BLEACH © Tite Kubo
Gadisku, Sample Eksperimen © Rhistichimaru
Tittle: Gadisku, Sample Eksperimen
Author: Rhistichimaru
Pairing: Madarame Ikkaku x Kurotsuchi Nemu
Summary :
Ikkaku bertemu dengan seorang gadis yang tidak bisa berbicara dan bahkan tidak bisa berekspresi apapun. Keinginannya yang besar untuk mengenal dan membuat gadis itu berekspresi justru membawa petaka baginya. Akankah Ikkaku menyerah??
Huah… buat fict baru lagi! –padahal yang lama belum kelar, udah buat yang baru lagi-
Ini Fict ke-3 di fandom Bleach, Maaf kalau masih ada Typo atau bahasanya ancur.
Review ya! Domo…
STOP!! Don't Like, Don't Read !
Chapter 1
Sungai, Aku dan Gadis itu
"Hey, Ikkaku!! Cepat sini! Aku dapat ikan yang besar, loh!"
"Ya. Apaan, sih?!" tanyaku pada Yumichika, sahabatku.
Aku segera mendekatinya dan melihat apa yang dikatakannya. Dan ternyata Yumichika memang mendapatkan ikan yang berukuran sangat besar. Panjang ikan itu hampir 50 cm, ikan macam apa itu?
"Waw!! Kau hebat Yumichika!! Loh kok, kau bisa dapat ikan yang segitu besarnya! Aku dari tadi tidak dapat satupun. Nasib-nasib…" ujarku padanya.
"Kau itu memang selalu sial, Ikkaku."
"Enak saja kau, ini cuma hari ketidakberuntunganku saja," jawabku membela diri.
"Sudahlah, kalau memang begitu mungkin sebaiknya kau pindah tempat memancingnya. Jangan disana terus, coba kearah hulu sana mungkin ikannya lebih banyak."
"Ah kau ini! Tapi ada baiknya juga kucoba daripada tidak dapat-dapat begini," ujarku menyetujui sarannya.
Aku segera menjauhi Yumichika yang makin asyik memancing, kutoleh dia sebentar. 'Ah… dia dapat Ikan lagi. Kenapa aku justru tidak dapat satu ikanpun? Payah!!' teriakku dalam hati memaki diriku sendiri.
Aku lalu duduk diatas bebatuan dan segera melempar umpan pancing ke sungai. Aku menunggu umpan tersebut dimakan ikan yang terkecoh oleh satu cacing tanah. Setelah 15 menit aku menunggu tidak ada reaksi apapun dari umpan pancingku, aku mulai bosan. Kualihkan padanganku kearah hulu sungai yang disana terdapat sebuah jembatan yang membelah sungai 'Kawa' ini, pemandangan yang kulihat benar-benar indah. Sungai ini jernih dengan bebatuan besar dipinggirnya. Mungkin lebih tepatnya sungai ini dijadikan tempat untuk arum jeram. Tetapi karena sungai ini arusnya desar, jadi jarang ada yang mau memcoba ber-arum jeram disini.
Saat aku mengalihkan pandanganku kearah jembatan itu lagi, aku melihat ada seorang gadis yang berdiri di pinggir jembatan dan siap untuk melompat kesungai. Dan dalam beberapa detik dari saat aku melihatnya, dia sudah terjun ke sungai.
"Nona!! Nona!" teriakku memanggil gadis yang sudah terjun kesungai itu.
Gadis itu tidak berteriak, hanya kepalanya saja yang muncul tenggelam dari dasar sungai. Dan saat aku sudah mendekati sungai itu, dia hilang. Aku panik dan langsung terjun kearah sungai dan menyelam untuk mencari keberadaan gadis itu di dasar sungai.
Aku terus meyelam dan mencari-cari sosok gadis tadi. Setelah menyelam sekitar 15 meter, aku melihat tubuh gadis itu sudah mendekati dasar sungai. Aku sigap dan cepat menarik tubuhnya dan mengangkat tubuhnya ke permukaan air. Sepertinya napasku juga sudah tidak tahan karena oksigen tidak bisa kuhirup didalam air seperti ini.
