Title : Love In Autumn

Main Cast : Lee Hyuk Jae; Lee Dong Hae

Genre : Romance, Sad, Angst.

# # #

Aku tidak bisa membuat janji yang nanti tidak akan bisa kutepati..

Aku tidak mau memberikan sebuah pengharapan yang akan menyakitimu..

Dan menyakitiku.. –Lee Hyuk Jae-

Aku mencintaimu dalam kesungguhanku..

Aku mencintaimu dalam kenanganku…

Tidak apa jika aku tersakiti..

Tidak apa jika akhirnya kita tidak bersama.. –Lee Dong Hae-

25 September 2015

Dae-gu, Seoul.

Seorang pria berusia 28 tahun berdiri tegap dihadapan satu gundukan dengan bunga lili diatasnya. Kedua tangannya dimasukkan kedalam saku coatnya. Angin sore berhembus membuat rambut pirang pendek dengan poni didepan bergerak pelan. Sesekali pria keturunan Korea-Jepang itu menghela napas. Mencoba menghilangkan perasaan sesak yang tiba-tiba kembali menyergapnya. Kembali membuatnya mengingat semua kenangan indah yang terasa menyakitkan.

"Sudah lima tahun berlalu, tapi tetap saja terasa menyakitkan. Apa yang harus kulakukan?"

Tidak ada yang menanggapi pertanyaannya, hanya hembusan angin yang seolah mengirim pesan padanya untuk tetap tegar. Matanya berair seiring dengan semakin banyak kenangan yang dia ingat. Kenangan dengan cinta pertamanya, Lee Hyuk Jae.

"Appa~" teriakan riang dari anak laki-laki membuatnya mengerjap, menghilangkan air mata yang belum sempat turun. Pria itu menoleh ke belakang, dilihatnya seorang anak laki-laki berusia 6 tahun berlari kearahnya. Dibelakangnya berjalan seorang wanita cantik, tersenyum menyaksikan anak mereka berusaha mencapai ayahnya secepat mungkin.

"Aigoo Jeno-ya, jangan berlari seperti itu. Nanti kalau jatuh bagaimana?" Lee Jeno tidak mengindahkan teguran sang ibu. Anak kecil itu malah tertawa senang saat dia berhasil memeluk kaki panjang sang ayah. Lee Dong Hae –ayahnya- langsung menggendong Jeno dan tertawa kecil melihat kelakukan anaknya.

"Maaf oppa, aku sudah melarangnya kesini. Tapi dia malah kabur." Jelas Lee So Hyun, istrinya yang sudah menemaninya selama tiga tahun terakhir. Ya, tiga tahun yang lalu, Dong Haemulai berani untuk membuka lembaran baru dengan keluarganya sekarang. Mencoba menikmati hidupnya tanpa melupakan kenangan cinta pertamanya. Menikahi Lee So Hyun, wanita muda yang ditinggal mati oleh suami dengan seorang anak yang saat itu masih berusia tiga tahun. Dia memulai hidupnya dengan keluarga kecil yang sangat menyayanginya.

"Aniyo, gwenchana." Balas Dong Hae, menenangkan.

"Appa, ini makam siapa?" pertanyaan Jeno membuat Dong Hae sedikit tertegun. So Hyun menatap Dong Hae. Dia tahu, amat sangat tahu makam siapa ini. Makam dari cinta pertama suaminya. Seorang wanita yang mempunyai tempat tersendiri di hati suaminya. Sebuah tempat yang tidak bisa digantikan oleh siapapun, termasuk dirinya sebagai istrinya.

"Jen-"

"Beri salam pada Hyuk Jae ahjumma, Jeno-ya." So Hyun terkejut dengan ucapan Dong Hae saat itu. So Hyun tahu, bahwa Dong Hae mencoba tegar dihadapan Jeno dan dihadapannya. Padahal, So Hyun mampu mendengar getaran dari suara sang suami.

So Hyun melihat anak semata wayangnya turun dari gendongan sang ayah. Berdiri dihadapan makam Hyuk Jae. Kemudian membungkukkan badannya sekali sambil memperkenalkan dirinya.

"Annyeonghaseyo Hyuk Jae ahjumma. Lee Jeno imnida." perkenalan yang penuh semangat dari anak kecil. Anak kecil yang tidak tahu mengenai kenangan wanita yang tertidur selamanya dengan ayahnya itu.

