tenang namun urung tatkala maniknya menangkap satu sosok asing namun familiar didepan kelas. Seorang pria dengan wajah seputih susu. Mata bulat juga alis tebal. Bibirnya menampilkan bentuk hati menawan. Dia adalah Do Kyungsoo, atau biasa dikenal dengan Dyo. Seorang penyanyi muda bersuara emas yang sedang naik daun.

Oh tuhan, siapa yang tidak mengenalnya? Sebuah karya tuhan yang sempurna. Wajah tampan dan nyanyian luar biasa. Bak malaikat dengan sungging indah mempesona. Akrab dilayar pertelevisian Korea sejak dua tahun yang lalu memulai debut, membuat dirinya dipuja oleh banyak kalangan.

Jongin menampilkan sirat tidak peduli begitu manik keduanya bertemu, terlihat pria sempurna didepan menatapnya tanpa berkedip. Pria yang ditatap terlalu malas untuk menanggapi, ia kembali menguap memilih untuk kembali menelungkupkan wajah sebelum sesuatu kembali mengusik.

"bisakah jika saya duduk disampingnya?" telunjuk Dyo mengarah pada meja paling ujung belakang. Samping jendela dengan ruam gelap mengelilingi, tepat pada kursi kosong disamping Jongin.

Seketika manik Jongin terbelalak, melihat sekeliling kemudian mengernyit heran begitu menyadari ada beberapa kursi kosong lain dengan pencahayaan yang pas. Pria yang duduk menguap malas, hendak menolak namun urung karena pengajar dengan berat hati mengiyakan keinginan si anak baru. Tentu saja, segalanya akan menjadi mudah terpenuhi begitu memiliki wajah indah sepertinya. Bahkan Jongin harus mengakui, suaranya ketika berucap pun terdengar seksi. Oh God.

"Hey tampan, kau tidak seharusnya duduk dengannya. Harimau itu akan sering mengamuk" Jumyeon berucap keras ditengah tenangnya kelas, menyebabkan tatap marah dari sang pengajar.

Jongin mengacuhkan hirauan Jumyeon, memilih untuk memperhatikan bagaimana pria itu berjalan kearahnya, berwajah datar tanpa menunjukan sirat apapun. Tatap maniknya kosong bahkan hanya tertuju pada satu objek. Seketika ia memperhatikan sekeliling, beragam pasang manik mereka memperhatikan bagaimana Dyo duduk dengan tenang, bagaimana wajah datar itu begitu tampan bahkan di antara pencahayaan yang redup. Jongin hanya berdecih meremehkan, apa yang menarik dari pria ini bukanlah apa-apa untuknya.

Pelajaran berlanjut dan tetap tidak ada percakapan diantara mereka. Jongin bersyukur dalam hati karena setidaknya bisa menganggap orang ini tidak ada. Ia hanya penasaran satu hal, bagaimana pria disampingnya begitu handal dalam menjaga wajah agar tetap datar. Bahkan si tenang seperti Kris pun tetaplah memiliki ekspresi, namun pria ini sungguh hanya berpaku pada satu tampilan datar. Bagaimana ia bisa membuat sungging begitu indah saat dilayar televisi jika kesehariannya hanya tampang datar yang tersaji?

Jongin memilih untuk kembali tidak peduli, kantuknya hilang hingga dirinya memilih untuk berpangku wajah pada tangan sembari memperhatikan bagaimana mentari menyinari alam sekitar dari penghalang kaca jendela. Tanpa disadari, Dyo terus memandangi Jongin. Menaruh perhatian penuh bagaimana bias cahaya berpadu dengan wajah apik milik pria disamping. Terlalu sibuk dalam lamunannya, Jongin tersentak begitu Dyo menyentuh pelan bagian bahu, masih dengan berpangku pada wajah datar namun tetap tampan. Oh Shit.

"bisa aku tahu siapa namamu?" Ini kali pertama sebuah suara indah dengan serak rendah masuk kedalam indra pendengaran Jongin. Dyo menunggu jawaban, jemarinya mengetuk meja dengan tempo sedang. Sebuah catatan rapih tertera diatas kertas putih., sungguh berbeda dengan dirinya yang hanya menaruh fokus penuh pada terik diluaran sana.

"Kim Jongin." pria itu berucap singkat sebelum setelahnya kembali menarik perhatian keluar jendela. Memilih masa bodoh dengan pria disamping, mendengus sebal begitu menyadari jam pulang masih sangat lama.