Beberapa menit kemudian aku sampai dipermukaan air, aku segera memeluk pundak gadis ini dari belakang tubuhnya dan menariknya sambil berenang ke pinggir sungai. Dipinggir sungai sahabatku Yumichika sudah menunggu dan mencari-cariku dengan cemas.
"Ikkaku!!!"
"Eh Yumichika, cepat tolong aku!" teriakku pada Yumichika.
Aku masih menggendong gadis ini dan segera meletakkannya dibebatuan dipinggir sungai, sepertinya dia pingsan. Aku panik, Yumichika segera memeriksa napas dan nadi gadis ini.
"Ikkaku sepertinya dia pingsan, bagaimana ini?" tanyanya sambil masih menekan-nekan bagian diatas dada gadis ini berusaha mengeluarkan air yang tertelan olehnya ketika terjun disungai tadi.
Beberapa saat kemudian…
"Huek… huek… khu…"
Gadis itu berhasil siuman dan memuncratkan air dari mulutnya. Air itu mengenai lengan dan tangan Yumichika. Dengan sigap Yumichika menarik dirinya dan berteriak.
"Huay!! Sudah ditolong malah mengotoriku dengan air dimulutmu. Dasar! Aku kan jadi kotor tidak higienis lagi, tahu!" teriak Yumichika sok bersih.
Yah… inilah sahabatku Yumichika, dia tipe-tipe cowok bersih dan cantik mungkin lebih tepatnya bishonen atau malah seperti banci. Walaupun wajahnya lumayan tampan dan postur tubuh yang tinggi dia tetap kelihan manis dengan gayanya yang higienis dan cantik. Tetapi, dialah satu-satunya sahabat yang kumiliki dan akan selalu kumiliki.
"Sudah Yumichika, dia kan tidak sengaja. Kau maklum kenapa, sih!" seruku padanya.
"Ya… Iya. Cepat diurus gadis ini, bisa-bisa dia mati nanti."
"Ya," jawabku singkat.
Aku segera mendekati gadis ini dan membantunya duduk. Dia kelihatan kehabisan oksigen setelah tercebur ke dasar sungai tadi. Dia menatapku dengan tatapan dingin.
"Nona, kau tidak apa-apa? Apa kau baik-baik saja?" tanyaku padanya.
"…."
Aku masih memegang pundaknya dan menyangga duduknya dari belakang, dia melihatku sebentar kemudian tiba-tiba dia pingsan lagi. Aku panik, Yumichika mendekatiku dan memberi saran padaku.
"Ikkaku, dia pingsan lagi!! Jadi bagaimana dia, kita tidak tahu dia tinggal dimana. Sekarang sudah sore, tidak mungkin kita meninggalkannya disini. Bagaimana kalau kau bawa dia keapartementmu dulu, setelah dia siuman kita tanyai lagi dia?"
"Aku rasa kau benar, Yumickika!"
"Ayo cepat kau bawa dia ke mobilku. Aku yang menyetir. Cepatlah, Ikkaku!" teriak Yumichika yang kemudian berlari kearah mobilnya.
Aku segera menggendong gadis ini kearah mobil Yumichika. Setelah sampai ke mobil Yumichika, aku meletakkan gadis ini dikursi mobil bagian belakang, aku juga duduk disampingnya berusaha menjaga dan menopang tubuhnya. Saat ini tubuh gadis ini basah kuyup karena tercebur ke sungai tadi, sepertinya dia mulai kedinginan apalagi saat ini sudah hampir mendekati musim dingin. Wajah gadis ini sudah pucat dan hampir membiru, aku sangat panik. Aku takut dia kenapa-kenapa. Aku segera menyuruh Yumichika menyetir dengan kecepatan tinggi.
Beberapa saat kemudian kami sampai ke apartementku, Yumichika segera membuka pintu apartementku. Aku segera mengikutinya dan meletakkan gadis ini di tempat tidurku, aku masih panik. Aku tidak tahu harus melakukan apa padanya.
"Ikkaku, cepat ganti bajunya! Tubuhnya sudah kedinginann seperti itu, cepatlah!" saran Yumichika padaku.
"APA?? Mengganti bajunya? Tidak mungkin!! Masa aku?? Dia kan seorang gadis, masa aku yang mengganti bajunya?!" teriakku padanya.