"Sudah appa." Lapor Jeno yang dibalas dengan elusan sayang dikepalanya oleh Dong Hae. "Tapi appa, Hyuk Jae ahjumma itu siapa? Apa Jeno pernah bertemu dengannya?" mata jernih Jeno menatap Dong Hae. Tatapannya menyiratkan keingintahuan yang tinggi. Dong Hae berjongkok, mencoba menyamakan tingginya dengan sang anak.

"Jeno ingin tahu?" anggukan semangat menjadi jawaban dari pertanyaan Dong Hae.

"Nanti malam akan appa ceritakan siapa Hyuk Jaeahjumma. Sekarang, Jeno bersama eomma pergi dulu ke mobil, ne?"

"Ne! Ayo eomma!" Jeno kemudian berlari mendahului So Hyun.

"Oppa, jangan terlalu lama. Hari ini udaranya sangat dingin." Pesan So Hyun yang dibalas anggukan Dong Hae.

Dong Hae terdiam setelah So Hyun dan anaknya sudah tidak berada lagi diarea pemakaman itu. Matanya menatap lurus kearah sebuah makam. Tatapan penuh kerinduan.

"Kau lihat, Hyuk Jae-sshi? Aku sudah melakukan apa yang kau harapkan. Aku sudah berusaha hidup dengan baik, tanpamu."

Kembali, matanya kembali terhiasi cairan bening yang seakan menunjukkan bahwa pria itu tengah merasakan kerinduan yang amat dalam. Kerinduan yang membuat jantungnya berdegup dengan kencang dan sangat menyakitkan. Membuatnya sesak napas karena perasaan yang terlalu menyakitkan. Kenangan indah yang Dong Hae lalui bersama Hyuk Jae sangatlah singkat. Tapi semua kenangan itu akan terus terukir dalam pikiran dan hati Dong Hae. Selamanya.

"Aku melakukannya. Aku memiliki keluarga yang sangat kusayangi. Istri yang sangat mengerti diriku. Dan anak yang pintar dan menggemaskan. Semoga kau bisa melihatnya, Hyuk Jae-sshi. Melihatku yang hidup bahagia disini."

Dong Hae menutup matanya, seiring dengan meluncurnya cairan bening dari matanya. Mengeluarkan kelemahan terbesar darinya. Mengeluarkan perasaan rindu yang sudah terlalu lama dia pendam.

Kediaman Lee, Dae-gu, Seoul.

Malam itu, kediaman Lee dipenuhi oleh rengekan anak laki-laki yang berada dipangkuan sang ayah. Tangannya memainkan kerah kemeja ayahnya. Matanya menatap penuh binar ke arah Dong Hae.

"Appa, ayo ceritakan padaku~ siapa Hyuk Jae ahjumma itu?" So Hyun dan Dong Hae yang menyaksikan tingkah anaknya tersenyum lebar.

"Kau benar ingin tahu?" anggukan semangat dari Jeno menjawab pertanyaan Dong Hae.

"Baiklah. Hyuk Jae ahjumma, dia adalah wanita yang appa sayangi selain eomma dan dirimu. Hyuk Jae ahjumma adalah wanita yang bisa membuat appa bahagia. Hyuk Jae ahjumma adalah cinta pertama appa. Hyuk Jae ahjumma adalah cinta musim gugur appa."

Jeno menatap dalam Dong Hae. Alisnya bertautan menandakan bahwa pikirannya sedang mencerna apa yang sudah dikatakan oleh ayahnya. Tak lama, bibirnya mengerucut lucu.

"Molla. Jeno tidak mengerti apa yang appa katakan." Tawa langsung keluar dari Dong Hae saat mendengar rutukan Jeno. Kini, anaknya turun dari pangkuannya dan beralih duduk di karpet tebal berwarna cream dengan mata tertuju pada acara kartun malam itu.

"Oppa merindukannya? Hyuk Jae-sshi?"

Dong Hae menatap So Hyun yang sudah duduk disampingnya. Senyum indah tetap menghiasi wajah cantiknya. Melupakan perasaan aneh yang merasuki hatinya. Perasaan yang datang setiap kali Dong Hae teringat tentang Hyuk Jae, dihadapannya.

"Maafkan aku, So Hyun-ah." Ujar Dong Hae pelan saat melihat raut wajah So Hyun

Istrinya adalah wanita yang sangat hebat. So Hyun tidak mengucapkan kesedihannya atau kegelisahannya saat Dong Hae dengan jelas mengatakan bahwa dia tidak akan pernah bisa melupakan Hyuk Jae. Saat Dong Hae mengangis penuh kesedihan karena teringat Lee Hyuk Jae.

