Disclaimer : Everything written in this blog is creation of my imagination. The characters belongs to their mangaka, but the plot belongs to me. Please DO NOT REDISTRIBUTE!

Title : The Days of Rainbow Family I: Perfume

Author : _kadzuki_ aka fate_aram

Rating : T

Pairing : Akakuro

Genre : AU, Shonen-ai, Crack, Failed! Humor, Family

Length : Series

Cast : Akashi Seijuurou, Midorima Shintarou, Kise Ryouta, Aomine Daiki

Summary : Kembar absurd Shintarou dan Ryouta dimintai tolong untuk berbelanja oleh sang papa! Berbekal tingkah dan otak error mereka, mampukah mereka membelikan barang yang diminta sang papa dengan benar? Ataukah apa yang mereka beli akan mengundang bencana mahadahsyat ke dalam rumah keluarga Akashi?!

A/N : Kemarin Minggu habis ngerusuh bareng KnB Cosplay Team Bandung. Selfie dari siang sampe sore, masiih diterusin photo studio sama photo box. Gila abis. Well, itadakimasu~


[Part 1]


Hari Minggu, hari dimana anak-anak menghabiskan hari dengan orang tua tercinta. Tidak terkecuali si kembar absurd Shintarou dan Ryouta. Seperti anak-anak pada umumnya, Minggu pagi selalu diawali dengan menonton anime dan tokusatsu yang tayang maraton di tivi. Sang ayah sedang keluar berbelanja bahan makanan, sementara sang papa baru saja bangun dan kini sedang asyik di kamar mandi.

Keduanya baru selesai mengikuti gaya khas Super Sentai Niji Ranger—Ryouta masih bersikeras jadi ranger kuning meski aslinya pemeran ranger kuning adalah cewek tulen—, dan diwarnai dengan beberapa putaran tak beraturan serta mimik wajah yang kelewat heboh, suara sang papa tercinta mengalun merdu dari kamar utama.

" Shintarou, Ryouta, sini! "

Si kembar langsung manyun otomatis. Lagu ending Super Sentai Niji Ranger akan diputar sebentar lagi, biasanya mereka akan menyanyikannya sama-sama sambil loncat-loncat di atas sofa. Bisa saja sih mereka pura-pura tidak mendengar suara sang papa, tapi bisa-bisa akan ada gunting terbang yang lewat. Maklum, papanya kalau baru bangun gampang bad mood.

" Shintarou, Ryouta! "

" Ya, Papa! Lagi bantuin Lyouta tulun, nih! Lyouta nyungsep! "

Mata sang bocah berambut blonde itu membulat, memandangi kembarannya dengan bingung. Ia masih duduk manis, nggak ada nyungsep-nyungsepnya. Sementara itu, sang bocah berambut lumut melompat turun dari sofa, kemudian menempelkan telunjuknya ke bibir.

" Ssstt... Ikuti saja kataku, nodayo. Kamu nggak mau dilempal gunting sama Papa, kan? "

" Un! "

Sambil bergandengan, keduanya melangkahkan kaki kecil mereka ke kamar utama. Sebagai anak kecil yang santun, baik, dan benar, keduanya mengetuk pintu sebelum membuka kamar orang tuanya.

" Papaaa~ "

Pintu kamar mandi yang terletak di sisi kiri kamar menjeblak terbuka, menampakkan sesosok pria berambut merah dengan mata heterokrom yang menawan. Ia melambai-lambaikan sebelah tangannya pada putra kembarnya.

" Ne, Shintarou, Ryouta, bisa tolong belikan aftershave dan parfum buat Papa? Punya Papa habis, Ayah belum beli lagi. "

Si kembar langsung terdiam. Sehabis Niji Ranger, ada G*ndam Miracle, sayang kalau nggak nonton. Apalagi supermarket paling dekat dari rumah baru mereka jaraknya sepuluh menit kalau naik sepeda sambil boncengan berdua, lima belas menit lebih kalau jalan kaki. Bisa-bisa sepulang dari supermarket, G*ndam-nya sudah selesai.

