Halte dan Hujan

Chapter 1

Disclamer : Ansatsu punya Matsui Yuusei-sensei, Zaky Cuma pinjem beberapa chara-nya aja~

Genre : Hurt/Comfort

Rating : T

Pairing : Shinigami-sanxAguri, YanagisawaxAguri, DPL (Dan Pairing Lainnya)

WARNING ! Author newbie, typo(s) berceceran, alur kecepetan plus lompat-lompat(?), Human!Koro-sensei, OOC, DKL (Dan Kesalahan Lainnya)

Oke, minna-san langsung baca aja, ne! Dan selamat berbingung-bingung-ria(?)

Jaa naa~! ^^

Summary : "Jika kau tak terlahir di sisi kelam dunia, akankah kisah kita juga bersinggungan? Ataukah hanya dengan hujan dan halte, cukup untuk mempertemukan benang merah?"

Author POV

Hujan mempertemukan mereka. Derasnya tak berkurang sejak pagi, sampai mentari enggan mengintip di celah awan kelam. Dingin merebak, membuat banyak orang lebih memilih bergelung dalam selimut hangat. Di bawah salah satu atap halte bus, duduk berjauhan seorang laki-laki dan perempuan yang tergolong muda. Salah satunya asik menatap hujan, dan yang lain tampak risau. Sepertinya waktu berjalan cepat bagi si wanita, karena matanya begitu awas memaku jam tangan. Sementara yang lelaki sesekali melirik, tak begitu tertarik. Bagi si lelaki waktunya masih sangat panjang, hingga menunggu sampai bus terakhir datang pun bukan masalah besar.

"Kau sedang terburu-buru?" akhirnya lelaki itu membuka percakapan. Bosan juga hanya melihat rintik air turun, mungkin mencoba mengobrol bisa sedikit menyenangkan, pikirnya sambil lalu.

"Ahahaha... ya, begitulah." Sahut si wanita sambil menggaruk belakang kepalanya, "Hujannya terlalu deras, sementara aku sudah sangat terlambat." Lanjutnya sambil meringis.

"Terlambat?" tanya si lelaki lagi, sedikitnya dia mulai menaruh perhatian pada lawan bicaranya. Sekali lagi lelaki itu melihat ringisan kecil di wajah wanita kaos aneh itu.

"Sebenarnya aku harus cepat menemui—tunanganku." Ucap si wanita dengan nada berbeda di ujung kalimatnya. Merasa tatapan mata lelaki hitam di halte itu masih memaku padanya, Yukimura Aguri—wanita itu, melanjutkan ucapannya, "Maksudku, aku masih harus bekerja di perusahaan tunanganku. Dan dia bukan bos yang suka mentolerir kesalahan bawahannya."

Sebelah alis pemuda hitam itu terangkat, "Termaksud pada tunangannya sendiri?"

"Ya, begitulah." Jawab Aguri sambil tersenyum sampai matanya menyipit dan hilang.

Lelaki hitam itu terbiasa memperhatikan banyak hal, terutama ekspresi manusia. Dan di matanya, sepersekian detik perubahan ekspresi wanita di dekatnya itu mengundang sedikit rasa penasaran. Hei, siapa yang akan memasang wajah campuran murung-sedih-nelangsa?—dan apa itu tadi? Benar-benar ekspresi yang sulit dijelaskan namun membuat hatinya sedikit terenyuh sesaat. Mata hitam terang wanita itu menyendu sejenak, hingga cahaya cantiknya redup. Ditambah senyum getir, kurasa wajar jika lidah si lelaki hitam gatal untuk kembali bertanya.

Namun tepat sebelum dia sempat bertanya, 'Kenapa?' atau yang lainnya, bus yang ditunggu wanita itu berhenti di depan halte. Sehingga tanpa menunggu waktu lama—setelah mengucap salam untuk sekedar basa-basi—wanita itu bergegas menaiki bus yang terparkir manis di depannya. Tanpa sebab lelaki itu malah menjatuhkan fokus sampai hilang bus yang beberapa detik lalu termenung di hadapannya. Bus yang baru ia sadari seharusnya ikut ia naiki. Jadi berkat melamunkan wanita muda yang bahkan belum ia kenal namanya, lelaki yang diketahui sebagai pembunuh bayaran itu melanjutkan sesi menunggunya sampai bus selanjutnya datang.

o.o.o

Seminggu berikutnya, kejadian yang sama terulang. Lelaki dan perempuan itu bersua kembali dan kali ini mulai saling menyapa. Namun sebagaimana orang pada umumnya, mereka hanya berbasa-basi sekedarnya. Setelah itu, mereka akan saling diam menggeluti pemikiran masing-masing.

