DECLAIMER : NARUTO HANYA MILIK MASASHI KISHIMOTO –SAMA... ^^
PAIRING: SasuHina
Warning: OOC, Gaje, idenya mungkin pasaran, alur berantakan, typo dimana-mana,bahasa yang kurang baku, judul yang gaje, jelek, dan kekurangan-kekurangan lain.
#~...Happy Reading...~#
Di suatu pagi pada musim semi yang cerah, dimana matahari bersinar di ufuk timur, langit yang biru bersih, serta burung-burung bernyanyi ria, terdapat kegaduhan di kediaman Hyuuga. Di suatu ruangan yang luas dan rapi, nampak seorang gadis cantik bermata lavender dan berambut indigo tengah merajuk kepada seorang pria paruh baya yang memiliki rambut coklat panjang dan bermata sama dengan mata gadis tadi yaitu lavender. Gadis itu bernama Hinata dia adalah Nona muda Hyuuga. Dia tinggal di kediaman Hyuuga yang sangat luas seperti istana. Dia hidup layaknya seorang puteri di kediaman Hyuuga itu. Namun, nampaknya dia sedang ada masalah dengan Ayahnya. Terbukti ketika dia sedang merajuk dengan ayahnya pagi ini.
"Ayah, kumohon. Hinata nggak mau dijodohkan, Hinata nggak mau nikah... Ayah..." Hinata merajuk sambil menunjukkan jurus puppy eyes andalannya yang biasanya berhasil meluluhkan hati Ayahnya itu.
"Tidak Hinata, kau akan tetap dijodohkan. Kau akan dijodohkan dengan putra dari rekan kerja ayah. Dan kau tidak boleh menolak ,sayang. Ini demi perusahaan kita," kata pria itu sambil mengelus kepala Hinata yang duduk tepat di sampingnya. Mereka duduk di sofa merah yang ada di ruangan luas yang menjadi ruang kerja Hyuuga Hiashi Ayah dari Hyuuga Hinata itu.
"Ayah, tapi Hinata kan masih 16 tahun, Hinata nggak mau nikah muda..." kali ini air mata telah menumpuk di pelupuk matanya.
"Tidak sayang, kalian hanya akan bertunangan saja. Kalian menikah kalau kalian sudah menyelesaikan kuliah kalian masing-masing, itu kesepakatan kami berdua," ujar pria yang memiliki raut wajah yang tegas namun sebenarnya hatinya lembut itu. Sebenarnya Hiashi tidak tega melihat wajah sedih puterinya itu. Semenjak Istrinya meninggal ketika melahirkan anak keduanya –yang ternyata juga meninggal karena dilahirkan secara premature- saat Hinata berusia 6 tahun, Hiashi selalu berusaha membuat Hinata bahagia. Dia selalu memanjakan gadis itu. Dia tak ingin puteri semata wayangnya itu sedih. Apapun yang di minta puterinya itu pasti dia wujudkan. Bahkan saking sayangnya dengan Hinata, Hinata tak pernah diperbolehkankeluar dari kediaman Hyuuga tanpa pengawal pribadi yang menemaninya. Ia juga tidak dibiarkan belajar di sekolah seperti layaknya anak-anak yang lain, namun sejak kecil dia selalu belajar dengan cara Home Schooling. Singkatnya Hiashi sangat sayang pada Hinata. Tak heran sekarang dia tak tega melihat puterinya yang sedang menangis itu.
"Tapi ayah... Hinata tidak mau kalau dijodohkan dengan pria yang tidak Hinata suka... Ayolah ayah..." pinta Hinata masih dengan air mata yang menggenang di pipi mulusnya.
"Maaf sayang..." sesal Hiashi. Hinata pun berdiri dari duduknya. Ia segera mengusap air matanya.
"Ayah jahat, aku benci Ayah..." katanya. Ia kemudian berlari sambil sesekali mengusap air matanya yang mengaburkan pandangannya itu. Hiashi hanya menunduk pasrah melihat anaknya itu. Ia merasa bersalah dan menyesal. Ia menyesal telah memanjakan Hinata, sehingga putrinya itu tidak bisa bersikap dewasa dan cenderung egois. Ia kemudian mengambil foto almarhum isterinya yang berada diatas meja kerjanya.
"Sayang, rupanya aku terlalu memanjakannya," gumamnya lirih.
"Memangnya aku salah ya? Aku hanya ingin membuat dia bahagia dengan mencarikan jodoh yang baik untuknya, aku memikirkan masa depannya dan masa depan perusahaan kita," gumamnya lagi kepada foto mendiang isterinya itu.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o
Hinata merebahkan tubuhnya diatas ranjangnya. Saat ini ia sedang berada di kamarnya yang luas dan bernuansa soft purple . Dia masih terus menangis.
