Satu lagi permintaan cerita dari pembaca, permatadian. Kali ini GaaHina. Bukan bidang Azure karena aku pro Sakura tapi gx apa deh, Azure coba. Tantangan, nih. Insya allah hanya 4 chapter. Semoga permatadian suka ;D


_The love lesson from the poor one_


CHAPTER ONE


Rumah Sabaku selalu tenang dan damai, dikarenakan keluarga itu bukan tipe sportif dan periangan. Kepala rumah tangganya mempunyai sifat kaku dan berpendidikan yang terikat oleh budaya jaman dulu, seperti samurai. Dia tenang dan pendiam. Ibu dirumah itu tersifat kalem dan lemah lembut, dia tidak terlalu banyak bicara tapi tidak sependiam suaminya. Sedangkan anak satu-satunya mempunyai sikap dingin dan cuek, tapi tertular dari sifat kedua orang tuanya dia juga pendiam. Hampir mirip dengan ayahnya. Jadi, seperti biasanya rumah ini seharusnya tenang dan damai tapi kenapa dua bulan ini selalu saja terdengar suara-suara yang melengkingkan telinga? Pagi inipun sama.

"Aku bilang aku ingin sake! Kau tidak tahu sake? Alkohol! Kenapa kau justru membawakanku kopi, brengsek?!" anak satu-satunya keluarga Sabaku berteriak marah. Ia menumpahkan kopi yang masih panas kearah orang yang dihinanya. Pembantu keluarganya yang mulai bekerja dua bulan ini.

Wanita berambut indigo, sang pembantu berteriak kesakitan dan terjatuh kala cairan kopi yang masih panas menyirami tubuhnya dan menodai baju putihnya sampai menembus ke kulit.

"Kau itu blasteran jepang-indonesia! Kau fasih bahasa jepang tapi kenapa kata 'sake' saja kau sampai salah, idiot!"

"Ma-maafkan aku, Gaara-sama. Ku-kupikir alkohol tidak baik dipagi hari jadi saya bawakan kopi saja. Itu bagus untuk menyegarkan mata anda sebelum berangkat sekolah." Hinata, sang pembatu menjelaskan dengan suara terbata-bata dan wajah takut. Dia duduk dilantai dengan gemetar, kedua tangannya memegangi kepala secara reflek dan memejamkan mata, tidak berani menatap wajah marah sang majikan.

"Cih! Jangan sok perhatian, miskin!" Gaara melemparkan cangkir kopinya kearah Hinata, beruntung lemparannya tidak kena sasaran. Cangkir itu mengenai lantai disebelah kiri Hinata dan pecah berkeping-keping. Suara pecahannya membuat tubuh Hinata sedikit melompat kaget dan ketakutan. "Orang kalangan rendah sepertimu cuma pura-pura mencari perhatian kami, orang kaya. Ujung-ujungnya kau hanya menginginkan harga kami saja!"

"I-itu tidak benar, Gaara-sama." Memberanikan diri, Hinata menyanggahi perkataan Gaara. Membela diri dan kalangan bawah lain seperti dirinya. "Kami, walaupun kalangan bawah yang kekurangan ekonomi tapi harga bukanlah segalanya bagi kami."

Perbuatan yang salah bagi Gaara, pembelaan diri Hinata justru membuat amarah pria berambut merah dan bertato 'ai' dikening kanannya semakin menjadi-jadi. Gaara menampar Hinata keras.

"Kurang ajar! Kau berani menantang majikanmu, hah?! Pembantu tidak tahu diri!" terus dan terus, Gaara terus menampar wajah pembantunya dengan kasar tanpa mengurangi tenaganya. Tidak hanya itu tapi ia juga melukai pembantunya dengan metode lain, ia memukul, menendang dan melemparkan Hinata kedinding dan lantai. Perbedaan tenaga antara lelaki dan perempuan membuat Hinata tidak berkutik, ia pasrah di aniaya majikannya.