"Kau ini bodoh, ya! Ini darurat, tahu! Cepatlah! Aku ambilkan dulu bajumu untuknya!"
"Tidak aku tidak bisa, kalau bajuku dipakainya 'sih tidak apa-apa. Tapi kalau aku yang mengganti bajunya, aku tidak bisa, Yumichika! Bagaimana kalau kau saja? Tolong ya!" pintaku padanya, aku rasa Yumichika lebih bisa dari aku mengingat dia seperti itu.
"TIDAK!!! Akut tidak mau! Nanti aku terserang virus, bakteri dan tubuhku tidak higienis lagi. Dia kan tadi masuk kedasar sungai, tidak! Tidak mau! Kau saja."
"Ah… tolonglah, Yumichika! Sekali ini saja!"
"Tidak!! Aku tidak mau, Ikkaku! Kau kan tahu aku! Aku ini alergi sama yang namanya kotor," jawab Yumichika enteng.
"Ya sudah kalau begitu, cepat berikan padaku bajunya! Terpaksa daripada dia bertambah parah kedinginan dan mungkin akan cepat mati! Sini bajunya!"
"Ini! cepat ganti bajunya, aku keluar dulu! Akan kubelikan dia makan dan minuman untuk menghangatkan tubuhnya nanti serta memanggil dokter untuknya. Cepat ganti bajunya!" ujar Yumichika kemudian berlalu dari dekatku.
Baru saja aku akan membuka baju gadis ini, Yumichika datang lagi dan meledekku.
"Ikkaku, tahan nafsumu saat mengganti bajunya. Jangan sampai kau berbuat mesum padanya!" seru Yumichika meledekku.
"Enak saja, aku tidak mesum, banci!!!" balasku padanya.
"He.. he.. he…"
Yumichika hanya tertawa cengengesan kemudian pergi lagi keluar kamar apartementku. Aku segera membuka baju gadis ini, semua tubuhnya kini sudah tidak terbalut benang satupun. Aku terperangah melihatnya, siapapun yang melihatnya akan mengatakan satu hal setelah melihat tubuhnya. Satu kata "luar biasa indah".
Aku cepat-cepat sadar dari terperangahku kemudian segera mengenakan baju yang dibawa Yumichika tadi padanya. Aku memakaikan T-shirt dan celana pendek milikku padanya. Setelah selesai, aku segera memasukkan baju yang dipakai gadis tadi ke mesin cuci.
Setelah itu, aku mengelap wajah, tangan dan kakinya untuk membersihkan lumpur sungai yang menempel padanya dengan air hangat. Setelah selesai melakukan hal itu, akupun mandi dengan cepat untuk membersihkan tubuhku yang juga berlumpur. Setelah mandi dan berpakaian, aku hanya duduk ditempat tidur tepat disampingnya yang sedang berbaring. Aku hanya memandanginya yang sedang pingsan sambil mengunggu dia siuman.
Tidak berapa lama setelah itu, Yumichika dan dokter datang. Dokter segera memeriksanya dan memberikan obat padaku, lalu izin untuk pamit pulang. Aku mengikuti dokter ke luar kamarku.
"Dokter Unohana, bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja? Atau ada sesuatu yang berat terjadi padanya? Apa perlu kita bawa dia kerumah sakit?" tanyaku penasaran.
"Tidak… tidak usah, Ikkaku. Dia tidak kenapa-kenapa, dia baik-baik saja. Hanya pingsan biasa karena kehabisan oksigen. Kau tenang saja. Jangan terlalu khawatir, Ikkaku."
"Oh.. begitu, Dok!" jawabku lega.
"Ya, santai saja. Sebentar lagi dia akan siuman. Oh ya, apa dia pacarmu? Tadi Yumichka bilang kalau dia pacarmu?" tanya dokter Unohana padaku.
"Eh… bukan, Dok! Ak baru saja mengenalnya, tadi aku tidak sengaja melihatnya terjun ke sungai. Aku menolongnya, karena tidak tahu alamatnya jadi dia kubawa saja kesini."
