"Had and Have You"
.
.
.
.
.
.
.
.
Disclaimer : Semua isi cerita ini adalah milik Fi. Meski ceritanya pasaran tapi coba dulu cari perbedaanya xD. Kyuhyun sama Kibum milik orang tua mereka masing-masing.
.
.
Summary : Menolong orang dari sebuah insiden yang di saksikannya, Kibum tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya / BoysLove. KIBUMxKYUHYUN. KiHyun.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kibum kau belum sarapan. Ini ambilah dan makan dalam perjalanan saja." Seorang wanita paruh baya yang sudah menjadi orang tua tunggal tiga tahun terakhir ini, memberikan dua buah kotak bekal kepada anak laki-laki satu-satunya. Satu untuk sarapannya dan satu kotak lagi untuk bekal makan siangnya.
"Gomawo." Seorang namja tampan parasnya yang memiliki nama Kibum itu menerima kotak bekal yang di berikan oleh ibunya dan tersenyum sangat cerah membalas senyum teduh ibu yang sangat di cintainya.
"Haah.. Eomma jadi merindukan Appamu melihat senyummu itu. Selamat bekerja nak." Ibunya melipat apron yang di kenakannya dan memeluk sekilas anak tunggalnya yang kini menjadi tulang punggung keluarga.
"Jangan terlalu lelah Eomma. Ingat kesehatanmu." Kibum mengelus punggung ibunya dan mengingatkan ibunya agar tak terlalu memforsir tenaganya. Ibu Kibum adalah seorang penjahit baju yang hanya bekerja di rumah. Meskipun begitu ibunya selalu lupa waktu dan keasyikan bekerja sehingga berpengaruh pada kesehatannya.
"Akan ibu ingat. Terimakasih Adeul. Kau bekerjalah dengan baik." Kibum mengangguk lalu ia memakai kaus kaki dan sepatunya. Ibunya menyerahkan mantel tebalnya kepadanya.
"Aku pergi." Ibunya hanya bisa mengiringi kepergian anaknya dengan senyuman.
"Dia sudah saatnya menikah. Tetapi dia belum pernah mengenalkan seseorangpun padaku. Sebaiknya akan kutanyakan nanti." Gumam wanita paruh baya itu yang hanya di jawab oleh desisan angin musim dingin yang berhembus dari luar rumah. Setelah kepergian anaknya, wanita paruh baya itu terlihat sibuk dengan merapikan rumah sederhananya yang hanya ia tinggali berdua dengan anak laki-lakinya setelah kepergian suaminya yang sudah tenang di alam sana.
.
.
Kibum membuka kotak bekalnya di dalam busway yang akan mengantarnya ke tempat kerja. Ia memakan bekal yang terasa lezat itu dalam diam. Ia bangun kesiangan pagi ini karena semalam ia harus menggantikan shift temannya hingga jam dua belas malam karena salah satu teman dekatnya sakit, sehingga ia mengambil dua shift sekaligus hari itu. Tepat saat ia menghabiskan suapan terakhirnya, bus yang membawanya sudah berhenti di pemberhentian dekat tempatnya bekerja. Kibum kemudian turun dan bergegas menuju tempat kerjanya yang tak jauh dari halte.
"Kibum. Gomawo. Kau sudah bersedia menggantikanku." Kibum menoleh pada rekan kerjanya sekaligus teman dekatnya ini saat ia sedang mengganti bajunya dengan baju seragam kerjanya di depan loker. Kibum tersenyum.
"Bukan apa-apa. Kau sudah sembuh Hankyung hyung?" Kibum malah menerima raut aneh dari teman dekatnya ini.
"Itu...sebelumnya aku minta maaf. Sebenarnya aku tidak sakit. Heechul mengajakku berkencan dan aku tak bisa menolaknya sama sekali. Maafkan aku Kibum." Kibum menutup pintu lokernya setelah selesai mengganti bajunya. Kemarin, dalam sehari ia bekerja selama enam belas jam full yang tak seharusnya ia terima. Ia pikir benarlah temannya ini sakit jadi ia berempati dengan menggantikan shiftnya. Tetapi mendengar kebenaran dari mulut temannya sendiri ia merasa kecewa dan terkhianati. Tetapi hanya ia balas dengan senyuman ke arah Hankyung.
"Gwenchana. Lain kali kau harus jujur pada temanmu ini ne?" Hankyung mengangguk ragu. Ia terlihat sangat menyesal telah memanfaatkan kebaikan dari Kibum.
"Sekali lagi maafkan aku Kibum."
