DO YOU WISH TO KNOW THE TRUTH?
Disclaimer :
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Do you wish to know the truth? © Akabane Kazama
Genre (s) :
Suspense
Drama
.
.
Chapter 1
.
.
Seandainya saja saat itu aku bisa menyelamatkanmu...
.
.
.
Ia membuka kelopak matanya yang terasa berat, menampakkan kedua manik merah dengan cahayanya yang redup. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya, mencoba membiasakan diri dengan cahaya lampu putih yang tiba-tiba menerobos kornea-nya.
"Jangan terlalu banyak bergerak. Kau masih sakit"
Dan juga anak laki-laki yang sedang duduk disampingnya, menungguinya sembari membaca buku.
Dirinya memliki surai biru muda, dengan bola matanya seakan memancarkan warna langit cerah pada pagi hari. Begitu indah. Namun juga begitu kosong.
Entah mengapa, ia tak bisa mengalihkan perhatiannya dari kedua mata itu.
"T-Taiga?" setelah akhirnya suara seseorang yang lain menyadarkannya dari lamunannya.
Lelaki dengan poni hitam yang menutupi mata kirinya, berdiri di ambang pintu dengan pandangan setengah tak percaya. tubuhnya mematung sebentar, sebelum akhirnya berlari menghampiri dan berdiri tepat di sampingnya.
Aaah...'dia' menghilang.
"Taiga? Kau sudah sadar?" kini wajah lelaki pucat itu yang memenuhi seluruh pandangannya. Senyuman merekah di wajahnya dan setitik air merembes keluar dari sudut manik hitam kelam itu, "Ini bukan mimpi, kan? Kau benar-benar selamat kan?"
Lelaki itu begitu antusias. Begitu semangat. Digerakkannya kepalanya sedikit. Sakit. Dirinya tak bisa meminta tubuhnya untuk melakukan apa yang ia inginkan. Kedua bibirnya yang pucat perlahan terpisah. Dan kata pertama yang ia keluarkan adalah—
"—Taiga? Apa itu namaku?"
Musim semi adalah awal bagi semuanya. Pohon-pohon tumbuh dan bunga-bunga bermekaran dengan indahnya. Burung-burung berkicau dan awan putih berenang di langit biru dengan pelannya bak kura-kura.. Sang surya kadang mengintip dengan malu-nya dari balik awan itu. Tak ketinggalan, angin sejuk berhembus mengelus kulit.
Sebuah perumpamaan 'muluk' yang bahkan tak ada seorangpun ingin mendengarnya.
Tapi hei! Mungkin kata-kata itu tak terlalu buruk juga. Toh 'asap tak mungkin muncul tanpa adanya api'. Umpama yang bahkan membuat bulu kuduk naik itu tak akan dibuat jika bukan ditilik dari pemandangan aslinya.
Yup. Musim semi itu memang saat yang paling tepat untuk memulai perjalanan baru!
Kedua manik merahnya menatap sebuah kartu pelajar dengan foto lelaki berambut crimson red. Nama 'Kagami Taiga' terukir begitu jelasnya, bersama dengan umur, sekolah, alamat rumah dan tanda tangannya.
Pandangannya lalu beralih, meneliti tiap sudut ruangan asing yang kini dimasukinya. Tempat itu tak begitu luas, namun juga tak begitu sempit. Mungkin karena perabotan disini tak begitu banyak. Hanya ada sebuah tempat tidur yang cukup untuk satu orang, sebuah rak buku berisikan buku-buku literatur dengan sampulnya yang berwarna-warni, meja yang terbuat dari kaca di tengah ruangan dengan majalah-majalah olahraga tergeletak tak karuan di atasnya, sebuah cermin di sebelah lemari baju, lampu berbentuk kotak tergantung di langit-langit, dapur yang lengkap dengan perlatan memasak yang diperlukan, serta kamar mandi plus bathub yang menyediakan air hangat dan dingin. Di dinding kamarnya, tertempel banyak poster pemain basket terkenal.
