"Aduh, pelan-pelan dong, Sakura-chan~!" Seorang pemuda pirang mengaduh ketika tangannya dipegang oleh Sakura.

"Ah… Maaf, Naruto."

Dan tanpa disadari oleh mereka, sepasang mata onyx dengan geram memperhatikan mereka dari kejauhan.

.

.


Title: One Day with You, Baka

Disclaimer : Masashi Kishimoto-san

Pairing : SasuNaru /always!/

Warning: Typos, Sho-ai


.

.

.

.

"Ukh, kenapa tanganku masih sakit begini ya…? Padahal sudah sebulan sejak kejadian itu. Gah, KakuHidan itu benar-benar merepotkan!" Si pirang menggembungkan pipinya. Pikirannya teringat saat ia bertarung dengan Kakuzu. Dan setelah rasengan shuriken ia gunakan berhasil, masalah kembali muncul. Tsunade mengatakan bahwa jika ia terlalu sering memakai jutsu itu, maka tangannya tidak akan bisa digunakan lagi.

'Ck, menyusahkan. Kalau aku tidak bisa menggunakan tanganku lagi, bagaimana aku bisa membawa….

…Sasuke kembali, pulang ke konoha.'

Renungannya terhenti. Tanpa sadar ia telah sampai di depan rumahnya.

'Kenapa jadi memikirkan teme. Huft, menyebalkan.'

.

.

.

"Tadaimaa~"

Naruto berjalan memasuki rumahnya dan tanpa sadar mengalihkan pandangannya pada kalender bergambar rubah.

"Eh, sekarang tanggal 9 Juli. Kurang 14 hari lagi-"

"Ada apa 14 hari lagi, hn?" Naruto terlonjak. Segera ia membalikkan badannya, melihat seseorang yang baru saja memotong perkataannya.

"Sa-sasuke? Kenapa kau… ada di sini? Ba-bagaimana kau bisa—" Ia kembali terkejut ketika ia tahu orang itu adalah Sasuke.

"Jendelamu belum ditutup." Seakan mengerti maksud Naruto, sang pemuda raven yang bernama Sasuke menunjuk sebuah jendela.

"Eh?" Dalam hati, Naruto merutuki dirinya. 'Bisa-bisanya aku ceroboh,' batinnya.

"Kau benar-benar tidak berubah. Masih baka Dobe." Mata onyx-nya memandang paras 'manis' di depannya.

"Gah! Dan kau masih menyebalkan, Teme!" Si rubah manis itu pun menggembungkan pipinya. Membuat ia terlihat lebih manis.

"Hn"

"…"

"…"

"Teme! Kenapa kau diam saja?! Dasar mayat hidup!"

"Hn."

"Gah, terserah!" Naruto berjalan meninggalkan Sasuke. Ia kemudian merebahkan tubuhnya di futon sederhana miliknya.

"Hei, Dobe!"

"Apa?" Jawabnya ketus.

"Kenapa tanganmu? Akatsuki lagi?"

"Ah, ini… iya. Tapi tidak seberapa parah kok. Mereka memang harus dibunuh. Mereka membunuh Asuma-sensei. Shikamaru, Chouji dan Ino sedih. Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi."

"Hn, aku tau. Kalau sudah tiba saatnya nanti, aku akan melindungimu. Dan bahkan Konoha akan aku jaga, untukmu."

"Eh?"

"Nah, mana tanganmu. Biar aku obati." Sasuke mengeluarkan sebuah botol kecil.

"Percuma, Teme. Tulang pergelangan tanganku retak dan baru dua minggu lagi bisa aku gunakan." Raut wajah Naruto berubah sendu.

"Sudah, kemarikan. Pasti besok sembuh, Dobe."

"Eh, bagaimana bisa?"

"…" Sasuke hanya diam. Ia lalu meraih tangan Naruto dan mengoleskan obat di botol itu ke tangan Naruto yang terluka.

"Teme?"

"Sudah, Dobe. Kalau kau ingin tidur, tidur saja."

"Ukh, Menyebalkan. Ok ok, aku tidur dan jangan ganggu aku!" Naruto lalu tertidur dengan pulasnya.

