Updated: 21/02/2016

Naruto © Kishimoto Masashi

enjoy!


Los Angeles, February, 8, 2014.

Hari ini cuaca masih sama. Langit kota Los Angeles sudah biasa cerah berawan, walaupun ini musim hujan, langit yang sama masih saja menampakkan keindahan mentari pagi yang mulai muncul dari balik gedung bertingkat. Belum ada tanda-tanda akan hujan. Yang justru dijumpai tiap pagi adalah cahaya terang menyilaukan yang membuat seorang pemuda―yang masih bermalas-malasan di atas kasur terpaksa bangun agar dapat menghindar.

Sosok itu menguap kecil lalu mengacak rambut hitam mengkilatnya sambil melirik jam weker. 8:06 AM. Masih mengantuk tapi dia harus bangun untuk membereskan rumah. Selain itu masih harus melakukan pekerjaan rumah yang lain. Beginilah derita hidup lajang. Dia bahkan tidak mau menyewa pembantu untuk memudahkannya bekerja. Segitu cintakah dia dengan rumahnya sampai-sampai tak mau orang lain menyentuh perabotan rumahnya? Ya, yang tahu hanya dirinya sendiri.

Setelah memakai baju, menyikat gigi dan mencuci muka, selanjutnya memasak untuk makan pagi.

Televisi dihidupkan, sekedar untuk mengetahui informasi perkiraan cuaca hari ini. Tepat setelah layar televisi mulai berwarna, suara penyiar pun terdengar,

"..The northern parts of California are generally much wetter than the south. Los Angeles on the southern coast is hot all year round with a sub-tropical climate..."

Uchiha Sasukeーpemuda berkulit pucat yang baru bangun tidur menatap layar di hadapannya, tentunya sambil menyiapkan sarapan pagi. Karena jika bekerja dengan perut kosong akan sama saja, yang pasti tak akan mendapatkan hasil yang memuaskan.

"..It has a dry season from May till October with average highs between 20 and 30ºC, the peak being in August..."

Sasuke menoleh ke arah jendela, mendapati kaca jendela tersebut sedikit basah oleh embun dari luar. Ia kembali menoleh kearah wajan di depannya, memastikan bahwa sarapan paginya tidak akan sia-sia karena dia memang terlalu sering melamun akhir-akhir ini. Alat dan bahan sudah dia siapkan. Ide untuk menyajikan beberapa potong Spinach Pakoras saat monsoon tidaklah buruk, ditemani secangkir teh hijau hangat bisa membuatmu tetap awet muda. Wajar saja jika para chef tetap awet muda karena makanan sehat yang mereka konsumsi tiap hari.

"..The wet season from November to April is cooler with average highs staying in the early 20s. Los Angeles sees an average of 263 days of sunshine a year. To the east of California's mountains lie its..."

Sesuai perkiraan cuaca yang didengarnya, bulan ini termasuk bulan musim hujan tapi hujan belum juga turun. Bahkan tidak ada tanda-tanda akan hujan. Kadang kita memang tak harus percaya perkiraan cuaca. Tapi lebih baik ikuti kata pepatah, 'sedia payung sebelum hujan.'

"Semoga hujan..." Sasuke bergumam, mencoba berkoneksi dengan alam luar. "Aku butuh koleksi untuk albumku dan kuharap tidak ada 'pengganggu'..."

Jam dinding terus berdenting, diiringi suara penyiar dari televisi, dilanjutkan bunyi klarkson banyak kendaraan dari luar apartemen hingga suara cipratan minyak dari dalam wajan.

Sasuke menatap campuran sayuran itu sudah mulai berwarna kecokelatan hampir matang. Tinggal menunggu beberapa menit, disajikan di atas piring dan mencicipinya.

Dia kembali bengong menatap ke luar jendela.

"Semoga hujan..." Sasuke kembali mengulangi perkataan yang sama. Entah karena apa sebabnya, dia berharap ada hujan hari ini.

"Hujan… hujan…" ujarnya lagi, sebelah tangannya memutar-mutar garpu, sebelah lagi menekan remote control mencari siaran lain. Dia mengambil sepotong pakoras dengan tangan yang satu lalu mengunyahnya.

Belum sempat potongan sayur yang mengeluarkan uap panas itu dikunyah, Sasuke sudah berhenti. Dirinya terpesona oleh wajah di hadapannya, wajah rupawan yang memenuhi layar televisi membuatnya mulai tersenyum sendiri. Untung saja satu potong Pakoras tadi tidak jadi dimasukkan ke mulutnya. Bisa-bisa langsung sariawan karena memang makanan itu masih panas dan baru saja diangkat dari dalam minyak panas. Untunglah 'orang itu' membantunya terhindar dari masalah.

Sarapan paginya terlupakan. Sepertinya dia ingin menyatu dengan kenangan masa lalunya sebentar.

.

.

.

.


Sasuke's Flashback

"Hei Sasuke," Naruto menyapa sambil menggesekkan ujung pensil beberapa kali di pundak si kepala raven.

Sasuke yang masih sibuk dengan urusannya tidak sekalipun menoleh. Sepertinya 'buku pintar' di tangannya lebih berharga dibanding si kepala pirang yang sedang menyapanya. Dia hanya ber-hn kecil menyapa balik. Namun perhatiannya belum lepas dari benda itu.

"Boleh aku duduk di sampingmu? Hanya lima menit. Aku janji! Ada yang ingin kutanyakan."

Sasuke mengulangi jawaban yang sama.

Senang mendapat izin, Naruto menyengir kemudian menyeret kursi malang di sampingnya lalu meletakkannya di posisi yang nyaman agar dapat berbincang dengan si raven minim bicara.