"Seperti yang kau lihat, kau sangat menyukai basket. Di sekolahmu sekarang, kau ikut tim basket dan merupakan pemain yang paling diandalkan dalam tim" seraya berkata saat melihat Kagami menatap poster di kamarnya dengan pandangan bingung.
Dirinya menangkap sosok sebuah bola basket di sudut ruangannya. Bola basket itu sedikit berdebu karena tak ada yang mengurusnya selama ia berada di rumah sakit. Ia mengangkat bola basket itu ke udara, sebelum akhirnya memutarnya dengan lincah di atas jari telunjuknya.
"Hee...sepertinya tubuhmu masih ingat bagaimana caranya bermain basket" lelaki berambut hitam itu mengulurkan tangannya, "Oh, ya. Namaku Himuro Tatsuya. Mungkin untuk saat ini bisa dibilang—"
"—salam kenal, ya?"
"Dia amnesia"
Itulah yang dikatakan oleh dokter berparas tampan dengan rambut berwarna deep green miliknya yang terawat rapi dengan kacamata hitam berbingkai kotak yang menggantung di wajahnya. Sembari melihat ke layar rontgen yang menampakkan gambaran otak pasiennya, ia menjelaskan kepada Himuro yang langsung datang ke tempat kerjanya setelah perbincangan singkat dengan temannya di kamar rumah sakit.
"Sudah kuduga. Kagami memang tak mungkin bercanda hal bodoh seperti itu" Himuro berkata, hampir-hampir bergumam.
Sang dokter membetulkan letak kacamatanya lalu melirik lelaki itu. Kepalanya tertunduk ke bawah, kedua sudut bibirnya menekuk turun. Ya. Mau dilihat dari sisi manapun, saat ini perasaannya sedang sedih karena kondisi temannya yang memprihatinkan.
Tapi mengapa ia menangkap secercah perasaan bahagia dari sorot matanya yang sayu itu?
"Tenang saja. Amnesia yang dialaminya tak begitu parah. Ia masih mengingat hal-hal dasar seperti bagaimana caranya menulis, membaca dan memegang sumpit" dirinya mengambil selembar kartu bertuliskan namanya—Midorima Shintarou—dan nomor teleponnya, "Jika kau perlu bantuan, kau bisa menghubungiku kapan saja. Layananku selalu buka 24 jam"
Mendengar dorongan sang dokter muda, membuat beban di bahunya serasa terangkat walau hanya sedikit. Diterimanya kartu putih itu dan dirinya memberikan sebuah senyuman tipis, "Terima kasih dokter. Itu akan sangat membantu"
Kali ini ia nampak bahagia. Kedua sudut bibirnya tak lagi menekuk turun, melainkan terangkat naik.
Tapi mengapa sekarang ia memperlihatkan perasaan sedih di kedua matanya itu?
Menjadi seseorang yang tak mengetahui satu barang pun tentang kota yang ditinggalinya sekarang benar-benar tidak enak. Dalam kasus seorang Kagami Taiga bahkan lebih parah lagi. Orang-orang yang tak dikenalnya terus menyapanya sejak pagi ini.
Yaah...kalau dibilang orang yang tak ia kenal sepertinya pernyataan itu tak sepenuhnya tepat. Tapi juga tak sepenuhnya salah.
"Kagami-kun, coba sebutkan kode untuk melambangkan warna Violet"
Lamunannya tersadarkan oleh panggilan tegas yang diberikan oleh guru seni budaya di kelasnya. Ah, benar juga. Ia terlalu asyik melamun sampai-sampai lupa kalau pelajaran tengah berlangsung, "Ah...ya...aku..." Kagami menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, bingung apa yang harus ia katakan.
"Teppei-sensei!" Himuro mengangkat tangannya. Pandangannya melekat erat pada sensei yang berdiri dengan wajah agak terkejut akan dirinya yang tiba-tiba angkat suara.