"Hn."

'Waktu tidur pun, wajahnya tetap indah.'

.

.

.

"Ngh... Ini jam berapa?" Ia terbangun, merasakan ada bau makanan kesukaannya.

"Jam 7 malam, Dobe. Ck, kau sudah tidur selama 4 jam," jawab Sasuke.

"…"

"…"

"TEME! KENAPA MASIH DI SINI?" Si pirang langsung berlari menuju Sasuke berada.

"Hn. Cepat makan. Sudah aku buatkan ramen." Sasuke meninggalkan Naruto. Kemudian ia kembali sambil menyodorkan ramen instant yang telah ia masak. Naruto terdiam. Sepertinya ia masih memproses perkataan Sasuke.

"Ah, Oke…" Hanya itu yang bisa ia katakan. Jujur ia masih kesal dengan sikap Sasuke yang menyebalkan. Tapi mau bagaimana lagi, perutnya pun sudah protes ingin dimasuki makanan.

.

.

.

"Jadi, kenapa kau masih di sini?" Tanya Naruto.

"Hn."

"Teme~ Jawab yang benar dong!" Naruto mulai kesal lagi dengan sikap Sasuke.

"Hn."

"Kau seharusnya pulang, Teme. Ini sudah malam." Kali ini Naruto berkata dengan ketus.

"Bukankah kau sendiri yang ingin aku kembali ke Konoha?" Sasuke menatap Naruto.

"Eh? Maksudku itu pulang ke rumahmu, Teme~ Lagipula… Sakura-chan merindukanmu." Ia balas menatap sasuke. Dan kemudian, ia segera menundukkan kepalanya.

"…"

"…"

Sasuke segera beranjak menuju tempat Naruto. Dilihatnya naruto masih diam dengan wajah sendu tertunduk.

"Tapi aku merindukanmu, Dobe." Mata sapphire itu membulat. Segera ia mendongakkan wajahnya dan ia kembali terkejut ketika sosok raven itu memeluknya.

"Aku hanya ingin melihatmu. Aku merindukanmu."

.

.

.

Naruto POV

"Aku hanya ingin melihatmu. Aku merindukanmu." Ia mempererat pelukannya padaku. Kurasakan kehangatan tubuhnya menjalar ke tubuhku. Entah mengapa aku tidak ingin menggerakkan tubuhku. Aku, rasanya ingin seperti ini lebih lama. Dan pada akhirnya, aku membalas pelukannya seraya berbisik,

"Aku juga rindu Teme..."

.

.

.

Beberapa menit berlalu, kuputuskan untuk memulai pembicaraan. Aku tidak tahan dengan rasa penasaran di hatiku yang sudah menumpuk tinggi.

"Teme? Kenapa kau di sini? Ah, kau pasti sudah memutuskan untuk pulang ke Konoha. Iya kan?"

"Aku sudah bilang kan aku ke sini untuk bertemu denganmu! Dan aku… belum bisa pulang ke Konoha. Aku hanya sebentar di sini, Dobe."

"Ke…napa? Padahal… aku ingin Teme di sini! Aku ingin bersama Teme lagi! Aku ingin… menjalani hari-hari bersama Teme seperti dulu. Aku ingin kau selalu ada.. uh… Teme di sampingku. Denganku…" Naruto kemudian mulai terisak pelan.

"Bodoh….

…aku selalu denganmu, Dobe. Aku selalu ada di hatimu…"

End of Naruto POV

.

.

.

Cit cit cit

"Uhh… Sudah… pagi ya?" Sesosok pemuda berambut pirang menggeliat dan saat itu juga seseorang disampingnya ikut menggeliat tanda terganggu.

"Mm…." Naruto memandang sosok itu.

"Eh?" Dan terjadilah loading yang mungkin menyita waktu beberapa detik, atau mungkin sampai beberapa menit.

"…"

"GYAAA! AYAM MESUM!" Dan suara 'merdu' itu pun membuat pagi yang cerah dan damai menjadi pagi yang membisingkan.