"Maaf untuk apa?"

Dong Hae menggenggam jemari kiri So Hyun. Matanya menatap So Hyun dengan penuh penyesalan. Dia tahu, sangat amat tahu bahwa sang istri, sering tersakiti karena dirinya yang tidak bisa melupakan Hyuk Jae. Bahwa sang istri selalu menangis dibalik senyum indahnya.

"Karena aku selalu membuatmu sedih. Tapi aku juga tidak tahu harus bagaimana, So Hyun-ah. Aku, aku tidak bisa melupakan Hyuk Jae. Sekuat apapun aku mencoba melupakannya. Sekuat itu juga kenangan tentangnya berada dalam pikiranku, dalam hatiku. Maafkan aku."

So Hyun tersenyum. Dia mengerti perasaan Dong Hae. Ditariknya Dong Hae kedalam pelukannya. Tangannya mengusap punggung sang suami. Berusaha menenangkan Dong Hae.

"Gwenchanayo oppa. Aku tidak apa-apa. Aku mengerti. Oppa tidak bisa melupakan Hyuk Jae-sshi. Karena Hyuk Jae-sshi, memiliki tempat khusus didalam hatimu yang tidak bisa digantikan oleh siapapun."

So Hyun melepaskan pelukannya kemudian menatap lembut Dong Hae. Tangan kanannya mengelus pipi Dong Hae.

"Yang penting, aku tahu bahwa aku juga memiliki tempat dihatimu. Yang penting adalah, aku tahu bahwa oppa menyayangiku dan menyayangi Jeno."

Dong Hae tersenyum. Merasa bahagia sekaligus tenang memiliki istri yang begitu mengerti dirinya. Dikecupnya kening So Hyun.

"Terima kasih."

Lihat Hyuk Jae-sshi? Aku memiliki istri yang begitu baik.

Cinta musim gugurku, Lee Hyuk Jae. Aku tidak akan pernah melupakanmu.

#

#

#

20 September 2010

Golden Apartment, Dae-gu, Seoul.

Seorang pria berusia 23 tahun membuka jendela kamarnya, pemandangan kota metropolitan Dae-gu yang pertama menyambutnya bersamaan dengan udara khas musim gugur menerpa tubuhnya. Meski disebut kota metropolitan, Dong Hae merasa nyaman berada di kota kelahiran sang ibu. Dae-gu salah satu kota yang berada di Seoul, kota yang dikelilingi oleh gunung Palgong dan gunugung Biseul, serta sungai Nakdong yang mengalir disekitarnya. Dae-gu yang sangat dia rindukan. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia kesini. Pada saat usianya tujuh tahun dia sempat tinggal disini, namun setahun kemudian dia harus pindah lagi ke Jepang, negara kelahiran sang ayah.

Dong Hae tesenyum, membuat ketampanannya meningkat. Hawa musim gugur sudah terasa oleh seluruh indera Dong Hae. Musim gugur yang sangat dia sukai. Matanya memperhatikan pemandangan kota Dae-gu di sore itu. Langit berwarna jingga menghiasi kota Dae-gu, menandakan bahwa sang surya akan kembali kesinggasanannya. Pepohonan dengan daun yang menguning terlihat indah dimatanya. Menunjukkan keindahan kota Dae-gu yang Dong Hae rasa semakin indah daripada saat dia kesini dulu.

"Dae-gu, jjang!"

Saat ini, didalam pikirannya sudah tersusun beberapa rencana yang ingin dia lakukan. Menjelajahi beberapa tempat pada saat musim gugur sangat menyenangkan baginya. Apalagi pada siang hari yang selalu dihiasi dengan cuaca yang cerah, benar-benar pas untuk berjalan-jalan menjelajahi Dae-gu. Sudah cukup Dong Hae hanya berpuas diri dengan menjelajahi kota Dae-gu melalui internet. Sudah saatnya bagi pria itu untuk melakukan perjalanan secara nyata.

"Dong Hae!"

Tangannya terjatuh dari pinggiran jendela saat mendengar suara teriakan sang ibu. Disusul dengan terbukanya pintu kamarnya.

"Okaasan, kau membuatku kaget!" Seru Dong Hae sambil membalikkan badannya. Dihadapannya kini sudah berdiri sang ibu dengan baju terusan putih bermotif bunga sakura ditutupi sweater cream kesayangannya. Tangannya membawa dua kotak makan berukuran sedang.

"Eh, ibu mau kemana?" tanya Dong Hae heran.

