"Your Min(e)d"

Disclaimer : Do Kyungsoo dan tokoh-tokoh lainnya adalah milik mereka sendiri. Tuhan dan SMentertaiment.

Proudly Present by Cakue-chan

.

"Saya tidak mendapatkan keuntungan komersil macam apapun atas pembuatan fanfiksi ini."

.

.

Chapter 0 : Prologue

.

"Without a past you can't have a future."

—Michael Ende—

.

.

.

'Kau bukan bagian dari kami.'

'Hai, manis. Kenapa kita tidak pergi ke hotel saja?'

Hentikan.

Oh Sehun tersentak pelan. Satu tangannya terangkat bebas, mematung dengan cepat begitu ujung jemarinya menyentuh tangan seorang gadis yang saat ini berdiri di sampingnya. Berpijak di antara lorong loker sepatu.

Gadis itu mengerjapkan mata bingung. "Mian, apa ada sesuatu di wajahku?"

"Eh?"

Sehun menoleh perlahan, membiarkan matanya bersirobok langsung dengan sepasang mata jernih yang menurutnya sendu. Sehun tidak mengenal gadis itu, tentu saja. Ini pertama kalinya ia menginjakan kaki di SM High School sebagai seorang siswa kelas dua. Untuk itu, tidak aneh ketika melihat si gadis yang kini menatapnya heran tampak asing di mata Sehun.

"Halo, kau masih hidup?"

Sehun mengerjapkan mata beberapa kali. Sepertinya ia masih tercengang akan kilasan dalam benaknya mengenai memori yeoja asing di sampingnya.

"Hei!" merasa tidak dihiraukan, gadis itu berteriak—keki. "Kau kenapa? Sakit? Kenapa tidak pergi ke ruang kesehatan—"

"Jangan lakukan lagi."

"Mwo?"

"Pergi bersama seorang laki-laki yang belum dikenal dan melakukan seks demi uang—"

Bola mata jernih itu membelalak.

Sehun mengutuk dalam hati, kilasan sang gadis dalam benaknya terlalu menghantui. Setiap putaran bagai roll film masalah orang yang terlihat karena tak sengaja disentuhnya itu benar-benar mengganggu. Sehun melihatnya terlalu jelas. Terekam penuh dalam pikirannya.

"—apa kau sama sekali tidak malu? Apa kau tidak merasa hal itu akan mencoret nama baik se—"

Plak!

Namja albino itu meringis, merasakan perih yang menjalar di sekitar pipi kirinya, terasa panas. Sehun bisa memastikan bahwa pipinya terlihat jauh lebih merah dan mungkin terdapat bekas telapak tangan di sana. Salahkan saja mulutnya yang tidak bisa diam karena ia terlalu larut dalam pribadi orang lain. Terlebih lagi, Sehun baru di sekolah ini, baru tercatat sebagai siswa, dan baru bertemu dengan gadis yang memiliki masa lalu tidak menyenangkan seperti itu.

"Jangan ikut campur dengan urusanku, dasar albino mesum!"

Sehun tertegun. Menatap kosong punggung kecil si pelaku penampar yang berlari menjauh, yang sedetik sebelumnya sempat memberikan lirikan mata tajam tepat ke arahnya. Namun luka yang berpendar dalam sorot mata jernihnya tetap melintas, Sehun melihatnya.

"Tch!" decak pemuda itu sebal, ia membenarkan tas di bahunya setelah itu berjalan pelan ke dalam koridor sekolah. "Merepotkan."

Sudah ditampar, diberi bonus dengan sebutan albino mesum pula. Ia kan hanya mengatakan kebenaran. Dengan memberi sedikit saran untuk keselamatan gadis itu. Seharusnya gadis itu berterima kasih padanya. Miris, memang.

Sungguh, menjadi seorang past reader sepertinya benar-benar merepotkan.

.

.


.

.

"Have a nice day, baby?"