Hinata kesakitan, sangat. Walaupun ia sudah sedikit terbiasa kala selama kerja dua bulan ini majikannya selalu menganiayanya. Dipertama ia berkerjapun majikannya selalu tidak menyukainya, ia selalu membawa-bawa kata 'kalangan bawah', majikannya benci orang miskin seperti Hinata. Apalagi situasi yang memungkinkan membuat majikannya mudah menganiayanya, kala kedua orang tua sang majikan sedang dinas diluar negeri selama tiga bulan dan rumah mewah ini tidak mempunyai pekerja lain yang bekerja disini selain dia. Sutuasi ini dimanfaatkan Gaara untuk bebas menyiksa pembantunya, Hinata.

Beberapa lama ia mengyiksa pembantunya, mata Gaara tidak sengaja bersirobok dengan jam dinding diruangan makan tempat ia dan pembantunya berada sekarang. ia ingat tentang sekolah, jam hampir mendekati pukul delapan pagi, ia harus bergegas pergi. Ia menghentikan kakinya yang tadi menendangi Hinata, ia menatap benci kearah pembantu dibawah kakinya. Kondisi pembantunya penuh luka dan berdarah, meringkuk dengan membulatkan tubuhnya yang gemetar. Gaara memberikan tendangan terakhir dengan keras, sangkin kerasnya membuat tubuh Hinata terpental dan punggungnya menabrak dinding. Hinata berteriak kesakitan dengan keras tapi Gaara tidak memperdulikannya justru ia senang mendengar teriakan itu.

"Mati saja kau, sampah!" hina Gaara sebelum ia tas jinjingnya dan pergi dari rumah menuju sekolah. Meninggalkan pembantunya yang babak belur kesakitan.


Hinata kesakitan dilantai, rasa sakit membuat tubuhnya enggan bergerak. Ia meringkuk dilantai, berharap penderitaannya usai dan majikannya pergi. Beruntung, tuhan mengabulkan permohonannya. Telinganya yang terfokuskan akan bunyi mendengar suara langkah kaki menjauh, pintu dibuka dan ditutup kasar. Tidak lama ia mendengar suara kendaraan yang dinyalakan, ia tahu itu pasti motor majikannya. Ia familiar dengan suara motor itu yang berisik.

Fakta akan majikannya yang pergi sedikit membuat hati Hinata lega, setidaknya rasa sakit pagi ini selesai, walau ia tahu bahwa kesakitan ini tidak akan pernah hilang selama ia bekerja disini. Ia ingin berhenti sebenarnya, ia ingin melaporkan penganiayaan ini pada biro pekerja TKW indonesia tapi ia tidak bisa. Majikannya sangat pintar, ia sudah memprediksi rencana Hinata tentang ini. Dengan cara kekerasan seperti biasa, Gaara telah menutup mulut Hinata.

Hinata telah…. diperkosa.

Hal menyedihkannya lagi, Hinata adalah gadis yang selalu setia pada satu laki-laki dan tidak pernah main-main dengan cinta. Dia selalu menjaga keperawanannya untuk suaminya dimasa depan. Jadi bisa disimpulkan bahwa permerkosaan itu adalah pertama kalinya ia bersetubuh, ia kehilangan keperawanannya dengan cara tidak layak.

Disaat Gaara memerkosa Hinata, pria itu telah merekamnya divideo kamera. Ia mengancam Hinata jika ia melaporkan penganiayaannya ia akan menyebarkan video itu disitus porno. Sejak itu Hinatapun bungkam. Ia pasrah menerima siksaan sang majikan, harapan satu-satunya adalah menunggu kontrak kerjanya selesai dan pulang ke Indonesia, negerinya. Ia hanya dikontrak selama tiga bulan untuk menjaga rumah dan menemani Sabaku Gaara selama orangtua pria itu dinas luar negeri. Tinggal sebulan lagi dan ia akan bebas dari neraka ini. Hinata mencoba bersabar.

Hinata memejamkan matanya, tubuhnya kesakitan dan tidak bertenaga untuk bangun. Majikannya baru pergi beberapa menit lalu, lebih baik ia manfaatkan waktu itu untuk istirahat. Ia melemaskan tubuhnya untuk mencoba tidur. Tidak perlu waktu lama untuk kegelapan menyambutnya.