"Kau pasti tidak mendengarkan ibu saat diperjalanan tadi, kan?"

Dong Hae tersenyum polos seraya menggelengkan kepalanya.

"Ck. Kau ini. Kita harus mengunjungi tetangga kita diapartment ini, Dong Hae."

"Sekarang?" semua rencanan perjalanannya hari ini terhapus sudah dengan anggukan sang ibu. Pundaknya terasa lemas mengingat perjalan yang menyenangkan baginya harus digantikan dengan mengunjungi tetanga.

"Tapi bu, aku mau pergi."

"Sesore ini?" tanya sang ibu, heran. Dong Hae hanya mengangguk mengiyakan.

"Jadi, Dong Hae tega membiarkan ibu pergi mengunjungi tetangga kita sendirian?"

"Eh?" Dong Hae terkejut saat mendapati ekspresi sang ibu yang langsung berubah. Ekspresi sedih begitu kentara diwajahnya yang tetap cantik meski usianya sudah tidak muda lagi.

"Jika ayahmu masih ada, ibu juga tidak akan memintamu mengantar ibu, Dong Hae."

Dong Hae menghela napas melihat ibunya mengeluarkan senjata utamanya, dengan ancaman halus dari sang ibu. Ibunya selalu seperti itu jika Dong Hae tidak bisa memenuhi keinginan sang ibu. Tapi entah kenapa, Dong Hae selalu kalah jika ibunya sudah bersikap begini.

"Baiklah, baiklah. Kita pergi sekarang."

Dan ekspresi sang ibu berubah kembali mendengar keputusan Dong Hae. Wajahnya kembali ceria. Dengan langkah riang, sang ibu berjalan meninggalkan kamar putra satu-satunya itu. Meninggalkan Dong Hae yang menatap miris pada pemandangan kota Dae-gu dari jendela kamarnya.

#

#

Dong Hae menatap bosan kedua orang yang duduk berhadapan disampingnya. Kini Dong Hae dan ibunya sudah berada didalam apartment tetangga, tepatnya apartemen dengan nomor 215. Tepat berhadapan dengan apartemen nya, nomor 216. Sang ibu bahkan sudah akrab dengan Nyonya Lee. Seorang ibu rumah tangga yang memiliki satu anak. Hanya itu yang bisa ditangkap Dong Hae dari obrolan ibunya dengan Nyonya Lee. Dong Hae merasa akan mati kebosanan jika dia tetap disini. Terjebak ditengah obrolan para ibu. Disaat otak Dong Hae tengah menyusun siasat untuk bisa dijadikan alasan agar bisa keluar dari kondisi ini. Suara lembut menyapa indera pendengarannya.

"Eomma, aku pulang." Begitu lembut suara yang tertangkap oleh pendengaran Dong Hae. Yang membuatnya sontak berdiri dan berbalik.

Ada seorang wanita cantik dengan baju terusan selutut berwarna biru dan sweater putih. Rambut hitamnya dibiarkan terurai indah. Wanita yang memiliki mata bulat, bibir mungilnya menunjukkan senyum yang sangat indah. Dong Hae seperti terhipnotis oleh kecantikan dari wanita itu.

"Hyuk Jae-ya, mereka adalah tetangga baru kita. Baru pindah hari ini. Perkenalkan dirimu, nak." Nyonya Lee berujar.

Wanita itu –Hyuk Jae- membungkukkan badannya kemudian berkata "Annyeonghaseyo, Lee Hyuk Jae imnida. Senang bertemu dengan kalian." Matanya tidak menatap Dong Hae, mata wanita itu hanya menatap ibu Dong Hae.

"Aigoo~ anakmu cantik sekali." Puji ibu Dong Hae. Dong Hae yakin sekali bahwa senyum wanita yang berdiri dihadapannya adalah senyum terindah yang pernah dilihatnya.

"Nama ahjumma Lee Han Na. Dan ini, anak ahjumma. Dong Hae,, perk-"

"Annyeonghaseyo, Lee Dong Hae imnida. Senang bertemu denganmu, Hyuk Jae-sshi."

