Hola Minna…

Semoga gak ada bosennya ya dengan fic saya yang gaje, ancur, berantakan, gak beres dan sebagainya ini. Sekali lagi maaf malah bikin fic baru, saya lagi kena WB dadakan. Gak ada imajinasi sama sekali buat nerusin fic yang ada. Kayaknya butuh Spongebob nih!

DISCLAIMER : TITE KUBO

WARNING : OOCness(parah, banget, kelewatan, gak ketolongan), AU, Misstypo(eksis mulu, gak mau absen!), Gaje, Ide pasaran, Mudah ketebak, Membosankan!

Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka, apalagi terdapat kesamaan di dalam fic ini di fic lain atau cerita lain dalam bentuk apapun, itu sama sekali tidak disengaja. Mohon maaf kalau terjadi kekeliruan dalam pembuatan fic ini. Semua yang ada di sini cuma fiksi yang iseng.

.

.

.

"Nii-sama! Berhenti!"

Byakuya berhenti mendadak ketika adik bungsunya itu memerintahnya untuk tidak keluar dari mobil. Gadis manis berambut hitam itu tersenyum lebar sambil memegangi tali tas ransel berwarna ungunya dengan desain kelinci di sudut tas polosnya yang bergelantung di sisi lengannya. Byakuya diam sejenak sambil memperhatikan gadis periang itu dari dalam mobil. Gadis itu mulai membenahi seragam sailor-nya dan berkacak pinggang di depan jendela mobil sang kakak.

"Bagaimana? Apa aku cantik?" tanyanya antusias.

"Ya. Lalu?"

Si gadis tahu apa maksudnya kakaknya bertanya begitu.

"Ini hari pertamaku bisa masuk sekolah. Aku ingin mencoba mandiri. Boleh? Jadi, Nii-sama tidak perlu mengantar sampai ke gerbang sekolah. Ya?" pinta si gadis dengan memohon.

Pria yang berumur akhir 20 tahun itu hanya diam sejenak memperhatikan adiknya yang berwajah memelas padanya. Di saat seperti ini, Byakuya memang sulit menolak permintaan si gadis. Tapi tentu saja ini beresiko dengan apa yang dipikirkannya selama ini. Hanya saja, memang ini adalah keinginan terdalam yang diminta oleh gadis cantik ini. Menolaknya pun, hanya akan melukai hatinya saja.

"Nii-sama?" panggil gadis itu lagi, merasa kakaknya hanya diam tanpa memberi tanggapan apapun. Apalagi dengan wajah datarnya itu. Dingin dan kaku.

"Baiklah. Tapi, aku akan memastikan Kira menjemputmu pulang nanti."

"Baik Nii-sama!" ujarnya girang. Gadis itu pamit pada Byakuya dan memberikan salam termanisnya. Kaki mungilnya bersiap untuk memulai langkahnya.

"Rukia! Jangan berlari!" kata Byakuya sekilas.

"Aku tahu!"

Byakuya hanya pasrah mengikuti keinginan gadis mungil itu. sebenarnya, sudah dua tahun yang lalu dia ingin masuk sekolah ini. Tapi Byakuya terus memberikan alasan untuk tidak membiarkan sekolah di sini. Hanya saja, ternyata keinginan menggemu it uterus tumbuh bahkan sampai menyebabkan gadis mungil itu sakit parah karena Byakuya masih bersikeras tidak memenuhi keinginannya. Tapi biar bagaimanapun, Byakuya akan tetap menjaganya. Menjaga gadis itu seperti permintaan mendiang kedua orangtuanya. Berharap takdir gadis itu tidak akan sama dengan takdir yang akan digariskan padanya nanti.

.

.

*KIN*

.

.

"Hmm… luas sekali…" gumamnya tanpa sadar.

Walau Kuchiki Mansion jauh lebih luas, hanya saja gadis ini tidak percaya ada sekolah yang luasnya hampir menyamai rumahnya.