"Oh… ya sudah kalau begitu. Setelah siuman beri dia makanan dan obatnya jangan lupa diminum. Kalau terjadi masalah, cepat kau menelponku."
"Oke! Terimakasih banyak, Dok!" ujarku padanya.
"Ya, sama-sama. Saya permisi dulu, Ikkaku," ujar dokter Unohana kemudian segera menjauh pergi dari apartementku.
"Baik, Dok! Terimakasih sekali lagi!" seruku padanya.
Aku kemudian berbalik ke kamarku lagi. Sesampinya di kamar aku melihat Yumichika sedang memperhatikan kalung merah yang melingkar ketat di leher gadis itu.
"Hei Ikkaku, sepertinya ada tulisan di sisi bagian dalam kalung gadis ini. Tadi aku melihat kalung ini sangat cantik setelah aku lihat ternyata ada tulisannya, tapi aku tidak tahu tulisan apa? Coba kau yang melihat tulisan apa yang ada disana?!" seru Ikkaku saat aku sudah mendekatinya.
"Iya??? Tulisan apa? Mana sini aku lihat!" ujarku pada Yumichika dan segera memperhatikan kalung gadis itu.
Karena tidak bisa membaca tulisan tersebut dengan jelas saat masih dipakai oleh gadis itu, aku lalu membuka kalungnya. Saat kubuka kalungnya, memang ada tulisan. Tulisannya berbunyi:
KUROTSUCHI, DISTRIK 65 NO. 68
"Ikkaku, jangan-jangan itu alamat tempat tinggalnya dan itu namanya," ujar Yumichika sambil memperhatikan tulisan pada kalung merah tersebut.
Kalung itu berbentuk pita meteran berwarna merah dan disisi dalamnya ada tulisan tersebut, mungkin benar kata Yumichika.
"Ya, aku rasa juga begitu. Okelah kalau begitu, nanti kalau dia siuman kita segera mengantranya ke alamat tersebut," kataku pada Yumichika.
"Tidak! Aku rasa lebih baik besok saja kita mengantarnya ke alamat tersebut! Hari kan sudah malam dan sekarang sedang turun hujan deras. Besok aku janji deh akan mengantarmu, Oke!" lanjut Yumcihika disertai gerakkan bulu matanya yang panjang, lentik dan cantik.
"Okelah Kalau begitu."
Aku dengan hati-hati segera memakaikan kembali kalung tersebut dileher gadis ini. Yumichika hanya memperhatikanku sambil terseyum simpul, seolah-olah mengejekku.
"Apa yang kau lihat dan kenapa senyum-senyum begitu!" kataku geram.
"Tidak, lucu saja. Kau kan jarang memperhatikan dan memperlakukan seorang gadis sehati-hati padanya. Jangan-jangan kau sudah jatuh cinta padanya, ya?" ledek Yumichika padaku.
"APAA?? Kau gila mana mungkin aku suka padanya. Sana pergi, dasar banci!!"
"Ih, Ikkaku. Kenapa kamu marah? Aku kan cuma bercanda. Ya sudahlah… aku pulang dulu kalau begitu, kalau kau butuh apa-apa panggil saja aku. Dah!!" seru Yumichika kemudian beranjak pergi pulang ke kamar apartementnya yang tepat berada di sebelah kamarku.
Setelah Yumichika pulang, aku masih duduk disamping gadis ini, masih menunggunya siuman. Sudah dua setengah jam aku menunggunya dan tiba-tiba dia membuka matanya dan segera duduk. Aku terkejut dan kemudian mendekatinya lebih dekat lagi.
"Nona! Kau sudah sadar? Apa anda baik-baik saja," tanyaku padanya.
"…"
"Nona! Kau baik-baik saja, kan?!"
"…"
Tidak ada jawaban, dia hanya memandangiku dengan air muka datar. Kemudian memperhatikan tubuhnya sendiri dan memegangi bajunya, menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. Kemudian menatapku lagi dengan tatapan tajam namun tanpa ekspresi apapun. Awalnya aku juga bingung melihat ekspresinya tetapi aku segera tahu maksudnya.
