POLE DANCE

Main pair:

[Lee Seokmin, Hong Jisoo]

Disclaimer:

Seventeen (c) Pledis Entertainment

WARN! YAOI, OOC, TYPO, AU!

I hope you enjoy this story~

.

.

.

.

Lampu sorot dinyalakan. Mengarah pada panggung nan megah.

Seluruh penonton duduk tenang. Menatap antusias pertunjukan sirkus. Sisi kanan dan kiri gelap; hanya panggung yang bersinar. Berbentuk seperti singgasana raja.

Satu persatu para pemain sirkus tampil. Menari, memainkan kartu, hingga memunculkan hewan macam burung dan kelinci dari topi pesulap. Ekspresi yang ditunjukkan beragam; terkagum-kagum menatap atraksi yang terlihat seperti muslihat semata.

Lee Seokmin masih duduk tenang; menatap tajam seperti menantikan sesuatu yang lain. Tangan dilipat di depan dada—menyenderkan kepala pada kursi panggung. Wajahnya masih nampak santai.

Bising suara dari berbagai sudut tak dihiraukan. Seokmin hanya menghembus nafas—seperti ibu-ibu melahirkan. Karena yang ia tunggu belum tampil di atas panggung.

Si pemuncul hewan telah selesai menunjukkan atraksi. Membungkuk sembilan puluh derajat pada penonton. Tubuh Seokmin mendadak tegang; yang ia tunggu akan segera tampil.

Pole dance.

Cahaya kembali redup; hanya menyinari panggung besar. Tali hitam mulai muncul dari atas langit-langit panggung. Musik mengalun sendu—mengikuti pola tarian yang akan dimainkan secara lemah lembut. Seokmin tak sabar (telunjuk mengetuk-ngetuk kursi penonton, sepatu pentofel menghentak-hentak lantai).

Hati berdebar. Sebentar lagi akan dimulai.

Sesosok pria kurus tampil diatas panggung. Meliukkan tubuh bagai penari balet. Melompat, kaki meliuk bagai tak punya tulang. Pakaian yang dikenakan ketat; mengakses tubuh indah dengan betis sempurna. Seokmin tertegun menatapnya—sesuatu dari arah lain seperti membakar.

Pria diatas panggung menyentuh tali dengan lihai—lalu memutari tali sebelum ia naik perlahan. Kaki di lilitkan pada tali pole dance, ia bergelantungan dengan tangan melambai. Tubuh kembali memutar lembut; membuat ia terikat pada tali tarian. Kembali merangkak semakin keatas, seperti Tarzan yang tengah bergelantungan.

Seluruh mata hanya tertuju pada si penari. Ia semakin keatas—melilitkan tubuh seakan tak punya beban. Pakaian bersekat; menampakkan bayang-bayang puting mengeras—membuat sesuatu dalam tubuh Seokmin ikut mengeras.

Dia adalah, si penari pole dance paling seksi sepanjang masa; begitu dalam bayangan Lee Seokmin.

Pria lentur itu tersenyum manis. Bagai kucing betina minta dikawini.

.

.

.

.

"Penampilan yang bagus, Jisoo."

Semua bersorak pada Hong Jisoo. Sudah menjadi kebiasaan sebenarnya. Lelaki kurus itu memang berbakat mencari tepukan riuh para pengunjung. Tidak pernah mengecewakan.

Jisoo hanya tersenyum malu; wajah memerah, bibir tipis melengkung sempurna, "A-aku hanya banyak berlatih."

Cermin besar menampakkan wajah manis. Memantulkan diri dari bayangan lain. Jisoo menatap lekat; membayangkan melihat diri ketika atraksi mulai. Ada kepuasan sendiri; tersenyum malu-malu. Sedikit mengusap kening berkeringat.

"Apa penampilanku sempurna?"

Ia bertanya pada cermin. Berharap ada yang menjawab (semacam dalam dongeng Putri Salju). Tubuhnya kurus; tapi sedap di pandang. Jenis kelaminnya laki-laki; tapi lebih cantik dari wanita manapun.

"Kau selalu sempurna."

Dua lengan merengkuh pinggang Jisoo. Bahunya mulai terasa berat—seperti ada yang memangku dagu disana. Terpaan udara terasa lebih kencang. Tengkuk dikecupi beberapa kali, "Dan akan selalu sempurna di mataku."

"Selalu saja—" Jisoo berbalik, menatap wajah pria tampan dengan rahang sekeras batu tengah tersenyum. "—tuan Lee Seokmin."

Seokmin terkekeh, merengkuh wajah manis Jisoo penuh kasih sayang, "Memang benar. Kau memang paling sempurna."

Matanya menatap sekeliling; para pemain sirkus lain mengerti tatapan yang diberikan tuan Seokmin. Mereka lalu keluar dari ruang rias (meninggalkan kucing manis Jisoo dengan pawangnya; Lee Seokmin).