Pandangannya jatuh pada buku di tangan si raven itu. "Kau sering membaca buku ini…" Naruto menunjuk buku itu, mengamati baik-baik foto dan uraian kata yang tertera pada sampul buku tersebut. "Sebentar!" Dengan seenaknya dia merebut buku itu membuat sang empunya harus menghentikan acara pentingnya. Naruto kembali berucap, "Makanan Khas Meksiko? Panduan?" lalu menatap Sasuke tak percaya. "Jangan-jangan kau…"

"Masalah untukmu?" Sasuke menyela cepat. Naruto masih menganga.

"Tidak! Tidak sama sekali! Aku hanya terkejut... Kau tahu, ini bukan profesi yang banyak diminati orang," Naruto menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena bingung mencari inti kata yang tepat agar tidak melukai perasaan si Sasuke. "Tapi… itu cocok untukmu. Maksudku, jika memang itu pilihanmu, aku mendukungmu… Tidak ada salahnya mencoba, bukan? Untuk pemuda seperti dirimu ini, semua hal pasti bisa kau lampaui dengan mudah. Tidak sepertiku ini yang hanya suka berbuat onar. Ha ha ha ha…"

Naruto tertawa canggung setelah itu.

Sasuke hanya menatap remaja blonde di depannya tanpa ekspresi. "Kau terlalu berisik, dobe." ujarnya seraya menarik kembali buku bacaannya. Naruto terlalu banyak bicara, mengganggu konsentrasi, membuat pusing kepala, dia seorang idiot yang tak bisa berhenti bicara, Sasuke berpikir dalam hati.

Namun di lain sisi, Naruto memberinya dukungan. Hal ini membuat Sasuke tersenyum. Senyuman yang tidak luput dari iris biru sang Uzumaki.

"Kau tertawa eh?" ejek Naruto dengan cengiran khasnya. "Lemari es itu tak pernah tertawa lho?"

Sasuke memutar bola mata, "Apa isi kepalamu, dobe? Kau saking idiotnya sampai tak bisa membedakan antara manusia dan benda? Apa aku terlihat seperti benda untukmu?"

"Walaupun kepalaku tak berisi," Naruto menunjuk kepalanya. "Aku yakin orang sepandai dirimupun tak bisa membaca isi pikiran, bahkan hatiku.." Entah apa yang ada di pikiran orang idiot ini sampai-sampai berkata begitu.. Apa dia mencoba menantang si bungsu Uchiha?

Untungnya si bungsu Uchiha ini bukan tipe orang yang suka keributan. Dia tidak mudah terbawa emosi dan tidak ingin mencari masalah jadi dia kembali memutar bola mata dan mencoba menghiraukan perkataan konyol Naruto.

"Read my mind, teme!" Tak mendapat jawaban, Naruto mulai bangkit dari kursi lalu mengacungkan jari telunjuknya dan berkata cukup keras sehingga menarik perhatian seluruh isi kelas yang menatap mereka berdua bergantian.

"..." Sasuke hanya memandang Naruto dengan tatapan stoic tanpa memberi jawaban. Daripada membuang waktu lebih baik dia kembali membaca saja.

Shikamaru bersuara dari sebelah, "Bukan Naruto jika tidak membuat gaduh seisi kelas,"

"Sepi kalau dia tidak ada," Kiba menambah.

"Yappari anata wa saikō da ne, Naruto-kun!" Rock Lee berteriak sambil menghampiri Naruto dengan gaya andalannyajempol diacungkan berhias kuping gajah di tengah jari. Dia terlihat bahagia sekali saat bicara dengan Naruto. "Kau selalu bisa merebut perhatian semua orang! Sementara aku hanya bisa mengacaukan pikiran mereka.." Si alis tebal menambahkan, "Aku sudah lama menginginkan ini.. Jika aku menang, mungkin aku orang paling bahagia di dunia ini,"

"Hm? Memangnya apa yang sangat kau inginkan genjimayu? Hm? Nani? Nani? Beritahu aku?" Naruto terlihat antusias ingin mengetahui hal itu.

Rock Lee dengan percaya dirinya berucap, "Aku menantangmu berduel, Naruto-kun! Jika kau menang, aku akan menjadi pengikutmu. Dan jika aku yang menang, aku akan tetap menjadi pengikutmu! Dō da Naruto-kun?"

"Hah?" Naruto seperti terkena struk tiba-tiba. Pernyataan macam apa itu? Kepala tak berisinya tidak bisa menyimak arti kalimat itu. Mungkin si alis tebal harus mengulangi kalimatnya dengan jelas satu-per-satu agar Naruto bisa memahaminya.

'Idiot bertemu idiot, dunia ini memang sudah hancur,' Sasuke berpikir dalam hati, sepertinya dia harus menyesal karena satu kelas dengan dua orang idiot yang ketelaluan berisiknya itu. Apa orang-orang itu memang tak bisa diam? Cukup sehari saja apa tidak bisa? Sasuke mendesah pelan.

Suasana kelas menjadi gaduh saat semua murid mulai mengeluarkan pendapat mereka masing-masing, hanya karena ucapan konyol si alis tebal dan Naruto yang terlihat seperti terkena struk berat. Hal itu berlangsung cukup lama sampai-sampai Sasuke habis membaca bab pertama 'buku pintarnya'. Dia mengambil spidol violet dari dalam tas untuk menggaris-bawahi beberapa kata baru yang tak dia ketahui apa artinya.

Belum sempat menggaris satu kata, rupanya Naruto sudah berada di hadapannya. Seperti tadi, duduk berdampingan, dan bicara hal konyol. Dan kali ini, Uzumaki Naruto kembali mengajak bicara, "Sasuke. Aku punya pertanyaan.."

"Hn?"

Naruto diam sebentar, hingga mengeluarkan pertanyaan itu, dengan bisikan halus,

"Apa kau percaya keajaiban?"

Sontak, Sasuke mengangkat muka dan memandang Naruto. Keajaiban? Tadi Naruto bilang keajaiban? Kenapa sampai menanyakan keajaiban? Bukankah Naruto yang idiot tak pernah percaya hal begitu? Apalagi, wajah rupawan Naruto yang terlihat... sedih? Sasuke yakin ini pertama kalinya dia melihat wajah sedih Naruto. Biasanya yang satu ini selalu terlihat girang dan bersemangat, tidak seperti saat ini.