Hari hampir menjelang siang, Hinata melakukan tugasnya sebagai pembantu, mengepel, mencuci baju dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Tubuhnya yang penuh luka telah terbalut perban dan diobati oleh dirinya sendiri dengan peralatan PKK dirumah Sabaku ini. Hinata selesai menyetrika pakaian yang ia cuci dan keringkan, ia memasukan pakaian itu kelemari tuannya, Sabaku Gaara. Selesai memasukan pakaian itu, mata Hinata bersirobok dengan jam dinding dikamar Gaara. Jam itu menunjukkan waktu 11: 23 menit, itu tandanya ia harus berbelanja untuk menu makanan hari ini. Hinatapun bergegas kekamarnya, mengambil sedikit uang dari orangtua sang majikan yang diberikan padanya untuk keperluan sehari-hari di lemarinya dan jaket ungu berlengan panjang untuk menutupi perban ditangannya kala ia hanya memakai dress biru tanpa lengan. Hinata siap berangkat.

Disupermarket ia melihat-lihat ikan segar dideretan daging. Majikannya sangat suka ikan, ia berpikir untuk membuat sashimi atau sushi.

"Hm.. sushi disiang hari rasanya agak aneh, mungkin kumasak untuk makan malam saja. Siang ini masak sashimi saja dan sayur-mayur." Hinata berpikir diluar kepala, ia tidak menyadari bahwa kata-katanya tidak sengaja didengar oleh seorang pria disebelahnya.

"Kurasa itu ide yang bagus. Bagaimana kalau makan malamnya sushi, tofu dan miso soup?" orang itu tiba-tiba ikut campur pada pembicaraan Hinata.

"Ah, itu ide bagus. Ah!" Hinata menanggapi sesaat sebelum ia sadar bahwa seseorang b erdiri disebelahnya, ia berbalik dan mengecek siapa orang itu. Disebelahnya berdiri seorang pria berambut pendek berwarna pirang dengan dua mata biru langit, ia mempunyai bekas luka yang aneh dikedua pipinya, hampir seperti kumis kucing.

Pria itu tersenyum ramah kala Hinata memergokinya.

"Hai, namaku Naruto Namikaze. Kamu?" pria itu memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Na-nama saya Hinata Hyuuga, salam kenal juga." Hinata membalas salaman Naruto. Wajahnya merah dan gugup akan ketampanan pria disebelahnya.

"Sedang berbelanja untuk menu makanan juga?"

Hinata mengangguk malu-malu.

"Aku juga." Naruto menunjuk dirinya sendiri.

Hinata dan orang asing yang baru ditemuinya berbelanja sambil berbincang-bincang. Akibat sikap Naruto yang terbuka membuat Hinata cepat akrab dengannya, Hinatapun merasa nyaman berbincang dengannya, obrolan mereka selalu nyambung. Akhirnya mereka selesai berbelanja dan keluar dari supermarket.

" Baru beberapa bulan ini aku melihatmu disini, kau baru pindah?"

"Ti-tidak. Saya.. TKW dari Indonesia yang bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Sabaku selama tiga bulan ini." Hinata merasa ragu mengatakannya, selama dijepang ini ia tidak mempunyai kenalan ataupun teman. Hanya majikannya dan kedua orang tua sang majikan yang ia tahu, ia merasa resah mengatakan bahwa ia TKW dengan pekerjaan rendah mengetahui majikannya sangat membenci latar belakangnya. Ia pikir orang disebelahnyapun akan bersikap seperti Gaara.

Tapi reaksi Naruto jauh dari perkiraannya. "Oh, keluarga Sabaku! Aku kenal dengan anak mereka, Gaara. Ia sekelas dengan adikku, Menma dan mereka bersahabat. Ia sering main dirumahku, tempatnya tidak jauh dari sini, di distrik XY."

"Ah, saya lumayan tahu daerah itu, hanya dua blok dari rumah majikan saya."

"Yea, sekali-kali mampirlah kesana."

