Hari Selasa di suatu tempat, terdengar sebuah ledakan yang amat sangat besar.

Asap dari ledakan itu mengepul besar di udara, banyak yang terlempar karena dahsyatnya ledakan, kobaran api menyala-nyala.

Siapapun yang ada di sekitar sana ingin segera menelepon nomor darurat atau sekedar berkerumun ke tempat kejadian untuk melihat.

Beberapa saat kemudian mereka datang, rombongan pemadam kebakaran dan paramedis, minus polisi.

Sekitar 10 menit kemudia, sebuah mobil ambulans yang merah dan putih datang, sesaat setelah pemadam kebakaran datang terlebih dahulu.

Selain yang lain sibuk dengan keahliannya (pekerjaan) masing masing, Levi masih terdiam di kemudinya. Dia tidak membantu atau melakukan apapun selain menunggu.

Dia bukan supir ambulans yang asli, sesungguhnya dia bekerja di rumah sakit tapi sebagai penjaga apotek. Namun tiba-tiba saja supir yang asli ditemukan menghilang pada saatnya bertugas. Hingga ia sedang keluar sebentar dari tempatnya, tiba-tiba sekerumunan orang memanggilnya.

Tidak apa.

Lama juga menunggu sambil api itu masih berkobar. Apa ada korban yang selamat? Dia tidak tahu. Di balik kaca itu kedua matanya hanya menatap pemandangan yang menakjubkan. Sekitarnya diramaikan oleh orang-orang yang menyaksikan, tim medis berlari mengejar korbannya masing masing sementara api masih berkecamuk.

Bukan hanya sebuah ambulans yang datang tetapi dua, hanya dua.

Kenapa? Apa itu sangat sedikit? Entahlah sungguh ia tidak tahu, hal yang seperti ini bukan bagiannya.

Mata hitamnya melihat lewat jendela, lewat juga seorang korban diangkut. Walau hanya sekilas, tetapi entah penampakannya masih sehat dan hidup, kelihatannya hanya lusuh. Benar saja korban itu lalu masuk ke dalam mobilnya, tak sadarkan diri, dan berambut cokelat.

Tak lama, kembalilah mereka ke rumah sakit.

Apa yang terjadi di belakang, Levi tidak mengetahuinya karena ada pembatas.

Begitu drop off, lagi-lagi Levi hanya bisa melihat dari kaca mobil. Korban itu didorong keluar pada ranjang kini dengan keadaan wajah ditutup kain.

Apa itu artinya dia telah mati?

Aneh tapi, seklebat dia melihat kaki si korban itu yang telanjang, sedikit mengglepar masih bergerak. Yang lebih aneh lagi, dari kejadian ledakan yang cukup besar begitu Levi melihat ternyata hanya ada sebersit luka di kaki si korban. Itukah luka dari sebuah ledakan? Memang kelihatannya luka bakar, namun sedikit. Dengan cepatnya korban itu berlalu dan hilang dari pandangan.

Levi mendapat sambutan hangat dan terimakasih dari kru penyelamat rumah sakit, atas bantuannya. Sungguh, tidak masalah.

Pikirnya aksi sukarela ini bukan apa-apa, kejadian ini bukan apa-apa baginya. Ini bukan suatu masalah.. yang akan mengganggu kelangsungan hidupnya.

Ketika hari mulai sore, tanpa sengaja Levi melewati IGD untuk pulang. Sebentar dia menghentikan langkah dalam pandangan yang cukup dekat, sekujur tubuh korban itu kini ditutupi kain putih. Hanya saja yang membuat perhatiannya tertarik adalah sebilah kaki si mayat yang terlihat ditutupi kain tak sempurna, ada luka yang mengenang mengingatkannya bahwa kemungkinan besar itu adalah korban yang tadi siang diangkutnya dalam peristiwa ledakan.

Beberapa saat melihatnya dalam keheningan, tiba-tiba Levi dikejutkan dengan pergerakan asing. Jasad itu dergetar dalam termor yang mengerikan, apa yang sebenarnya terjadi? Kedua kakinya masih diam ditempat sambil mengira-ngira. Hingga saja lengan si mayat pun jatuh dan tampak.

Levi memperhatikan bahwa tangan asing itu masih kelihatan segar dan merah, masih bergerak pula. Getaran berhenti, lalu adegannya mulai mengerikan ketika tangannya hendak membuka kain yang menutupi wajahnya.

Perlahan-lahan dengan langkah yang hampir tak terdengar sama sekali, Levi mendekatkan jarak pada mayat misterius di depannya.