" Ummm... " Sambil memutar-mutar ujung kakinya, Ryouta takut-takut melirik sang papa. " Umm, Papa... Boleh ngga— "

" Kalau kalian bisa membelikan aftershave dan parfum Papa secepat kilat, akan Papa belikan tiket VVIP live action Niji Ranger di Seirin Miracle Land minggu depan. "

Ryouta langsung mangap. Kacamata Shintarou melorot. Padahal mereka berdua baru mau membuat rencana 'ayo-rayu-papa-belikan-tiket-live-action', tapi ternyata sekarang mereka malah ditawari, VVIP lagi. Hati polos mereka pun mulai goyah, antara tiket VVIP live action dan nonton G*ndam Miracle.

Di sisi lain, sang papa alias Akashi Seijuurou, memandang kedua putra kembarnya dengan tatapan kemenangan. Bagaimana dia tahu apa yang bisa menyogok si kembar tepat sasaran? Jawabannya adalah dua kurcaci yang masih saling bertukar pandang di hadapannya. Bola mata mereka selalu berseri-seri saat melihat iklan live action Niji Ranger di tivi. Sogokannya sudah pasti mengalahkan keinginan si kembar untuk kembali menonton tivi.

" Gimana, nih? Papa sudah mau berendam, loh. Apa tiket VVIP-nya Papa batalkan saja? "

" JANGAAAAAN! "

Sebuah senyum merekah di wajah Seijuurou. Apa sih yang tidak mungkin didapatkannya? Cinta pertama, sekarang sudah jadi partner sehidup semati. Anak, punya sepasang meski absurd. Harta dan kekuasaan, sudah di tangan sejak dulu. Tinggi bad—oke, yang satu ini lupakan saja sebelum ada gunting terbang lewat. Intinya, apa yang dimauinya pasti akan didapatkannya.

" Nah, Shintarou, ambil uang sepuluh ribu yen di dompet Papa. Yang angka nol-nya ada empat, bukan tiga. Dan jangan ambil kartu kredit Papa buat main congkel-congkelan di lemari, nanti patah lagi. "

" Logel, nodayo. " jawab sang bocah sang berambut lumut sembari hormat sebelum akhirnya ngibrit ke sisi lain ruangan untuk mengambil dompet papanya.

" Ryouta, nanti belikan aftershave yang bau cokelat sama Ax* cokelat, ya. "

" Un! "

" Coba apa yang barusan Papa minta? " ulang Seijuurou, mengetes si bungsu yang otaknya lebih sering error.

" Telchep sama palpum malaikat nyasal cokelat-ccu! "

" Anak pintar. "

Sang bocah berambut blonde tersenyum sumringah dipuji sang papa. Tak lama kemudian, saudara kembarnya kembali dengan selembar uang sepuluh ribu yen di tangan yang ditunjukkannya terlebih dulu pada Seijuurou—mengecek biar nggak salah ambil nominal uang—, sebelum memasukkannya ke tas kecil berbentuk kodok yang diselempangkan di badan.

" Jangan lama-lama, ya. "

" Logel, komandan! "

.

.

.

.

" Halo, Shintarou-kun, Ryouta-kun. " sapa gadis penjaga kasir saat pintu supermarket bergeser terbuka dan menampakkan dua bocah berbeda warna rambut yang bergandengan tangan.

" Halo, Miku-nee! " balas keduanya serempak.

" Kalian belanja sendiri hari ini? "

" Iya-ccu! Diculuh papa! " jawab Ryouta semangat.

" Mau kakak bantu ambilkan? " tawar Miku. Ia tidak keberatan menemani si kembar yang imut-imut itu.

" Tidak usah, nodayo. Aku sudah hapal tempatnya. Miku-nee jaga kasil saja. " tolak Shintarou sambil menaikkan kacamatanya. Ditariknya tangan saudara kembarnya agar ia mengikutinya. " Ayo, Lyouta! Kita halus cepat-cepat, nanodayo! "

Keduanya kembali berjalan, dengan Shintarou paling depan. Dia sudah hapal letak barang-barang di supermarket karena sering membantu ayahnya mengambilkan barang saat mereka berbelanja sekeluarga. Berbeda dengan Ryouta yang sering nyasar, bahkan di minimarket yang hanya terdiri dari tiga lajur rak.