"Ayah jahat, kenapa ayah seperti ini? Tidak biasanya ayah sejahat ini pada ku? Hiks... bahkan untuk yang kedua kalinya jurus puppy eyes ku tak berhasil meluluhkannya, hiks..." katanya sambil memukul-mukul kasur.
"Aku harus bagaimana? Aku tidak mau di jodohkan," gumamnya lagi.
"Apa aku harus kabur seperti waktu itu ya?," gumamnya lagi.
Flashback
Saat itu Hinata tengah mengobrol bersama sahabatnya yang berbeda usia dua tahun diatas Hinata yaitu adalah kekasih dari kakak sepupunya yang saat ini sedang kuliah di Amerika yang bernama Neji. Tenten sudah seperti kakak bagi Hinata.
"Tenten-Nee, kau enak sekali. Bisa bebas menjelajah kota Konoha. Tidak seperti aku yang selalu di kawal oleh pengawal pribadiku," ucap Hinata sambil mengerucutkan bibirnya. Tenten pun tertawa.
"Ne, Hina-chan... itu kan untuk keamananmu. Kau itu kan puteri-..."
"Pemilik perusahaan terbesar nomor dua di Jepang, iyakan?," potong Hinata sambil memutar bola matanya bosan.
"Haha, iya benar. Kalau kau pergi sendirian pasti banyak yang mengenalimu. Wajahmu kan sudah terpampang di berbagai surat kabar, majalah dan bahkan televisi. Bagaimana kalau nanti kamu di culik?," kata Tenten.
"Ikh, aku kan sudah gede. Nggak mungkin di culik," kata Hinata.
"Hei, penculikan tidak mengenal umur. Yang penting kaya dan bisa dimintai tebusan, haha," kata Tenten sambil tertawa. Hinata yang mendengarnya cuma mengerucutkan bibir sebal.
Malamnya Hinata bicara dengan Ayahnya. Ia meminta Ayahnya supaya dia diperbolehkan keluar tanpa pengawal pribadi, Ayahnya dengan keras menentangnya.
"Tidak boleh sayang. Di luar sana itu bahaya, banyak orang-orang jahat yang mengincarmu. Apalagi kau adalah puteri dari pemilik perusahaan terbesar nomor dua di Konoha. Pasti banyak sekali yang mengintaimu untuk meminta tebusan," ujarnya tegas.
"Tapi Ayah..." Hinata mulai menunjukkan jurus memelasnya.
"Oh ayolah sayang. Ini demi kebaikanmu," kata Hiashi sambil mengelus kepala Hinata.
"Kau boleh minta apapun pada Ayah, asalkan jangan yang satu mengerti?," Sambungnya.
"Baik Ayah," Hinatapun hanya mengangguk pasrah.
"Nah, sekarang tidurlah. Sudah malam," katanya sambil mengecup kening puteri yang sangat ia sayangi itu. Hinata mengangguk, ia pun pergi menuju kamarnya sambil mendekap boneka teddy bear yang sedari tadi ia peluk.
Dan keesokan harinya ternyata Hinata sudah tidak ada di kamarnya. Rupanya pagi-pagi sekali ia memutuskan untuk kabur dari kediamannya. Ia mengendap-endap supaya tidak menimbulkan keributan. Setelah sampai di gerbang utama, ia melihat dua penjaga gerbang yang masih tertidur di pos jaga dengan kunci yang berada di sakunya. Hinata pun mengambil kunci itu lalu membuka gerbangnya tanpa menimbulkan suara. Dan berhasil...
End of flashback
"Benar, aku harus kabur. Tapi... bagaimana caranya? Sistem keamanan disini sudah ditingkatkan semenjak aku kabur waktu itu, ayo berpikir Hinata... Berpikir..." katanya sambil mendekap boneka teddy bear kesayangannya yang berwana coklat muda yang diberi nama Bon-chan oleh Hinata.
"Bon-chan... Apa kamu punya ide?," kata Hinata sambil memandang bonekanya itu.
"Ha, benar juga... kau pintar Bon-chan..." katanya dengan semangat.
Hinata langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.
"Tenten-Nee..."
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o
Seorang pemuda berambut raven yang mencuat-cuat seperti pantat ayam sedang memarkirkan mobil ferari merahnya di halaman sebuah rumah yang bergaya Victoria yang sangat luas bagaikan istana. Rumah ini sedikit lebih luas dan lebih mewah dari kediaman Hyuuga. Dengan arsitektur yang modern serta mewah menambah megah rumah ini. Pemuda raven itu turun dari mobilnya lalu berjalan menuju rumah itu. Seorang maid datang menyapanya.