"Siapa kau?!" Tanya zombi itu hampir berteriak sambil menghentikan tangannya. Bukankah suaranya terdengar begitu bertenaga?

Levi membeku seketika di tempatnya, mayat asing itu dapat merasakan keberadaanya?

Daripada menjawab, Levi segera pergi dan berniat untuk memanggilkan suster.

Hari yang agak aneh ini pun berlalu begitu saja.

Dirinya pulang ke sebuah komplek apartemen yang bobrok, yang tebilang dekat dari rumah sakit. Komplek itu sedikit ramai seperti biasanya, ada beberapa anak kecil bermain dan orang dewasa yang menyapa Levi begitu dia lewat.

Saat dia berhenti di depan pintu apartemen dan hendak membukanya, dia terkejut. Tangan kembali menggerak-gerakan daun pintu, tanpa hasil pintu itu memang dikunci... Kenapa?

Levi memiliki kunci serep sendiri, dia gunakan itu. Mengira-ngira kenapa pintu dikunci, berarti tidak ada orang di dalam bukan? Ia masuk.

Pemandangan yang aneh, rumah kosong sekali dan tidak ada yang menyambut kehadirannya. Hanya sebuah kelengangan dan barang-barang rapi yang bisa ia lihat, tak terdengar apapun dan siapapun. Warna langit yang oranya menembus wajahnya.

Sungguh tak biasa dan tak ada kabar pula, membuat kecemasannya mencuat.

Levi tinggal dengan adik perempuannya, Mikasa, sebenarnya mereka keluarga jauh. Hanya saja menginjak gadis, sebuah musibah menimpanya dan ia hamil di luar nikah, keluarga pun mulai mengucilkannya. Sejak itu Mikasa depresi dan putus sekolah, Levi banyak menghabiskan waktu dengannya di masa-masa sulit itu. Akhrinya Mikasa tinggal dibawa oleh Levi.

Biasanya akan ada yang menjaga rumah selama Levi bekerja di luar dan akan menyambut Levi ketika pulang.

Karena tidak ada di manapun di dalam rumah, Levi berhenti sendiri, tidak mungkin gadis 17 tahun itu bersembunyi di tempat sekecil ini. Kecurigaan pun muncul, dan bertambah parah hingga malam. Dihubungi juga, Mikasa tidak menjawab. Sebenarnya ini sangat-sangat mengganggunya, ingin ia keluar dan mencarinya seorang, tapi ke mana? Ada di mana dia?

Tapi kecemasan itu terbayar, pada hari setelahnya.

Levi berangkat ke rumah sakit seperti biasa, lalu sempat berfikir kalau mungkin Mikasa hilang dan belum kembali juga maka akan melaporkannya ke polisi.

Berita kebakaran kilang minyak itu menjadi populer dan menjadi perbincangan, di mana pun berita pasti menayangkannya. Levi masih diam di tempat sambil mengurusi kecemasannya, di mana Mikasa? Tapi saat dia sedang duduk di tempat kerjanya saat istirahat, ada yang memanggilnya.

"Ceritanya panjang, tapi aku tahu kau harus menerimanya."

"Hei, aku tahu kau kuat, jangan murung!"

Levi mendengar dua orang di sebelahnya ini yang berkata aneh kepadanya, mereka lebih tinggi darinya, satu berambut pirang dan satu lagi hitam, keduanya laki-laki tapi menatapnya dengan iba. Sambil mengantarnya menuju ke orang yang memanggilnya, mereka berjalan memberikan tatapannya masing-masing.

Kenapa kata-katanya itu... seperti ada hal buruk yang menimpanya.

Levi berhenti di sebuah ruangan yang ramai begitu seorang perempuan berkacamata yang dingin menghampirinya, "apa Anda anggota keluarga dari perempuan ini?" Sambil menyodorkan sebuah foto ukuran 3x4 yang kecil.

Tentu saja dia kenal, itu Mikasa. "Ada apa?"

Wanita ini tak merubah wajahnya selama berucap, "maaf mengatakan ini..."

"Perempuan ini termasuk pekerja yang ada di pabrik itu saat kejadian," katanya.

Levi menatap foto itu lagi, kalau bisa berkali-kali hingga direnggutnya. "Tapi perempuan ini tidak bekerja di sana!"

"Tidak," si wanita terlihat makin dingin. "Perempuan ini adalah pekerja paruh waktu di sana sejak awal tahun," , "Namanya Mikasa Ackerman, bukan? Kalau Anda masih belum bisa percaya, saya akan–"

"Tidak perlu..." , "Ini sudah cukup."