Baru saja mereka memasuki bagian makanan ringan dan cemilan—Shintarou harus beberapa kali menarik kembarannya yang berhenti di depan tumpukan puding berbentuk bintang dan deretan toples coklat aneka bentuk—mata mereka menangkap sebuah sosok familiar di ujung deretan rak. Kulit gosong, rambut biru, tinggi sebelas-dua belas dengan mereka. Preman cilik di TK Teikou.

" Daikicchiiiii! "

Sang bocah berambut blonde langsung melepaskan genggaman tangannya dengan kembarannya, lalu berlari ke arah bocah yang tampaknya kebanyakan bermain di tengah lapangan siang bolong itu. Tanpa banyak ba-bi-bu, ia menubrukkan tubuhnya ke arah Aomine Daiki, salah satu teman sekelas mereka di TK.

" Iiiihhh, Lyouta... Apaan, sih... " gerutu si bocah gosong sambil menggosok-gosok dagunya yang kena sundul.

" Ehehehehehe~ "

Sudah nubruk orang seenaknya, malah ketawa.

" Oh, Ahomine. " ujar Shintarou sambil menghampiri keduanya. " Kamu lagi apa, nodayo? Kamu nggak niat menculi, kan? "

" Enak saja! Aku mau beli es klim, tahu! Dan namaku Aomine, bukan Ahomine. Dasal mata-empat! " balasnya tak terima. Biar calon raja preman, dia punya prinsip hanya menindas anak-anak jahat. Biar kayak Robin Hood katanya.

Tapi tetap saja prinsipnya itu salah, bung.

" Teluch, Daikicchi ngapan macih beldili dicini-ccu? Ech klimnya nggak ada? " sahut Lyouta dengan senyum lebar terplester di wajahnya.

" Aku bingung mau beli yang kecil apa yang jumbo. Sama Papa sudah dikasih lima latus yen. " Ditunjukkannya sebuah koin lima ratus yen dengan bangga, hidung terangkat tinggi. Serasa jadi orang paling kaya sedunia. " Kalian sendili ngapain? Jajan juga? "

" Enggak. Kami disuluh Papa belanja cepat-cepat. Nanti sama Papa dibeli tiket pi-pi-ai-pi laip sesyen Niji Langel, nodayo. " Shintarou sengaja mengeraskan suaranya pada kalimat terakhir, balas dendam karena dikatai mata empat.

Ryouta menganggukkan kepala cepat-cepat, membenarkan kata-kata kembarannya. Aomine langsung cengo, uang lima ratus yen-nya terlepas dan menggelinding begitu saja. Tampaknya dia melupakan sesuatu yang sangat penting. Melihatnya mematung tiba-tiba, sang bocah blonde melambai-lambaikan tangan di depan wajah si preman cilik.

" Daikicchi? "

" Aaaaaaahhhh! Telnyata itu! Pantas kenapa akil-akil ini aku mau disuluh-suluh Papa sama Mama! Tahu gitu aku nggak mau nelima lima latus yen, mending minta beliin tiket laip cesen Niji Langel! " erang Aomine sambil menjambak rambutnya sendiri.

" Dasal bodoh, nodayo. "

Shintarou hanya tersenyum, puas bisa membalas olokan Aomine yang ditujukan padanya. Ryouta yang baik hati dan tidak sombong tapi agak error, berjongkok dan mengambil uang lima ratus yen yang tercampakkan. Ditariknya sebelah tangan mungil sang bocah berkulit gosong, dan dikembalikannya uang koin itu ke dalam genggamannya.

" Ne, ne~ Uang-nya halus dijaga-ccu. Kalau nggak dibalikin ke Om cama Tante, Daikicchi nggak bica nonton laip pesyen cama kita. "

Aomine tertegun sesaat sebelum menggenggam uang koinnya erat-erat sambil tersenyum lebar. Ditepuk-tepuknya kepala Ryouta dengan lembut, membuat ekor dan telinga anjing imajiner di tubuh Ryouta bergoyang girang.

" Makasih, Lyouta. "

" Ehehehe~ "

CKIIT.

