'Cause I'm Not a Witch
NARUTO © Masashi Kishimoto
Dahulu sekali. Ketika semua orang masih berpikir bahwa penyihir hanyalah fiktif belaka. Hidup seorang pria berambut raven. Iris-nya onyx. Kulitnya pucat. Dan model rambutnya, semua orang mencacinya karena itu.
Dia Uchiha Sasuke. Orang terakhir dari klan Uchiha. Warga Konoha mengasingkannya jauh dari desa. Dia lebih beruntung. Jauh lebih beruntung ketibang keluarganya yang mati terbunuh. Terbunuh oleh pemikiran warga Konoha mengenai klan Uchiha sebagai klan penyihir. Karena Uchiha mencintai obat-obatan dan suka membuat obat bukan berarti mereka adalah penyihir, kan?
Bodoh.
Satu kata yang sering ia ucapkan setiap kali memikirkan betapa egoisnya warga Konoha itu. Hanya karena rasa takut mereka, mereka membiarkan fakta terbuang begitu saja tanpa adanya pemikiran logis.
Kini dia tinggal di sebuah rumah bertingkat dua. Ia menghabiskan waktunya sendirian di sana untuk melakukan banyak eksperimen. Di sudah berada di sana semenjak umur 10 tahun. Kesepian? Oh tidak. Dia sama sekali tidak merasakannya. Dahulu ketika keluarganya masih hidup, yang mereka banggakan hanyalah sang kakak –Uchiha Itachi. Kalau ditanya apakah ia kesepian, sepertinya tidak. Sendirian, melakukan eksperimen dengan damai, alat dan bahan semuanya lengkap. Dia malah senang.
Pada suatu malam ketika salju turun cukup lebat. Seorang gadis berambut indigo datang mengetuk pintu rumahnya. Sasuke hanya mengintip dari dalam. Diam tanpa suara. Dia tahu, gadis itu adalah penduduk Konoha –dilihat dari lambang yang dipakaiannya. Dia terlalu muak untuk bertemu orang-orang Konoha.
"Kumohon tuan penyihir, ibuku sakit. Aku butuh ramuanmu." Pinta gadis itu dari luar sana. Suaranya begitu lembut dan menyujukan, pikir sang Uchiha –walau ia terus mengelak.
Sasuke hanya diam dan pergi menjauh dari pintu. Ia lebih memilih untuk melakukan eksperimen lagi dibandingkan mendengarkan gadis itu memohon bantuannya.
Sudah lebih dari lima jam lamanya. Sasuke keluar dari lab-nya untuk mengambil cemilan di dapur. Saat ia berjalan ke dapur, matanya melihat keluar. Tidak jelas, namun ia yakin, gadis itu masih disana. Dan ia sangat yakin, gadis itu tak sadarkan diri.
'Tch, merepotkan.' pikirnya sambil bergegas menuju pintu depan.
Ia membuka pintu. Sesuai dugaannya, gadis itu pingsan. Dia menyeringai, hipotesanya benar. Ia langsung mengangkat tubuh gadis itu dan kembali masuk ke dalam. Di luar sedang badai, tapi bisa-bisanya gadis ini masih di sini dan menunggu.
'Nekat.'
Sasuke membawa gadis berambut indigo itu ke kamarnya. Ia menyalakan penghangat. Ia melepaskan mantel violet-nya. sasuke memperhatikan wajah gadis itu. Kulit gadis itu pucat, sangat pucat. Rambutnya juga panjang dan warnanya indah –dimata Sasuke. Bibirnya begitu ranum seperti tomat. Intinya, saat ini Sasuke sedang meneliti gadis dihadapannya seperti ia menemukan tanamanya langka atau hal sejenis lainnya.
Ya, tolong maklumi tingkah labil pemuda yang diasingkan jauh dari kata masyarakat ini. Seharusnya, orang yang seumuran dengannya sudah melakukan interaksi terhadap lawan jenis, baik menggombal bahkan menikah.
Setelah puas memperhatikan gadis itu, ia keluar dari kamarnya dan kembali melakukan aktivitasnya di lab.
Keesokan paginya. Gadis itu terbangun. Sasuke masih belum tahu-menahu tentang keadaan gadis yang ia bawa masuk ke rumahnya ini karena sibuk di lab-nya. Gadis itu menerawang ke sekelilingnya. Ia bingung. Ini bukan ruangan yang ia kenal. Bau, suasana, serta luas ruangan ini sangatlah berbeda dengan ruangan yang ada di rumahnya.
'A-aku d-dimana?' ia bertanya dalam hati.
Ia mencoba untuk tenang. Ia pejamkan matanya. Ia mengingat semuanya. Kemarin ia pergi ke tempat seorang penyihir untuk meminta bantuannya. Ia pergi dengan niat yang baik namun sang penyihir hanya mengabaikannya.
'I-ibu...' Wajahnya nampak murung.
Ia Hyuuga Hinata. Seseorang yang dianggap hasil didikan gagal oleh klan-nya sendiri. Penampilan yang sederhana, sulit bersosialisasi, dan lemah. Hanya ibunya yang menyayanginya. Tapi sekarang ibunya sedang sakit. Orang-orang di klan-nya mencari cara untuk menyembuhkan ibunya. Tapi tak ada yang berhasil.