Namun—seperti mengerti dengan apa yang akan dikatakan Himuro selanjutnya—senyuman lembut terulas di wajahnya yang bersahabat, "Aah...kau ingin menjawabnya, Himuro-kun? Baiklah kalau begitu. Sebutkan juga kode warna yang kau ketahui, ya"
"Baik, sensei" Himuro berdiri dari tempat duduknya, "#EE82EE, kode warna Violet"
Kagami menghela napas panjang. Sangat panjang. Karena inilah sekarang kehidupannya terasa merepotkan. Ia harus memberitahukan kepada tiap orang yang mengenalnya bahwa ia tak ingat apapun. Bahwa saat ini ia sedang amnesia. Penjelasannya memang tak begitu panjang, tapi jika harus mengulangnya berkali-kali pada tiap orang yang ditemuinya—mendokusai na!
"#000080, kode warna Navy"
"#FDEE00, kode warna Aureoline"
"#056608, kode warna Deep Green"
Ia juga merasa kasihan pada Himuro. Biasanya ia akan mendahului saat Kagami mencoba untuk menjelaskan keadaannya pada mereka—seperti yang ia lakukan barusan. Mungkin Himuro tahu bahwa lama-lama hal ini membuatnya naik darah.
"FD0E35, kode warna Scarlet"
"Tapi aku jadi tak enak kalau merepotkannya terus menerus seperti ini. Meskipun ia bilang ia adalah 'sahabat baikku' sekalipun" Kagami bergumam, menatap punggung Himuro dari tempat ia duduk. Mau berapa kali ia melihatnya, dirinya sama sekali tak merasakan hawa familiar dari lelaki itu. Berbeda dengan orang-orang yang sudah ia temui sejak tadi—mulai dari tetangganya yang bekerja sebagai model, Kise Ryouta hingga tiga orang senpai-nya di klub basket yang memperkenalkan diri kepadanya di lorong kelas tadi, Hyuuga Junpei, Shun Izuki dan Riko Aida, yang mana keempat orang itu sudah mengetahui keadaan Kagami dan memulai kembali dari awal dengan perkenalan diri. Ya. Dia berbeda.
Entah mengapa Himuro Tatsuya sama sekali tak memancarkan sesuatu yang dinamakan 'kehangatan'.
"#990000, kode warna Crimson Red"
Oh, ayolah! Mau sampai kapan pelajaran aneh ini berlangsung? Untuk apa mempelajari kode warna kalau nantinya tak berguna untuk kehidupan sehari-hari, hah? Kagami berseru dalam hati.
"#89CFF0, kode warna Baby Blue"
Hari ini cerah seperti biasanya. Mentari bersinar begitu terangnya, namun tak terasa panas karena awan-awan putih menutupi sebagian. Malah terasa sejuk. Apalagi dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus seperti ini. Benar-benar hari yang pas untuk berjalan-jalan keliling kota, menikmati hari setelah satu pekerjaan yang berat.
Oh, ya. Bagaimana dengan dia ya? Ia belum mengunjungi lelaki itu setelah pertemuannya terakhir kali di kotak sempit berwarna putih yang penuh bau obat-obatan. Uuh...mengingatnya saja membuatnya mual. Karena tak tahan, ia jadi cepat-cepat pergi deh sebelum isi perutnya keluar. Hmm. Apa sebaiknya hari ini ia pergi mengunjunginya, ya? Toh, dia sudah keluar dari kotak bau itu dan sekarang tinggal di dalam kotak yang kelihatannya lebih nyaman daripada sebelumnya.
Setelah berpikir agak lama—mondar-mandir di jalan raya yang saat ini sedang sepi-sepinya—ia akhirnya membulatkan tekadnya.
Yosh! Sudah diputuskan!
Hari ini dirinya akan mengunjungi lelaki itu!
Midorima menempelkan stetoskop pada dada Kagami. Setelah beberapa kali mengecek denyut jantungnya, ia menulis sesuatu di lembar pengamatannya.
Saat ini Kagami sedang memeriksa keadaannya di rumah sakit tempat ia dirawat waktu itu. Kata Himuro, ia harus menjanai pemeriksaan secara rutin untuk mengetahui apakah ada perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun mental. Sang dokter sudah mengecek kondisi tubuhnya, kembali meng X-ray bagian dalam kepalanya, memeriksa gelombang otaknya, semuanya yang ia rasa perlu sudah diselesaikannya walaupun agak memakan waktu.