Dong Hae tidak mempedulikan tatapan heran dari ibunya dan Nyonya Lee atas perkenalannya yang begitu semangat. Lee Hyuk Jae menatap Dong Hae, hanya sebentar sebelum kembali memperhatikan dua orang ibu itu. Dan seperti tersihir oleh keindahan mata Lee Hyuk Jae, Dong Hae terus memfokuskan perhatiannya pada wanita itu. Bahkan pada saat mereka berempat kembali duduk dan dua ibu kembali terlibat perbincangan kembali dengan diselingi tanggapan dari Hyuk Jae. Dong Hae tetap menatap Hyuk Jae. Ada perasaan yang membuatnya merasa bahagia hanya dengan menatap Lee Hyuk Jae. Melihatnya tersenyum, dan mendengarnya berujar ditengah obrolan yang semakin Dong Hae abaikan. Bahkan topik yang menjadi pembicaraan mereka Dong Hae tidak tahu, lebih tepatnya tidak ingin tahu. Karena keinginannya sekarang adalah, terus menatap Lee Hyuk Jae. Wanita itu seperti bunga yang tumbuh dikebun gersang. Terasa indah dan menyejukkan.

"Dong Hae!"

"Aw!" Begitulah respon Dong Hae saat seruan dan tepukan keras dibahu dari sang ibu mengejutkannya. Dong Hae menatap kesal sang ibu yang sudah mengganggunya.

"Okaasan, do shita no?!" saking kesalnya, dia tidak sadar bahwa Dong Hae bebicara bahasa Jepang.

"Ibu sudah memanggilmu berulang kali. Tapi kau tetap saja diam. Ayo kita pulang." Jawab sang ibu.

"Pulang? Wae?" kenapa pulang sekarang? Itulah pertanyaan yang terucap dihati Dong Hae.

"Karena ini sudah waktunya makan malam. Kita harus pulang."

"Tapi Bu-"

"Ah, bagaimana kalau kalian makan malam saja disini?"

Ajakan Nyonya Lee membuat Dong Hae tersenyum lebar. Dia tidak menyangka akan mendapat ajakan seperti itu dari Nyonya Lee. Apakah ibu dari Hyuk Jae tahu bahwa Dong Hae tidak ingin pulang dulu? Jika memang begitu, Dong Hae harus banyak berterima kasih pada Nyonya Lee.

"Apakah tidak apa-apa? Aku takut merepotkanmu."

"Tentu saja tidak." Jawab Nyonya Lee. Tuan rumah itu kini mengajak Dong Hae dan ibunya menuju ruang makan yang menyatu dengan dapur. Ruang makan yang rapi dengan lima kursi.

Dengan berbagai makanan yang telah tersaji diatas meja. Makan malam dipenuhi dengan obrolan dari dua ibu yang masih bersemangat melanjutkan obrolan mereka tadi. Dengan Hyuk Jae yang sesekali mengikuti obrolan mereka. Sedangkan Dong Hae, pria tampan dengan mata berbinar terus memperhatikan Hyuk Jae. Meski sedikit kecewa karena tidak ada satu katapun yang diucapkan Hyuk Jae untuknya. Jangankan untuk berbicara, menatapnya pun tidak. Membuat Dong Hae bertanya-tanya, apakah Hyuk Jae tidak menyukainya? Atau ada yang salah dengan penampilannya sekarang? Dong Hae rasa tidak. Dia memakai kemeja putih yang ditutupi oleh sweater biru muda dan celana jeans. Penampilannya tidak buruk kan? Tapi kenapa? Kenapa Hyuk Jae tidak mau melihatnya? Ah, ini membuatnya merasa gila dan penasaran. Akhirnya, makanan yang tersaji dihadapannya menjadi pelampiasan pria keturunan Jepang-Korea itu. Dia melahap makanan yang ada dengan cepat sampai mulutnya mengembung karena penuh dengan makanan. Dong Hae bahkan tidak menikmati makanannya, dia hanya ingin melampiaskan perasaan heran, kesal, dan kecewa nya.

Di Jepang, Dong Hae merupakan pria yang cukup popular di lingkungan sekitarnya karena ketampanan yang dia miliki, ditambah mata yang mempesona. Bahkan hampir setiap hari dia mendapatkan surat cinta, hidupnya sudah seperti seorang artis yang dikelilingi oleh fansnya. Tapi lihat sekarang? Seorang wanita begitu mengacuhkannya pada saat dia menaruh perhatian pada wanita itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dong Hae harus bisa membuat Hyuk Jae menatapnya, berbicara dengannya, atau mungkin sampai menjadi kekasihnya.

#

#

#

27 September 2010

Golden Apartment, Dae-gu, Seoul.

