A/N : Warming up… setelah sekian lama tidak pernah berfanfic-ria. Ingatanku tentang FMA mengalami chaos, maka tolong maafkan jika apa yang tertulis di sini tidak sesuai dengan kenyataan pada manganya, atau animenya, atau pada apa pun yang ada di pikiran anda.
Just for fun. Puh-lease.
Sorry for those errors.
Disclaimer: I'm definitely not the talented guy who wrote the awesome 'Fullmetal Alchemist' story. Got it?
.
.
A Fullmetal Alchemist Fanfic:
HARAPAN
.
.
"Oh, hai, Winry.."
Lagi-lagi mereka muncul dengan keadaan yang sama.
Hancur lebur.
Dan aku hanya bisa menghela napas.
"EEEEDDDDD!"
TRANG!
"Apa lagi yang kau lakukan pada automailku, HAH?"
..
Edward dan Alphonse. Dua kakak beradik yang sangat aneh. Ya, terlalu aneh menurutku. Mana ada sih, anak kecil yang sudi menghabiskan waktunya untuk membuka-buka buku-buku tebal tentang alchemy?
Entah apa mau dua saudara itu… mereka tidak pernah mengatakannya. Semenjak mereka pulang dari 'pelatihan keras' oleh guru mereka yang berwajah tegas itu, mereka terus tenggelam dalam keasyikannya sendiri.
Hingga suatu hari…
..
Aku dan Nenek tertegun saat tiba-tiba mereka menghampiri rumah kami. Dengan napas tersengal. Dengan darah memancar.
Zirah itu bergerak cepat, di sebelah tangannya sesosok tubuh memucat dengan darah mengalir.
"Tolong!" teriaknya. "Tolong kakak!"
Mataku membesar.
"Al?" bisikku tak percaya. "Apa… apa yang terjadi?"
Nenek bergerak cepat, merebut tubuh lunglai Ed dari zirah tersebut—dari Al. Aku terbelalak saat menatap darah yang mengucur deras dari sebelah tangan dan kakinya… yang tidak lagi berbekas…
"Kami… mencoba…" bisiknya. "Ibu… kami… men… trans… mutasinya…"
Dan kesadarannya terputus.
Al menundukkan kepala.
"Ed? Ed? ED! EEEDDDD!"
..
Transmutasi manusia adalah hal yang tabu dalam bidang alchemy. Transmutasi manusia adalah sesuatu yang terlarang untuk dilakukan. Namun kerinduan kedua bersaudara itu membuat mereka melanggarnya…
.
.
Maukah kamu kuberitahukan tentang kisah seorang malaikat yang terbang terlalu jauh menuju Tuhan,
hingga akhirnya sayapnya yang terbuat dari lilin itu luluh berantakan?
.
.
Dan dua bersaudara itu memperoleh hukuman atas trading yang telah mereka lakukan…
Alchemy sesungguhnya adalah sebuah equivalent trading. Sebagai ganti atas apa yang dihasilkan, harus ada sesuatu yang dikorbankan.
Bayaran untuk mencoba mentransmutasi ibu mereka sangat berat.
Kendati gagal, kini Ed menggunakan automail pada sebelah tangan dan kakinya, serta Al tinggallah jiwa dalam zirah yang dingin…
.
"Satu tahun." ucapnya, keras kepala. "Aku hanya butuh waktu satu tahun untuk sembuh dan terbiasa dengan automailku…"
Aku menatap sorot penuh kesungguhan pada kedua matanya.
"Aku sudah berjanji…" bisiknya, suaranya memelan. "Untuk segera mengembalikan Al dan diriku sendiri ini ke tubuh kami yang semula…"
.
Ed adalah seorang yang sangat keras kepala. Dan faktanya, kekerasan kepalanya itu mampu membuatnya berhasil melakukan hal-hal yang kuanggap mustahil.
Berita tentang sebuah batu untuk menjadi abadi, philosopher stone, membakar semangatnya. Maka kendati tiga tahun untuk orang biasa, seorang Edward Elric hanya membutuhkan satu tahun untuk masa rehabilitasinya.
Philosopher stone adalah harapannya untuk segera mengembalikan dirinya dan Al ke tubuh mereka yang semula…
Dan ia akan menempuh segala jalan untuk mendapatkannya.
.
.
Tak sadar airmataku menitik, dan akhirnya menganak sungai.
Kutatap punggung dua saudara itu, yang tegak menatap rumah mereka yang luluh dimakan api.
Hari ini adalah hari kepindahan Ed dan Al ke Central, dan mereka memutuskan untuk membakar rumah mereka dan semua kenangan yang ada sebelum mereka pergi.
"Kami tidak bisa mundur lagi…" ucap Al tenang.
"Kini tiada lagi rumah tempat berpaling. Maka kami harus maju dan mengejar harapan." lanjut Ed.
"Tapi…" ucapku tergugu. "Tidakkah kalian bersedih?"
Ed menoleh ke arahku. Menatap bening yang masih mengaliri kedua pipiku.
Tersenyum sedih. Namun tegar.
"Air matamu sudah mewakilinya." bisiknya.
Mereka berbalik, meninggalkanku yang masih terpaku.
Ed menepuk pundakku, pelan.
"Terima kasih, Winry."
.
Maka seiring dengan padamnya kobaran api yang melahap rumah mereka, dua bersaudara itu pun melangkah pergi.
Meninggalkan kenangan.
Untuk menggapai harapan.
Aku hanya memandangi punggung mereka yang semakin menjauh…
Kadang mereka kembali lagi, dengan sosok-sosok lelah. Entah seberat apa perjalanan yang harus mereka tempuh untuk mencapai kebenaran yang mereka cari.
Namun seperti yang tadi sudah kukatakan, Edward dan Alphonse Elric adalah sosok-sosok yang keras kepala. Mereka tidak akan menyerah berusaha menggapai harapan. Mereka akan mengejarnya, seberat apapun jalannya…
Maka terus kupandangi punggung kedua remaja itu. Kusaksikan mereka semakin dewasa.
Sembari hatiku tak henti berdoa…
Ed, Al,
Semoga harapan kalian segera tercapai…
.
.
owari
.
Wah. Fanfic nggak jelas. I'm not in a mood… dia flowing saja…
Maaf…
Dan review sangat diharapkan.
Terima kasih sudah sudi direpotkan untuk membaca oneshot tidak bermutu ini…
Ja,
.bulanbiru.