" Adaw! "

Shintarou, yang ternyata tidak suka kalau kembarannya yang absurd itu lebih memperhatikan Aomine dibandingkan dirinya, langsung menginjak kaki yang bersangkutan keras-keras. Sementara sang bocah berambut biru siduh mengaduh sambil mengelus-elus kakinya yang jadi korban, Shintarou langsung pasang badan di depan Ryouta. Sang bocah berambut pirang cuma melongo, bergantian memandangi kembaran dan teman sekelasnya.

" Ih, apaan sih kamu, mata empat! Aku kan nggak ngapa-ngapain kamu! " sembur Aomine setelah ia berhasil mengatasi rasa sakit di kakinya.

" Kamu ngatain aku mata empat, telus kamu juga pegang-pegang Lyouta, nodayo! " balas Shintarou tak kalah sengit.

" Memangnya aku nggak boleh megang-megang Lyouta?! Kamu apanya Lyouta, sih?! "

Errr, percakapannya kok kayak adegan telenovela pas dua cowok lagi rebutan pemeran utama wanita, yah?

Shintarou, yang bibit ke-tsundere-annya mulai tumbuh, langsung memutar otak untuk mencari alasan yang tidak mempermalukan dirinya sendiri. Diacungkan telunjuk mungilnya tepat di depan batang hidung sang preman cilik.

" Aku nggak mau Lyouta jadi dakian gara-gara ketulalan kamu, nodayo! "

" Aku nggak dakian! Ini kebanyakan main layangan! "

" Bohong, nodayo. "

" Nggak! Dasal mata empat jelek! "

" Bialin, dalipada dakian! "

Baru saja pertengkaran mereka nyaris menjurus ke arah adu fisik khas anak kecil—saling sodok, saling cubit, saling jambak, dan saling gigit—, sang objek rebutan berdiri dengan tangan terentang di antara mereka berdua. Matanya membulat, berkaca-kaca. Bibirnya gemetar menahan isakan yang akan keluar.

Sungguh klimaks telenovela sekali, pemirsa.

" Ja-jangan bel-bertengkal-ccu... Ja... "

PUK PUK.

Shintarou dan Aomine yang gelagapan melihat Ryouta buru-buru menepuk-nepuk kepala bocah itu sebelum tangisnya pecah. Meskipun masih ingin saling sodok dan saling gigit, kali ini mereka harus gencatan senjata. Prioritas utama adalah agar bocah yang berada diantara mereka ini tidak menangis.

" Lyouta, lihat sini, nodayo. "

Baik Shintarou maupun Aomine sama-sama berjengit jijik sebelum berjabat tangan. Ryouta melihat kembarannya, Aomine, serta kedua tangan mungil mereka yang bertaut, lalu tersenyum lebar. Dirasa bahaya telah berlalu, keduanya langsung melepas tautan tangan mereka.

" Ehm... Aku pulang duluan, ya... " sahut Aomine, memecah kecanggungan yang menguar di antara mereka bertiga.

" Eeehh? Kenapa-ccu? "

Sang bocah berambut biru cuma menggaruk-garuk kpalanya yang tidak gatal. Sebenarnya ia tidak keberatan sih kalau harus menmani Ryouta, tapi ia tidak bisa akur dengan kembaran Ryouta yang berambut lumut itu. Bawaannya ngajak bertengkar melulu. Jadi daripada berada dibawah ancaman tangisan Ryouta—dia benci melihat bocah itu menangis—lebih baik sekarang pulang dulu. Toh, besok masih bertemu di sekolah.

" Aku mau balikin uangnya ke Papa, minta ditukal sama tiket pi-pip Niji Langel. " ujar Aomine akhirnya. " Jadi nanti bisa nonton baleng Lyouta. "

" Ehehehehe~ "

Tunggu. Yang barusan itu... Kok kayak ajakan kencan?!

" Ne, ne~ Sudah, ya. Nanti jangan nangis lagi, tambah jelek. "

" Un! "

Preman cilik itu menepuk-nepuk kepala Ryouta sekali lagi sebelum berlari pergi. Yang dipamiti langsung melambai-lambaikan tangan mungilnya dengan heboh, mengawasi punggung teman sekelasnya yang menjauh. Bocah berambut biru itu berbalik sejenak dan balas melambai sebeluh menghilang di ujung deretan rak makanan ringan.

