The Girl is Mine

by nessh


Siapa yang tidak mengenal Ginevra Weasley? Dia memang seorang gadis Gryffindor yang berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja walaupun dia seorang Darah-Murni dan kebanyakan Darah-Murni adalah orang yang berada (contoh: Malfoy, Greengrass). Tapi tidak ada satu orang pun di Hogwarts yang tidak mengenal Ginny Weasley.

Pertama, karena dia seorang Weasley. Weasley dikenal karena memiliki anak lebih dari kemampuan finansial mereka dan Ginny adalah satu-satunya anak perempuan di keluarga itu.

Kedua, dia adalah pemain Quidditch. Popularitas Ginny melesat ketika ia diterima di Tim Quidditch Gryffindor sebagai seorang Chaser. Seperti kakak-kakaknya, (Bill, Charlie, Fred dan George), Ginny sangat berbakat dalam permainan Quidditch dan bahkan menjadi salah satu Chaser perempuan terbaik di Hogwarts.

Ketiga, dia cantik. Rambut merah menyalanya menjadi daya tarik khusus yang membuat siapapun menoleh ketika Ginny lewat. Dia juga gadis yang ramah, baik, lembut dan cukup pintar. Michael Corner, Dean Thomas dan Harry Potter adalah serangkaian laki-laki beruntung yang pernah memiliki Ginny. Namun setelah Harry, Ginny tidak pernah dekat dengan siapapun.

Draco Malfoy, mengapit buku di ketiak kanan, tangan kanan menggenggam apel dan tangan kiri memegang tasnya, berjalan memasuki perpustakaan. Menyembunyikan apel di saku ketika melewati Madam Pince dan memasang senyuman terbaiknya. Yang dibalas dengusan dari Madam Pince. Setelah aman, ia kembali merogoh sakunya dan menggigit apel merah itu.

Draco berhenti berjalan ketika melihat sosok familiar di salah satu meja. Ia menyeringai.

Ginny sedang menyalin kutipan dari buku untuk essai Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Sembari sesekali menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Alex Jacob, teman satu kelas PTIH-nya dari Hufflepuff. Ginny memang dekat dengan Alex belakangan ini, tapi mereka hanya sekedar teman. Beruntung untuk Alex karena kali ini tidak ada kakak-kakak Ginny yang akan mengolok-olok Alex atau membuat celananya melorot di Aula Besar. Ron memutuskan untuk membantu George di tokonya dan Harry langsung masuk pelatihan Auror, jadi beruntung untuk Alex.

"Helo Weasel, Jacob. Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Draco, bersandar santai di rak buku. Ia menggigit apelnya. Matanya tertuju pada Alex Jacob yang langsung menelan ludah, gugup.

Oke. Walaupun kakak-kakak Ginny sudah tidak di Hogwarts, sepertinya memang sudah takdir Ginny untuk hidup dengan berbagai jenis gangguan.

"Mengerjakan peer. Pergilah Malfoy. Aku harus dapat O di tugasku yang satu ini," sahut Ginny tanpa mendongak dari perkamennya.

Jacob berhenti menulis dan menatap Draco gugup.

Draco menyeringai. "Tidak macam-macam dengan gadisku ini kan Jacob," Draco mengalungkan lengannya di bahu Ginny.

Ginny sontak mendongak dan menepis tangan Draco. "Gadismu?!"

"Tidak sir! Tidak ada apa-apa!" Alex memekik.

"Sejak kapan aku menjadi gadismu, Malfoy?! Aku bukan tropi!"

Draco mengangkat bahu. Seringai lebar masih menghiasi wajahnya. "Kamu memang gadisku. Benar, kan love? Jangan menolakku. Aku tidak bisa menerima kata 'tidak' apalagi darimu. Lagipula," Draco menatap Ginny dalam-dalam. "Kamu tidak akan bisa mengatakan tidak padaku,"

"Aku tidak akan pernah menjadi gadismu Malfoy! Aku bukan salah satu fans-mu! Jangan samakan aku dengan mereka!"

"Memang tidak," ujar Draco kalem, menggigit apel dan mengunyahnya dengan tenang. "Aku tidak akan menjadikan mereka gadisku. Aku sudah memilikimu. Oh, apa itu artinya kamu setuju menjadi gadisku?"

"AKU TIDAK PERNAH BILANG BEGITU!"

"Kamu sudah menjadi gadisku sejak kamu mencuri sesuatu dariku,"

"Oh ya? Apa yang aku curi darimu?"

Draco mencondongkan tubuhnya, meraih dagu Ginny dan berbisik. "Nafasku,"

Perlahan semburat merah merayapi wajah Ginny. "Uurrgh! Kita pergi, Alex!"

Ginny menjejalkan perkamen dan bukunya ke dalam tas kemudian pergi secepat kilat meninggalkan Draco. Alex tergopoh-gopoh mengikuti Ginny, mendekap seluruh barang bawaannya.