Sampai dari ekor matanya lelaki itu menangkap memar kecil di pergelangan tangan si wanita dan memutuskan untuk bertanya. "Tanganmu terbentur sesuatu?"

Si wanita berjengit kaget, "Ah, ya—" serunya kecil, "Tanganku tertiban kamus yang cukup tebal, aku memang agak ceroboh kemarin."

Kekehan wanita itu tak begitu meyakinkan. Tapi siapalah dia sampai harus bertanya lebih jauh? Toh, itu sama sekali bukan urusannya, pikir lelaki itu kemudian. Entah hanya sekedar basa-basi—atau tanpa sadar mulai peduli—dia berkata, "Lain kali berhati-hatilah."

Hening mengisi selama kurang-lebih sepuluh menit, sampai bus yang ditunggu wanita itu datang dan salam perpisahan kembali diucap. Kali ini bus yang ditunggu si lelaki berbeda dengan si wanita. Namun entah karena apa, dia malah memilih menunggu si wanita—yang lagi-lagi luput dia tanyai namanya—menaiki bus-nya terlebih dahulu, sementara sebuah panggilan memasuki ponselnya. Tugas baru sudah menanti untuk dipenuhi Sang Shinigami.

o.o.o

Aguri memulai harinya dengan mengajar di kelas 3E SMP Kunogigaoka. Setiap pagi selalu seperti itu, dan dilanjutkan dengan bekerja membantu tunangannya yang seorang peneliti maniak anti-matter—sebuah bahan ciptaan lelaki itu—untuk mengatasi krisis energi di dunia. Dari seluruh 24 jam harinya, dia hanya memiliki waktu bersantai sekitar lima jam—belum terhitung waktu perjalanan antara dua tempat kerjanya. Termaksud waktu yang dia habiskan untuk duduk di halte kecil yang tak cukup terawat, lima jam-nya jelas semakin tipis. Tetapi Aguri tak merasa keberatan, dengan duduk diam di halte itu menunggu bus—sekaligus seseorang—datang yang sama saja dengan membuang waktu istirahatnya yang berharga.

Terlebih saat hujan turun, guru muda itu bisa melewatkan satu-dua bus yang datang. Seakan-akan ia dan lelaki itu sudah membuat janji—kita akan bertemu jika hujan turun. Saat kejadian yang sama terus berulang dengan tempo yang tak tetap, bukankah itu pasti sebuah kebetulan semata? Sebab kendati yang terjadi demikian, tak ada fakta yang membuktikannya. Hipotesis hanya sebatas praduga tanpa hal konkrit yang nyata.

o.o.o

"Kau menungguku?"

Suatu hari di tengah hujan dalam naungan atap tipis halte, Aguri bertanya. Wanita muda itu sudah berkali-kali bertemu dengan lelaki hitam yang sesekali ia panggil Shinigami-san. Dan dia tak pernah melihat lelaki itu meninggalkan halte lebih dulu sebelum dirinya.

"Kau sendiri?" sebuah pertanyaan balik, bukan hal yang diinginkan Aguri. Sang Shinigami tahu itu. Namun batinnya sedikit tergelitik, mengingat lebih dari lima-enam kali Aguri—wanita yang mengaku berprofesi sebagai guru itu—masih menempati halte saat penunjuk waktu jelas menegaskan berapa lama detik berlalu, namun si wanita masih saja menunggu bus datang.

TBC

Nyunya~ akhirnya tembus juga FF multi-chapter pertama Zaky di FAKI~ XDa

Sebenernya Zaky udah bikin sampe Chap7, tapi berhubung UN di depan idung(?) Zaky ga bisa lanjut banyak-banyak, termaksud update cepet-cepet :")

Yosh, seperti biasa Zaky minta RnR+RCL-nya ya, minna-saaan~ ^o^)/

Salam,

Z.U.M