"Ah.." Hinata ragu, ia tahu itu tidak mungkin. Majikannya selalu melarangnya keluar rumah selain untuk berbelanja, iapun hanya mempunya waktu sebulan dijepang, tidak akan sempat. Tapi ia tidak mau mengecewakan teman barunya dengan menolak tawaran itu, jadi Hinata mengiyakan. "Baiklah, kapan-kapan saya akan mampir."

"Baiklah, mau pulang? Ayo aku antar dengan mobilku."

"Ti-tidak usah, dekat, kok." Hinata kaget mendengar tawaran Naruto. Entah terlalu baik atau apa teman barunya ini menawarkan mengantarnya, padahal mereka baru kali ini berbicara.

"Tidak usah sungkan, aku tidak bisa membiarkan perempuan berjalan sendirian walaupun siang hari. Akhir-akhir ini banyak kasus pemerkosaan."

"AH!" Hinata terkesiap mendengar kata 'pemerkosa' dari mulut Naruto. Ia mengingat bahwa dirinya sudah menjadi korban, ingatan diperkosa oleh majikannya sendiri muncul kembali dibenaknya. Ia menatap lantai sedih, air mata hendak mengalir. Ia sedih tapi ada sesuatu gejolak didada yang berat melanda, suatu emosi lain. Amarah?

Naruto melihat ekpresi kesedihan Hinata, ia salah mengira ekpresi itu sebagai ekpresi kasihan kepada korban-korban yang diperkosa. Ia juga menangkap ekpresi ketakutan. Naruto tiba-tiba memeluk tubuh Hinata dengan erat, membuat empunya keluar dari lamunannya dan tersentak.

"Tenang saja, Hinata-chan. Jika aku akan melindungimu dari para pemerkosa brengsek itu." Naruto mengatakannya dengan suara lembut, menenangkan Hinata yang kalut." Aku lumayan kuat, loh. Saat SMU aku pernah menjadi juara nasional pada beladiri karate. Hehe!"

Kata-kata dengan ekpresi wajah Naruto sangat berbeda, seakan dia hanya bercanda. Tapi ia mencoba menghibur Hinata, Hinata menghargai itu.

"Hehe.. arigato, Naruto-kun."

Akhirnya Hinata menuruti ajakan Naruto, ia merasa bisa mempercayai pria ini bahkan tanpa ada perasaan waspada. Didalam mobil Naruto, mereka berbincang-bincang selama diperjalananan sampai tiba didepan gerbang rumah Sabaku. Hinata turun dan berterimakasih atas tumpangannya, Naruto tersenyum dan melambaikan selamat tinggal. Mobil Naruto berbalik arah dan pergi, Hinata memandangi mobil yang telah hilang itu dengan senyuman lembut.

Teman pertamanya di negeri asing.


Hari dan hari berjalan seperti biasa, Gaara sang majikan selalu menyiksa Hinata walaupun itu tidak beroengaruh kepada duty Hinata sebagai pelayan, pekerjaannya tidak ada yang terlalaikan sama sekali. Hinatapun berusaha sabar, hanya sebentar lagi ia bekerja ditempat ini. Setelah itu ia akan kembali ke negerinya dan membayar operasi ibunya. Kehidupannya akan menjadi lebih baik setelah itu. Ia percaya bahwa masa depannya akan cemerlang setelah selesai dari pekerjaannya dinegeri jepang ini, ia tidak akan kalah oleh kesakitan disaat ini.

HInatapun mulai merasa bebannya berkurang kala ia berteman dengan Naruto, pria itu sering mengunjungi supermarket jadi mereka sering bertemu. Semakin hari mereka semakin akrab, meminta nomor telepon, bercanda, curhat dan sebagainya. Hanya dalam dua minggu mereka sudah dekat bahkan bisa disebut sahabat.

Kebaikan dan sifat pria yang easy going itu membuat Hinata selalu tersenyum, ia juga merasa ringan bersamanya, lain dengan sangat majikan. Dadanya selalu terasa tertekan dan was-was tapi berada disamping Naruto terasa nyaman, dadanya merasa bebas tanpa tekanan.