Hari-hari berlalu dengan tidak menyenangkan bagi Jongin. Ia membenci Dyo teramat sangat. Penyanyi terkenal itu merebut segala kuasa sekolah dalam sekejab. Segala macam tatap mata mengarah padanya dari berbagai sudut, loker juga meja disamping dipenuhi dengan surat cinta warna warni juga bingkisan penuh pita. Dyo benar-benar sempurna tanpa cacat, ia berhasil mendapat nilai tertinggi dari ujian pertamanya, bahkan mengalahkan si otak emas Minseok. Pernah terbesit dari otak dangkal Jongin, tentang bagaimana bocah itu menyerap segala mata pelajaran dengan baik bahkan ditengah jadwal penyanyinya yang padat. Hidupnya benar-benar teratur dan bertumpu pada setiap detik waktu. Satu hal yang diketahui oleh Jongin, bahwasannya pria menawan ini begitu menggilai permainan bola. Karena bagaimanapun, Jongin kerap menemukan Dyo bermain dengan bola sepaknya dihalaman sekolah saat hari mulai senja.

Tepat tiga minggu Jongin duduk dengan teman satu bangku. Tidak banyak topik yang tercipta diantara keduanya. Hanya hening yang selalu menjadi dominan juga tatap lembut Dyo setiap kali manik mereka bertemu. Jongin tidak pernah mengerti apa yang membuat pria disamping selalu menaruh fokus padanya tanpa maksud berarti. Dyo akan mulai memperhatikan Jongin setiap selesai dengan catatannya, pria itu akan berpangku tangan pada meja kemudian menatap objek yang tertidur tanpa suara. Senyum kecil selalu tersaji dalam diam kala hembus tenang keluar diantara tidur si anak lama. Jongin tahu segalanya, namun pria itu memilih diam tanpa berusaha mengetahui apapun. Mengacuhkan Dyo adalah pilihannya.


Seorang gadis mengerling nakal begitu Jongin melangkah pada lorong sepi sekolah. Ini jam istirahat tentu saja kantin menjadi sasaran utama, maka seisi kelaspun ikut menjadi sunyi senyap. Jongin memilih untuk maju, melayani kemauan si gadis yang kini menampilkan sungging menawan. Gadis itu bernama Park Somin, seorang idola sekolah dengan tubuh molek dan gundukan dada besar. Jongin tidak bodoh untuk menyangka gadis ini menyimpan rasa mendalam untuknya, namun si arogan Jongin tidak akan pernah peduli. Tanpa basa basi, pria itu menangkap tangan wanitanya, menariknya kedalam bilik kamar mandi.

Jongin menangkap bibir si gadis dengan nafsu membara. Mengontrol ciuman dengan sekuat yang dimampu, mengambil seluruh oksigen yang ada diantara sedikitnya celah yang dicipta. Tangan kekar si pria mulai bermain dengan puting Somin yang masih berbalut seragam, menekannya perlahan sampai erangan halus keluar diantara lumatan bibir. Si gadis dengan suka rela melepas kancing seragamnya dengan cepat, membiarkan dua gundukan besar terpampang nyata dihadapan manik lapar Jongin. Merasa mendapat undangan, maka anak pemilik sekolah itu segera bermain lebih kasar. Mulutnya lincah bermain diantara puting. Mengambil selangkangan Somin dengan rakus, melepas balutan yang menutupi lubang vaginanya. Sudah beberapa wanita yang berakhir dengan telanjang dibilik kamar mandi akibat ulah Jongin, tentu saja gadis-gadis itu senang, siapa pula yang tidak ingin menikmati kulit caramel juga bokong seksi milik pria itu.

Suara nafas mulai beradu dengan hening udara, decit serta lengket cairan menjadi satu kubangan, Jongin terus memainkan penisnya keluar-masuk dalam lubang si gadis tanpa berfikir lebih jauh bahwasannya bilik toilet masih menyisakan sisa celah. Tanpa peringatan, telinga Jongin menangkap satu suara tangkapan foto. Klik. Klik. Klik. Bahkan sinar cahaya blitz memenuhi bilik sempit begitu leher Jongin menoleh kearah celah pintu.

Seseorang disana, berdiri angkuh dengan telepon genggam yang dimainkan disebelah kanan. Bersandar santai pada pintu tertutup bilik sebelah. Jongin menggeram kasar begitu menangkap manik jernih si penguntit. Membiarkan Somin berpakaian rapi sebelum akhirnya memberi kode pada si gadis untuk keluar dari bilik segera.

Itu adalah artis naik daun, Dyo. Ia menyunggingkan senyum licik begitu melihat raut tidak suka dari rupa Jongin.

"Wuah, seperti inikah perilaku seorang Kim Jongin?" Dyo menyerinai tajam. Beradu manik dengan anak pemilik sekolah tanpa sirat takut.

"berikan ponselmu!" Jongin menyentak kasar. Meraih pergelangan si artis guna merebut benda kotak yang ada pada genggaman.

