Derap langkah kaki seorang gadis berusia tujuh belas tahun menggema disepanjang koridor Konoha High School. Berulang kali iris berwarna hijau miliknya membaca petunjuk arah yang ada di langit- langit koridor. Sesekali bibir tipisnya berdecak kecil merasakan betapa sepi koridor yang dilaluinya.

Sebenarnya wajar saja karena jam pelajaran pertama sudah dimulai sejak dua puluh menit yang lalu. Jadi, bisa dipastikan tidak akan ada siswa yang berani berkeliaran. Terlebih lagi Konoha High School sangat terkenal dengan kedisiplinannya.

XI-B

Gadis bernama Haruno Sakura itu tersenyum kecil menatap pintu yang berdiri kokoh dihadapannya. Akhirnya setelah lima belas menit lebih berkeliling, dia bisa menemukan kelas barunya.

Iya, kelas baru.

Ini hari pertama Sakura resmi menjadi siswi di Konoha High School karena sebelumnya dia bersekolah di Suna High School.

'Semoga berjalan lancar' Doa Sakura di dalam hati.

Dengan mantap Sakura mengetuk pintu dihadapannya beberapa kali meski jantungnya mulai berdegup tidak karuan. Biar bagaimanapun dia pasti akan menjadi orang asing disini.

"Silahkan masuk" terdengar seruan dari dalam.

Perlahan Sakura membuka pintu di depannya, sedikit demi sedikit sambil menundukkan sedikit kepalanya. Dia merasa sangat gugup sekarang. Setelah pintu terbuka lebar dia bisa melihat seorang wanita yang sepertinya guru sedang tersenyum lebar padanya.

"Kau yang dimaksud siswi baru oleh Kepala Sekolah ?"

"Iya Sensei" Sakura menganggukkan kepalanya perlahan membuat rambut berwarna pink sebahunya bergoyang kecil.

"Kalau begitu perkenalkan aku Kurenai, guru Bahasa Inggris sekaligus Wali Kelas XI-B. Wali kelasmu juga. Nah, sekarang kau bisa memperkenalkan dirimu"

Sakura mengangguk lagi kemudian berdiri menghadap penghuni kelas barunya yang berjumlah tiga puluh lima orang. Matanya tampak tidak fokus. Berputar gelisah karena ada tiga puluh lebih pasang mata yang sekarang menatapnya.

"Haruno Sakura, mohon bantuannya"

Sakura selalu berharap kepindahannya ke Konoha High School adalah pilihan yang tepat.

.

.

Sakura menatap kumpulan siswa dihadapannya dengan senyum tipis yang hampir menyerupai ranting patah. Matanya bergerak kesana kemari mencari objek yang sekiranya bisa mengatasi keresahan hatinya.

Ini jam istirahat dan Sakura merasa sangat lapar, tapi dia tidak tahu dimana letak cafetaria sekolah. Dia juga tidak sempat membawa bekal karena dia sendiri harus berangkat pagi- pagi sekali. Jarak Suna-Konoha membuatnya sedikit kerepotan.

Dengan terpaksa Sakura hanya terdiam ditempat duduknya karena dia terlalu malu untuk bertanya. Dia tidak mengenal satupun penghuni kelasnya.

"Hei itu Sasuke kan ?"

"Ah benar !"

"Dia semakin tampan saja"

Sakura sedikit merasa tertarik dengan obrolan dua siswi di depan kelas. Matanya dia alihkan untuk mengikuti arah pandang dua siswi tadi. Sakura bisa melihat ada seorang siswa dengan rambut model raven sedang mengambil foto yang entah apa dengan kamera ditangannya.

Sakura berdecak kecil. Pemuda bernama Sasuke itu memang tampan, tapi rasanya ia sudah terlalu sering mengenal pemuda yang lebih tampan dari Sasuke.

Sakura menghela napasnya bosan, ternyata waktu istirahat yang hanya empat puluh menit jadi terasa menyebalkan kalau dilewatkan seorang diri. Dengan malas, ia merogoh saku seragamnya kemudian memainkan game diponselnya.

.

.

"Kau baru pulang Sakura ?"

Sakura hanya tersenyum kecil membalas pertanyaan ibunya yang kini bermaksud menghampirinya dengan sedikit kesusahan mengayuh kursi roda yang ditumpanginya.

Sakura dengan gesit membantu ibunya. Membawa wanita itu menuju ruang tengah. Dia bisa melihat Aya, adiknya yang berusia tujuh tahun sedang menggambar di meja belajar lipat miliknya.