Dong Hae menggosokkan kedua tangannya, berharap apa yang dia lakukan bisa menghilangkan sedikit rasa dingin yang dilandanya. Pagi ini, meskipun langit terlihat bersih tapi udara dingin di musim gugur membuat Dong Hae bergidik. Menurut sang ibu, udaranya tidak begitu dingin. Tapi menurut Dong Hae ini sudah dingin. Cukup membuat hidungnya memerah. Dong Hae menghela napas kesal. Dia memang tidak kuat dengan udara dingin. Dan udara di musim gugur sudah mulai menurun di pertengahan bulan ini. Meskipun begitu, tidak membuat Dong Hae menyingkirkan musim ini sebagai musim favoritnya.

Dong Hae masih berdiri didepan gedung Golden Apartemen. Apartemen yang cukup terkenal di kota Dae-gu. Halaman di depan gedung apartemen ini dihiasi oleh pepohonan dengan daun yang sudah berubah warna. Dari hijau menjadi warna lain. Dan yang terlihat oleh mata Dong Hae adalah warna coklat dan kuning. Sangat indah, inilah salah satu alasan kenapa Dong Hae sangat menyukai musim gugur. Meskipun udara di musim gugur sudah termasuk udara yang dingin. Dong Hae sangat menyukai bagaimana pohon dengan daun yang hijau berubah warna menjadi warna merah, kuning, atau coklat.

Dong Hae melipat kedua tangannya didepan dada, sambil sesekali kepalanya menoleh kearah samping. Ke pintu gedung apartemen ini. Menunggu jika Lee Hyuk Jae keluar dari gedung ini. Lee Hyuk Jae, cinta pertamanya. Dong Hae tertawa kecil. Meskipun dia merasa seperti seorang artis yang memiliki fans dan hampir setiap hari mendapatkan surat cinta. Tapi selama itu, Dong Hae tidak pernah merasakan apa yang dia rasakan saat bertemu dengan Hyuk Jae. Dia belum pernah memiliki seorang kekasih. Karena memang tidak ada yang menarik perhatiannya meskipun di Jepang banyak wanita cantik. Dong Hae melebarkan matanya saat melihat Hyuk Jae berjalan keluar dari gedung apartemen mereka. Sempat terpesona dengan penampilan Hyuk Jae. Wanita itu memakai dress selutu merah muda lengan panjang dengan pita putih dipinggangnya. Coat biru muda sebagai pelindung dari udara dingin. Rambut hitamnya tergerai seperti biasa. Hyuk Jae berjalan begitu saja, melewati Dong Hae. Dong Hae yang baru tersadar, berjalan cepat menyusul Hyuk Jae yang sudah berada di depannya.

Dong Hae berjalan di belakang Hyuk Jae dengan jarak sekitar lima meter. Senyum terus tersungging di wajah tampannya. Tangannya dimasukkan kedalam saku coat coklat tua. Dong Hae tidak bosan menatap Hyuk Jae meskipun dari belakang. Dong Hae merasa sangat bahagia hari ini. Berjalan dengan menatap cinta pertamanya, dengan suasana yang terlihat sangat romantis. Dedaunan berwarna merah dan kuning menemani langkah mereka. Dong Hae merasa hanya ada dia dan Hyuk Jae saat ini.

Hyuk Jae berhenti di sebuah halte bus yang terletak tidak jauh dari gedung apartemen. Dong Hae mengikuti Hyuk Jae, pria itu berdiri disamping kiri Hyuk Jae. Wanita itu masih tidak mempedulikan keberadaan Dong Hae.

"Annyeong Hyuk Jae-sshi." Sapaan Dong Hae pun diabaikan oleh wanita itu. Mata indahnya hanya menatap lurus kedepan. Dong Hae menghela napas, kenapa sangat sulit mengajak wanita disampingnya untuk berbicara? Kenapa Hyuk Jae tidak seperti Nyonya Lee? Padahal Dong Hae sudah bisa berbicara banyak hal dengan Nyonya Lee, karena ibu dari Hyuk Jae merupakan wanita yang asyik diajak berbicara. Tapi kenapa anaknya begitu dingin?

"Hari ini kau mau pergi kemana?" tanya Dong Hae yang tidak mendapat jawaban apapun.

"Aku ingin jalan-jalan, tapi tidak tahu harus kemana. Bisakah kau menemaniku? Atau- "

Dong Hae tercengang. Hyuk Jae berjalan kedepan begitu saja. Dong Hae melihat bahwa bus sudah sampai di halte ini. Dong Hae bergegas menyusul Hyuk Jae yang sudah berada didalam bus. Wanita itu duduk di kursi paling belakang dekat jendela bus sebelah kanan. Dong Hae otomatis duduk disamping Hyuk Jae.