Sasuke lalu menggeleng dan tersenyum sendiri. Dia mungkin tak akan pernah bisa membaca hati maupun isi pikiran orang bernama Uzumaki Naruto.

End of flashback.

.

.

.

.


The City of Angels masih dipenuhi puluhan pejalan kaki. Sementara di jalan raya hanya terlihat beberapa mobil kecil dan mobil-mobil besar pengangkut barang. Hari sudah sore, wajar dijumpai banyak manusia. Sore hari petanda jam kerja telah usai, yang lelah bekerja bisa pulang ke rumah untuk menikmati kebahagiaan bersama keluarga setelahnya beristirahat karena esok hari pekerjaan lain masih menunggu. Sementara yang lain baru akan mulai jam kerjanya saat malam tiba. Yang lain istirahat, yang lain bekerja. Begitupun sebaliknya.

Rambu-rambu lalu lintas menyala berganti warna, agar lalu lintas dapat diatur sebagaimana mestinya. Begitu juga kamera pengintai si sudut jalan yang merekam setiap detik kejadian di seluruh pusat kota. Tentu saja, Negara maju memang berbeda..

Hari sudah menjelang malam. Di salah satu sisi jalan, sebuah mobil Red Aston Martin melintas dengan kecepatan sedang. Sang pemilik menginjak pijak rem karena rambu-rambu berwarna merah. Diliriknya jam, 6:42 PM.

'8 menit dari sekarang...'

Rambu-rambu sudah berwarna hijau. Mobil itu kembali melaju hingga beberapa meter kembali terparkir. Tiba di tempat tujuan dengan selamat, cafe dua lantai bergaya antik dengan nama 'el sol de Uchiha'.

Dari dalam mobil, Sasukeーsang pemilik mobil mewah sekaligus cafe menatap papan berukiran yang memancarkan cahaya redup sewarna matahari sore yang tiba-tiba menjadi warna favoritnya belakangan ini. Dia tersenyum sendiri menatap kata sol. Mirip yang sedang kasmaran, pasti selalu tersenyum mengingat sosok yang disayang.

Dari lantai dua, tepat di atas papan nama cafe bergaya antik itu, sosok Inuzuka Kibaーsalah satu chef melambaikan tangan.

Sasuke mengguyurkan pandangannya kemudian melepas sabuk pengaman dan membuka pintu mobil.

Jūgoーchef yang lain tersenyum dari depan pintu lalu mendekati mobil merah yang mengkilap.

"Bienvenidos!" (Spanish; Selamat datang).

"Hn," selalu jawaban yang sama.. Kebiasaannya ini tidak berubah sejak masih kecil. Memang itulah trend-made keluarga Uchiha.

Setelah memberi jawaban, Sasuke lalu mulai melangkah menuju pintu belakang seraya melepas jaket kulit berwarna hitam dari tubuhnya. Jūgo mengekor dari belakang, dia berucap, "Karin menelponku," memulai percakapan. "Dia ingin mampir tapi melarangku untuk memberitahumu. Sepertinya ingin memberi 'kejutan'."

"Aku /juga/ butuh sedikit 'hiburan'." Sasuke menjawab sambil menekan kata hiburan. Hei, tentu saja arti hiburan yang sesungguhnya, bukan sekedar berkumpul dan berbasa-basi omong kosong.

Jūgo menaikkan satu alis, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apa betul seorang Uchiha Sasuke bisa juga memikirkan hal-hal begitu? Kejutan? Hiburan? Bukannya si iceman ini hanya sibuk memikirkan dapurnya? Bahkan masih lajang di usia lebih dari 30 tahun.. Chef yang satu ini mungkin belum pernah melakukan hal-hal itu; tidur dengan wanita atau mungkin pacaran saja belum pernah. Sepertinya orang ini betul-betul masih virgin.

Selesai dengan pemikirannya, Jūgo lalu menyeringai kemudian menyanggupi jawaban si bungsu Uchiha. "Kau memang butuh 'hiburan'. Dan.. mungkin... yang satu itu belum cukup," Jūgo sedikit melirik ke arah seorang wanita yang sedang menyapu lantai keramik, "Oh dan jangan lupakan Shion. Dia… wanita yang tangguh…"

Yang disebut namanya mendelik galak ke arah Jūgo. Wanita bernama Shion itu seolah berkata 'Bisakah kau diam dan dan bantu aku?' dengan tatapan garangnya.

Sasuke menyeringai. "Aku tidak keberatan dengan threesome yang penting aku terhibur, bagaimana denganmu nona?"

Shion memerah dan menatap ke lain arah. Dia mencoba mencari kesibukkan baru. Entah kenapa wajah si chef iceman ini terlihat begitu mempesona saat mengusilinya seperti tadi. Dirinya jadi tadi bisa menyembunyikan semburat merah itu. Siapa yang tidak memerah ditawari hal begitu dari seorang pria tampan pula? Apalagi pria tampan dan berbakat seperti Uchiha Sasuke. Walaupun itu hanya bercanda, Shion tetap merasa senang karena telah di panggil dengan sebutan 'nona' dari chef tersayangnya.

Sementara Jūgo hanya mengangguk seolah-olah sedang melayani pelanggan, dia mengeluarkan buku nota kecil dari saku baju bersama pulpen kemudian mencatat. "Satu pesanan ekstra untukmu tuan tampan. Kami beri tambahan bonus sebagai menu penutup. Kami pastikan Anda tidak akan menyesal dengan pelayanan kami."

Sepertinya permainan ini sudah semakin konyol karena waktu mungkin sudah menunjukkan lewat 7 malam, ini saatnya bekerja.

Sasuke yang menyadari semua itu lalu berucap, "Aku tahu kau sengaja menggodaku agar kuberi tambahan waktu liburan. Sayangnya semua usahamu sia-sia, JŪ-GO-SAN." menyudahi permainan konyol mereka dengan nada penekanan saat menyebut nama pria yang seumuran dengannya.