"Nona, tenanglah. Aku tidak melakukan apapun padamu. Aku tidak berbuat macam-macam padamu. Aku memang mengganti bajumu karena tubuhmu basah kuyup dan tubuhmu sepertinya kedinginan, jadi kuganti bajumu," ujarku menjelaskan pajang lebar padanya.
"…"
"Benar nona, aku tidak bohong. Aku tidak melakukan apapun padamu. Demi Kami-sama aku tidak menyentuhmu dan tidak berbuat mesum padamu," lanjutku lagi.
Dia hanya memandangku dan memegang tanganku. Aku kaget, dia hanya mengangguk. Lalu melepaskan tanganku dan beranjak dari tempat tidur, sepertinya dia mau keluar kamar. Aku pun segera mengikutinya dan menarik tangannya.
"Nona, kau mau kemana? Apa kau mau pulang?"
"…"
"Kau mau pulang??"
"…"
"Nona tolong jawab aku, apa kau mau pulang saat ini?"
"…"
"Nona, apa kau tidak bisa berbicara?" tanyaku hati-hati, aku takut dia tersinggung dengan kata-kataku.
"…"
Tidak ada jawaban dia hanya menatap mataku kemudian menganguk lagi. Ah… berarti benar dia tidak bisa berbicara. Tetapi dia cukup mengerti dengan apa yang kukatakan.
"Apa kau mengerti dengan apa yang kukatakan padamu?" tanyaku lagi penasaran. Dia mengangguk lagi.
"Oh… begitu. Jadi kau ingin pulang sekarang, tapi saat ini sedang hujan deras."
Dia beranjak menuju jendela kamarku dan membuka gordennya lalu menutupnya lagi. Berjalan kearahku dan menatapku lagi. Aku hanya bisa membalas tatapannya saja.
"Nona, tenanglah! Aku bukan orang jahat. Sekarang sedang hujan dan hari juga sudah malam, besok pagi-pagi sekali aku akan mengantarkanmu kerumahmu. Tenanglah aku tidak akan melukaimu," ujarku meyakinkannya.
Dia masih berdiri dihadapanku dan memperhatikan tangannya yang masih ada sedikit bercak-bercak lumpur. Dia berusaha membersihkannya dengan tangannya.
"Nona, apa kau ingin mandi untuk membersihkan sisa-sisa lumpur itu, tadi aku sudah mengelapnya tapi kurasa masih ada sisa-sisanya terutama di tubuhmu bagian dalam. Aku tidak berani membersihkan dan mengelapnya. Aku hanya mengelap tangan, kaki dan wajahmu saja. Mungkin sebaikknya kau mandi saja untuk membersihkannya! Sebentar, kuambilkan handuk dan baju lagi."
Aku segera beranjak ke lemariku dan mengambil handuk, T-shirt dan celana pendekku. Aku kemudian menyerahkan handuk, T-shirt dan baju tersebut padanya. Dia mengambilnya, aku kemudian menunjukkan arah kamar mandiku. Dia masuk dan terdengar pintu kamar mandi dikunci olehnya. Aku kemudian beranjak dari depan pintu kamar mandi, tetapi beberpa langkah aku berjalan tiba-tiba…
BRUKK, KLONTANG…
Aku segera mendekati pintu kamar mandi dan mengetuk-ngetuknya sambil berseru menanyai keadaannya.
"Nona! Nona! Ada apa? Ada apa, Nona?! Kau jatuh? Apa kau terjatuh, Nona?!" seruku khawatir.
Tidak ada jawaban, kemudian terdengar bunyi shower menyala. Aku agak lega dan tidak menanyainya lagi. Aku kemudian beranjak ke dapur dan menghangatkan makanan yang dibeli oleh Yumichika tadi kemudian membuatkan coklat panas untuk gadis itu.
15 menit kemudian aku selesai mengurusi masalah makanan dan telah siap menghidangkan makanan diatas meja makanku yang kecil. Aku menunggu gadis itu selesai mandi sambil memakan cemilan yang dibeli oleh Yumichika tadi.
Beberapa saat kemudian, gadis itu keluar dari kamar mandi. Dia sudah memakai pakaian yang kuberikan tadi walaupun kelihatan kebesaran, wajahnya kelihatan fresh dan rambutnya basah teurai –sebelumnya rambutnya dikepang satu kebelakang. Aku kemudian menghampirinya dan menarik tangan kanannya untuk mengajaknya ke meja makan.