"Sekali lagi maaf, kami tidak dapat menemukan jasadnya. Kami yakin tidak ada yang selamat, begitu juga dengan keluarga yang lain."

Levi masih terdiam dengan kenyataan yang baru saja memukulnya keras.

Wanita itu mulai pergi menjauh dalam keramaian yang terdengar hening di kepala laki-laki berambut hitam yang baru saja ditinggalnya.

Dalam sepersekian detik, di antara semuanya yang ia pikirkan, tiba-tiba ada yang muncul di kepalanya. Itu amat sangat penting, Levi lagsung mengangkat kepalanya dan mengejar perempuan tadi, yang masih ia lihat sosoknya di sana.

"Mungkin Anda salah."

Orang-orang yang tadinya sedang berbicara dengan perempuan itu langsung terdiam dan memberikan pandangan kepada Levi.

"Apa yang salah?"Merasa adalah dirinya, perempuan itu menoleh.

"Masih ada korban yang selamat, aku mengingatnya," , "korban itu masuk ke dalam mobil yang kubawa," jelasnya, sambil mengharapkan kebenaran lain yang akan keluar.

"Tapi aku juga mengingatnya kalau dia tidak dapat bertahan dalam perjalanan."

Bagaikan sedang dibungkam oleh pemahaman oran-orang yang tak sejalan dengannya.

Perempuan itu yang kelihatan sibuk tak ingin berlama-lama lagi ingin menyingkirkan Levi, "maaf, saya sedang ada urusan," tutupnya.

Seseorang harus mengetahui ini.

Kira-kira seorang saksi lain yang mengetahui kalau ada seseorang yang masih selamat adalah suster yang dipanggilnya saat itu.

Lekas ia ingin mencari keberadaan si suster. Kalau memang benar korban itu masih selamat saat suster datang, seharusnya dia melaporkannya. Kalau memang benar korban itu masih selamat...

Dalam langkahnya yang tergesa-gesa, dalam lorong rumah sakit, dirinya mengira ke mana kiranya... di saat seperti ini perawat itu ada, namanya pun tak ia ketahui. Matanya tak bisa berhenti melihat ke kiri dan kanan. Bukan, bukan mereka semua orang yang dilewatinya bukanlah yang dicari.

Lalu suatu ketika, langkahnya berhenti di tengah perempatan koridor yang sepi. Rasanya barusan seperti ada yang lewat dibelakangnya, berlari kecil terasa asing. Pandangan itu pun berubah mulai curiga.

Tak salah lagi. Seorang itu, perempuan yang dicarinya berlari kecil menghindar membelakanginya di lorong. Dengan yakin, langsung dia bawa kaki-kaki itu mengejar. Ia ingat bagaimana sosoknya, walau dari belakang.

Wanita ular itu menemukan celah untuk bersembunyi, Levi tahu tapi melewatinya begitu saja.

Ketika perempuan itu lengah dan berfikir berhasil, dia muncul tiba-tiba mengagetkannya.

Tidak ada tempat untuk kembali.

Sudah tidak bisa kabur lagi.

Mungkin Levi memang selalu terlihat mengerikan, membuat gelagat wanita dengan seragam putih itu nampak makin mencurigakan.

Tatapan itu terlihat sangat mengerikan di benaknya, walau ia mencoba untuk tetap tenang. Dia mencoba mengalih pandang untuk mengusirnya. Tapi tidak, tidak salah lagi.

Mereka berdua nampak sudah saling tahu maksud dan tujuan masing-masing.

Dalam keheningan itu dia mengumpulkan segenap rasa berani, "ada yang bisa kubantu, Sir...?"

"Ke mana korban yang masih hidup itu?"

Wanita itu mengulasa senyum, beberapa detik dibutuhkan sebelum menjawab. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan...?"

"Yang kupanggilkan kau untuk menolongnya."

Mungkin suster itu terbiasa tidak berbuat bohong maka terlihatlah, "banyak.. banyak yang kutangani hari itu, Sir. Aku tidak dapat mengingatnya."

"Seorang korban dari kebakaran pabrik," Levi memperjelas ucapannya, "kau tidak mungkin tidak tahu tentang kejadian ini."

Suster itu nampak mikir-mikir sejenak. "Eh, tapi... Um..."

"Ada keperluan apa Tuan menanyakannya..?"

"Kau tahu ini penting untuk kelanjutan kasus pabrik itu? Kalau dia masih hidup, maka akan kucari sebagai saksi!" Suster itu pasti menelan ludah.

"A, apa Anda seroang polisi? Atau penyidik? Atau detektif?"