"Tuan muda sudah pulang?," sapanya.
"Hn," kata pemuda itu sambil masih terus berjalan. Maid itu hanya mengikutinya dari belakang.
"Oh iya Tuan, tadi Tuan besar mencari anda. Ada sesuatu yang penting yang ingin beliau bicarakan. Beliau menunggu di ruang kerja beliau," ucapnya pada orang yang dipanggil Tuan muda itu.
"Hn," hanya dua konsonan itu yang digunakan untuk menanggapi perkataan maid itu. Pemuda itu pun langsung menuju ketempat dimana Ayahnya telah menunggunya. Setelah sampai ia kemudian membuka pintu ruangan yang berwarna coklat.
"Sasuke, kau tidak pernah diajari sopan santun ya?," kata seorang pria paruh baya berambut Hitam dan bermata onyx. Dia mirip sekali dengan pemuda yang di panggil Tuan muda tadi, wajar saja mereka kan ayah dan anak.
"Hn, ada apa kau mencariku?," tanya pemuda yang dipanggil Sasuke itu.
"Aku ingin membicarakan tentang perjodohanmu. Aku sudah menjodohkanmu dengan puteri rekan kerjaku," ucapnya sambil menatap puteranya yang tengah berdiri sambil menatapnya tajam.
"Cih, apa kau bilang? Aku tidak sudi menerima perjodohan itu," ucapnya sambil berbalik untuk meninggalkan ruanngan itu.
"Dasar anak kurang ajar, kau harus menerima perjodohan ini. HARUS Sasuke..." kata pria yang tak lain adalah Uchiha Fugaku sambil menekankan kata Harus. Sasuke berbalik, ia menatap Fugaku dengan tatapan marah.
"Cih, dari pada aku harus menerima perjodohan konyolmu itu. Lebih baik aku pergi dari rumah ini," ucapnya.
"Kau... Silahkan saja kau pergi dari rumah ini. Dasar anak durhaka. Kau memang tak pernah seperti Itachi. Lihat kakakmu itu, dia selalu patuh pada perintah Ayah. Dia tak pernah membantah Ayah," kata Fugaku.
"Lalu kenapa kau tidak menjodohkan Itachi saja? Kenapa harus aku? Lagi pula Itachi melakukan semua itu karena Itachi terobsesi denganmu. Dia ingin sepertimu. Tapi aku tidak, aku ingin melakukan sesuatu dengan kehendakku. Kau tahu, sejak dulu kau selalu memaksakan kehendakku, dan aku rasa itu sudah cukup. Aku tidak ingin seperti itu lagi," Kata Sasuke dengan nada naik satu oktaf dari sebelumnya.
"Ada apa ini?," kata seorang wanita cantik yang tak lain adalah Mikoto ibu dari Sasuke. Mikoto yang mendengar ada keributan di ruang kerja suaminya itu langsung berlari untuk mencari tahu apa yang terjadi.
"Lihat saja anakmu itu, dia memang anak durhaka," kata Fugaku sambil menunjuk Sasuke.
"Ada apa Sasuke?," tanya Mikoto.
"Cih, tanya saja pada orang itu. Aku mau pergi," kata Sasuke kemudian berlalu menuju langsung mengemasi barang-barangnya. Tak lupa ia mengambil Uang Cash yang selama ini ia simpan di lemarinya. Ia mengambil Uang-uang itu karena dia tahu Ayahnya pasti akan memblokir semua kartu Atm yang Sasuke punya. Setelah itu dia mengambil laptopnya karena semua tugas sekolahnya beserta semua hal-hal penting ada di laptopnya itu. Setelah itu, ia keluar dari kamarnya sambil menenteng tas yang berisi pakaian dan barang-barangnya. Di ruang tengah ibunya sudah menunggunya dengan raut wajah cemas.
"Sasuke, kau mau kemana sayang?," tanya Mikoto sambil menangis.
"Aku mau pergi, bu..." katanya.
"Kemana nak?," tanya Mikoto lagi.
"Kemana saja. Jaga diri ibu ya, aku pergi," kata Sasuke sambil mengecup pipi Ibunya.
"Sasuke, tunggu..." Sasuke yang sedang berjalan pun berhenti dan menoleh pada Ibunya.
"Ini, ibu cuma bisa memberi ini untukmu nak, jaga dirimu baik-baik ya," Kata Mikoto sambil memberikan bungkusan berisi uang untuk Sasuke. Sasuke hanya tersenyum lalu menerima bungkusan itu.