"Bisa juga..." Jūgo menaikkan bahu. "Kau memang selalu pandai membaca situasi, aku saja tak begitu pandai melakukannya."

"Kita sudahi dulu. Time to work now." Selesai dengan permintaan itu, Sasuke lalu melangkah menuju lantai dua.

Jūgo mengangguk, lalu bergegas menuju pantry untuk menyiapkan bahan makanan.

Baru saja kedua pemuda itu melangkahkan kaki, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dengan keras diikuti suara perempuan yang berucap,

"Chef! Sasuke-kun! Maaf aku terlambat!"

Seorang perempuan bersurai pirang memasuki ruangan lantai pertama. Nafasnya terengah-engah dengan peluh membasahi kening. Yamanaka Ino, berlari menghampiri head chef tepat di depan tangga.

"Sepuluh menit," jawab Sasuke yang sempat berhenti menaiki anak tangga sambil menatap arloji di tangan kanannya.

"Jalur transportasi ditutup sebagian…" Ino memberi alasan sambil mencoba menormalkan nafasnya yang tak karuan. "Menma mengadakan fans meeting di dekat apartemenku. Aku terpaksa berjalan kaki kemari. Jika saja dia itu Naruto, aku mungkin sudah mengadilinya karena hampir kehilangan pekerjaanku.." Dia sedikit merapikan surai pirangnya yang berantakan, "Tapi... Setidaknya di lain kesempatan ini aku bisa sekali lagi bertemu dengannya hi hi," Dia mulai tertawa sendiri dan menari-nari dengan gerakan kecil. Bahagia sekali dirinya saat membicarakan sosok model favoritnya itu.

Sasuke hanya memberi jawaban singkat andalannya.

Ino kembali berapi-api menceritakan sosok model pendatang baru yang sangat dia kagumi itu. "Dia baik sekali mau mengunjungi tempat kumuh seperti lokasi apartemenku. Untunglah ada hal yang lebih penting yang harus kulakukan, jadi aku /terpaksa/ mengacuhkannya. Aku juga berharap dia akan berkunjung lagi di kafe ini,"

"..." Sasuke hanya diam tanpa menjawab. Sepertinya dia tidak peduli dengan cerita panjang lebar milik si Yamanaka.

Gadis pirang itu masih tetap bercerita dengan penuh semangat dan setelah selesai dengan semua itu, dia lalu mengamati beberapa bingkai foto di tengah ruangan. Foto dirinya, Kiba, Sasuke, Jūgo, Shino, Shion, Karin dan Menma yang berdiri berdampingan sambil tersenyum dan tertawa bersama plus coretan tanda tangan Karin dan Menma di bagian barat foto tersebut. Tak disangka mereka sudah sampai di lantai dua.

Ino berhenti melangkah dan menatap punggung Sasuke yang sedang melangkah di depannya. Dia bertanya, "Sasuke… menurutmu, dimana Naruto saat ini? Kau pasti tahu dimana dia 'kan?"

"…" Sasuke masih diam. Antara dengar atau memang tak peduli sama sekali untuk menjawab. Atau mungkin sedang galau...

Mendengar tak ada jawaban, Ino kembali melanjutkan, "Aku yakin kau mengetahui sesuatu. Kalian dulunya berteman akrab.. Aku juga yakin sekali, di hari dia menghilang, dia pasti mengatakan sesuatu padamu,"

Sasuke masih saja diam. Dia tetap melangkah tanpa menjawab apapun. Ino terus mengekor dan menanyainya pertanyaan yang lain.

"Menma dan Naruto… Mereka berbeda. Aku kenal betul siapa Naruto itu," Ino menatap foto gadis berambut merah yang sedang menggandeng lengan Sasuke lalu berganti menatap punggung sang Uchiha yang melangkah di depannya, dirinya mencoba mencari kebenaran. "Gadis berkacamata itu juga pasti mengetahui sesuatu. Akan lebih baik jikaー"

"ーTidak ada waktu untuk bicara omong kosong, Ino." Sasuke akhirnya angkat bicara. "Kalau tak ingin gajimu berkurang sebaiknya cepat bekerja."

"Eh? Ba-baiklah, Chef." Ino membungkuk meminta maaf karena takut mendengar ancaman sang head chef. Jika Sasuke marah berarti dirinya dalam masalah besar. Bisa-bisa dia langsung ditendang keluar dari tempat ini. 'Kau bodoh Ino! Jika kau berulah lagi bersiaplah menjadi pengemis di tengah kota.. Jika kau masih ingin bertemu Naruto, tetaplah berlaku baik agar kau tak kehilangan pekerjaanmu. Dengan begitu kau akan mendapat uang untuk mencaritahu dimana sosok itu berada sekarang...'

Si chef wanita sekali lagi membungkuk meminta maaf kemudian berjalan menuju lemari untuk mengeluarkan beberapa peralatan memasak. Sebelum

Maria… You've gotta see her! Go insane and out of your mind…

ーsuara telepon genggam yang berdering mengejutkannya. Dia terkejut sendiri mendengar nada deringnya. 'Ya, Tuhan! Aku kira aku sudah tewas!'

Ada panggilan masuk untuknyaーdari sahabatnya, Haruno Sakura.

Sakura calling

Answer-Dismiss

Ino memilih answer dan menyapa duluan, "Ya?"

.

"Ino? Apa kau sibuk sekarang?" Yang menelpon bertanya memastikan.

.

Ino menjawab, "Tidak juga. Ada apa?"

.

"Aku ingin berkunjung. Aku meminta izin beberapa hari untuk cuti ke luar kota. Ada yang ingin ku sampaikan padamu."

.

"Huh? Baiklah," Ino mengangguk, "Aku di sini. Kafe juga baru dibuka. Dimana posisimu?"

.

"Aku sedang dalam perjalanan ke Los Angeles. 20 Menit lagi aku sampai." Jelas Sakura yang sekarang sedang menyetir.