Aya yang mendengar langkah kaki mendekatinya segera mendongakkan kepalanya. Mata bulatnya bersinar cerah melihat kedatangan Sakura.

"Nee-chan kenapa lama sekali pulangnya ?"

Gadis kecil itu bangkit dari tempat duduknya kemudian duduk disamping Sakura.

"Nee-chan, Aya lapar"

Oh Sakura lupa, dia segera membuka bungkusan yang sedari tadi dibawanya. Kemudian memberikannya pada ibu dan adiknya. Tadi sepulang sekolah dia memang menyempatkan diri membeli tiga bungkus takoyaki di kedai yang berada di dekat stasiun Konoha.

"Makan yang banyak ya, kemudian kerjakan lagi tugas sekolahmu" Sakura mengusap kecil rambut panjang adiknya yang kini dikuncir kuda. Sang adik menganggukkan kepalanya tanda patuh.

Dengan langkah kecil Sakura berjalan menuju kamarnya, tidak ikut makan bersama ibu adiknya. Jatah takoyaki dia memang sudah dimakan saat dikereta tadi. Salahkan saja jarak Konoha-Suna yang bisa dibilang lumayan jauh, membuatnya tidak bisa lagi menahan lapar.

Gadis bertubuh semampai itu membuang tasnya asal kemudian merebahkan diri dikasurnya. Matanya terpejam sejenak. Berusaha menghilangkan penat yang kembali menguasai hatinya.

Ibunya tidak tahu kalau Sakura pindah sekolah lagi. Padahal baru enam bulan yang lalu Sakura pindah sekolah ke Suna High School karena sebelumnya dia bersekolah di Ame High School. Dia tidak pernah mengatakannya kepada ibunya, takut sang ibu menanyainya macam-macam. Lagipula pindah-pindah sekolah seperti ini bukan keinginannya. Keadaan yang memaksanya begini.

Gadis dengan surai sewarna permen kapas itu menghela napas lelah. Sampai kapan dia harus seperti ini ? Menjalani hidup yang sama sekali jauh dari harapannya.

Semenjak kepergian ayahnya dua tahun yang lalu, hidupnya semakin terasa memilukan. Dia tidak sedih ayahnya sudah pergi dari dunia ini. Dia hanya merasa beban hidupnya semakin berat saja. Bukan karena ia harus menghidupi ibu dan adiknya. Sakura tentu saja sangat mencintai keduanya. Gadis itu hanya muak karena harus melunasi hutang- hutang ayahnya yang entah kenapa tidak ada habisnya.

Dia lelah. Rasanya ingin mengadu kemudian menangis, tapi dengan siapa ? Sakura tidak sampai hati mengadu pada ibunya. Wanita itu akan sangat terluka dan juga kecewa nantinya.

Drrt drrtt

Sakura membuka matanya. Menampilkan iris hijau yang nampak sedikit redup menandakan ia mulai mengantuk. Diambilnya ponsel yang tadi bergetar di dalam saku blazer sekolahnya.

Ada pesan dari Gaara.

-Nanti malam jam delapan di tempat biasa. Aku harap kau sedang kosong

Sakura mendesah pelan. Mengingat sekarang hari apa.

Jumat. Artinya sekolah libur.

Pantas saja Gaara berani mengajaknya.

.

.

Sakura melangkahkan kakinya dengan anggun. Memasuki klub malam yang sudah menjadi rumah kedua baginya. Gadis yang malam ini mengenakan hotpants berwarna coklat itu mengedarkan pandangannya. Mencari pemuda dengan surai merah yang tadi sore mengiriminya pesan.

Bibir Sakura sedikit tertarik keatas ketika melihat siluet Gaara sedang duduk di meja bar dan mengobrol bersama Ino, bartender di klub malam ini.

Dengan langkah sedikit cepat, Sakura menghampiri keduanya.

"Kau lama sekali Jidat !"

Sakura sedikit terkekeh karena Ino langsung memarahinya. Padahal Sakura belum sempat menyapa mereka. Iris hijaunya sempat berpapasan dengan sepasang jade milik Gaara. Mereka sama-sama tersenyum kemudian Sakura mendudukkan dirinya. Tentu saja disamping Gaara.

"Biasa Pig" Sakura berkata pada Ino yang saat itu sedang mengelap gelas ditangannya. Gadis dengan ponytail itu dengan sigap langsung membuatkan minuman yang biasa Sakura pesan.