"Hyuk Jae-sshi, jika memang tidak bisa menemaniku. Biarkan aku mengikutimu, oke? Aku tidak tahu harus kemana. Lagipula aku tidak memiliki teman disini. Bisakan?" seperti tadi, tidak ada jawaban dari Hyuk Jae. Wanita itu dengan tenang melihat keluar jendela. Dong Hae menghela napas.

"Baiklah, aku anggap itu sebagai jawaban iya." Putus Dong Hae. Pria itu tidak peduli, jika Hyuk Jae merasa risih dengan kehadirannya. Dong Hae tidak peduli.

Sepanjang perjalanan yang Dong Hae tidak tahu akan kemana. Pekerjaan Dong Hae hanya menatap Hyuk Jae dalam diam. Memperhatikan setiap gerakan dari Hyuk Jae. Entah itu merapikan rambutnya, bahkan kedipan mata Hyuk Jae tak luput dari perhatian Dong Hae. Dia tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak memiliki ide apapun lagi untuk bisa mengajak Hyuk Jae berbicara. Tapi setidaknya, dia bisa berada dekat dengan Hyuk Jae.

Bus berhenti yang ternyata di halte selanjutnya. Dong Hae berjalan dibelakang Hyuk Jae. Dong Hae mengernyit heran saat Hyuk Jae memasuki sebuah gedung dengan tulisan Music For Children. Tapi Dong Hae tidak begitu mempedulikannya. Pria itu mengikuti langkah Hyuk Jae memasuki gedung tersebut. Gedung itu ternyata sebuah sekolah musik. Dong Hae melihat banyak sekali anak kecil yang langsung menyambut kedatangan Hyuk Jae.

"Hyuk Jae saem datang!" seru mereka. Kentara sekali rasa senang diwajah polos mereka saat mereka melihat Hyuk Jae yang membuat Dong Hae tersenyum. Pemandangan yang tersaji didepannya adalah pemandangan yang membuat hatinya menghangat.

Lee Hyuk Jae, wanita yang tidak pernah mengatakan satu katapun padanya, bahkan tidak pernah menatapnya. Kini tersenyum penuh kehangatan dan ketulusan. Senyum indah yang akan membuat orang melihatnya ikut tersenyum. Tangannya sibuk menyambut kedatangan anak-anak. Terlihat Hyuk Jae beberapa kali mengelus pipi atau rambut para anak kecil itu, bahkan kerap kali membalas pelukan dari anak-anak itu.

"Saem, ayo kita belajar lagi!" ujar seorang anak yang kira-kira berusia 8 tahun dengan tangan yang terus menarik coat milik Hyuk Jae.

"Iya, tunggu sebentar. Kalian sudah siap belajar?" Dong Hae mengerjap, antara terkejut dan senang. Terkejut karena, Hyuk Jae bisa dengan mudah berbicara dengan anak-anak itu bahkan dengan mudah menyapa orang dewasa seusianya yang berlalu lalang di lorong ini. Senang karena, dia bisa mendengar bagaimana Hyuk Jae berbicara dengan ekspresi yang tidak pernah ditunjukkan kepadanya.

"Ne!" jawaban kompak anak-anak itu membuat Hyuk Jae tertawa senang. Dong Hae tersenyum tulus, jadi begini kah saat Hyuk Jae tertawa? Cantik sekali.

Hyuk Jae kini membawa anak-anak menuju sebuah kelas yang masih berada di lorong itu. Kelas dengan tulisan Sunflower tertera dipintu bagian atas. Pintu dengan hiasan gambar bunga matahari dan hiasan lain. Dong Hae mengikuti dari belakang dan berhenti disamping kelas itu. Melihat kegiatan yang dilakukan oleh Hyuk Jae. Hyuk Jae terlihat sangat bahagia saat mengajar anak-anak itu. Senyum tidak pernah lepas dari wajah cantiknya. Kepolosan anak-anak itu kadang membuat Hyuk Jae tertawa.

"Permisi." Sebuah suara mengagetkan Dong Hae. Disamping kanannya berdiri seorang pria paruh baya yang berusia sekitar 50 tahun-an.

"Ah, annyeonghaseyo." Ujar Dong Hae sambil membungkukkan badannya. Pria paruh baya yang tingginya hanya sebahu Dong Haetersenyum.

"Anak muda ini siapa?"

"Ah, maafkan saya. Lee Dong Hae imnida. "

"Lee Dong Hae?"

"Ada keperluan apa?"