.

"Tentu. Aku menunggumu." Ino kembali mengangguk sambil menatap jam dinding. Memastikan sosok yang menelpon itu akan tiba kira-kira pada menit yang keberapa.

.

Setelah cukup lama diam, Sakura melanjutkan kalimatnya, walaupun terdengar seperti suara orang yang sedang putus asa. "Ada yang ingin kukatakan, mengenai kekasihku.."

.

"Eh? Jangan bilang kalau kalian sedang bersama kemari dan ingin berkencan di kafe ini? Aku berjanji tak akan menganggu acara penting kalian. He he he." Ino tertawa mendengar kalimat sahabatnya. Dia sama sekali tak tanggap jika nada suara Sakura sedang mengisyaratkan keputusasaan.

.

"Tidak, aku sendiri. Dan kurasa ini sudah saatnya aku jujur,"

.

Ino yang mulai tanggap nada bicara itu mulai memastikan. "Jujur? Maksudmu itu? Kauー"

"ーSepuluh menit ditambah sembilan menit jadinya sembilan belas menit waktu yang terbuang percuma."

Ada suara dari belakangnya. Tanpa menolehpun, wanita berambut pirang sepinggang ini tahu siapa yang bicara. Buru-buru dia berbisik pelan dengan smartphone kuningnya, "Aku harus kerja sekarang. Kita lanjutkan lagi nanti." kemudian menutup saluran telepon secara sepihak.

'Tamatlah aku…' Dia mengutukki kebodohannya sebelum berbalik dan menyapa sosok yang bicara padanya dari belakang. "Chef!" Ino tersenyum garing, sambil menggaruk belakang leher. Kali ini dia siap dihukum. Bahkan jika hukumannya dipecat sekalipun dia akan tetap menerima. Toh dia sudah tertangkap basah melalaikan pekerjaannya.

"Yamanaka Ino…" Sasuke menggantung kalimatnya, membuat Ino menelan air liur susah payah. Setelah menulis nama gadis itu pada sebuah buku, dia melanjutnya, "..dihukum mencuci semua peralatan selama dua minggu lebih lima hari."

"E-eh?" Ino terbelalak dan mengedipkan matanya beberapa kali. 'Aku tidak jadi dipecat? Apa semua ini benar-benar mungkin?!'

"Kukurangi dua minggu saja." tambah sang head chef kemudian memasukkan 'buku bukti hukuman' tadi kedalam saku seragam chefnya.

Yamanaka Ino masih mematung di tempat. Dia masih belum percaya sang head chef masih mempertahankannya. Bahkan setelah ditangkap basah melalaikan tugas lebih dari satu kali? Ino sepertinya butuh waktu untuk pergi ke dunianya sebentar.

"Jangan buat aku berubah pikiran lagi." Sasuke mengeluarkan kalimat singkat sarat makna yang langsung membuat Ino merinding. Dengan cepat, si pirang ini memberikan ucapan terima kasihnya dan segera berlari menuju ruang utama. Memulai pekerjaannya sebagai aboyeur untuk hari ini.

Dia hampir kehilangan kesadarannya karena terlalu bahagia. 'Chef aku akan menyayangimu selamanya! Terima kasih masih mempertahankanku di surga dunia ini… Aku tidak akan pernah berulah lagi.'

.

.

Daun pintu antik bergaya Perancis terbuka, tampaklah interior Indulgy mewah. Penerangan lampu remang-remang sewarna cahaya lilin cukup sebagai pilihan pembangkit suasana romantis seperti suasana saat hari Valentine, ditambah dengan parfum ruangan yang berwangi lembut dan menenangkan. Sesuai dengan konsep cafe ini, 'lilin yang hampir padam' yang cukup memberi kesan romantis bagi para pasangan yang ingin mampir. Tak luput juga para kritikus makanan dengan berbagai jenis penyamaran mereka.

Di balik pintu antik yang menghubungkan ruang utama dan dapur lantai satu…

"Nachos untuk meja terakhir. Tanpa keripik tortila dan kacang. Diganti daging sapi dengan tambahan irisan kobis dan saus keju. Nomor 6 ekstra saus keju dan guacamole."

Jūgo sang Sous Chef mengulangi perkataan Shion sang Aboyeur. Pesanan ditulis pada selembar kertas kecil kemudian direkatkan pada papan dengan pin.

"Berapa orang?"

"Hanya dua orang. Masing-masing duduk di meja nomor enam dan tujuh."

Aburame Shino sang Tournant menambahkan angka pada kertas tadi serta membenarkan letaknya yang sedikit miring. "Aku ambil no 6. Nachos ekstra saus keju dan guacamole."

Shion memadukan beberapa bahan makanan di atas work table untuk nantinya diolah sebagai bumbu taburan dan hiasan, sesekali menoleh kearah CCTV di sudut atas ruangan, mengawasi jika tiba-tiba ada pelanggan baru yang masuk. Dia tersenyum mendapati 'mangsa' mereka hari ini. "Sepertinya kita kedatangan 'tamu spesial'."

Jūgo dan Shino serentak menatap kamera CCTV.

"Aku melihatnya beberapa kali di tv dan surat kabar," ucap Shino yang sedari tadi bekerja dalam diam.

"Aku mengenalnya. Dia 'teman lama' head chef kita," Jūgo menambah sambil memperhatikan tamu spesial bergender wanita yang memakai gaun berwarna merah mencolok itu.

"Rupanya dia menuju lantai dua." Seru Shion yang melihat kearah mana wanita karir itu melangkah.

"Sudah kuduga dia memang mengincar Sasuke." Jūgo menjawab, setelah otaknya menangkap apa tujuan sebenarnya dari wanita glamor itu.

"Kita tak berarti apa-apa dibanding Sasuke." Jawab Shino yang juga menyadari hal itu.