Do Kyungsoo mendongak. Satu alisnya terangkat bingung begitu Park Chanyeol datang dan duduk tepat di sebelahnya, melingkarkan sebelah lengan di sekeliling bahu Kyungsoo dengan seenaknya hingga tubuh kecil itu tertarik sedikit. Ia menggerutu dalam hati, nafsu makannya mendadak hilang ketika namja tiang bermarga Park itu sudah mengganggunya. Waktu istirahat di kafetaria sekolah adalah waktu yang menyebalkan bagi Kyungsoo.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini, Chanyeol?" tanya Kyungsoo jengah, berusaha menepis lengan Chanyeol meski yang bersangkutan enggan melepaskan. "Kelas tiga tidak seharusnya berada di sini."

"Ya!" Chanyeol berseru tidak suka, "apa-apaan itu Do Kyungsoo? Tidak memanggilku hyung dan sekarang mengusirku begitu saja?"

Kyungsoo mendesah pasrah. "Chanyeol tetaplah Chanyeol. Tidak peduli dia lebih tua atau muda dari—Ah! Appo! Jangan memukulku seperti itu!"

Si pelaku tergelak puas. Mengambil telur gulung yang tersimpan manis di makanan Kyungsoo dengan sengaja lalu melahapnya langsung. Mengabaikan protes kedua dari seorang pemuda yang baru saja dikerjainya habis-habisan. Benar kan, Kyungsoo benar-benar dibuat keki dengan pemuda tiang itu. Ia tidak paham mengapa orang itu bisa menjadi teman semasa kecilnya hingga masa SMA sekarang ini.

"Kau lucu kalau merenggut seperti itu," goda Chanyeol sekali lagi, tapi mengaduh sakit begitu Kyungsoo menarik telinganya keras. "Aiish! Baiklah-baiklah—ah omong-omong," pemuda tinggi itu menoleh ke belakang, melirik sejenak meja sepi yang terpisah dua meja dari meja Kyungsoo. "Kau tahu namja yang duduk di sana?"

Kyungsoo menolehkan kepala malas, ia tahu kebiasan Chanyeol jika tidak mengikuti intruksi gentingnya hanya akan membuatnya banyak bicara tidak penting. Ya Tuhan, Kyungsoo masih tak mengerti kenapa ia bisa bertahan menjadi temannya.

"Oh Sehun."

Tadi pagi tepat di kelasnya, Kyungsoo kedatangan seorang murid baru. Lee sonsaengnim bilang kalau murid itu pindahan dari London, Inggris. Ya, Kyungsoo bisa menebaknya langsung dari cara bagaimana namja tinggi—tch, terkadang ia sebal dengan orang-orang tinggi seperti itu sedangkan dirinya tidak. Ini benar-benar diskriminasi—itu mengecat rambutnya dengan warna pirang. Dan bagaimana pelafalan kalimat Bahasa Inggrisnya ketika pelajaran Inggris tadi begitu sempurna.

Hanya saja, ada satu hal yang membuat Kyungsoo janggal akan tuan muda Oh itu.

"Kenapa kau menanyakannya?" selidik Kyungsoo curiga, yang dibalas dengan cengiran bodoh seorang Park Chanyeol.

"Aku sempat mengurusi surat kepindahannya tadi," jelas Chanyeol ringan, kembali mengambil telur dadar gulung milik Kyungsoo (untungnya kali ini ia tidak mendapat serangan lagi). "Dan lupa menanyakan nama, hehe."

Itu wajar, sebenarnya. Sebagai seorang wakil ketua OSIS, Chanyeol pasti banyak menemukan siswa baru atau lama yang terkadang ditanganinya. Itu pun jika sonsaengnim dan ketua yang meminta. Tidak aneh jika Chanyeol sering kali lupa akan nama siswa-siswa yang ditemuinya ketika pertama kali.

"Lalu?"