Jongin masih berusaha untuk merebut ponsel Dyo namun berulang kali gagal karena pergerakan si artis terlalu kelewat cepat. Bagaimanapun Dyo akan tetap menghindar, ia tidak ingin terlibat perkelahian karena dilihat sekilaspun Jongin bukanlah lawan yang remeh.

"Hentikan!" seketika pria itu mendorong tubuh Jongin menjauh. Si anak baru tidak ingin membalas, ia hanya tidak suka apa itu perkelahian. Melihat bagaimana pergelangannya memerah akibat cengkraman Jongin membuatnya mendengus sebal.

"apa masalahmu?! Hapus foto itu!" perintah Jongin begitu berhasil tegap dengan lututnya sendiri.

"tidak— Hey, menurutmu apa yang akan terjadi jika berita tentang anak pemilik sekolah melakukan seks dibilik toilet?" Dyo kembali berucap angkuh, mengabaikan tatap mematikan Jongin.

"kau mencari masalah denganku?" Anak lama itu menantang.

"aku tidak takut denganmu Jongin, jangan kau fikir aku takut seperti anak-anak bodoh diluar sana" apa yang diucap Dyo penuh dengan penekanan dan rasa percaya diri. Tidak ada yang seperti ini sebelumnya, karena Jongin adalah lambang kuasa disekolah.

"jangan kau fikir karena terkenal, kau bisa seenaknya! Aku bisa menendangmu dari sekolah ini dengan mudah" Jongin berusaha untuk meredam suara sepelan mungkin, menyadari bahwa mereka sedang berada di toilet umum sekolah.

"lakukan, jika kau ingin foto ini menyebar" alis Dyo terangkat satu, sungging paling licik tercita diantara bibir hati.

Jongin menghembus nafas kasar, ia mengusap wajahnya begitu Dyo kembali bersandar pada dinding. Pria itu memainkan ponselnya menggoda, berusaha untuk menarik perhatian Jongin.

"apa maumu" begitu lirih apa yang terurai dari pita suara Jongin, namun cukup untuk masuk kedalam pendengaran pria lainnya.

Selama beberapa menit, Dyo membiarkan pertanyaan Jongin mengambang tanpa jawab. Hening mendominasi sampai pada akhirnya si artis maju dua langkah. Mensejajarkan tubuhnya dengan Jongin disamping. Maniknya menatap lekat si anak lama, sementara Jongin menatap bayang diri dicermin.

"jadilah pacarku"

Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya Jongin mengerti. Apa yang ada pada otak lamban Jongin setelahnya adalah, Ah pria ini benar-benar gila.

"pacar?" Jongin mengulang, berharap agar telinganya mendadak tersumbat atau ucapan Kyungsoo salah pengartian.

"Yeah"

"are you kidding me?"

"no I'm not!" Dyo berucap frustasi. Sebuah ruam merah muda tercetak begitu tawaran untuk menjadi pacar terucap diantara bibir ranum miliknya.

Seketika Jongin menemukan potongan-potongan dalam otak. Apa yang selalu dilakukan Dyo terhadapnya setiap hari, bagaimana bocah itu kerap memberi tatap lembut, menaruh perhatian lebih begitu pengajar memberi pertanyaan yang tidak dimengerti sampai sesekali melirik tubuh kekarnya begitu diruang ganti setelah olah raga. Jongin menemukan satu kesimpulan.

"aku menyukaimu" belum sempat Jongin mengurai fakta yang baru disimpulkan, Dyo mendahului untuk mengungkap perasaan. Pria dengan kulit caramel membeku sejenak. Otak lambannya mencoba menguraikan keadaan. Ini adalah fakta yang tersaji denan nyata, bahwa seorang penyanyi tampan papan atas sedang mengungkap perasaan. Namun dengan cepat Jongin menemukan kembali kesadarannya, kembali berteman dengan sikap arogan yang melekat.

"apa kau gila?! Aku tidak menyukaimu dan aku tidak ingin menjadi pacarmu!" Jongin berucap frustasi. Dyo adalah bocah gila yang baru kali pertama ia temui.

"maka foto ini akan menyebar!" kembali Dyo mengayunkan ponsel pintarnya dihadapan Jongin. Si anak lama berniat untuk merebut kembali namun sebelum itu terjadi Dyo telah menariknya terlebih dahulu, memasukan benda kotak itu kedalam celana sekolahnya bagian depan, dekat dengan penisnya.

"ambilah" ucap Dyo dengan enteng, berusaha memancing Jongin untuk menyentuh kemaluannya.

Ini adalah sebuah hal gila bagi Jongin, karena pria itu adalah seorang yang normal. Meskipun beberapa temannya adalah biseksual, namun anak ini sungguh hanya tertarik dengan dada besar wanita. Tidak pernah terbesit sebelumnya bahwa pada akhirnya ia akan merogoh celana lelaki untuk mengambil sebuah ponsel. Sebuah ponsel sialan.