"Gaara-sama, makan malam sudah siap." Hinata memanggil majikannya kala ia selesai memasak dan menata meja makan. Beberapa alat makan tertata rapih diaats meja, menu makan malan kali ini adalah teriyaki dan ebi termpura kesukaan majikannya. Tidak ada jawaban, Hinata mencoba memanggil majikannya lagi tetapi hasilnya sama. Akhirnya Hinata meletakan celemeknya dan mencari sang majikan.

Ketemu, ia menemukan sang majikan dikamarnya. Anak satu-satunya Sabaku itu sedang tidur dilantai keramik dengan beberapa komik yang tergeletak disampingnya. Sepertinya begitu pulang dari sekolah ia langsung bermalas-malas dengan membaca komik, lihat saja bajunya yang masih memakai seragam, bahkan kaus kakipun tidak dilepas. Hinata menggeleng kepala melihat tingkah urakan sang majikan, ia mencoba membangunkannya untuk makan malam.

"Gaara-sama, bangun. Gaara-sama ini waktu makan malam, saya telah memasakan menu kesukaan anda." Hinata membangunkan Gaara dengan suaranya tapi nihil, akhirnya ia mencoba mengguncangkan tubuh pria itu dengan pelan, hasilnya sama. Hinata tidak putus asa , ia masih berusaha tapi hasilnya tetap nihil. Akhirnya Hinata menyerah.

"Sudahlah, mungkin Gaara-sama memang kelelahan. "

"Tapi tidak baik tidur dilantai, bisa masuk angin." Hinata mencoba mengangkat tubuh majikannya keatas kasur, tubuh Gaara yang lebih besar dan berat darinya menyulitkan kerja kerasnya tapi ia tidak menyerah. Akhinya perjuangannya kali ini berbuah, Gaara telah terlentang diatas ranjang.

"Huuff.. akhirnya." Hinata menghela nafas lega.

"Wajah Gaara-sama yang tertidur tentram sekali. " Hinata tersenyum memandangi wajah majikannya.

Padahal jika ia terbangun wajahnya sangat angkuh dan tidak ramah. Didalam hati ia menambahkan.

"Akan lebih baik jika ia begini, aku tidak pernah melihat wajah Gaara-sama melembut bahkan tersenyum. Kenapa Gaara-sama sangat membenci kalangan bawah sepertiku?" Hinata bingung, I berasumsi mungkin majikannya mempunya pengalaman buruk pada kalangan bawah sepertinya. Pikiran itu membuat wajahnya murung. "Jika… kalangan bawah seperti kami pernah membuatmu terluka, Gaara-sama. Tolong jangan berpikir bahwa semua kalangan bawah itu sama buruknya dengan orang yang pernah melukai anda, kumohon." Hinata memandangi wajah majikannya, ekpresinya memelas meminta maaf untuk mewakili semua kalangan bawah seperti dirinya. "Tidak semua kalangan bawah seperti itu, masih banyak yang berhati mulia. Setidaknya… saya tidak akan pernah melukai anda. Saya janji."

Setelah mengatakan itu Hinata melepaskan kaus kaki sang majikan dan menyelimutinya dengan selimut.

"Oyasumi, Gaara-sama. Sweet dream."

Hinata mematikan lampu kamar dan menutup pintu dengan pelan.

Didalam kamar Sabaku Gaara, penghuni satu-satunya dikamar itu berguling kesamping. Kedua matanya terbuka sehingga tercermin dua bola mata jade. Gaara sebenarnya sabar kala pelayannya menggotongnya keranjang tapi ia tetap berpura-pura tertidur. Iapun mendengar perkataan yang dilontarkan sang pelayan.

"Baka." Hanya itu respon darinya.

Tapi didalam hatinya, dirinya yang selalu merasa kesal dengan Hinata..

.. merasa perasaan itu lenyap untuk saat ini.


"Gaara-sama, sarapan sudah selesai. Saya juga sudah membuatkan anda bento untuk disekolah."

Esok harinya, Hinata memanggil sang majikan untuk sarapan. Ia juga memebrikan bento buatannya. Ada yang aneh, Gaara biasanya berteriak memaki atau menggunakan kekerasan pada Hinata tapi hari ini pria itu hanya duduk diam dan menerima bentonya dengan tenang. Cacian biasanya terlontar dari mulutnya tapi hari ini hanya kata 'Ittadekimasu' yang keluar. Tidak lama ia menyelesaikan makannya dan langsung melengos pergi meninggalkan Hinata, tanpa sepatah katapun.