"Kau sudah dua kali meminta maaf hyung. Santai saja. Aku juga akan mengutamakan kekasihku jika aku memilikinya nanti." Mereka berdua tertawa. Suasana tidak enak seperti tadi hilang seketika.
"Jadi cepatlah memiliki pacar." Hankyung menepuk pundak Kibum kemudian mereka tertawa setelahnya, mulailah hari-hari sibuk mereka di perusahaan retail besar yang menjadi tempat mereka mencari nafkah.
"Kibum-ssi, kau sudah membersihkan gudang?"
"Setelah ini manajer." Kibum yang sedang menata barang penjualan di rak-rak dengan terburu menyelesaikan pekerjaanya karena mendapat teguran dari manajernya. Saat akan selesai menaruh barang di rak tersebut, ia melihat seorang bapak-bapak yang mencopet dompet seorang pemuda yang sedang berbelanja dan tak sadar dompetnya raib begitu saja. Bapak-bapak itu berjalan dengan santai bergabung dengan kerumunan pembeli. Tak menghiraukan kamera cctv yang terpasang dimana-mana toh sebentar lagi ia akan keluar dari mall perbelanjaan ini. Kibum yang menyaksikan hal tersebut dengan sangat jelas, sedang bergelut dengan pikirannya, antara bertindak atau diam saja tak melakukan apa pun padahal ia menjadi saksinya. Akhirnya setelah pergelutan batin yang di menangkan oleh sisi baiknya, ia segera berlari mengejar si pencopet tadi dan berhasil mendapatkan dompetnya. Tentunya dengan susah payah ia menangkap pencopet tersebut dan menyerahkannya pada satpam. Saat Kibum akan mengembalikan dompet pada sang pemiliknya di tempat terakhir yang Kibum lihat tadi, ternyata pengunjung itu sudah tak ada di sana. Kibum berkeliling mencari keberadaan si pemilik dompet tetapi tetap tak ketemu.
Di sisi lain, pengunjung yang kehilangan dompetnya, baru merasakannya saat akan membayar barang belanjaanya di kasir. Ia terlihat merogoh semua saku celana dan bajunya dengan panik. Sedangkan pengunjung lain yang mengantre di belakangnya sudah terlihat emosi karena menunggu lama.
"Silahkan Anda duluan Ahjumma." Pengunjung yang kehilangan dompetnya tadi membungkuk meminta maaf kepada antrean di belakangnya. Ia mengambil lagi barang belanjaanya dan berniat akan mengembalikannya ke tempat di mana ia tadi mengambilnya. Ia merasa sangat sedih kehilangan dompet beserta segala isinya. Maka dari itu ia tak jadi berbelanja untuk kebutuhannya. Dengan apa ia membayar jika dompet saja sudah lenyap.
Saat si pemuda yang kehilangan dompetnya itu akan mengembalikan pengharum ruangan di tempatnya semula, pundaknya di tepuk dengan keras dari belakang. Ia tentu saja menoleh dengan cepat dan mendapati seseorang berseragam seperti pekerja di sana tengah menunduk, menopangkan tubuhnya di lututnya, napasnya terengah.
"Ini." Pemuda yang kehilangan dompet itu hanya memandangi sesuatu yang di sodorkan kepadanya dan beralih pada sang pemilik tangan yang menyodorkannya. Ia sedang mencerna keadaan hingga ia tersadar dan mengambil dompet itu dengan ragu.
"Bagaimana-"
"Seorang pencopet mengambilnya dan aku mengejarnya. Si pencopet sudah di tangkap dan sudah kuserahkan pada yang berwenang." Kibum memotong pertanyaan pemuda yang kehilangan dompetnya.
"Syukurlah... Gamsahamnida. Aku tak tahu harus pulang dengan apa jika dompet ini hilang. Gamsahamnida. Gamsahamnida." Pemuda yang kehilangan dompet itu membungkuk berkali-kali ke arah Kibum.
"Kurasa urusannya sudah selesai. Aku harus kembali bekerja." Saat Kibum akan pergi dari hadapan pemuda itu, tangannya di cekal oleh si pemuda itu terlebih dahulu. Kibum memandang tangannya dan si pemuda bergantian dengan raut heran. Ia merasa urusannya sudah selesai dan dompetnya sudah di kembalikan dengan keadaan utuh. Apakah ada yang hilang dan Kibum harus menggantinya? Jika ia, Kibum tak memiliki cukup uang jika yang hilang dalam jumlah yang banyak.