"Ayo Nona kau makan dulu, setelah itu kau minum obat dari dokter tadi!"
Dia berusaha menarik tangannya dariku yang memegang tangannya. Aku lalu melepaskan tangannya, dan ternyata tangan kanannnya melepuh. Pantas saja dia tidak mau aku memegang tanganya tadi. Aku panik, jangan-jangan suara berisik dari kamar mandi tadi yang menyebabkan tangannya melepuh.
Bodohnya aku tidak menyadari hal ini, aku seharusnya mengatakan padanya kalau shower itu ada air panas dan dinginya. Sebelum dia mandi seharusnya dia mengatur suhu airnya dulu. Bodoh!! Aku panik dan segera tersadar, lalu segera meminta maaf padanya.
"Nona, maaf. Maaf tadi aku tidak memberi tahumu dulu kalau showernya ada air panasnya dan harus diatur dulu suhunya. Maaf, Nona. Maafkan aku," ujarku meminta maaf padanya, dia hanya mengangguk.
Aku lalu beranjak mencari obat di kotak P3K di kamarku. Setelah menemukan obat tersebut aku lalu mengajaknya duduk di sofa ruang tamu atau lebih tepatnya ruang TV-ku. Aku segera mengobati tangannya yang melepuh tadi dengan obat cream dari dokter yang sudah lama kupunyai.
Setelah mengobatinya aku lalu mengajaknya ke ruang makan dan menyuruhnya makan. Saat akan makan aku baru ingat kalau tangannya masih sakit karena melepuh tadi. Tangan kanannya melepuh dari siku sampai jari-jarinya, jadi dia agak kerepotan menyendok sup panas dan juga memakai sumpit untuk makan nasi dan lauknya. Aku lalu berinisiatif untuk menyuapainya saja daripada dia kesulitan seperti ini.
"Nona, kau kelihatannya kesulitan makan dengan sumpit itu. Apa aku boleh membantumu, aku boleh menyuapimu?"
Dia mengangguk lagi. Akupun segera menyuapi makanan tersebut ke mulutnya dan mengelap sisa makanan yang tertinggal dibibirnya dengan tissue. Dia hanya memandangiku saja, aku sepertinya agak blushing dilihatnya seperti itu.
DEG…
'Apa ini? Perasaan apa ini? Kenapa aku deg-degan seperti ini?' tanyaku dalam hati.
Aku masih menyuapinya sampai makanan ini selesai kami makan, aku dan dia makan bersama. Setelah makan dan memberikan obat pada gadis ini, aku membereskan makan dan alat-alat makan ke dapur. Aku mengangkat piring-piring kotor tadi, gadis ini berusaha membantuku.
"Tidak usah, Nona. Nona duduk saja. Tangan nona kan masih sakit, lain kali saja kalau kau ingin membantuku," ucapku saat dia akan membantuku mencuci piring.
Dia lalu hanya berdiri memandangi aktifitasku mencuci piring. Setelah selesai mencuci piring dan membersihkan meja makan, aku mengajak gadis ini ke ruang TV. Aku menyalakan TV, dia mengikutiku dan duduk di sofa disampingku.
Hening, tidak ada suara diantara kami kecuali suara TV. Aku lalu memberanikan diri menanyakan alasan kenapa dia tadi terjun ke sungai.
"Nona, aku boleh bertanya sesuatu padamu?" tanyaku meminta izin. Lagi-lagi dia hanya mengangguk dan menatapku.
"Maaf kalau aku lancang bertanya padamu. Kenapa anda tadi terjun ke sungai?" tanyaku lagi. Sebenarnya aku ini bodoh, sudah tahu dia tidak bisa berbicara tetap saja bertanya padanya.
Dia hanya menatapku dengan ekspresi datar dan memegang tangan kananku dengan tangan kirinya. Aku mengerti, dia ingin mengatakan sesuatu padaku. Tetapi tidak bisa, karena dia tidak bisa berbicara. Dia hanya menunjuk bibirnya dan aku sudah paham, jadi aku tidak menanyakan sesuatu padanya lagi. Aku hanya menjelaskan tentang diriku padanya.