Hinata bingung, pagi ini sepi sekali. Biasanya selalu berisik dengan cacian majikannya yang bersuara lantang tapi sekarang….

Mungkin Gaara-sama sedang sariawan sehingga malas bicara. Asumsi Hinata.

Malam harinya HInata belum bisa tidur, ia tidak tahan untuk ketoilet. Iapun bangun dari ranjang dan menuju toilet. Setelah selesai dengan keperluannya ia hendak kembali kekamarnya, ia melewati dapur dan jantungnya melompat kaget kala mendengar suara mencurigakan dari arah dapur.

Jangan-jangan pencuri!

Ia mencari sesuatu untuk mempertahankan diri serta senjata, ia mengambil sapu dan memberanikan diri mendekati sebuah bayangan manusia didepannya.

"Rasakan ini, pencuri!" hinata memukulkan sapunya dengan menargetkan kepala bayangan itu.

"Woi! Apa-apaan ini?!" banyangan itu terkena serangan Hinata dan berteriak marah.

Hinata sangat mengenal suara itu.

"Gaara-sama?"

"Tentu saja ini aku, baka onna! Kau pikir siapa? Kurang ajar sekali memukul majikanmu!" Gaara memegangi lengan kanannya, sepertinya lengan itu digunakan menamengi kepalanya kala Hinata memukulnya tadi.

Hinata kaget bukan kepalang!

Takut!

Hatinya berdetak kencang ketakutan dan tubuhnya gemetar. Setelah beberapa hari tenang dengan kedamaian tanpa cacian, bentakan dan pukulan kini ia dibentak lagi. Takut, tubuhnya masih mengingat apa akibat jika melakukan kesalahan kepada Sabaku Gaara. Ia akan dihukum dengan kekerasan.

"Ma-maafkan saya, Gaara-sama! Kukira ada pencuri karena tingkah anda mencurigakan dan ini sudah sangat larut sehingga saya berasumsi anda sudah tidur untuk sekolah besok."

"Hah?! Memangnya aku tidak boleh melakukan hal sesukaku dirumahku sendiri?!" Gaara kembali membentak.

"Sa-saya benar-benar minta maaf!" Hinata bergidik ketakutan.

Sabaku Gaara menatap pelayannya, Hinata Hyuuga. Biasanya ia akan menghajar perempuan ini atas kesalahannya, sudah nalurinya untuk melampiaskan amarah dengan kekerasan. Tapi menatap pelayannya yang menutup kedua mata rapat dan bergetar ketakukan membuat dia mengurungkan niatnya. Entah kenapa, ia tidak tahu, ia merasa sungkan.

Sejak Hinata berbicara padanya dikamar ia menjadi pendiam. Amarahnya surut dan ia malas untuk membenturkan tinjunya pada kulit sang pelayan.

Jika kalangan bawah seperti saya pernah melukai anda, tolong ingatlah bahwa tidak semua kalangan bawah sejahat itu.

Saya janji, saya tidak akan pernah melukai anda.

Kata-katanya membuat Gaara berpikir kebelakang, kemasa saat pertama Hinata bekerja disini. Ia selalu kasar dan berbuat buruk. Menghajar, mencaci bahkan memerkosanya. Tapi Hinata Hyuuga tidak pernah mencoba kabur darinya, bukan karena ia mengancamnya dengan video itu tapi ia tahu Hinata Hyuuga tetap tinggal demi menuntaskan duty-nya sebagai TKW yang bekerja dirumah ini. Gaara selalu heran, Hinata yang diperlakukan buruk tidak pernah mencerminkan ekpresi benci padanya. Marah, kesal, ketidaksukaan serta cemberut. Perempuan itu selalu tersenyum, selalu menyalahkan dirinya walaupun bukan ia yang salah. Selalu memcoba membahagiakan Gaara, memuaskannya dengan hasil kerja keras dirumah ini dengan sempurna.