Draco hanya terkekeh. "Kita lihat nanti, Ginevra. Kamu akan menjadi milikku,"


Hermione Granger tersenyum sendiri membaca surat dari Harry. Sudah tiga bulan berlalu sejak Hermione berada di Hogwarts. Rasanya berbeda sekali tanpa Harry dan Ron. Apalagi sebagai Ketua Murid, Hermione tidak lagi tidur di asrama Gryffindor, melainkan di menara khusus Ketua Murid bersama Zacharias Smith. Tapi ia masih sesekali mengunjungi Menara Gryffindor, seperti sekarang, Hermione menikmati mengerjakan tugas di depan perapian.

Suara lukisan yang mengayun dan hentakkan kaki membuat Hermione mendongak sejenak dari surat Harry. Ia melihat Ginny berjalan dengan cepat ke arahnya dan membanting tas ke sofa, sebelum terduduk di samping Hermione, menggerutu dengan kening menempel di meja.

"Ginny, ada apa?" tanya Hermione heran.

"Malfoy," gerutu Ginny.

Hermione mengulum senyum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Draco mengejar-ngejar Ginny. Bahkan sudah ada taruhan mengenai kapan Pangeran Slytherin itu bisa memenangkan hati sang Putri Gryffindor. Diam-diam Hermione mengikuti taruhan itu.

"Mungkin dia benar-benar menyukaimu Ginny," kata Hermione, kembali membaca surat dari Harry.

Ginny melirik Hermione sebal. "Mana mungkin! Dia hanya senang menggodaku!"

Hermione tertawa kecil. "Aku rasa tidak,"

"Urrgghh! Kenapa semua orang berbicara seperti itu!" Ginny bangkit dari duduknya, menyambar tas dan berlari menuju kamarnya sambil menggerutu.

Hermione hanya menggeleng-geleng. Ginny mengingatkannya pada Ron. Ngomong-ngomong soal Ron, sepertinya Hermione harus menulis surat padanya dan memberitahunya tentang Draco dan taruhan itu. Siapa tahu dia berminat, betul kan?


Kunjungan ke Hogsmaede adalah sesuatu yang semua orang tunggu-tunggu. Termasuk Ginny. Kecuali hari ini. Beberapa hari belakangan dia sangat kesal karena Draco Malfoy terus menerus mengganggunya. Sampai akhirnya Draco menawarkan satu kesepakatan:

"Satu kali kencan dan jika kamu masih tidak menyukaiku setelah itu, bilang saja dan aku tidak akan mengganggumu lagi. Deal?"

Tentu saja Ginny menyetujui itu. Toh Ginny tidak akan menyukai kencannya dengan Malfoy. Bagaimana mungkin dia bisa menyukai kencannya bersama Malfoy? Tidak mungkin. Setelah hari ini, dia akan terbebas dari Malfoy.

Ginny berjalan menuju gerbang Hogwarts. Dari kejauhan dia bisa melihat Hermione dan Zachary mendata orang-orang yang pergi ke Hogsmaede. Beberapa anak kembali ke kastil dengan muka cemberut, mungkin Hermione menolak memberinya ijin ke Hogsmaede.

"Hey Ginny. Kenapa dengan mukamu? Tidak senang dengan kunjungan ke Hogsmaede?" tanya Hermione, heran melihat Ginny cemberut.

"Aku pergi dengan Malfoy," jawab Ginny setengah menggerutu.

Zachary bersiul. "Akhirnya, eh? Mulai menyukainya?"

"Diam Smith. Ini bukan urusanmu,"

Zachary hanya terkekeh dan kembali mendata anak-anak kelas tiga Ravenclaw yang menghampirinya.

Hermione tersenyum. "Tenang. Kamu akan mendapatkan hari yang menyenangkan,"

"Kamu akan mendapatkan hari yang menyenangkan. Harry datang kan?"

Wajah Hermione bersemu. "Bagaimana kamu—"

"Harry memberitahuku. Dia Ron dan Luna akan datang. Tapi aku cukup yakin Harry akan membawamu ke suatu tempat dimana kalian tidak bisa diganggu. Atau cukup memakai Invisible Cloak miliknya," Ginny menyeringai jahil. Puas melihat wajah Hermione yang semakin memerah.

Tapi seringai itu hilang ketika Ginny mendengar suara seseorang.

"Hari yang indah," Draco menghela nafas, senyuman lebar menghiasi wajahnya. "Selamat pagi Granger, Smith,"

"Pagi Malfoy," kata Zacharias, masih menunduk menandai list di tangannya.

"Pagi Draco," mata Hermione melirik Ginny yang sedang mencibir. Ia mengulum senyum.

"Jadi, Ginny. Kita pergi sekarang?" tanya Draco, mengulurkan tangannya pada Ginny.

Ginny melirik uluran tangan Draco dan melipat kedua tangannya di dada. "Kita pergi sekarang," gumamnya, berjalan cepat melewati Hermione dan Zacharias, meninggalkan Draco.

"Ouch. Dingin sekali," Zacharias meringis. Dia menatap Draco iba. "Semoga beruntung dengan itu,"

Draco melambaikan tangannya ringan. "Dia akan menyerah. Tidak ada yang bisa menolak pesonaku," ujarnya ringan sebelum berlari menyusul Ginny.

Zacharias menggaruk-garuk kepalanya. "Apa dia selalu percaya diri begitu?"

Hermione tertawa. "Dia seorang Malfoy. Kurasa dia memang selalu seperti itu," oooh Harry akan senang mendengar ini!