Beberapa hari yang lalu ia mendengar desas-desus dari warga Konoha mengenai seorang penyihir yang terasingkan. Penyihir. Ia ingat dengan dongeng yang dulu biasa ibunya ceritakan padanya sebelum tidur. Seorang penyihir dapat membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Oleh karenanya, Hinata mencari informasi mengenai keberadaan penyihir itu sampai akhirnya ia menemukan rumahnya dan pergi diam-diam ke sana tanpa sepengetahuan siapa pun.
CTEK
Pemuda berambut raven itu memasuki ruangan. Iris putih bening sang Hyuuga menatapnya segan. Pemuda itu berjalan mendekat sampai akhirnya ia duduk di pinggir kasur. Gadis itu gugup. Takut? Sudah pasti. Tatapan mata pemuda itu begitu dingin. Dengan seseorang yang ceria saja, Hinata masih ketakutan.
Sasuke menatapnya lekat-lekat. Ia takjub melihat iris gadis di hadapannya itu. Ya, lagi-lagi dia memperhatikan Hinata seakan-akan Hinata adalah spesies langka.
"A-anu," Hinata yang mereasa tidak enak diperhatikan seperti itu mengalihkan pandangannya.
"Te-terima kasih tuan." Lanjutnya dengan terbata-bata.
"Hn," hanya itu yang dikatakan Sasuke.
Hening.
"Tu-tuan," Hinata masih mengalihkan pandangannya.
"Hn?"
"Bisakah tuan me-membuatkan ra-ramuan untuk i-ibuku yang s-sakit?" suaranya lembut bagaikan kapas. Wajahnya memerah –karena demam.
"Apa peduliku?" Sasuke berdiri dan beranjak pergi.
"T-tunggu tuan!" Hinata berdiri dan menarik tangan Sasuke.
Hinata terdiam. Ini jarak terdekat yang pernah ia alami dengan lawan jenisnya. Dan seketika ia pingsan.
Untungnya Sasuke menahan tubuh Hinata dan menidurkannya di tempat tidur. Tangan Sasuke menyentuh kening Hinata. Demam.
Sasuke pergi menuju lab-nya dan segera meracik obat. Setelah selesai ia kembali ke kamarnya dan menunggu di sana sampai gadis itu terbangun.
Gadis itu terbangun beberapa jam kemudian. Ketika terbangun ia kaget melihat sepasang onyx menatapnya dengan tajam –sebenarnya memang itu cara Sasuke menatap orang. Sasuke tanpa basa-basi menyerahkan segelas air putih dan obat.
"Kau demam." Hanya itu yang dikatakan Sasuke.
Hinata mengangguk dan meminum obat yang diberikan Sasuke. Tak terlihat adanya keraguan ketika Hinata meminumnya. Apakah Hinata memang selalu dengan mudahnya mempercayai orang lain?
"T-terima kasih." Hinata menyimpulkan senyuman.
Sasuke menatapnya datar. Sebenarnya dia sangat terpesona melihatnya. Ingat, ini bukanlah terpesona layaknya laki-laki normal ketika melihat gadis semanis Hinata. Kalian masih ingat dengan perkataanku mengenai Sasuke menganggap Hinata sebagai spesies langka, kan? Sampai sekarang ia masih melakukan hal yang serupa.
"Hn, beristirahatlah." Ucap Sasuke.
"T-tuan, mengenai o-obat u-untuk ibuku..." Hinata menunduk.
"Hn," hanya itu yang dikeluar dari mulut Sasuke sebelum ia keluar dari kamar itu.
Hinata bingung. Itu jelas-jelas jawaban yang ambigu.
"T-tuan." Hinata ingin memanggilnya, namun tidak terdengar oleh Sasuke yang sudah berada di luar ruangan. Apalagi volume suara Hinata terlalu kecil.
"Hh," Hinata menghela nafas.
Ia membaringkan badannya. Ia melihat keluar jendela. Salju masih turun. Sebelum ia memejamkan matanya untuk masuk ke alam yang berbeda ia berdoa. Berdoa semoga ibunya cepat sembuh dan tidak mengkhawatirkannya.
TBC
AN:
Yosh! Sudah lama saya mau main ke fandom NARUTO.
Ini ceritanya terinspirasi dari manga yang tadi baru di baca, Mahou Tsukai to Koi no Biyaku © Toyota Yuu. Cuma sekedar ngambil beberapa doang gak lebih. Ending jelas beda dong!
Typo? Nanti diperbaiki. Jadi gimana nih lanjut atau nggak? OOC gak nih? Kalau OOC bilang ya. Saya mencoba menjauhi OOC. Soal Sasuke melihat Hinata, emang rada OOC sih. Tapi kalau menurut saya itu wajar aja kalau Sasuke diasingkan selama 10 tahun.
Ah iya, ini author's point of view. Jadi kalau di narasi saya tulis "aku" atau "-ku" bukan berarti saya salah ketik atau apa.
Kritik dan saran sangat diterima!
Buat yang UAS ayo kita berjuang bersama-sama!