Gadis ini… entah dia pekerja keras atau bodoh. Gaara merasa bingung.

Tapi… ia tidak membenci kepribadian Hinata.

Mungkin.

"Hn, sudah sana pergi! Tidurlah!" Gaara mengusir Hinata. Ia membalikkan punggungnya dan duduk dikursi dapur.

Majikannya tidak memukul, Hinata lega.

"Gaara-sama tidak tidur? Besok sekolah, anda bisa terlambat."

"Aku tidak bisa tidur, pergilah!" perintah Gaara.

Hinata terdiam menatap wajah majikannya, kalau dilihat dengan focus majikannya berkeriangat dan wajahnya pucat. Ia berasumsi bahwa sang majikan sehabis bermimpi buruk. Bukannya menuruti perkataan majikan bagai pelayan yang patuh, Hinata justru menuju dapur. Ia membuatkan munuman cocoa hangat dan memberikannya pada Gaara.

"Ini, cocoa bagus untuk susah tidur."

Gaara terkaget melihat aksi Hinata yang memberinya cocoa dan meletakkannya dimeja. Ia berpikir gadis itu akan meninggalkannya sendiri bagaikan pelayan yang patuh. Ia menatap Hinata dengan kedua mata yang melebar. Maja jadenya melihat sebuah pemandangan yang indah menurutnya, pelayannya. Wajah pelayannya yang tersenyum. Senyuman sang pelayan terlihat menghangatkan dadanya. Entah kenapa ia merasa nyaman.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Gaara-sama." Hinata berbalik dan menuju kamarnya untuk melanjutkan menuju alam mimpi.

Gaara menatap arah dimana Hinata pergi, ia terdiam dan terus melihatnya sampai ia membalikkan wajahnya menuju cocoa dimeja tempat ia duduk. Tangannya yang dingin dihangatkan dengan segelas cocoa yang hangat, mulutnya menegak minuman didalam gelas.

Cocoa yang manis terteguk ketenggorokannya.

"Manis."

Gaara tersenyum didalam gelapnya malam.


Hari berikutnya, Sabaku Gaara masih bertingkah layaknya kemarin. Tingkah sang majikan terlalu pendiam dan acuh. Hinata benar-benar kebingungan. Tidak bisa dipungkiri, majikannya yang dulu bagaikan setan sekarang seperti Buddha bertapa, tenang, kalem, tentram. Benar-benar bukan seperti Sabaku Gaara yang ia kenal. Entahlah, Hinata tidak tahu mau senang atau sedih. Memang, sih itu bagus karena ia tidak lagi merasa sakit dianiaya tapi ia merasa tinggal dengan orang lain. Apakah majikannya ini benar-benar Sabaku Gaara ataukah alien yang menggantikan perannya dibumi karena Sabaku Gaara yang asli telah diculik oleh ufo?

Tapi.. yah… Hinata merasa ini lebih baik.

Hinata menatap jam dinding didapur, jam menunjukan pukul dua siang. Waktunya majikannya pulang dari sekolah. Hinata baru selesai berbelanja dan akan mulai memasak, ia agak telat karena terlalu lama mengobrol dengan Naruto disupermarket. Ia berharap majikannya tidak marah ketika ia belum selesai memasak saat sang majikan pulang. Tapi… Hinata berpikir bahwa majikannya akhir-akhir ini tidak terllau banyak protes, mungkin ia masih diberi dispensasi jika ia telat memasak.

Disaat memasak, ia mendengar suara benturan yang keras dibelakangnya. Suaranya berasal dari teras rumah. Hinata yang was-was langsung mematikan kompor dan berlari menuju asal suara itu. Hinata terkejut kala ia melihat majikannya terkapar dilantai, tubuhnya babak belur dan berdarah. Sepertinya majikannya langsung terjatuh ketika ia masuk kerumah. Dengan khawatir Hinata berhambur manuju sang majikan.

"Kami-sama! Gaara-sama! Apa yang terjadi?"


BERSAMBUNG!

Chapter dua akan muncul!Kapan? tengantung kondisi dan situasi. Moga gax lama.