" Nee, sekalang ayo belanja, nodayo. " sahut Shintarou setelah kembarannya berhenti melambaikan tangannya.

" Ummm... Chintaloucchi... " Sang bocah berambut pirang memanggil nama kembarannya sambil menunduk, jemarinya memilin-milin ujung bajunya.

" Apa, nanodayo? "

" Pengen ech klim... "

Sang bocah berambut lumut itu mendadak kepingin mencekik Aomine sekarang juga. Tidak hanya merebut perhatian kembarannya, bocah dakian itu juga mengontaminasi otak Ryouta yang memang sudah error sejak lahir. Ia harus segera memutar otak sebelum Ryouta menangis di tempat karena tidak dibelikan es krim.

" Uang dali Papa nggak cukup, nodayo. " ujar Shintarou cepat. " Papa cuma ngasih selembal. Kalau tadi minta lima latus yen pasti bisa beli es klim. "

" Tapi... Lyou pengen ech klim-ccu... " Mata sang bocah berambut pirang mulai berkaca-kaca, membuat kembarannya panik mencari ide agar ia tidak menangis. " Pengen... ech... "

" Ayah! " seru Shintarou penuh kemenangan. " Ayah masih belanja, kan? Kita cepat-cepat belanja, telus nanti di lumah langsung telepon Ayah, minta dibelikan es klim yang besaaaaaaaaaaal sekali. Jadi Lyouta jangan menangis, nodayo! "

Ryouta memandangi kembarannya lekat-lekat. Matanya yang berkaca-kaca perlahan membulat, kemudian bersinar penuh harapan. Shintarou menarik nafas lega, kembarannya tidak jadi menangis. Memang susah sih punya kembaran dengan otak error berbonus cengeng. Tapi sejak awal mereka kan memang kembar absurd.

Tanpa membuang waktu lagi—mereka harus cepat-cepat sebelum papanya beres berendam di rumah, karena kalau tidak, akan ada gunting terbang melayang—Shintarou mengamit kembarannya dan menyeretnya ke lajur rak berikutnya, melewati barisan sabun dan pasta gigi.

" Sampai, nodayo! "

Kini keduanya berdiri di hadapan barisan rak berisi parfum dan aftershave berbagai merk. Shintarou, yang tadi hanya kebagian tugas membawa uang dengan nominal yang benar, menoleh kembarannya yang malah memandangi barang di hadapan mereka dengan takjub.

" Lyouta. "

" Neee~? "

" Tadi sama papa disuluh beli apa? "

" ... "

" ... "

" ... "

" Jangan bilang kamu lupa, nodayo. "

" Nggak! " sanggah sang bocah berambut pirang. Digelengkannya kepalanya kuat-kuat. Tambah kelihatan kalau tebakan saudara kembarnya itu tepat sasaran. " Lyou nggak lupa-ccu! Cuel, deh! "

Shintarou menaikkan sebelah alisnya tidak percaya. Ryouta cuma bisa mengkeret, panas-dingin di bawah tatapan kembarannya yang entah di saat seperti selalu mirip tatapan papanya yang sedang mengancam bawahannya sambil pegang gunting. Ia berusaha menggali informasi dari otak error-nya, mengingat apa yang papanya suruh belikan.

Berpikir, berpikir, berpikir... Banyak hal yang terlintas di kepalanya. Boxer biru muda. Salah. Itu sih punya ayahnya. Biasanya tergeletak di lantai kalau malam sebelumnya papa dan ayahnya main smackdown nggak pakai baju. Hitam, berisik. Pernah mencium kembarannya saat jam tidur siang di TK. Eh, yang itu sih Takao, teman sekelas mereka. Kucel, dakian, kasar, tapi senyumnya ia suka. Tunggu... Kenapa dia malah membayangkan Aomine?!

Serius, deh. Kayaknya bocah ini nggak bisa fokus.

Ryouta berpikir keras, sangat keras. Dua telunjuknya sudah ditekan kuat-kuat ke kepala, siapa tahu nemu tombol biar otaknya nggak error. Dahinya berkerut, bibir maju dua senti dari tempatnya. Mencoba mengingat-ingat lagi kondisi sebelum mereka pergi belanja.