Di lantai dua,

"Kau berhutang padaku Ino!" Inuzuka Kiba bersuara sambil menunjuk layar CCTV dimana seorang wanitaーmirip model sedang berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua. Dia menyeringai menatap wajah shock milik Yamanaka Ino.

"Jangan bercanda Kiba," pinta si pirang Yamanaka, "Aku baru saja akan kehilangan pekerjaanku dan sekarang kau malah membuat bebanku semakin berat."

Kiba terlihat tidak peduli dari caranya menjawab, "Kau yang mengajak taruhan bukan? Dan aku yang menang sekarang, jadi aku ingin bayaranku!"

Ino mendesah pelan lalu menawarkan, "Bagaimana dengan bir? Kutraktir hingga kau puas?" Dalam hati dia melanjutkan, 'Kumohon jangan minta yang mahal-mahal. Aku harus hemat..'

"Sudah bosan." Jawab Kiba, memang tawaran itu sudah bosan menurutnya.

"Tempat karoke?" Ino kembali memberi tawaran.

"Tidak." Kiba menjawab pasti.

"Cerutu dan rokok?!" Ino meninggikan satu oktaf.

"Tidak." Kiba sekali lagi memberi jawaban yang sama.

"Lalu apa? Katakan saja kau ingin aku memberimu obat-obatan terlarang!" Ino mulai pasrah. Sepertinya dia sudah mulai kehilangan ide.

"Hei, aku memang perokok tapi aku tidak mengkonsumsi obat-obat terlarang." Jawab kiba meyakinkan dirinya masih 'bersih' walaupun sudah separuhnya terkontaminasi. "Dan aku kira kaupun sudah mengerti 'hadiahku', jadi tak perlu lagi kuucapkan."

Ino mulai marah mendengar jawaban terakhir yang tidak nyambung itu. Dia mulai berucap dengan nada menyerah karena permainan melelahkan milik Kiba yang membuat kepalanya pusing. "You could have at least told me, aku tidak bisa membaca pikiranmu jadi cukup katakan saja. Aku janji tidak akan membeberkan ini pada chef."

Kiba menatap Ino tak yakin seolah bilang 'Apa ucapanmu itu bisa kupercaya?'

"Ayolah!" Ino memohon sambil berusaha meyakinkan. Dia sudah lelah berurusan dengan sikap kekanak-kanakan itu. Bisa-bisa dia hipertensi dan berakhir dengan struk, lalu menghabiskan seluruh hidupnya di atas tempat tidur saja. Memikirkan itu membuat Ino tambah depresi.

Kiba yang mendengar permohonan si pirang mulai mengangguk sambil tersenyum setelahnya berteriak keras dengan tiba-tiba, "DIA DATANG!"

Ino spontan membalas teriakan itu. Setelah sepenuhnya sadar, dia lalu menormalkan detak jantungnya. 'Urusan-kita-belum-selesai!' Ancamnya berupa tatapan tajam ke arah si pria bertato segitiga terbalik di bawah mata sebelum berlalu menuju ruang utama dimana si tamu spesialーkritikus makanan berada.

Kiba tertawa puas karena berhasil mengusili gadis itu.

Beberapa saat setelah Ino kembali dari ruang utama,

"Dia memesan Kakinoha Sushi. Dengan ekstra taburan cinta." Ino memberitahu seperti apa pesanan si wanita karir lengkap dengan gerak-gerik dan logat bicaranya. Dia sedikit menggeram mengucapkan kalimat itu, apalagi kalimat terakhirnya. 'Cinta? Huh! Dia kira cinta itu bumbu apa? Seenaknya bicara begitu. Aku tahu dia itu 'fans fanatic' Sasuke tapi tidak perlu 'kan bicara begitu! Dasar seenaknya saja!' Entah kenapa Ino jadi emosi sendiri.

Sasuke tampak berpikir, mendengar kalimat itu mengingatkannya pada beberapa teman lama yang biasa menjahilinya dengan bahasa alien seperti itu. 'Tidak salah lagi, pasti dia..' Sasuke sedikit tersenyum setelah mengetahui siapa gerangan yang dimaksud.

Ino yang masih emosi kembali bicara, "Aku tahu dia itu juga orang Jepang. Dia pasti punya maksud tersembunyi sampai memesan Sushi jenis Kakinoha." Dia menyilangkan kedua lengan. "Aku yakin itu bukan maksud yang baik, lihat saja tampangnya. Dia pasti ingin mempermalukanmu, Sasuke."

"Cobalah untuk berpikir positif. Bisa saja dia merindukan 'makanan rumah' yang sudah lama tidak dicicipinya." Sasuke menjawab sekenanya.

"Kau benar, Sasuke." Ino berpikir. "Tapi.. jika memang merindukan makanan rumah, seharusnya bukan seperti itu cara bicaranya." Gadis itu melanjutkan dalam hati, 'Dia bisa dengan mudah meminta Sasuke memasak untuknya. Tapi kenapa harus menggodanya? Dia bahkan menitip pesan rahasia agar aku tidak mengganggu acara date -nya dengan Sasuke sehabis makan. Wanita tua sialan itu...'

Sasuke menambah, "..Mungkin juga untuk menguji kemampuanku."

Ino yang masih berapi-api karena jengkel langsung menjawab, "Itu memang pekerjaan mereka. Menguliti orang hidup-hidup hanya dengan perkataan." Namun emosinya langsung meluap entah kemana diganti dengan senyuman cerianya saat melihat wajah chef kesayangannyaーyang di matanya seperti sedang tersenyum dan bersinar seperti danau yang terkena pantulan matahari sore. Begitu menawan dan manly (?) Dia lalu mengacungkan dua jempol dan tersenyum lebar memberi dukungan. "Tapi aku percaya kau bisa mengatasinya. Jadi kami tak perlu ragu. Ya 'kan chef?"

Kiba bersuara dari jauh dengan cukup keras, "Confíe que todo resultará el derecho. Tengo sin duda que él podría llevarlo." (Spanish; Trust that everything will turn out right. I have no doubt that he could carry it.)