"Itu...ini ambillah. Gunakan semaumu untuk membalas budiku. Ini kartu namaku jika ingin mengembalikannya." Kibum belum berkata apa-apa, tangannya terlebih dahulu di genggamkan sesuatu secara paksa. Saat Kibum ingin melontarkan protesannya, pemuda itu terlebih dahulu mendahuluinya dengan perkataan egois, "Aku tidak menerima penolakan." Kemudian pemuda itu berlalu begitu saja dari hadapan Kibum tanpa sempat mendengarkan respon balik dari Kibum.
Kibum melihat apa yang berada di tangannya dengan seksama. Kartu nama bertuliskan alamat Cho Corp tertera di sana. Saat ia melihat yang satunya, matanya melebar. Di bawah kartu nama itu ternyata adalah sebuah kartu kredit berwarna emas yang Kibum tak bisa perkirakan berapa nominal di dalamnya.
Tak berlama-lama dengan keterkejutannya, Kibum segera berlari menuju gudang yang akan ia bersihkan.
"Manajer yang cerewet itu pasti akan mengomeliku lagi hhhh.." batin Kibum.
.
.
.
.
Jam tujuh malam Kibum baru turun dari bus yang mengantarkannya pulang. Rumahnya masih cukup jauh dari halte. Sehingga ia harus berjalan kaki menuju rumahnya. Sebenarnya jam empat sore tadi shift Kibum sudah selesai, tetapi ia harus membelikan setrika untuk ibunya terlebih dahulu sehingga ia mampir dulu ke toko peralatan rumah tangga yang tak jauh dari tempatnya bekerja. Bukan berarti di tempatnya bekerja setrika tidak ada di sana, melainkan di toko peralatan rumah tangga itu harganya lebih murah dan ia juga bisa menawar. Kibum juga membelikan beberapa kebutuhan untuk ibunya karena hari ini ia mendapatkan gajinya.
Kibum teringat sesuatu saat ia merogoh sakunya. Ia mengeluarkan kartu pemberian orang yang di tolongnya siang tadi. Kartu kredit itu sangat mewah baginya. Sedangkan pertolongannya tidaklah seberapa. Ia berpikir untuk mengembalikannya tanpa mengurangi satu won pun dari sana. Baginya, uang yang di dapatkannya sudah cukup untuk dirinya dan ibunya berdua hidup. Jadi, ia sudah putuskan. Ia akan mengembalikannya segera ke alamat yang berada di dalam kartu nama itu. Tapi nanti, jika ia mendapatkan liburnya.
Kibum memasuki rumahnya yang terlihat sepi. Lampu rumahnya terlihat belum di hidupkan. Jadi ia menghidupkannya dan bertanya-tanya apakah ibunya sedang pergi tetapi pintu rumahnya tidak dalam keadaan terkunci.
"Eomma..." Kibum memanggil nama ibunya berkali-kali tapi tak ada satu pun sahutan yang terdengar. Kibum mulai terlihat panik. Ia tinggalkan begitu saja kantong belanjaannya di depan pintu. Kibum membuka kamar ibunya, tak ada. Membuka kamar mandi, juga tak ada. Dapur, tak ada juga. Terakhir Kibum membuka ruang kerja dimana ibunya biasa menjahit baju, Kibum malah mendapati ibunya tergeletak pingsan di lantai.
"Eomma!" Kibum dalam keadaan panik yang sangat luar biasa berusaha tenang sebisa mungkin dan membawa tubuh ibunya ke rumah sakit dengan menggunakan taksi. Di dalam perjalanan Kibum menepuk-nepuk pipi ibunya berusaha membuatnya bangun. Saking khawatirnya Kibum sampai menitikkan air mata melihat kondisi ibunya yang sampai pingsan begini. Bukankah tadi pagi ia sudah mengingatkan ibunya ini untuk tidak terlalu lelah bekerja. Tetapi ibunya yang sangat keras kepala ini yang sayangnya adalah orang satu-satunya yang masih ada yang selalu menguatkannya dan telah melahirkannya ke dunia inilah malah tidak menghiraukan peringatannya yang selalu ia ocehkan setiap hari sebelum berangkat bekerja. Kibum mengeratkan pelukannya pada tubuh ringkih itu dan menangis dalam diam. Biar bagaimana pun ibunya adalah ibunya. Orang yang sangat ia sayangi dan masih ada bersamanya.
Sesampainya di rumah sakit, ibunya segera di bawa dan di tangani dalam ruangan steril. Kibum tidak di perbolehkan masuk karena mungkin akan mengganggu konsentrasi dokter dalam bekerja. Sehingga Kibum hanya bisa menunggu di luar dengan segala kegelisahan dan kekhawatirannya.