Kuchiki Rukia, gadis berusia 17 tahun ini akhirnya masuk ke sekolah yang sudah lama diidamkannya selama ini. Benar-benar sulit sekali meyakinkan kakaknya soal ini. Makanya, Rukia sampai sakit parah membujuk kakaknya supaya bersedia membiarkannya sekolah di sini. Rukia hanya ingin mandiri dan berinteraksi lebih banyak dengan orang lain. Dia bosan bertemu dengan orang yang itu-itu saja. Apalagi hidupnya yang sulit ini selalu diatur oleh sang kakak. Bukannya Rukia tidak suka dengan kakaknya, tapi Rukia ingin kakaknya percaya bahwa Rukia bisa menjaga dirinya sendiri. Rukia bukan gadis lemah. Itu yang Rukia ingin Byakuya percaya darinya. Jadilah, Rukia akhirnya bisa menuntaskan keinginannya.

"Masih lima menit lagi," gumamnya lagi sambil memperhatikan jam tangannya. Tapi meski lima menit, ternyata suasana sekolah ini sudah sepi. Mungkinkah semua siswanya sudah masuk ke dalam kelas? Atau… Rukia lupa peraturan sekolah ini? Rasanya, semua sekolah bukannya jam masuknya sama? Masa sih yang beda?

Rukia belum ingin masuk ke dalam gedung kelasnya. Kelihatannya berjalan-jalan sebentar cukup menyenangkan.

Di sisi gedung sekolah ini, ada beberapa pohon rimbun yang berjejer rapi di kanan kiri gedung ini. Anginnya cukup berhembus kuat. Angin musim semi. Menyenangkan sekali melihat daun-daun yang turun dari pohon itu. Lalu kelopak berwarna pink yang bertebaran di langit sampai menimbulkan perpaduan warna yang sangat indah. Rukia menengadahkan satu tangannya ke langit. Ingin membiarkan sebuah kelopak jatuh ke telapak tangan mungilnya. Dan berhasil. Satu kelopak akhirnya mampir ke telapak mungilnya. Ternyata bukan satu kelopak. Tapi satu bunga sakura kecil.

"Cantiknya…"

Rukia kembali menelusuri keadaan sekolah ini. Bahkan Rukia sampai di halaman belakang. Dengan gerak riangnya, Rukia berhasil melihat sebuah lahan kecil yang masih ditumbuhi oleh pohon besar yang berwarna pink itu dan semak-semak hijau yang membatasi pagar besi sekolah ini.

Pemandangan pink, hijau dan biru ini sangat cantik. Bahkan, melihat sebuah pohon yang berwarna biru itupun―tunggu? Biru?

Memang ada pohon yang berwarna biru?

Begitu Rukia mendekatinya, ternyata itu bukan pohon. Melainkan seseorang. Seseorang yang duduk bersandar di belakang pohon itu. Dia mengenakan seragam yang sama dengan Rukia. Tuh kan! Memang belum masuk kok. Masih ada siswa yang di luar kelas.

Dengan senyum lebar, Rukia menghampiri laki-laki berseragam itu. Tapi Rukia berhenti mendadak ketika melihat tangan laki-laki itu yang terayun ke atas. Di jarinya terselip sebuah batang yang aneh dengan asap mengepul dari batang itu.

Bukankah itu… rokok?

"Anoo… permisi…" tegur Rukia ragu. Sebenarnya Rukia ingin menjauh, tapi tiba-tiba mulutnya sudah terlebih dahulu mengatakan kata itu hingga Rukia tak bisa menariknya lagi. Dia menjaga jarak supaya asap itu tidak mengenainya. Atau dia bisa gawat!

Laki-laki itu menoleh dan menatap Rukia dengan malas. Rukia terkejut. Ini pertama kalinya dia ditatap sedemikian mengerikan oleh orang tak dikenal. Jangan-jangan, Rukia salah tegur. Sepertinya… orang ini mirip preman deh.

"Apa kau tahu, kelas dimulai jam berapa?" entah kenapa Rukia malah bertanya seperti itu.

Sekali lagi, orang itu memandang malas pada Rukia dan tidak mengacuhkannya sama sekali. Dia malah membuang muka dan melanjutkan kegiatannya. Seolah menganggap Rukia tak pernah ada. Rukia mulai kesal. Ini pertama kalinya dia tidak dipedulikan begini. Awas saja orang ini. Kalau Nii-sama-nya tahu, dia pasti habis!

Tapi Rukia berusaha sabar. Ini hari pertamanya. Dia tidak boleh menimbulkan musuh sama sekali. Tujuannya kemari adalah mengumpulkan teman dan berinteraksi dengan banyak orang.

"Ehm… aku siswa baru di sini. Di jam tanganku, masih lima menit lagi bel masuk. Tapi sepertinya… belnya sudah lama berbunyi. Apa kau bisa memberitahuku kapan sebenarnya, bel masuk itu?"