"Kau tidak ingin mengambilnya?" Dyo kembali berusaha untuk menggoda. Mencondongkan pinggul agar gundukan dicelana semakin terlihat.

Tanpa aba-aba, Jongin menarik pinggang pria lainnya dengan cepat. Meremas telapak sebelum setelahnya menyelipkannya diantara celana Dyo. Jarak yang begitu dekat menyebabkan nafas mereka bertubrukan. Dyo terus menaruh fokus pada manik si anak lama, sementara Jongin berusaha untuk tidak fokus terhadap apapun, hanya menunduk untuk melihat bagaimana telapaknya merogoh celana lelaki didekapan.

Begitu telapak itu menemukan balutan celana dalam yang dipakai oleh si artis, Jongin menyumpah serapah dalam diam. Pria ini dengan sengaja menyelipkan ponsel diantara penis didalam celana dalamnya. Sungguh bajingan gila.

Tidak menyerah, maka Jongin memilih untuk terus. Telapaknya menyentuh daerah kemaluan Dyo, sedikit tersentak bagaimana kulit itu hanya berisikan rambut halus dengan tekstur lembut. Semakin kedalam, kulit terluar Jongin bertemu dengan penis Dyo. Begitu besar dan kuat, lembut dan kenyal. Tanpa disadari pria itu menikmati bagaimana telapaknya bersentuh ria dengan kemaluan pria lainnya, bagaimana bagian terluar dari penis itu memanjakan indra perabanya.

Pencarian Jongin terhenti dengan tiba-tiba begitu suara desah Kyungsoo masuk kedalam gendang telinga. Pria itu menelusupkan kepalanya disekitar pundak Jongin, menekan bibir tepat disamping daun pendengaran. Mendesah menggoda disana. Raga Jongin membeku, hasrat ingin terus menyentuh apa yang saat ini ada dengan telapaknya terus membuncah.

Sejenak Jongin hilang akan akal, sebagian rongga otak berkata untuk tidak lagi menjadikan apa yang ada pada telapak sebagai candu. Namun apa yang dikata oleh cara kerja otaknya adalah bagaimana agar dapat terus mendengar desah yang sama. Maka ketika nyawa kembali pada peredarahan darah menuju puncak akal, Jongin sadar. Pria itu berusaha untuk tidak terjerat, menarik tangan dari ruang sembab celana Dyo setelah berhasil meraih ponsel yang dicari, namun urung begitu tangan putih si artis menggengam pergelangannya erat.

"jadilah milikku untuk 100 hari kedepan, sayang" Dyo berucap seduktif. Begitu lirih berpadu dengan sebagian desah. Nafas Jongin tersengal tidak beratur setelah mendengar bagaimana suara desah dari pita suara Dyo menyeruak keluar permukaan. Begitu indah, begitu memabukkan, begitu candu, begitu cantik.

"jika tidak, maka foto ini akan menyebar" kembali si artis mengurai ucapannya begitu Jongin membeku tidak memberi respon. Senyum licik tersaji saat Dyo dengan mudah menarik pergelangan tangan Jongin dari selipan celananya, mengambil kembali ponsel dari genggaman tangan si anak lama tanpa protes yang berarti. Jongin masih terlalu bodoh untuk masuk kedalam dunia dengan fakta. Maka ia menurut, berdiri dengan bodoh dan menatap objek cantik dihadapnya tanpa kedipan. Memberikan ponsel yang telah diraihkan dengan susah payah, kemudian menatap punggung indah itu meninggalkan toilet setelah sebelumnya menyajikan senyum hati untuk Jongin.

Saat itu ia tahu bahwa dirinya adalah pria yang bodoh. Jongin mangacak rambut begitu sadar dengan fakta disekeliling. Terbuai dengan keindahan penis Dyo adalah yang paling buruk. Nafasnya kembali tersengal, keinginan untuk kembali menyentuh benda lunak itu kembali memuncak pada ubun-ubun.

Maka saat itu juga Jongin berakhir dengan mengocok penisnya sendiri dengan bayang tubuh imajiner Dyo sebagai angan yang fana. Menganggap menyentuh penis sia anak baru dengan tangannya sendiri membuat air sperma keluar dengan cepat kepermukaan. Ia menikmati bagaimana berfantasi dengan tubuh berkeringat Dyo tanpa sadar satu hal akan fakta yang mengikat.

Jongin adalah milik Dyo untuk 100 hari kedepan.

.

.

To be continue

.

.

Aku datang lagi dengan cerita yang fluffy hihi. Aku harap banyak yang memberi review untuk cerita ini hehe💓 Aku juga berharap banyak yang suka dengan ceritanyaaa hehe, Terimakasih!

See you!