" Uuuuh... Uuhhhh... " gumamnya bingung.

" Sudahlah, nodayo. Kalau Lyou tidak ingat, kita pinjam telepon Miku-nee, telus tanya Papa mau dibelikan apa. " ujar Shintarou akhirnya, capek menunggu Ryouta yang masih bergelut dengan otak error-nya.

" Nggak-ccu! Lyou ingat! " potong Ryouta buru-buru. " Benelan! Cuel! "

" Apa coba? "

" Eng... Itu... Itu... Tel... Tel... " Bocah pirang itu berusaha mengingat kata-kata asing yang diucapkan sang papa. Yah, jangan salahkan dia kalau tidak ingat kata-kata berbau bahasa Inggris. Namanya juga bocah lima tahun. " Telchep! Iya, telchep-ccu! Cama palpum yang ada malaikat nyasalnya! "

Sekarang gantian kening Shintarou yang berkerut. Berusaha menerjemahkan kata-kata kembarannya yang terdengar sangat asing. Syukur otaknya normal, bahkan bisa dibilang sebelas-dua belas sama papanya, jadi sedikt-sedikit ia sudah bisa berpikir rasional.

Kalau parfum malaikat nyasar yang dibilang Ryouta, mungkin maksudnya Ax*. Soalnya mereka sering lihat iklannya di sela-sela nonton Rosalinda tiap sore. Sedangkan telcep? Apa itu telcep? Satu-satunya kata dengan suku kata 'tel' yang diketahuinya selain 'telepon' adalah 'Telk*ms*l' yang sedang diprotes ramai-ramai di sebuah negara Asia Tenggara karena memblokir sebuah situs fanfiksi terkenal.

" Kamu yakin Papa minta dibelikan—apa itu tadi—telchep? " tanya Shintarou lagi.

" Iya-ccu! Papa minta dibeliin telchep-ccu! Itu loh, yang seling Papa pakai kalau habis mandi! "

TING!

Akhirnya Shintarou mudeng dengan apa yang dimaksud 'telchep' oleh kembarannya.

" Ohhh... Aptelsep, toh... " ujarnya sambil manggut-manggut.

" Un! "

Misteri pun terpecahkan. Tinggal membeli barang yang diminta, terus pulang deh. Tiket VVIP live action Niji Ranger sudah di tangan. Shintarou, yang sedikit-sedikit sudah bisa membaca, menggandeng kembarannya ke rak tempat Ax* dipajang. Tapi sesampainya di sana, ia langsung mematung. Terdiam memandangi Ax* yang beraneka macam. Otaknya langsung memproses satu kalimat, Papa minta yang mana?!

Sadar kalau kembarannya terpaku, Ryouta segera melambai-lambaikan tangan mungilnya tepat di depan wajah bocah berambut lumut tersebut. Sama sekali tidak ada reaksi, ia ikut-ikutan memandangi barisan Ax* di hadapannya.

" Lyouta... "

" Hmm? "

" Papa minta yang mana? "

Ryouta kicep. Shintarou masih menatap kosong.

" Chintalou ngomong apa balucan? " tanya Ryouta bego.

" Papa. Minta. Yang. Mana? "

Sekali lagi Ryouta panas-dingin, mengaduk-aduk ingatannya yang berkabut. Seingatnya, Papanya tadi minta parfum yang... manis? Tidak, bukan itu. Papanya tentu tidak mau dikerubungi semut. Tapi... Papanya memang menyebutkan sesuatu yang manis... Seperti... es krim?

" Papa... Papa minta yang manich-manich... Kayak ech klim-ccu... " jawab Ryouta takut-takut.

Lagi-lagi kening bocah berkacamata itu berkerut. Menginskripsi ulang perkataan kembarannya, karena sangat tidak mungkin ada parfum dan aftershave beraroma es krim. Kecuali...

" Lyouta, es klimnya lasa apa, nanodayo? " tanyanya tiba-tiba.

" Eh? Ech klim?! Mau yang stlobeli-ccu! "

Ingin rasanya Shintarou tertawa keras-keras dan memuji dirinya sendiri. Dia memang hebat, bisa menggali informasi dari otak error kembarannya yang absurd itu. Dan setelah mengerti apa yang harus mereka beli, ia tinggal mengambil dan membayarnya di kasir.