"Tapi, tetap saja kau harus banyak latihan." ucap Seokmin lalu duduk diatas kursi empuk.

Lelaki hidung bangir itu pemilik acara sirkus. Ia gagah, berwibawa, tampan, kaya, dan penyayang. Tapi, misalkan Seokmin tak kaya pun Jisoo masih mencintainya.

"Tentu saja—Aku memang harus banyak berlatih. Apa masih ada yang kurang dalam gerakanku?"

Memasang pose berpikir, sang pemilik acara merentangkan tangan (menyuruh Jisoo agar duduk diatas pahanya). Pemuda manis itu menurut; mendekat lalu duduk diatas pangkuan sang master.

Wajahnya merah merona dengan pantulan cahaya lampu. Bibir kucing melengkung lucu (Seokmin tertegun sendiri menatapnya). "Hanya kurang meliuk saat kau berada di paling atas. Itu saja."

Tatapan sayu itu melemahkan hati. Seokmin merasa panas (padahal suhu sedang dingin). "Sekarang sepi. Jadi, bagaimana kalau kau melancarkan tarianmu?"

.

.

.

.

Panggung terlihat sepi tak berpenghuni. Bangku penonton bagai kursi tak berbekas.

Hanya ada dua orang disana; Hong Jisoo—si penari pole dance, dengan tuannya—Lee Seokmin; tengah duduk manis di bangku paling depan dengan kedua tangan terlipat depan dada.

"Ayo, mainkan."

Musik berdentang. Jisoo memulai atraksi. Meliuk badan menggoda; pakaian ketat membuat dua bongkahan pantat menyembul. Begitu indah dan licin. Seokmin masih menatap lurus.

Jisoo lihai memasang wajah memelas. Mata sayu dengan mulut sedikit terbuka; membiarkan air liur sedikit keluar. Lalu meraih tali untuk dinaiki. Perlahan, semakin meliuk tubuh—semakin menggoda pemuda itu diatas sana. Melambai tangan, kaki dililit pada tali—lalu membiarkan dirinya bergelantung dengan kaki melebar. Sengaja ia mengangkang dalam lilitan; menggoda sang pemilik acara yang masih terlihat tenang-tenang saja.

"A-ahh.."

Ruang sepi membuat suara menggema. Desahan diatas sana sengaja ia keluarkan. Tali bergoyang sana sini mengikuti irama. Lantunan musik semakin merdu di dengar. Jisoo membungkuk, membiarkan kaki terlepas dari tali. Lalu tangannya memegang erat—kembali melilitkan tubuh pada tali hitam bersekat keras. Bagai burung merpati nan indah, pemuda itu seakan terbang dengan tali.

Seokmin masih diam mematung. Wajahnya semakin serius menatap liukkan menggoda. Wajah Jisoo yang memerah dengan air liur—menatapnya sayu. "T-tuan..."

Fuck—begitu desis Seokmin dalam hati.

Ia segera bangkit dari kursi. Sesuatu dalam setelan celana hitam mengembang. Dengan ganas ia melangkah naik keatas panggung. Menatap Jisoo seakan ingin menerkam saat itu juga.

Jisoo melihatnya—jelas. Ia senang, semakin diliukkan tubuh di dalam tali. Kaki semakin mengengkang di udara. Tangannya dengan sengaja membuka pakaian ketat—menampakkan dua puting merah muda mengeras.

"Aahh master, fuck me."

Sial, suara itu semakin lirih. Seokmin segera menarik kasar tali pole dance—membuat Jisoo terjatuh dari atas.

"KYAAA! TUAN APA YANG KAU LAKUKAN?! AKU BISA MA—"

Ucapan terpotong. Bibir ranum dilumat duluan. Suara kecupan menggema dalam ruang panggung. Tubuh ramping Jisoo di gendong ala bridal style. "Kau jatuh pun Aku tangkap, sayang."

Seringai lebar muncul dalam sekejap mata. Leher di kecup mesra—membuat tanda merah semakin banyak. Jisoo hanya bisa pasrah; mengerayangi rambut Seokmin dengan desahan menggoda.

"T-tuahn.."

"Panggil Aku master."

Hong Jisoo nurut saja. Ia menyebut nama master berkali-kali. Puting mengeras dipijat, dijilat, seluruh tubuh dibuat terangsang. Seokmin tersenyum puas. Ia segera duduk di lantai panggung, "Jisoo, kemari."

Sekali lagi, Jisoo hanya menurut pada perkataan Seokmin. Ia duduk diatas pangkuan sang master. Dada dibusungkan dengan sengaja, pantatnya digoyang kearah kejantanan Seokmin. Ia kembali mendesah, "M-master, my body is ready."

"My dick is ready too, honey."