"Dia sedikit… aneh?"

Bola mata Kyungsoo berotasi malas. Ia bangkit berdiri, mengambil nampan makanannya yang mulai kosong. "Jangan berkata sembarangan tentang orang lain, Chanyeol."

"Ap—hei! Aku tidak berkata sembarangan."

"Ya, ya, terserah kau—"

Kalimat itu tak pernah selesai, setidaknya untuk saat ini. Pijakan Kyungsoo mendadak tak seimbang begitu gaya gravitasi menariknya tiba-tiba karena senggolan kecil di samping kanannya. Nyaris, tubuhnya nyaris limbung dan membentur dinginnya lantai seandainya Chanyeol tak menarik lengan kanan, sedangkan pergelangan tangan kirinya ditarik seseorang. Dan ia membiarkan nampan yang dibawanya tadi jatuh; berdenting nyaring menyentuh lantai. Untung saja makanannya sudah kosong.

'Lihat aku sekarang.'

Kyungsoo mematung.

"Kyungsoo-ya! Kau itu bisa tidak sih berhati-hati?"

"Gwenchana?"

Kepalanya mendongak dengan gerakan patah-patah. Jantungnya seperti dicabut paksa, membuatnya tak bisa bernapas dalam sejenak. Bukan karena ia nyaris terjatuh. Bukan karena berpasang-pasang mata melihatnya. Bukan karena Chanyeol sempat membentaknya.

Dan bukan juga karena Oh Sehun ikut menolongnya.

"Kyungsoo-ya?"

Tidak, tidak. Oh Sehun dalam benaknya… dalam pikirannya—kenapa…

Ya Tuhan! Kyungsoo merasa pipinya panas.

.

.


.

.

Hari ini benar-benar melelahkan.

Bukan tanpa alasan Sehun merasa benar-benar remuk di seluruh tubuhnya. Pertama karena di awal sekolah ia sudah diberi porsi olahraga yang bejibun ketika pelajaran berlangsung, dan kedua atau terakhir karena kewajiban setiap siswa harus mengikuti estrakulikuler. Meskipun ia belum yakin memilih klub mana yang akan diikutinya semenjak ketua kelasnya menjelaskan perihal kegiatan ekstra, tapi menghabiskan waktu berkeliling di sekitar sekolah dan ruang klub sampai sore membuatnya lelah setengah mati.

Ditambah lagi, tidak sedikit siswi-siswi SM High School yang tiba-tiba saja mendekatinya sebagai sarana modus. Well, bukannya ia sombong, hanya saja—ia sudah mengucap janji dalam hati agar hari ini tidak bersentuhan dengan siapa pun secara langsung. Kejadian ketika pagi membuatnya trauma.

Menjadi seorang yang memiliki kemampuan lebih sepertinya memang tidak mudah. Sehun terkadang membencinya. Ia bahkan bisa membenci dirinya sendiri. Pertanyaan seperti, 'kenapa aku memiliki kelebihan seperti ini?' atau 'apakah kelebihan ini bisa hilang?' dan 'kenapa harus aku?' sudah sering menghantui pikirannya. Bertanya-tanya secara tak pasti, namun tidak pernah sekali pun kunjung mendapat jawaban. Terkadang kerasnya hidup membuat Sehun frustasi.

Menjadi seorang past reader membuatnya tidak diakui. Membuatnya terkucilkan oleh masa lalu, karena dirinya sendiri bisa melihat masa lalu yang tak boleh dilihatnya.

Menjadi seorang past reader…

bukanlah keinginan Oh Sehun.

Percayalah. Membuka masa lalu orang lain meski secara tidak lansgung benar-benar membuat Sehun lelah.

Lelah karena ia tahu. Lelah karena ia merasakan. Lelah karena ia baru saja membuka luka lama orang lain. Yang membuatnya tampak seperti orang jahat. Karena memori cantik mereka terpaksa dirusaknya dengan atau tanpa sengaja.