"Tak ada perubahan drastis dalam keadaanmu saat ini" Midorima melepas stetoskop dari telinganya, "Kau belum mengingat satupun kejadian yang berhubungan dengan 'kehidupan' lamamu?"
Kagami menggeleng.
"Yah...jangan dipaksakan. Seiring waktu kau akan mendapatkan kembali kenanganmu yang berharga"
Suasana pun berubah menjadi sunyi. Yang terdengar di ruangan kerja dokter muda itu hanyalah suara pena menggores kertas. Bahkan suara burung berkicau di luar sana tak terdengar disini—mengingat ruangan ini dibuat kedap suara. Setelah sang dokter memberikannya obat, ia bisa pulang seperti biasanya. Tapi ia teringat satu hal yang agak menganggunya. Jadi diputuskannya untuk ditanyakan pada Midorima sementara ia masih menulis tentang pengamatannya pada pasien hari ini.
"Um...dokter. Bolehkah aku bertanya sesuatu?" Kagami membuka suara. Tak ada balasan dari lelaki berambut deep green itu, jadi ia anggap bahwa ia meng'iya'kan permintannya dan melanjutkan pembicaraan, "Apakah dokter tahu anak lelaki berambut biru yang waktu itu datang mengunjungiku?"
"Anak lelaki berambut biru?" ia mengulang kembali pertanyaan Kagami. Tangannya berhenti menulis, digantikan untuk menaikkan kacamatanya yang agak turun, "Tidak. Seingatku tak ada pengunjung seperti itu. Yang menjengukmu hanyalah temanmu waktu itu, Himuro Tatsuya, kalau tidak salah?"
Kagami mengangguk. Jadi dokter tidak mengenalnya juga, ya? Ia bergumam. Saat ia menanyakannya pada Himuro tadi pagi pun, jawabannya sama. Tak kenal, tak ingat. Kalau memang begitu, siapa dia? Kehadiran anak lelaki yang hanya sesaat itu benar-benar mengusiknya.
Tanpa sadar, Kagami menghela napas panjang. Dan dokter muda itu menyadarinya. Seraya membetulkan kacamatanya—lagi—ia berkata, "Apakah dia penting bagimu?"
Matanya yang sipit terbuka agak lebar. Kepalanya yang tertunduk, kini terangkat dan menatap lekat wajah dokter yang memperhatikannya dengan tatapan lembut namun tajam, "Kalau memang anak itu berhubungan dengan ingatanmu, aku yakin ia akan muncul dengan sendirinya dan disaat waktu yang tepat" Midorima menyerahkan resep yang selesai ia buat untuk pasiennya hari ini, "Tapi seperti kataku sebelumnya, jangan dipaksakan ya?"
Kagami sempat terdiam sebelum akhirnya ia mengerjap-ngerjapkan matanya sebentar, mencoba mengusir rasa keterkejutannya pada dokter yang mempercayai kata-katanya. Ia mengangguk sekali, beranjak dari tempat duduknya dan berniat untuk pergi.
"Ah, satu lagi Kagami-kun" suara dokter Midorima yang tegas kembali memanggilnya, membuatnya berhenti melangkah dan berpaling ke belakang, "Mungkin akan ada masalah yang menimpamu. Tapi jangan putus asa. Karena itulah, bawalah benda berwarna biru langit denganmu hari ini. Itu item keberuntungan bagi bintang Leo"
"Hah?" adalah kata pertama yang keluar dari bibir pemain centrer dalam tim basket itu, refleks membuatnya memiringkan kepalanya, bingung. Tapi ia mengangguk saja—walau sebenarnya ragu—dan pergi meninggalkan dokter itu di ruangannya yang sepi.