Suasana panas seperti dibakar matahari. Keduanya mengeluarkan keringat; wajah memerah dengan air liur berlebih. Bibir ranum nan manis dilumat habis—tak memberi akses untuk Jisoo bernafas. Seokmin bergitu ganas (pahanya yang berotot meghimpit tubuh ringkih sang penari).

"Kau tahu bukan, kalau Aku tak bisa cara lembut," Seokmin membuka pakaian atas—tubuh tegap dengan otot lebih membuat Jisoo berdegup keras.

Terpampang wajahnya yang tampan menggoda. Rahang keras menambah kharisma Lee Seokmin, "Jadi, jangan merengek meminta cara halus."

Jisoo hanya tersenyum menggoda, "Kebetulan Aku seorang masokis, master."

Kebetulan yang pas sekali. Seokmin semakin bergairah.

Paha kurus dibuka lebar; memperlihatkan hole merah mudah menanti untuk dimasuki. Terlihat segar, sempit, dan membuat nikmat. Hah, Seokmin sangat menyukai itu.

"Kalau di ibaratkan, melakukan seks itu bagaikan memasukkan sedotan dalam buah kelapa." ujar Seokmin.

"Bahkan kejantananmu melebihi sedotan, master." sahut Jisoo.

"Memang," Seokmin bersiap-siap dengan sedotannya. "Tapi kau akan menikmati ini lebih dari meminum air kelapa."

Di gesek secara kasar, membuat desahan tak dapat dilewatkan. Mulut Jisoo terbuka lebar—mengeluarkan air liur lebih dengan wajah amat merah. Ia nikmat, sungguh nikmat.

Seokmin bisa dikatakan sangat ahli dalam membuat pria maupun wanita mendesah kenikmatan. Sudah banyak yang ia takluki sebelumnya. Hanya saja, sekarang ia setia pada si penari pole dance.

Hong Jisoo; si pemijit sedotan paling ahli menurut Seokmin.

Sedotan raksasa itu menegang keras, lalu dimasuki dengan satu hentakan oleh Seokmin—membuat Jisoo mendesah terus menerus.

Ah, ah, ah. Begitu desahnya; terdengar amat merdu (mengalahkan musik orkestra manapun).

Hentakan begitu keras; menggema diatas panggung. Jisoo menggenggam tali pole dance erat. Pemuda itu mengerang nikmat, ia mengaku masokis—maka Seokmin bersikap bak seorang master.

Hentakan semakin keras. Kejantanan terlepas dari lubang.

"M-master.. ada ap—"

"Menarilah. Naik keatas sana. Meliuklah dengan seksi, hanya untukku."

Sang master memberi perintah, maka Jisoo menurut. Pemuda manis mulai meliuk kembali, menaiki tali dan mulai menari. Tubuhnya polos tak terkemas kain. Terpampang kulit putih mulus dengan sedikit bercak merah. Ia terbang bagai burung elang; penguasa langit, penguasa udara, penguasa keadaan.

Seokmin menatap dari bawah; tangan kanan sibuk mengocok sedotan. Terus dikocok hingga terangsang. Sembari menatap tubuh Jisoo yang melayang-layang dengan tali.

"Terus, sayang. Terus."

Jisoo merangkak kebawah. Masih bergelantung—namun tangannya ikut mengocok sedotan sang master. Lalu dimasukkan sampai tenggorokan.

"Shit." umpat Seokmin.

Seokmin meraba burung perkutut Jisoo yang sudah berdiri (pemuda itu berkata demikian; miliknya bagai burung elang yang ganas dan gagah. Dan milik Jisoo; bagai burung perkutut minta di elus dan di sayang). Diusap kencang bagai mengocok minuman soda. Membuat sang penari kembali menyebut nama master berulang-ulang.

Tali bergoyang. Jisoo sudah tak tahan. Ia kembali turun pada gendongan Seokmin. Dua bibir kembali bertemu; sensasi nikmat dan panas. Sedotan kembali dimasukkan—membuat Jisoo mengerang hebat.

Punggung beradu argumen. Menciptakan tepukan-tepukan kencang pada dua bongkah pantat bertemu. Saling mendekap, meraba, dan mengecup.

Dan akhirnya cairan tumpah seutuhnya dalam tubuh Jisoo. Sangat hangat. Pemuda itu tarik nafas—lalu kembali dihembuskan. "H-hebat..."

Kecupan sayang mampir di kening Jisoo. Berkeringat—tapi Seokmin suka. Sedikit dijilati kening itu, "Jisoo, malam ini jadilah milikku."

"Tanpa diminta pun Aku sudah jadi milikmu." Jisoo tersenyum. Mengusap lembut bibir Seokmin.

Pada akhirnya, latihan pole dance ini terus berlanjut hingga keduanya berkeringat hebat dan membuat gaduh ruangan.

.

.

.

.

END