Ino yang tak mau kalah menyambung kalimat itu. "Aku selalu percaya padanya, kau saja yang tidak. Nyatanya kau menyembunyikan 'rahasia' darinya. Apa itu masih bisa disebut percaya?" Kalimat itu terdengar seperti kalimat ancaman bagi Kiba, dia mulai berkeringat dingin. Memang ada rahasia kecil yang disembunyikannya dari Sasuke tapi dia pura-pura tidak mengerti.

"Apa maksudmu? Aku merahasiakan sesuatu dari chef?" Kiba berpura-pura menunjukkan ekpsresi bingung.

"Oh, pura-pura tidak tahu ya?" Ino berbalik menatap Sasuke. "Dia bilang padaku tadi, aku memang perokok tapi aku tidak mengkonsumsi obat-obat terlarang.. bla bla bla... Kau percaya padaku 'kan chef? Aku tidak mungkin membohongimu, lagipula bukannya peraturanmu bilang 'Chef di tempat ini dilarang merokok...' dan err.. aku tidak ingat kelanjutannya tapi yang pasti semuanya dilarang keras untuk merokok kecuali satu dan dua hal. Dan dia ini melanggar aturanmu.. Aku pikir jika dia memang tidak bisa berhenti merokok, apa salahnya dia bicara padamu dulu? Setidaknya meminta persetujuan atau keringanan.. Tapi dia malah melanggar aturan dan yang lebih parahnya dia membohongimu chef..." Ino dengan sengaja melotot untuk menakut-nakuti Kiba. 'Ini balasannya karena tadi mengusiliku, dog-boy.'

Kiba mulai meneguk air ludah. Memang dia berkata seperti itu tadi. 'Sial! Dasar Ino! Kau tidak perlu mengatakannya tahu! Sekarang aku harus menjawab apa coba?' Kiba menggaruk kepalanya. 'Apa ini balasan karena tadi sudah kuusili ya? Hh... wanita memang merepotkan..'

Sasuke hanya tersenyum menanggapi kehebohan yang dibuat dua orang sahabatnya itu. Bagaimanapun juga dia tetap merasa gugup namun dua orang itu sudah meruntuhkan keresahannya dan sekarang dia siap mengikuti 'ujiannya' hari ini. Baik atau buruk hasilnya, yang penting dia sudah mau berusaha. Semangat Sasuke!

Di tempat lain,

"Macet lagi!" Seorang gadis bersurai merah jambu yang duduk di kursi pengemudi mengumpat kesal karena kemacetan yang dialaminya. Tangannya memegang stir mobil sementara iris emerald -nya memandangi jalanan yang dipenuhi kendaraan yang sudah tak terhitung jumlahnya.

"Seharusnya aku datang lebih awal." Dia mencibir setelah mengucapkan kalimat itu. Diliriknya layar smartphone di samping dudukannya. Tidak menyala berarti tidak ada pemberitahuan apa-apa, antara pesan baru, telepon masuk dan e-mail baru. Dia mengumpat lagi.

"Si bodoh itu bahkan tak mencemaskanku! Naruto bodoh! Padahal aku selalu peduli padanya! Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Setelah puas memaki, sosok gadis bersurai pink bernama Haruno Sakura itu kembali memfokuskan pandangannya ke jalan raya. Dia masih kesal sehingga membunyikan klarkson berulang-ulang tanpa peduli delikan amarah dari pengguna jalan lain. Benar-benar tidak sabaran.

Dan seperti malam-malam sebelumnya, malam kota Los Angeles selalu dihiasi lampu warna-warni yang dipasang sepanjang sudut ke sudut bagian depan beberapa gedung bertingkat beserta poster besar yang berdekatan satu jalur. Sedikit memandang ke arah sana, Sakura mendapati poster ukuran jumbo seorang model pendatang baru di antara gedung-gedung pencakar langit tersebut yang memancarkan cahayanya sendiri. Setelah sekian lama memandang benda berkilauan itu, dia kembali sadar setelah mendengar bunyi klarkson dari belakang mobilnya. Sakura lalu menginjak pijak gas dan melajukan mobilnya.

"Dia itu Menma 'kan?" Gadis itu bertanya pada dirinya sendiri. "Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sampai-sampai tak sempat menonton berita. Tak kusangka dia sudah sesukses ini." Dia menggangguk lalu melajukan mobilnya saat sudah terdapat celah untuk bergerak maju.

Sakura kembali fokus menyetir sehingga tak menyadari layar smartphone -nya menyala mati-hidup beberapa kali. Ketika jalanan sudah sedikit sepi dan mobil tidak berdesakkan lagi barulah dia menyadarinya saat ingin mengecek jam.

Dear'Amor (3 missed call)

"Astaga!" Serunya cepat. "Kapan dia menelponku?" buru-buru mengambil smartphone itu serta memperhatikan baik-baik waktu yang tercatat pada daftar panggilan tak terjawab.

56s ago.

Belum sempat dia memilih ikon call, tertera di layar ponselnya satu panggilan masuk dari nomor kontak yang sama. Dengan bahagia si gadis surai pink ini memilih ikon answer dan bicara duluan. "Akhirnya kau menelponku. Apa kau tidak tahu dari tadi aku cemas sekali karena kau tak pernah menanyai kabarku? Aku sangat merindukanmu bodoh! Apa kau tak merasakannya juga?" jelasnya cemberut seoalah-olah sedang bicara langsung dengan sosok Dear'Amor -nya.

.

Sementara yang menelpon hanya tertawa kecil sambil menggaruk belakang kepala. "Jangan bilang begitu. Aku juga merindukanmu, Sakura. Pikirkan saja kalau aku tak rindu, mana mungkin aku menelponmu? Aku rindu makanya aku menelponmu.."

.

Mendengar jawaban itu Sakura tersenyum lega. "Ya, aku tahu. Maaf tidak menjawab panggilanmu tadi. Macet di sini jadi aku harus fokus ke jalan raya. Tapi aku baik-baik saja. Aku sudah di dekat kafe tempat kerja sahabatku. Bagaimana denganmu? Proyekmu lancar?"