"Nona, apa kau mau tahu tentang aku? Tapi kalau tidak juga tidak apa? Aku hanya ingin mengobrol denganmu," ujarku padanya, dia masih memegang tanganku kemudian mengangguk lagi.
"Aku hanya pemuda biasa, Nona. Namaku Madarame Ikkaku, panggil saja aku Ikkaku. Saat ini aku sedang kuliah di Karakura University jurusan Mechanical Engginering. Apa kau juga kuliah atau sekolah?" tanyaku padanya.
Dia menggelengkan kepala, aku lalu melanjutkan deskripsiku.
"Aku tinggal sendiri di kota Karakura ini, tidak juga sih. Aku tinggal di kota ini bersama dengan sahabatku Yumichika yang tadi bertemu denganmu di sungai itu. Dia sahabatku sejak kecil dan aku dengannya sudah seperti keluarga. Oh ya, apa kau punya keluarga? Apa kau punya saudara?" tanyaku lagi.
Dia mengangguk kemudian menggelengkan kepalanya. Mungkin maksudnya dia punya keluarga tetapi tidak punya saudara. Lama aku mendeskripsikan diriku padanya, dia kemudian menyenderkan kepalanya ke pundakku sepertinya dia mulai mengantuk. Tidak berapa lama kemudian dia tertidur. Aku kemudian membangunkannya.
"Nona! Nona sebaiknya kau pindah ke kamar saja, tidurlah di tempat tidurku. Disini dingin sekali," saranku padanya.
Dia membuka matanya dan beranjak berdiri, aku menuntunnya ke kamarku. Setelah sampai dikamar, dia membaringkan dirinya ditempat tidur. Aku kemudian menyelimutinya dengan selimutku. Dia hanya menatap sikapku padanya. Setelah menyelimutinya aku mengatakan.
"Oyasuminasai, Nona."
Dia hanya memandangiku lalu perlahan menutup matanya, aku terseyum melihatnya. Aku kemudian keluar kamarku dan kembali ke sofa di ruang TV. Setelah beberapa jam, mataku juga mengantuk. Suhu udara di ruangan ini bertambah dingin, aku kedinginan. Aku lalu memutuskan untuk tidur di sofa ini, tidak mungkin aku tertidur dikamarku sebab ada gadis itu disana, aku akhirnya tertidur juga walaupun kedinginan.
Besoknya…
Aku membuka mataku, aku melihat kesekelilingku. Aku melihat gadis ini duduk disampingku dan memperhatikanku saat aku tertidur. Aku kaget dan segera bangun, dan ternyata aku memakai selimutku. Lalu aku bertanya padanya.
"Nona, kenapa selimut ini ada disini. Apa kau tidak memakainya?" tanyaku penasaran padanya. Dia hanya menggeleng dan menunjuk tubuhku.
"Ah… Nona, aku tidak kedinginan. Nonalah yang seharusnya memakainya. Kenapa malah memakaikannya padaku?" tanyaku lagi.
Dia hanya menatapku, aku kemudian bertanya lagi.
"Aku akan mengantarkanmu pulang sekarang ini. Kau cepatlah berganti pakaianmu kemarin. Pakaianmu sudah saya cuci, ada di atas meja di kamar."
Dia hanya mengangguk dan kemudian berjalan ke kamar. Aku pun segera mandi ke kamar mandi. Beberpa saat setelah aku mandi, aku melihat dia duduk di sofa ruang TV dan sudah memakai pakaiannya kemarin.
Aku kemudian membuatkannya sarapan dan mengajaknya sarapan, aku menyuapinya lagi. Tangan kanannya masih sakit walaupun sudah agak baikkan. Setelah sarapan, Yumichika datang ke apartementku dan segera mengantarku dan gadis ini ke alamat yang kami temukan di kalungnya kemarin.
Setelah beberpa puluh menit akhirnya kami sampai di alamat tersebut. Ternyata di alamat tersebut terdapat rumah yang sangat mewah dan juga dalam lingkungan perumahan elite. Yumichika, aku dan gadis ini turun dari mobil dan segera menghampiri pintu gerbang rumah itu.