Entah sampai kapan suster itu akan melalang buana membawa pembicaraan ini ke mana, Levi tidak ingin membuang waktunya lama-lama.

"Bukan," , "tapi semua orang harus tahu kalau ada korban yang selamat."

Nampaknya telah habis kata-kata suster itu. Bukankah kata-katanya jadi terdengar aneh?

"Jika kau benar-benar menyembunyikan sesuatu, maka aku tidak akan segan," tambahnya.

Wanita itu lalu memejamkan mata sebentar dan membenarkan sehelai rambut cokelatnya yang keluar, "baiklah-baiklah, tolong jangan membuatku takut..."

Jarak di antara mereka pun memudar, Levi memberikan sedikit ruang.

"Dia tidak menunjukan tanda-tanda seperti yang kau katakan kepadaku saat aku datang, tapi aku memeriksanya kembali. Dan benar saja... ia sudah tidak bernafas," ia membuat gelagat supaya terlihat benar.

"Kalau hanya itu yang kau katakan, buat apa semua basa-basi ini?" , "Kau berbohong," wanita itu terdiam.

"Jangan menjebakku seolah-olah kau yang benar," ucap Levi. "Katakanlah dengan jujur sebelum kau menyesal."

Wanita itu mungkin sadar juga sedikit, ia, berhadapan dengan seorang lelaki yang sedang mengancamnya. Laki-laki itu tidak dikenal, hanya sebuah seragam rumah sakit yang ia tahu. Tak ada waktu untuk menanyakan itu, tapi mungkin saja laki-laki dengan keinginan kuat ini akan melakukan segala hal demi hal yang dicarinya.

"Baiklah... tapi tolong menjauh dariku sedikit," semoga ini permintaan darinya yang terakhir.

Levi bersiap untuk mendengarkan, apa ini bualan lagi atau kebenaran?

"Saat aku datang dan hendak menolongnya..." Perempuan itu masih mengerutkan dahinya kepada Levi, "dia mengatakan padaku kalau dia ingin pulang, aku cemas dan tidak mengizinkannya, tapi dia memaksaku. Lalu dia... memintaku untuk mengantarnya dengan taksi."

"Kau tahu ke mana dia?"

"Mungkin... tapi aku tidak begitu jelas mengingatnya," wajahnya agak ragu, "aku ikut mengantarnya untuk membayar taksi."

"Katakan dengan jelas," masih belum puas ia, Levi menajamkan atmosfer yang sempat renggang ini.

"Baik, aku akan mengeja alamatnya untukmu... Tapi hanya seingatku, ya."

Levi lekas mengeluarkan hanpdhonenya, karena sudah tidak ada waktu untuk pensi dan kertas. Perawat yang susah bernego itu pun akhirnya menyebutkan sebuah alamat, yang entah asli atau karangannya saja.

"Jangan berfikir untuk membohongiku," suster itu diam saja menahan kata-katanya dalam hati, iya dia tahu, akan melacaknya begitu kan? Apalagi yang akan dilakukannya setelah mencari alamat? Ia bisa menjadi jahat dan baik dengan memberitahu orang itu kalau ada seorang maniak di sini.

"Jangan berfikir untuk memberitahu orang itu untuk pergi selama aku ke tempatnya," kata laki-laki itu masih melihat layar terpa memastikan tak ada yang keliru.

'Terserah saja.'

"Apa benar ini alamatnya?"

"Iya," ia menelan ludah, "kira-kira begitu."


Tebeceee.


setelah siluman howa tidur selama 1000 tahun di dalam kastil terlarang, dia bangkit kembali untuk menyebarluaskan kepercayaan alaynya dengan meracuni anda lewat ffnya.

"the author would like to thank you for your continued support"

ini multichap, tenangg gak bakalan lama-lama update kok, howanya lagi nganggur

kalo dia lagi ga kumat alzheimer, atau udah minum obat anti males, pasti dia lanjutin


Keeping Lines Blurry

Chapter 1
Love in Tuesday

By
Keadaan Howa Mempersulit

Disclaimer
Hajime Isayama

Rate
T aja dulu

Pairing
RiRen (NANTI)

Genre
Crime, Tragedy, & Romance (NANTI)

Maaf apabila ada kesalahan pada penulisan gelar/nama saudara/i

author kalau kuota lagi ada, maka dia akan menanggapi tanggapan kalian #yodawg# dengan antusias

untuk mendukung author, anda bisa menyumbangkan kuota seikhlasnya dan waktu sedikit untuk menekan tombol "review" di bawah. flame pun boleh.