.

"Ya. Semua baik-baik saja. Jika cepat selesai aku akan menyusulmu ke Los Angeles beberapa hari lagi lalu kita ke Paris."

.

"Tentu, aku akan cari hotel untuk kita tinggali selama di sini. Setelahnya aku akan mengabarimu."

.

"Ya, kalau begituー"

.

"Na-Naruto, se-sebentar.." Sakura sedikit ragu untuk melanjutkan kalimatnya. 'Kuberitahu atau tidak? Aku takut dia marah karena aku memutuskannya secara sepihak. Tapi dia sendiri yang menyuruhku memberitahu orang-orang itu. Jadi sebaiknya aku turuti kemauannya saja.'Dia bingung dengan keputusannya dan memilih diam untuk berpikir.

.

"Hm?" Naruto yang dipanggil namanya hanya bertanya untuk memastikan karena setelah menghentikan omongannya, Sakura mendadak diam seperti orang bisu.

.

"I love you," tak yakin dengan keputusannya, Sakura malah menguacapkan kata-kata itu. 'Yang benar saja! Dia sendiri yang menyuruhku tapi kenapa aku malah bingung. Sebaiknya cepat kukatakan. Lagipula Naruto tidak mungkin mengingat masa lalunya 'kan? Jadi aku juga tak perlu cemas. Aku harus segera bicara! Karena aku juga tak mau kehilangan dia lagi!'

.

"Hn me too." Ada jeda sebelum Naruto menjawabnya karena dia harus menelan air minumnya terlebih dahulu. "Kuhubungi lagi setelah selesai, bye~"

.

"Ya, sampai nanti.." Sakura menutup saluran telepon lalu menggigit bibir bawahnya. Bimbang. Walau keputusannya sudah bulat, dia masih ragu. Akan ada pihak yang terluka bila dia mengikuti keinginannya itu. Jika menolak, dirinya yang akan terluka. Dilukai atau melukai? Sakura dilema.

"Apa benar yang akan kulakukan ini? Apa aku akan benar-benar bahagia setelah ini?"

.

.

To be continued.


A /N: hola! saia kembali! *bows* maaf lama ngilangnya. ada sedikit ini dan itu yang harus diselesaiin. btw ini cerita lama yang diganti judulnya (dulunya Let the Sun Take Me Home). yah saia harap dengan sedikit 'pembaharuan' yang saia buat, cerita ini bisa jauh lebih menghibur dari sebelumnya. dan ini juga yang paling penting, un saia juga diganti (dulunya orenjino4) dan saia juga sangat berterima kasih karena minna-san sudah mau membaca dan me-review apalagi mem-faves dan follows *dua jempol* semoga selalu terhibur ;3 dan maap kalo masih berantakan.

*Pakoras, makanan tradisional dari India berupa sayuran lapis tepung (seperti perkedel) bisa disesuaikan dengan penyuka daging dan vegetarian yang bisa dinikmati sebagai menu utama atau sebagai lauk. saran saia (menurut tips kecantikan), salah satu menu yang dianjurkan saat monsoon adalah Pakoras ditemani secangkir teh hijau hangat. untuk bahan-bahan dan cara membuatnya silahkan tanyakan Om Gugel (juga Tante Yahoo) atau PM saia saja *puppy eyes*

*Monsoon, istilah untuk sarapan pagi di musim dingin

*'el sol de Uchiha' kafetaria dua lantai milik Sasuke (dari bahasa Spanyol artinya The Uchiha's Sun). sesuai canon yah naru emang matahari (sasu bulan) jadi dalam artian sebenarnya naruto itu emang matahari, khusus mataharinya sasu *gigit jari*

*Head Chef (Executive Chef), bertanggung jawab untuk semua hal yang berhubungan dengan dapur. profesi ini yang biasa disebut kepala chef atau chef yang sebenarnya

*Sous Chef, sebagai asisten executive chef, bertanggung jawab memberikan ataupun membuat jadwal untuk executive chef apabila dia sedang off duty

*Tournant (Roundsman), bertugas menggantikan bagian mana yang membutuhkan chef di suatu stasion tertentu di dapur

*Aboyeur (Expeditor atau Announcer), bertugas untuk mengantarkan pesanan. seorang Aboyeur juga memberi peran khusus untuk memberikan finishing touch pada hidangan sebelum diantar pada pemesan

*Indulgy, interior ruangan dengan perpaduan gaya kontemporer dan vintage, dengan nuansa classic dan country dilengkapi furnitur-furnitur berwarna kuning pucat dari kayu

*Nachos, makanan khas dari Meksiko sebagai appetizer (makanan pembuka) atau cemilan atau bisa juga sebagai makanan utama tergantung porsi dan banyaknya bahan tambahan. terbuat dari keripik tortila yang disiram saus keju (nacho cheese) atau sesuai variasi dapat diganti dengan aneka daging, kacang dan sayuran lalu ditaburi bumbu bubuk sebagai hiasan

*Guacamole, saus yang terbuat dari buah alpukat yang dihaluskan dan dicampur dengan air jeruk lemon atau jeruk nipis

*Kakinoha Sushi, jenis sushi dari daerah Kansai yang menggunakan daun kesemek sebagai pembungkusnya

*Nada dering Ino waktu ada panggilan masuk dari Sakura: Maria by Blondie

*Dear'Amor Sp; Querido Amor Eng; Dear Love digabungin bahasa spanyol ama inggris jadi dear amor deh

hampir lupa.. ini AU. sasu tinggal di L.A. sementara si naru belum jelas dimana dianya. yang pasti masih idup. suatu saat mereka bakal ketemu lagi. semoga... dan apakah menma itu naruto? hehe ditunggu chapter selanjutnya ya

sekian *bungkuk*

sampai ketemu lagi

selesai dibaca di review ya?

glacias