"Kali ini kemana ?" Sakura sedikit mengerling kearah Gaara setelah Ino berlalu dari hadapannya. Pemuda yang ditanyai hanya tersenyum kecil kemudian menggenggam tangan kiri Sakura. Menyelipkan jemari mereka kemudian mengecup punggung tangan gadis dihadapannya.

"Ke tempat biasa ?" Tanya Gaara lembut membuat Sakura mengangguk kecil. Tidak mungkin Sakura menolak Gaara. Pemuda itu merupakan salah satu pelanggan terbaiknya.

Beberapa menit kemudian, setelah membiarkan Sakura mengobrol sedikit dengan Ino, Gaara menggandeng tangan Sakura untuk meninggalkan klub malam itu. Senyum terus mengembang diwajah Sakura kala Gaara terus mengajaknya berbicara. Tanpa seorangpun tahu kalau Sakura terus meringis dalam hati. Ah, mungkin pengecualian untuk Ino. Gadis Yamanaka itu tentu sangat mengenal Sakura. Dia tahu alasan yang menjadikan Sakura harus melakoni pekerjaan seperti ini. Menjadi wanita panggilan.

~oOo~

Ini sudah menginjak hari kelima Sakura menjadi siswi di Konoha High School. Semuanya berjalan biasa saja, terasa hambar karena Sakura tidak memiliki teman meski hanya seorang. Sebenarnya ada beberapa siswa ataupun siswi yang mendekatinya, sekedar mengajaknya berbicara. Namun Sakura terlalu enggan menanggapi mereka. Dia hanya berbicara seadanya, terkesan sangat dingin. Membuat siswa ataupun siswi lainnya ragu untuk mencoba berteman dengannya.

Sakura tidak terlalu peduli. Rasanya memang lebih baik dia tidak memiliki teman daripada nantinya dia harus merasakan sakit hati lagi karena dihina dan direndahkan. Seperti yang dirasakannya dulu ketika bersekolah di Ame dan Suna. Semua teman-temannya menjauhinya bahkan ada yang terang-terangan menghinanya ketika mereka mengetahui pekerjaan Sakura.

Sakura menggeram dalam hati ketika mengingat perlakuan teman-temannya dulu. Memangnya mereka siapa sampai tega menyakitinya sedemikian rupa ? Mereka pikir menjalani kehidupan seperti ini adalah keinginan Sakura ? Jelas tidak !

.

.

Sakura memacu larinya lebih kencang ketika jam ditangannya sudah mulai menunjukkan pukul lima. Itu artinya dia sudah sangat terlambat untuk pulang kerumah. Bayangan ibu dan adiknya yang menahan lapar terus menghantui pikirannya. Ini salahnya karena tadi pagi bangun kesiangan dan tidak sempat memasak.

Sebenarnya tadi Sakura sudah menghubungi Ino untuk membawakan makanan kerumahnya, tapi sayangnya sahabatnya itu sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda. Sakura rasanya ingin menangis saat bayangan adiknya yang menangis karena lapar kembali berputar dikepalanya. Ingin rasanya ia menghajar Anko-sensei yang seenak kepalanya menambah jam pelajaran tanpa meminta persetujuan muridnya.

Sakura jadi sedikit menyesal sekolah di Konoha.

Gadis itu semakin mempercepat larinya untuk menuju stasiun Konoha yang sudah tampak diujung matanya. Sekitar lima menit lagi kereta datang. Dia harus segera sampai sebelum kereta meninggalkannya.

Bruk !

"Ah !" Sakura meringis saat bokongnya menghantam tanah dengan cukup keras. Dia terlalu terburu- buru sampai tidak bisa melihat ada orang yang berjalan tidak jauh didepannya. Gadis itu langsung berdiri kemudian membungkuk beberapa kali sambil mengucapkan kata maaf pada pemuda yang baru saja ditabraknya. Setelah itu dia langsung berlari lagi tanpa mempedulikan pemuda yang ditabraknya tadi terus menatap punggung kecilnya. Ternyata mereka satu sekolah karena mengenakan seragam yang sama. Pemuda itu sedikit tersenyum kecil melihat rambut merah muda itu terus bergoyang dan semakin jauh dari pandangannya.

Pemuda itu mengalihkan pandangannya kebawah kemudian sedikit meringis menatap kamera miliknya yang sekarang tergeletak dilantai aspal. Sudah bisa dipastikan keadaannya tidak baik- baik saja.

TBC

Delete or lanjut ? ^^