"Terima kasih, aku pergi dulu... oh iya sampaikan salam ku pada Baka Aniki," katanya sambil berlalu. Mikoto hanya menatap nanar punggung tegap anaknya perlahan mulai menghilang dari hadapannya.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o
Sasuke keluar dari kediaman Uchiha dengan perasaan bercampur aduk antara kesal, senang dan sedih. Kesal dengan Ayahnya yang selalu saja membanding-bandingkan dia dengan Itachi ,ia juga senang karena dia akhirnya bebas , namun di satu sisi dia sedih harus meninggalkan Ibunya, mobil mewahnya, motor kesayangannya, kamar luas nan mewah miliknya, serta rumahnya yang seperti istana. Yah, Sasuke kan manusia biasa, dia juga sebenarnya tidak mau hidup susah. Cuma mau bagaimana lagi, dari pada kehendaknya selalu dipaksa oleh Ayahnya mendingan dia pergi saja. Dia ingin bebas tanpa kekangan. Tujuan Sasuke sekarang adalah menyewa apartemen untuk tempat tinggalnya, selebihnya dia akan memikirkannya nanti.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o
Keesokan harinya Hinata pergi menemui Ayahnya, ia ingin meminta maaf sambil menjalankan rencananya.
"Ayah, maafkan aku atas sikapku yang kemarin itu ya Yah?," kata Hinata sambil mengalungkan tangannya di leher Ayahnya.
"Iya sayang," jawab Hiashi tanpa mengalihkan pandangannya kepada Hinata.
"Terima kasih Ayah. Hm, Ayah... aku ingin jalan-jalan keluar. Boleh tidak Yah?," tanya Hinata pada Ayahnya yang sedang berkutat dengan pekerjaan kantornya.
"Boleh, tapi dengan pengawalmu ya," jawab Hiashi.
"Baiklah Ayah," katanya.
"Oh iya Yah, aku pengen uang tunai," rengek Hinata.
"Sayang, Ayah kan sudah memberimu banyak Credit Card? Jadi tidak usah repot-repot bawa uang tunai," kata Hiashi.
"Tapi ayah, aku mau uang tunai," jawab Hinata sambil merengek.
"Hah, baiklah. Berapa yang kau mau sayang?," tanya Hiashi.
"Terserah ayah, tapi aku ingin yang banyak. Supaya dompet yang baru aku beli ini penuh dengan uang tunai Yah," kata Hinata sambil tersenyum senang.
"Jadi kau minta uang tunai hanya untuk mengisi dompet barumu?," tanya Hiashi heran.
"Umm," kata Hinata sambil mengangguk.
"Hah, yasudah. Ini..." kata Hiashi sambil menyodorkan beberapa lembar uang yang bernominal sepuluh ribu Yen.
"Ayah, belum penuh." Rengeknya lagi.
"Hah," Hiashi menghela nafasnya lelah. Ia memaklumi sifat anaknya yang selalu minta yang aneh-aneh ingat dulu ketika Hinata minta di belikan adik bayi untuknya. Tentu saja Ayahnya tidak mau, memangnya siapa yang akan mengurus bayi itu?. Dia paham betul sifat Hinata yang gampang bosan. Bisa-bisa bayi itu dibuang lagi sama Hinata. Ckckck, dasar...
Hiashi kembali menyodorkan beberapa lembar uang lagi dengan nominal yang berbeda-beda pada Hinata sampai dompet Hinata penuh.
"Wah, sudah penuh. Horeee, akhirnya penuh juga. Terima kasih Ayah," katanya sambil mengecup pipi kanan Ayahnya. Hiashi cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah laku puterinya yang aneh itu.
Hinata segera berlari keluar ruangan Ayahnya. Setelah sampai diluar ia langsung menutup pintunya dengan perlahan supaya Ayahnya tidak terganggu.
"Yeah, rencana satu berhasil. Tinggal rencana dua, dan tiga" katanya sambil menyeringai.
TBC
Hallo minna-san... fic baru lagi nih... ehehehe~... sebenernya nih fic uda lama di lappy, tapi baru sampai chap 4 saja. Awalnya nggak mau aku publish, tapi ntar mubadzir. Jadinya ku publish aja, siapa tahu ada yang suka. Tapi nanti kalau ripyunya dikit bakal aku hapus kok, janji deh... hehe~.
Eh iyah di fic ini Hina-hime aku buat manja, hihi. Oh iyah maaf kalau judulnya gaje... bingung si mau ngasi judul apa. Ada yang bisa membantu Eira ngasi judul? Please... *puppy eyes*
Oke akhir kata kasih pendapat tentang fic ini ya? Mau dilanjut atau enggak... kalau enggak ntar bakal Eira hapus kok... hoho... :D
R
E
V
I
E
W
P
L
E
A
S
E
^^V
