Hai semuanya! Belakangan ini aku udah nggak pernah nulis fic lagi. Maaf ya baru bisa bikin cerita baru sekarang :( SMA ternyata sibuk banget... Btw, aku barusan aja ganti penname jadi skyfoxRei. Hitung-hitung ini awal yang baru lah ;)

Nah, ceritaku kali ini terinspirasi dari salah satu serial TV kesukaanku OUAT (Once Upon a Time) dan novel yang baru-baru ini aku baca (judulnya Cinder oleh Marissa Meyer). Karena sejak kecil aku udah terobsesi banget sama dongeng-dongeng seperti ini, minggu lalu tiba-tiba aku dapat ide "Kenapa nggak gabungin Fairy Tail sama fairy tale aja!" xD

Semoga kalian suka fic ku kali ini ya! Dan buat yang belum baca fic ku yang sebelumnya, ini link nya :D *promosi*

s/8048515/1/Fairy-Art-Academy

Enjoy the story! ^^

DISCLAIMER: Fairy Tail dan tokoh-tokohnya itu milik Hiro Mashima! (kecuali tokoh yang aku bikin sendiri :P)


PROLOG


Gadis itu hanya bisa menatap dan menatap, berusaha menahan luapan emosi yang begitu bergejolak di hatinya. Tanah yang makin lama makin terisi itu seolah-olah menantangnya, "Ayolah, apa kau yakin kau tidak ingin menangis lagi?" Kemarin seharian penuh gadis itu hanya bisa terduduk di samping ranjang dan terisak, anak-anak sungai mengalir deras dari kedua mata cokelatnya. Hari ini, melihat peti mati ayahnya sendiri dikubur untuk selamanya, rasanya sungguh menyakitkan. Seakan-akan ada salah satu bagian dari dirinya yang pergi, menyisakan lorong hati yang kosong. Hampa.

Aku nggak akan meneteskan air mata lagi, gadis itu meyakinkan dirinya. Aku harus kuat. Anggap saja air mataku sudah kering.

Tanpa ia sadari, seorang wanita berumur tiga puluh tahunan mendekatinya. Rambutnya pirang, sama pirangnya dengan gadis itu. Hanya saja dimodel konde dengan sejumput rambut menggantung di sisi kanannya. Ia meletakkan tangannya di pundak gadis itu dan berkata, "Lucy, tegarlah ya nak."

Lucy tak menjawab.

"Aku tahu kepergian ayahmu membuatmu sangat terpukul," wanita itu sekarang merangkulkan tangannya di bahu Lucy, "tapi janganlah takut. Aku akan terus di sampingmu."

Selama beberapa saat, mereka berdua seperti itu. Lucy tidak bisa berkata apa-apa. Di benaknya hanya terlintas wajah ayahnya tercinta. Waktu ulang tahun Lucy yang kelima belas minggu lalu, waktu mereka mengunjung taman bermain untuk pertama kalinya, makan malam terakhir mereka... Semua yang dulunya kenangan indah itu berubah menjadi kesedihan dan kepahitan.

Kenapa ayah harus pergi secepat ini? Gadis itu menjerit dalam hati untuk kesekian kalinya.

Di tengah keheningan, turunlah tetes-tetes hujan. Gerimis itu lama kelamaan semakin deras sehingga wanita itu pun membuka payung hitam yang dari tadi digenggamnya dengan tangan kiri. Orang-orang mulai bergegas pulang dan lagipula, acara pemakamannya sudah selesai. Sekarang hanya tinggal Lucy dan wanita itu yang masih bertahan, berteduh di bawah satu payung yang sama.

Menyadari kalau dirinya sudah tidak basah lagi, Lucy membuka mulutnya untuk bersuara. Bibirnya bergetar sebelum berkata, "Pergilah, Lillac." Kalimat itu hampir tidak terdengar karena suara petir yang baru saja menyambar.

Wanita itu – Lillac – mundur dan menjauhkan payungnya dari Lucy. Penolakan dari Lucy tak membuatnya marah atau sedih, ekspresinya sama sekali tak berubah. "Baiklah kalau begitu." Sambil berbalik dan berjalan menuju kereta kudanya, ia pun menambahkan, "Mulai sekarang, aku yang akan mengurusmu."

Lucy tak peduli. Ia tak menghiraukan bajunya yang mulai melekat ke tubuhnya gara-gara kebasahan ataupun hujan yang semakin lebat. Biarlah langit saja yang menangis, pikirnya. Biarlah.


BERSAMBUNG


Wahhh gimana? Aku penasaran banget sama pendapat kalian! Ini masih prolognya doang sih...

Reviewnya ditunggu ya! ^^ Thank you so much!