Midorima menghela napas, memandangi berkas pasien yang sudah disusunnya sesuai abjad, dari A sampai Z—saat ini sedang memeriksa data tentang Kagami Taiga, "Semoga saja kesialan yang diramalkan Oha-asa hari ini tak terlalu buruk"
Lama!
Kenapa dia belum pulang juga sih? Sudah lima menit berlalu sejak ia menunggunya! Tunggu, itu belum terlalu lama, ya? Tidak, tidak! Itu lama baginya!
Menunggu tanpa melakukan apa-apa memang membuat waktu terasa lebih lama. Apa yang harus ia lakukan, ya? Membaca buku? Aaah...dikamarnya ada banyak buku sih. Tapi tak ada bacaan yang menarik! Bahkan koleksi bukunya lebih bagus daripada miliknya! Dia ini ingin menikmati hidup atau tidak, sih?
Benar-benar hari yang melelahkan!
Setelah seharian penuh mendengar ceramah tentang kode warna—yang bahkan membuatnya lebih pusing daripada rumus matematika—dari Kiyoshi Teppei-sensei dan pergi ke rumah sakit dokter Midorima Shintarou untuk mengecek kesehatan, pergi ke dua tempat yang letakknya lumayan jauh dari apartemennya dengan naik kereta beberapa kali dan jalan kaki sekitar 5 menit, benar-benar membuat semua otot-ototnya menengang! Kalau begini, ia akan kesulitan ikut latihan basket besok.
"Aku yakin wajah Hyuuga senpai pasti akan menyeramkan seperti tadi pagi"
Mengingatnya saja membuat tubuhnya merinding ketakutan.
Karena itulah, sesampainya di rumah nanti, ia akan langsung berendam di bathub dengan air panas dan bersantai hingga malam tiba. Pasti nikmat. Dan lagi air panas dapat mengendurkan otot-otot yang tegang. Dengan begitu, ia akan bisa ikut latihan basket besok seperti biasanya dan Hyuuga senpai tak akan marah padanya. Yup. Seperti kata pepatah, 'sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui'. Semuanya akan berjalan dengan lancar.
Jika saja tak ada sebuah 'kejutan' di dalam rumahnya.
.
"Oh, aku sudah menunggumu sejak tadi. Kukira kau tak akan pulang"
.
Heh?
.
"Kau punya banyak majalah olahraga. Sepertinya kau sangat suka basket. Olahraga yang satu itu sebegitu menyenangkan, ya?"
.
Heh? Apa?
.
"Hei, aku lapar. Apa kau ada makanan? Aku juga ingin minum vanilla milkshake"
.
Tunggu. Tunggu sebentar.
.
"Kubuka ya, kulkasmu"
.
"TUNGGU SEBENTAR!"
.
Akhirnya setelah beberapa menit diam mematung di ambang pintu kamarnya, akhirnya ia dapat mengeluarkan kata-kata yang sejak tadi tersendat di tenggorokannya. Tunggu, ini memang kamarnya, kan? Benar ini kamar seorang bernama Kagami Taiga, kan? Poster pemain basket tertempel di tiap sudut dinding—yup! Ini memang kamarnya.
Lalu kenapa ada anak laki-laki yang tak ia kenal disini?
Lelaki itu memiliki rambut baby blue yang indah, seperti warna langit. Sepertinya anak itu seumuran dengannya. Ia mengenakan baju dan celana putih yang agak kebesaran. Bola mata yang memiliki warna sama dengan rambutnya itu menatapnya dengan lekat. Dua bola mata yang nampak kosong.
Eh. Tunggu. Bukankah dia—
"Hei, Kagami-kun. Berapa lama lagi aku harus menunggu?" suaranya yang kalem dan tenang memecah keheningan, "Aku sudah lapar nih"
"Aa...t-tunggu sebentar! Berikan aku waktu berpikir dulu!" Kagami kehabisan kata-kata. Ia memijat dahinya, membuat kedua alisnya berkerut. Setelah sekitar 2-3 menit lamanya, dirinya kembali angkat bicara, "Kau...Kau bukannya yang waktu itu ada di rumah sakit? Yang waktu itu menjengukku?"