Matanya menjelajahi jajaran botol, mencari botol parfum berwarna pink. Dari apa yang ia ingat, stroberi selalu identik dengan warna pink. Jadi ia cukup mencari botol Ax* dan aftershave warna pink, karena sudah pasti beraroma stroberi.

Err, sederhana sekali pikiranmu, nak.

" Lyou, kamu naik ke punggungku, nodayo. Palpum sama aptelsep-nya yang itu. " ujarnya sambil menunjuk botol transparan dengan tutup berwarna pink di barisan paling kiri dan botol kaleng berwarna merah muda berhiaskan bunga mawar di barisan paling kanan.

Sang bocah berambut pirang berusaha mengingat lokasi kedua botol yang ditunjuk kembarannya, menunjuk masing-masing botol sebanyak tiga kali untuk memastikan bahwa ia sudah benar, sebelum akhirnya mengangguk mengerti. Shintarou langsung berjongkok, mengambil ancang-ancang untuk memanggul Ryouta.

Diiringi dengan sedikit pekikan, beberapa kali oleng, serta salah posisi, dua bocah kembar absurd itu berhasil berdiri tegak di depan rak. Tanpa kesulitan berarti, Ryouta langsung mengambil aftershave stroberi yang tadi ditunjuk Shintarou, mengopernya pada sang bocah berambut lumut yang kemudian menjatuhkannya pelan-pelan di lantai.

Dengan kaki mungil yang gemetaran, Shintarou bergeser ke sisi lain rak dimana Ax* stroberi menunggu. Ryouta yang tahu kalau sauadaranya kesulitan membawa dirinya, langsung diam tak bergerak agar tidak jatuh. Bahkan tanpa sadar ia sampai menahan nafas segala.

" Eh? " pekik Ryouta tiba-tiba.

" Ada apa, nodayo? " tanya Shintarou heran. Ia sama sekali tidak bisa mendongakkan kepala untuk mengecek kondiai kembarannya.

" Palpum ping-nya ada dua-ccu! " Ryouta memandang bergantian botol kaleng pink bercorak bunga mawar dan botol kaleng pink polos. Jangan tanya dia bisa baca tulisan yang ada pada kedua botol tersebut atau tidak. Menulis namanya saja masih bolak-balik salah.

" Sama saja, nodayo! Ambil saja sesukamu! Kakiku sudah gemetal, nih. "

Karena tahu kalau kepintaran kembarannya sudah teruji secara klinis, Ryouta percaya saja pada kata-kata Shintarou. Tidak curiga sedikit pun bahwa kedua botol Ax* yang kelihatannya sama itu memiliki aroma yang berbeda. Disambarnya botol pink bercorak mawar.

" Oke-ccu! Tulunin! "

Hati-hati, Shintarou berjongkok agar kembarannya bisa turun dengan selamat. Kalau sampai jatuh, bisa-bisa bocah berambut pirang itu menangis lagi. Diambilnya botol aftershave yang tadi digeletakkannya di bawah.

" Ayo bayal telus pulang, nodayo! "

" Un! "

Kembar absurd itu kembali bergandengan tangan, senyum merekah di wajah karena misi dari sang Papa yang berhadiah tiket VVIP live action Niji Ranger berhasil dengan gemilang. Namun sayang, mereka tidak tahu bahwa botol parfum pink yang diambil Ryouta akan membawa bencana mahadahsyat ke dalam rumah mereka.


~~~~~TBC~~~~~


Kadzchan End-Note :

Long time no see~

Sebelum posting chapter terakhir Kocchi Muite Baby! Gw selipin FF ini dulu~ :p

Hari Minggu kemarin gila-gilaan sama KnB Cosplay Team Bandung, bikin banyak foto. Kebetulan gw jadi Momoi, dan kemarin bikin foto-foto koplak Kuroko-Momoi-Aomine. Sayang kemaren Kiseki no Sedai lagi nggak lengkap, Cuma ada Midorima, Kuroko, sama Aomine. Bonus Kagami juga sih.

Last but not least, every respond from you will be my write-nutrition. Thank you, guys~