"Ikkaku, apa benar ini alamatnya?" tanya Yumichika padaku.
"Ya benar, ini alamatnya."
"Nona, apa benar ini alamat rumahmu?" tanya Yumichika pada gadis ini.
Gadis ini hanya menggangguk dan kemudian membungkukan badannya kearah kami berdua tanda berterimakasih, kemudian berjalan kearah pintu dan memencet tombol bel.
Tidak berapa lama kemudian pintu itu terbuka dan munculah seorang pria dewasa berumur kira-kira 45 tahun dengan wajah sangat aneh dan menyeramkan lalu menghardikku dan Yumichika. Walaupun tubuhnya lebih pendek dariku tapi tatapannya mengerikan, tatapan membunuh.
"Hey, brengsek! Kau apakan sample eksperimentku, HAH!" hardiknya pada kami berdua, gadis itu hanya menundukkan wajahnya.
"Apa yang kau lakukan padanya? Nemu, apa dia merusakmu? Dari mana saja kau?! Cepat masuk!" teriakknya pada gadis itu yang baru kuketahui bernama Nemu.
"Tidak, kami tidak berbuat apa-apa padanya, kami hanya membantunya saat ia tenggelam disungai kemarin. Karena kami tidak tahu alamatnya, jadi kami bawa ke apartemnku untuk mengobatinya dan hari ini kami mengantarkannya kesini. Maaf, kami tidak melakukan apapun padanya. Maaf tuan," ujarku membela diri dan kurasakan aura membunuh pria dihadapan kami saat ini akan segera meledak.
"Kau berbohong, kau pasti sudah merusaknya, kan!! Mau cari mati kau?!!" hardiknya lagi.
"Maaf tuan, temanku bilang hal yang sebenarnya. Kami memang tidak melakukan apapun padanya, kami hanya menolongnya. Kalau tidak percaya tanyakan sendiri pada nona ini," ujar Yumichika ikut angkat bicara.
"Benar begitu, Nemu?!" tanya pria itu pada gadis itu.
Gadis itu hanya mengangguk kemudian pria itu menarik kasar tangan gadis itu kearah rumah. Sebelum pintu gerbang itu ditutup dia berseru lagi pada kami.
"Awas kalau sampleku rusak. Mati kalian!!"
Aku dan Yumichika hanya bisa bergidik melihat sikap pria aneh tersebut. Setelah pintu ditutup kami lalu lamgsung menuju pintu mobil Yumichika. Setelah mobil melaju, Yumcihika membuka suara.
"Ikkaku, seram sekali pria tadi. Wah… kita membuat masalah dengannya. Huft… ya sudahlah mau gimana lagi," ujarnya pasrah.
"Ya, maaf Yumichika karena aku kau ikut terlibat."
"Ah… biasa saja, teman. Ini sudah jadi risiko pertemanan dan inilah pertemanan. Santai saja, akan kucari tahu siapa pria dan gadis itu. Oh ya semalam kau tidak berbuat mesum pada gadis itu, kan?! Kalau ia, mati kau di binasakan oleh pria tadi," ujar Yumichika memperingatkanku.
"Ya tidaklah… mana berani aku. Lagi pula, aku tidak tega melakukannya pada gadis itu, aku tidak akan merusaknya sebodoh itu, tahu!"
"Oh… berarti kau sudah jatuh cinta padanya ya?" ledek Yumichika padaku.
"Entahlah…"
'Apa dan siapa gadis itu, siapa pria tadi? Apa maksudnya dengan gadis itu adalah sample eksperimen pria tadi? Siapa sebenarnya gadis itu?' tanyaku dalam hati semakin penasaran padanya.
"Bisa tidak ya bertemu lagi dengannya?" gumanku pelan.
"APA??? Kau ingin bertemu dengannya lagi?? Kau gila?!"
"Ehn… tadi aku bilang apa, ya?" tanyaku bingung.
"Bodoh!! Dasar Botak! Tadi kau bilang ingin bertemu dengannya lagi, tahu!"
"Siapa yang botak, banci!!"
"Kau yang Botak!"
"Kau banci!"
---To Be Continued---
REVIEW YA, DOMO...