Anak laki-laki itu memiringkan kepalanya, sebelum akhirnya mengangguk. Kagami terhenyak, "K-Kalau begitu kenapa kau menghilang tiba-tiba, hah? Kau tahu seberapa susahnya aku..."
Lelaki berambut crimson red itu tak jadi melanjutkan kata-katanya. Entah kenapa rasanya memalukan kalau bilang terus terang padanya bahwa kehadiran dirinya di rumah sakit saat itu mengganggu pikirannya dan ia sudah mencari-carinya kemanapun belakang ini. Anak laki-laki itu memiringkan kepalanya—lagi—sebelum akhirnya berbicara, "Aku tak bisa berlama-lama di 'dunia' ini—"
"—Soalnya aku kan hantu"
.
.
.
.
.
"Heh? Tunggu? Sepertinya aku salah dengar. Bisa tolong kau ulangi sekali lagi?"
Ia mengangguk, "Aku tak bisa berlama-lama di 'dunia' ini—"
"—Soalnya aku kan hantu"
"Soalnya aku kan hantu"
"Aku kan hantu"
"Kan hantu"
"Hantu"
.
Perhatian. Itu hanyalah gema berulang-ulang.
.
Hening sebentar.
.
"Ha...Haha" Kagami tertawa—atau lebih tepatnya memaksakan dirinya untuk tertawa, "Hahaha! Kau bercanda? Mana mungkin kau hantu! Kakimu saja menapak di tanah seperti itu! Tidak mungkin...tidak mungkin kau hantu! Hahaha"
Kagami masih saja tertawa, membuat anak lelaki itu memajukan bibirnya kesal. Ia berjalan cukup cepat dan akhirnya berhenti tiba-tiba di depan tubuh Kagami, "kalau begitu...bagaimana dengan ini?"
Anak lelaki bersurai biru itu memajukan tangannya, tepat ke arah perut Kagami. Kalau dalam keadaan 'normal', tentunya tak akan terjadi apa-apa. Tapi kali ini berbeda.
Tangannya...menembus badan Kagami!
"Bagaimana?" orangnya malah tenang-tenang saja. Malah ia memainkan tangannya, ke kanan dan ke kiri—masih menembus badan lelaki yang kini diam membatu, "Sekarang kau percaya kalau aku ini hantu?"
Seketika wajah Kagami memucat seperti kertas. Kedua sudut bibirnya menukik tajam ke bawah. Keringat dingin mengalir begitu deras. Awalnya dari tangannya, punggungnya, lalu wajahnya, hingga akhirnya seluruh tubuhnya. Sekali lagi, ia menatap anak laki-laki itu sebelum akhirnya—
.
"KYAAAAA!" Kagami berteriak seperti seorang gadis SMA.
.
BRUK
.
Dan jatuh pingsan.
.
.
.
Ramalan untuk kalian yang berbintang Leo.
Berhati-hatilah. Karena kalian berada di peringkat terbawah pada hari ini. Akan ada banyak kesialan yang menimpamu.
Tapi jangan putus asa! Disetiap masalah pasti ada solusi.
Item keberuntungan hari ini : benda berwarna biru langit.
Jangan lupa untuk membawanya ya!
.
.
~TO BE CONTINUE~
.
.
Chapter 1 selesai...
Kali ini saya ingin mencoba membuat cerita bersambung. Kuusahakan untuk update ceritanya dalam waktu dekat.
Cerita ini memang bersetting sekolahan, tapi bisa dibilang OOC. Soalnya beberapa karakter saya jadikan lebih dewasa daripada seharusnya, seperti Midorima yang menjadi seorang dokter dan Teppei yang menjadi seorang guru. Kuroko di cerita ini juga bukan sebagai manusia, tapi sebagai hantu. *Semoga saya tak dikeroyok para penggemar Kuroko*
Dicerita ini akan ada sedikit hint mengenai pairing KagamiKuroko dan KagamiHimuro. Tapi inti ceritanya masih tetap persahabatan.
So, mind to RnR?
Best Regards
Akabane Kazama