"Lepaskan!"

Telinga Sehun refleks berjengit. Ia mendengar seseorang berteriak di sana, di balik tikungan koridor kelas dua yang saat ini menjadi jalannya. Sehun mempercepat langkahnya tanpa sadar, sebenarnya ini bukan masalahnya dan ia juga tak ingin ikut campur—lagi. Namun begitu suara itu semakin brutal terdengar dan ketika matanya menangkap sosok yang—mungkin—dikenalnya baru-baru ini, Sehun mendadak bertindak tanpa aba-aba.

Pasalnya, ia tak menyangka sosok kecil yang terkurung di antara dua namja (mungkin ber-status sunbae) dan dinding belakangnya adalah Do Kyungsoo. Teman satu kelasnya.

"Lepas—"

"Sonsaengnim, seseorang melakukan pelecehan seksual di sini!"

Tiga orang itu refleks menoleh—termasuk Kyungsoo. Dua yang lebih tua di antaranya memandang Sehun dengan mata membelalak, terkejut akan deklarasi yang diucapkan albino itu secara tiba-tiba. Namun begitu mereka sadar bahwa sonsaengnim yang dikatakan Sehun tadi tidak ada, mereka tertawa—kecuali Kyungsoo.

Lima detik. Sehun hanya perlu melakukannya dalam lima detik sebelum dua orang senior di depannya sadar dengan siatuasi.

Satu detik, Sehun melangkah cepat, mengelak dari kepalan yang nyaris melukai wajahnya. Detik kedua, ia sengaja menyilangkan sikunya untuk mengenai rahang salah satu namja, meski tidak keras tapi cukup membuatnya sakit. Tiga, empat, Sehun menarik lengan Kyungsoo. Memaksa tubuh mungil itu untuk berlari. Habis di detik ke lima, mereka berdua berlari.

"Ya! Cepat kejar mereka!"

Kyungsoo membelalak. "Tunggu—O-Oh Sehun!?"

"Bertanyanya nanti!" Sehun mengambil tikungan kanan, namun langkah kaki di belakangnya masih terdengar. Lebih cepat. "Pikirkan cara untuk berlari saja!"

Sehun berdecak sebal. Terkutuklah dengan suasana sekolah yang mulai sepi!

Kenapa hidupnya tidak pernah tenang, sih?!

"Kalau begitu jangan ambil tikungan lagi!" di belakangnya Kyungsoo berteriak, tidak protes ketika tangannya terus ditarik paksa. "Ambil salah satu kelas yang kosong!"

"Mwo?!" ia menoleh sedikit, menatap Kyungsoo tidak percaya. Dan, oh sial, dua orang namja tadi masih mengejar mereka dalam jarak yang hampir menyamai. "Apa kau gila?!"

"Lakukan saja!" balas Kyungsoo tak mau kalah, "mengambil tikungan hanya akan membuat kita tertangkap, salah satu mereka sengaja mengambil jalan yang berbeda. Jalan yang memutari koridor. Untuk itu, cari kelas yang kosong sebelum bertemu dengan salah satunya!"

Sehun berjengit dalam napasnya yang mulai hilang. "Bagaimana—"

"Di sana! Oh Sehun, kelas satu bagian kiri! Sekarang!"

Oh, baiklah! Sehun menyeret Kyungsoo ke arah yang dimaksud. Menggeser pintu—yang untungnya tidak terkunci—hingga terbuka dalam satu sentakan cepat, membanting tubuhnya masuk sambil menarik Kyungsoo, lalu kembali menggeser pintu hingga tertutup. Kali ini sedikit lebih pelan dan hati-hati.

Sehun membalik tubuh, bersandar pada pintu di baru saja dibukanya tadi, sedangkan kedua lengannya menarik Kyungsoo ke dalam dekapan.

Kyungsoo memekik. "Oh—"

"Ssst! Mereka datang!" bisiknya menuntut.