Dong Hae tertawa pelan, tangannya memegang leher belakangnya.

"Saya tetangga baru Hyuk Jae-sshi. Saya ingin jalan-jalan, tapi saya tidak tahu harus kemana. Akhirnya saya mengikuti Hyuk Jae-sshi kesini. Maafkan saya jika masuk tanpa izin dan mengganggu. Saya akan menunggu Hyuk Jae-sshi diluar saja."

Pria paruh baya itu tertawa kecil mendengar Dong Hae menjelaskan alasan kenapa dia berada disini dengan logat Jepang. Dong Hae hanya bisa tersenyum salang tingkah.

"Sebaiknya kita duduk dulu." Pria paruh baya itu mengajak Dong Hae duduk dibangku yang berada didepan kelas Moonlight. Tepat berseberangan dengan kelas Sunflower, jadi Dong Hae masih bisa melihat dengan jelas aktivitas yang dilakukan oleh Hyuk Jae.

Perbincangan Dong Hae dengan pria paruh baya itu pun berlanjut. Pria paruh baya itu bernama Park Byeon Chul. Pendiri dari sekolah Music For Children. Sekolah dengan tiga tingkat. Masing-masing tingkatnya memiliki lima kelas. Di lantai dasar untuk anak berusia 5 sampai 9 tahun. Lantai kedua untuk anak berusia 10 sampai 14 tahun, dan lantai tiga untuk anak berusia 15 sampai 19 tahun. Sekolah musik dengan guru rata-rata berusia 22-24 tahun. Yang diajarkannya pun berbeda tiap kelas. Murid dibagi sesuai dengan kemampuannya atau sesuai dengan bidang apa yang ingin mereka kuasai. Dan Hyuk Jae merupakan guru yang megajarkan bagaiman memainkan piano.

"Hyuk Jae, adalah guru favorit disini. Karena, dia selalu bersikap baik dan sangat menyukai anak-anak. Bukan hanya pada muridnya saja, tapi pada semua anak yang ada disini. Ketulusannya dalam mengajar dan berinteraksi dengan semua anak disini membuatnya sangat disukai anak-anak." Ujar Park Byeon Chul

"Ah, benarkah?" hanya itu yang bisa dikatakan oleh Dong Hae. Entahlah, perasaannya benar-benar tidak menentu. Antara senang, heran, dan kecewa berada didalam hatinya sekarang. Senang karena dengan dia berada disini, dia bisa melihat Hyuk Jae yang tersenyum, Hyuk Jae yang tertawa, dan Hyuk Jae yang berbicara meskipun bukan pada dirinya. Heran dan kecewa. Karena, kenapa hanya pada orang lain? Kenapa tidak kepadanya?

"Songsaengnim, apakah Hyuk Jae-sshi selalu seperti itu pada siapapun? Pada orang yang baru dia kenal sekalipun?" pancing Dong Hae. Dia harus tahu kenapa sikap Hyuk Jae kepadanya berbeda.

"Ne. Hyuk Jae adalah guru pertama yang bekerja disini. Dan saat ada guru baru, Hyuk Jae lah yang selalu berusaha untuk mengenalkan guru baru itu pada semua orang yang ada disini."

Dong Hae tertegun, matanya menatap Hyuk Jae yang terlihat sedang memperhatikan seorang anak yang sedang memainkan sebuah lagu dengan piano. Kenapa? Kenapa padanya Hyuk Jae tidak seperti itu? Apa dia tidak suka padanya?

"Dong Hae-sshi, kau bisa datang kesini kapanpun kau mau." Kalimat itu membuat Dong Hae kembali menatap Park Byeon Chul.

"Benarkah?"

"Benar. Kau bisa datang sesuka hatimu. Nah, aku harus kembali keruanganku. Aku permisi dulu."

"Ne, jeongmal kamsahamnida songsaengnim."

Dong Hae kembali duduk saat Park Byeon Chul sudah menaiki tangga dan tidak terlihat lagi. Matanya menatap Hyuk Jae yang kini tengah memainkan sebuah lagu dengan piano. Anak-anak mengelilinginya. Tapi Hyuk Jae tidak terlihat risih atau terganggu. Wanita itu justru terlihat sangat senang, bahkan saat ada seorang anak yang memeluknya dari belakang, Hyuk Jae hanya tertawa.

Dong Hae tertawa pelan. Tidak apa-apa. Dia masih bisa berusaha untuk membuat Hyuk Jae bersikap seperti itu padanya. Dia akan berusaha.

TBC