.

.

.

Pemuda raven itu masih terdiam. Terlihat jelas benjolan di kepalanya. Tidak lupa tangan yang memegang benjolan di kepalanya, dan terlihat jelas wajahnya yang menyeramkan. Empat kedutan di kepalanya pun belum hilang. Menandakan sang pemuda 'lumayan' marah.

"Te-teme…." dengan gugup ia memanggil 'kawan'nya itu.

"…" Pemuda raven itu hanya diam. Masih memegangi benjolan di kepalanya.

"Teme~ Maaf, ttebayo~" Kali ini manggil dengan sedikit nada merayu. Membuat darah Sasuke berdesir.

'Kalau kau bukan dobe-ku, pasti aku akan membunuhmu.' Dan akhirnya ia meng-hn-kan permohonan maaf Naruto. Ia tidak ingin ada desahan pagi hari ini.

"Yay, Teme baik deh~" Tanpa sadar Naruto memeluk Sasuke, membuat pemuda yang dipeluknya berblushing ria.

"…" Sasuke hanya diam. Rasa-rasanya Tuhan telah mengujinya. 'Kami-sama, andai dia kekasihku! Pasti akan ku-rape dia sampai malam', batinnya dengan-sangat-OOC

"Ah, ayo makan, aku sudah—" Naruto segera melepaskan pelukannya dan beranjak menuju dapurnya.

"Nanti malam aku harus pergi lagi, Dobe. Apa kau mau menemaniku hari ini?" Sasuke menatap Naruto yang ternyata langsung terdiam di tempatnya.

"Eh? Memang, kau mau kemana?" Dibalasnya tatapan Sasuke.

"Entahlah. Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Hari ini saja," Sasuke mengalihkan perhatiannya pada sebuah jendela di sebelahnya.

"Um, baiklah. Lagipula aku sedang tidak ada misi. Ah, tapi aku mau ke makam kaa-san dulu. Hari ini ulang tahunnya. Tidak apa-apakan, Teme?"

"Hn."

"Nyehehe. Sankyuu. Aku mau masak dulu ya, Teme!" Ia pun berjalan menuju dapur

"Hn."

.

.

.

"Um, jadi… kenapa kau tidur denganku semalam? A-apa terjadi sesuatu-" Naruto membuka perbincangan. Ia tak suka akan keadaan hening yang sedang terjadi.

"Kau tertidur setelah menangis, Dobe. Dan kau tidak mau melepaskan tubuhku, jadi aku tidur denganmu," Sasuke menjelaskan apa yang terjadi. Lalu meminum sedikit jus tomat yang telah dibuatkan Naruto untuknya.

"Ah, begitu. Tapi aku masih belum mengerti, perkataanmu yang tadi malam…" Naruto menatap Sasuke. Kedua mata mereka bertemu.

"Seorang dobe mana bisa mengerti." Matanya menatap dalam mata shappire itu. Entah mengapa, membuat Naruto sedikit merona.

"TEME! Ah, makanannya sudah siap, ayo makan." Ia menggembungkan pipinya. Kemudian ia berjalan menuju Sasuke, yang sebelumnya ia telah mengambil makanan yang telah matang.

.

.

.

"Huft, kenapa kau menyamar jadi anjing sih, Teme?! Nanti aku seperti Ki-" Naruto membentak seekor anjing hitam besar di sampingnya. 'Lucu, jadi ingin memeluk,' pikir Naruto tanpa sadar.

"Kau mau aku dibantai warga Konoha, hn? Lagipula dengan begini tak akan ada yang menggangu." Sang anjing yang ternyata Sasuke hanya berjalan santai di samping lelaki pirang itu.

"Uh~ Baiklah," jawab Naruto dengan pasrah. Memang yang dikatakan Sasuke ada benarnya juga.

'Dasar baka Teme. Tetap saja menyebalkan. Tapi tak apa. Entah mengapa, rasanya lebih nyaman jika ada Sasuke.' Tanpa sadar bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman. Mungkin hari ini memang akan jadi hari yang menyenangkan untuk mereka.

.

.

Tbc