Drap! Drap! Drap!

"Kenapa mereka menghilang?!"

"Kau cari ke arah barat, dan aku akan mengambil arah timur."

Sehun mengabaikan jantungnya yang berdebar akibat lelah berlari. Satu tangannya mendekap kepala Kyungsoo tanpa sadar. Memastikan bahwa langkah kaki di luar sana yang semakin hilang dan lenyap pertanda sebagai dua orang pengejar mereka sudah pergi jauh.

"Oh—Sehun—"

"Mian."

Ia melepaskan tangannya, namun tidak menjauh dari pemuda kecil yang baru saja ditolong olehnya meski hampir membuatnya masuk ke dalam masalah besar beberapa menit yang lalu. Jika dikatakan, kejadian hari ini benar-benar jauh dari perkiraan Sehun, astaga.

"Terima kasih sudah—"

"Bagaimana kau tahu?"

Kyungsoo menarik napas panjang, mengembuskannya perlahan, lalu menatap Sehun tidak mengerti. "Apanya?"

"Salah satu di antara mereka," kejar Sehun tidak sabaran, "bagaimana kau tahu mereka akan mengambil jalan yang berbeda?"

"Itu—" Kyungsoo menggigit bibir ragu. Tampak jelas ekspresinya terkejut dan berusaha disembunyikan. Tapi semua itu tidak artinya, Sehun bisa menangkap binar ketakutan yang terpancar dalam sorot mata bulat Kyungsoo.

"—hanya perkiraan?"

Sehun menggeleng keras. "Itu tidak mungkin. Kau tidak mungkin bisa memperkirakannya sebaik itu. Kau pasti—"

Sadar dengan satu kemungkinan yang melintas dalam benaknya, Sehun mematung cepat. Ia memandang Kyungsoo dari atas ke bawah, menyelidiknya teliti, lalu kembali pada paras seperti anak kecilnya. Matanya menyipit tanda waspada.

"Apa?" merasa risih dengan tatapan Sehun, Kyungsoo meninggikan suaranya. "Jangan berpikir hal yang aneh—"

"Kau seorang future reader."

Telak. Kyungsoo terbatuk keras. Dan Sehun tahu dirinya benar.

Namja mungil itu mendengus angkuh, "aku tidak mengerti maksudmu."

"Kau memang seorang—"

"Sudah kubilang bukan!"

"Do Kyungsoo," Sehun mencekal lengannya, menahan agar Kyungsoo tidak kabur. "Lihat aku sekarang."

"Aku tidak mau! Lama-lama kau jadi mirip seperti—AH!"

Dan semuanya terjadi begitu cepat. Tanpa hitungan waktu. Tanpa perkiraan masa depan atau masa lalu. Kyungsoo terpeleset kakinya sendiri, tubuhnya terhuyung ke depan dan nyaris terjatuh—lagi, Sehun menangkapnya cepat, hingga tubuh mereka saling terbentur satu sama lain lalu menyebabkan kening mereka bertemu—terbentur cukup keras.

Mereka meringis sakit bersamaan.

Begitu Kyungsoo mendongak dan Sehun menunduk untuk menyentuh keningnya—

—satu gerakan kecil mempertemukan bibir mereka.

.

.

.

Sehun tak mengerti. Ini berbeda. Sangat berbeda.

Tak ada kilasan masa lalu Kyungsoo dalam benaknya. Ia tak bisa melihatnya.

Hitam.


Tbc?


A/N : Hola~

Niat pengen ngetik kelanjutan 'Housemate' malah nyasar jadi buat cerita baru X'D Maaf atas segala typo-typonya #dibuang

Pairnya juga selain Hunsoo, bingung mau pair apa lagi, hahaha. Krissoo, Kaisoo, atau Chansoo? /heh/

Terima kasih sudah membaca! Kotak reviewnya selalu terbuka kok~