Dokter keluar ruangan di susul oleh perawat-perawat yang membantunya. Kibum segera menyambar dokter dengan berbagai pertanyaan. Bagaimana keadaanya, ia sakit apa, Kibum lontarkan. Dari penjelasan dokter yang menjadi point yang terus melayang dan membayangi dalam pikirannya adalah. Ibunya harus operasi. Pengangkatan satu ginjalnya. Operasi berarti sangat erat hubungannya dengan uang. Uang dalam jumlah banyak. Hal itu terus membayangi pikiran Kibum hingga membuatnya cukup tertekan. Ibunya adalah satu-satunya yang masih ada bersamanya. Ia adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki di dunia ini. Jika ia kehilangan ibunya juga, ia belum siap untuk bertahan sendiri. Ia masihlah membutuhkan sosok ibu yang seharusnya berada di sisinya sampai ia mampu berdiri sendiri hingga ia menemukan sosok penggantinya, pendamping hidupnya yang akan ia bagi apa pun seperti halnya ia berbagi dengan keluarganya. Kibum tak ingin kehilangan lagi, meski tak ada makhluk Tuhan yang tak akan kembali pada-Nya. Kibum memilih egois dengan mempertahankan ibunya. Setidaknya Kibum akan mengulur waktu untuk memperpanjang hidup ibunya dengan mengusahakan kesehatannya.
Kibum membuka resleting tas punggungnya. Ia mencari dimana buku tabungannya berada. Ia tadi sudah menanyakan ke administrasi rumah sakit berapa biaya untuk ibunya jika melakukan operasi. Di buku tabungan itu, tertera angka-angka yang membuat Kibum menghela napas. Uangnya masih belum cukup, bahkan tidak ada setengahnya dari jumlah biaya operasi, padahal sudah di tambahkan dengan uang gajinya yang ia dapatkan hari ini. Ia masih butuh empat juta won. Sedangkan tabungannya hanya berisi satu juta won. Uang sebanyak itu ia harus mencarinya kemana?
Kibum melihat keadaan ibunya dari jendela kecil yang terdapat di tengah-tengah pintu. Ibunya bernapas dengan selang oksigen dan tangannya di balut oleh selang infus. Miris. Tiba-tiba Kibum teringat sesuatu. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kartu kredit dari sana. Lama ia memandangi kartu itu, entah apa yang ia pikirkan saat memandangi kartu itu. Kibum kembali merogoh saku celananya yang lain, ia mengambil ponselnya dan mendial nomor seseorang yang sangat ia harapkan untuk membantunya.
"Yoboseyo Hankyung Hyung."
"Yoboseyo. Kibum? Ada apa? Suaramu terdengar gelisah. Apa terjadi sesuatu? Kau baik-baik saja kan?" Jawab Hankyung dari seberang telepon.
"Aku baik-baik saja Hyung. Tapi, Ibuku masuk rumah sakit dan ia harus segera operasi. Ia mengalami gagal ginjal. Aku tidak memiliki cukup uang. Bisakah kau membantuku?" Jawab Kibum to the point mengutarakan maksudnya. Ia memang seperti itu, tak suka basa-basi.
"Aku pasti akan membantumu. Meski bantuan dariku tidak seberapa, pasti akan kubantu semampuku. Aku juga akan mencari bantuan dari teman-teman kerja kita. Jadi kau tenanglah, ok? Jadi, dimana kau sekarang? Apa kondisi ibumu baik-baik saja?"
"Gomawoyo Hyung. Aku sedang berada di rumah sakit X. Ibuku sekarang belum terbangun. Sekali lagi Terimakasih." Kibum sampai membungkukkan badannya tak ingat jika orang di seberang sana tak bisa melihatnya.
"Baiklah. Aku akan segera kesana bersama Heechul." Setelah sambungan telepon terputus, Kibum memasukkan ponselnya ke dalam sakunya kembali. Ia memandangi kartu kredit yang masih di pegangnya lagi. Tak ingin berpikir yang macam-macam yang akan semakin membuatnya tertekan, Kibum memasukkan kartu kredit itu bersama kartu namanya ke dalam tasnya dan menyimpannya baik-baik.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
End? Tbc? End. Tbc.
Yeah terserah kalian. Makanya tulis pendapat kalian di kotak review biar ff ini punya masa depan wkwkkwk
Sorry for typos. TERIMAKASIH^^