Tiba-tiba saja laki-laki itu berdiri dengan enggan. Menghembuskan asap putih itu dengan malas dan memandang jengkel pada Rukia. Orang ini… benar-benar menakutkan.

"Aku tidak peduli. Cari orang lain sana!"

Rukia kaget. Nyaris terjungkal ke belakang. Dia… dibentak?

Ini pertama kalinya dia dibentak oleh orang. Bahkan… dibentak oleh orang tak dikenal. Apa-apaan orang gila ini!

"Hei! Aku tanya baik-baik! Kenapa kau malah membentakku?!" balas Rukia lagi.

Laki-laki itu sekali lagi memandang malas pada Rukia. Seolah-olah dia ini tidak punya gairah hidup sama sekali. Apa-apaan sih dia ini?!

Laki-laki berambut biru ini kembali menghisap batang putih itu hingga menimbulkan asap yang sangat tebal. Dia berjalan melewati Rukia. Bau orang ini, sangat menyengat. Nafas Rukia jadi sesak dibuatnya.

"Kau… menyebalkan!" desisnya lagi ketika dia tepat berada di samping Rukia setelah menginjak batang putih itu.

A-apa?

"Hei! Kau ini―"

"Hei kalian berdua! Bel sudah berbunyi 10 menit yang lalu! Apa yang kalian lakukan?!"

Sekali lagi Rukia terlonjak. Kenapa sekolah ini senang sekali membuatnya kaget? Bukankah ini tidak bagus untuk jantungnya?!

Rukia, dan laki-laki berambut biru ini sama-sama tertegun kaget. Ada seorang pria setengah baya yang membawa tongkat bisbol. Mengenakan jaket tebal, khas untuk olahraga dan celana panjang. Juga sepatu keds. Sepertinya… dia guru olahraga? Bisa dibilang begitu.

"Ahh! Kalian bolos ya! Kalian mau bolos buat kencan hah?! Sini kuhukum kalian!"

A-apa? Bolos buat kencan? Apa-apaan orang ini? Ini masih pagi! Apanya yang kencan?!

"Tch! Aramaki sialan!" gumam laki-laki berambut biru ini. Rukia bisa mendengar suaranya yang serak dan berat itu.

Guru yang sepertinya bernama Aramaki itu―tentu saja tidak pakai 'sialan'―mulai mengejar Rukia dan laki-laki berambut biru ini.

Kontan saja laki-laki sangar ini mulai berlari menghindari kejaran guru aneh ini.

Rukia diam sejenak, tapi kepalanya dengan cepat memerintahkannya untuk lari. Tanpa pikir panjang Rukia berlari mengikuti orang itu dari belakang. Bodoh! Kenapa Rukia lari?! Dia hanya perlu menjelaskan kalau dia anak baru dan tersesat!

Ini tidak bagus untuk jantungnya!

.

.

*KIN*

.

.

Rukia masih mengatur nafasnya yang terputus-putus ini. Keringat dingin terasa di dahi dan tangannya. Mereka berdua bersembunyi di belakang pintu gudang olahraga. Dan akhirnya setelah kejar-kejaran selama lima menit itu, guru bernama Aramaki itu berhenti mengejar mereka. Sepertinya pria tua itu tidak berhasil mengejar mereka.

Rukia jatuh terduduk di dekat pintu itu, sedangkan laki-laki berambut biru ini menghela nafas lega. Tidak terlihat dia terengah sehabis berlari seperti itu. padahal Rukia nyaris kehabisan nafas karena berlari dalam waktu sesingkat itu.

Sambil memegangi dadanya yang kembang kempis karena nafasnya terputus sepertinya orang yang berlari marathon semalaman, Rukia tertawa cukup keras. Bahkan sampai mengeluarkan airmatanya sedikit. Entah kenapa dia malah tertawa di saat begini. Ini… sangat ajaib.

"Hei? Kenapa kau malah tertawa?" akhirnya laki-laki ini penasaran juga.

"Hahah! Kau pastihh… tidak percaya. Ini pertama kalinya… aku berlari."

Tentu saja laki-laki berambut biru dengan tampang sangar ini mengernyitkan dahinya tak mengerti. Bukankah hal terkonyol yang pernah di dengarnya?

" Leluconmu cukup bagus. Pasti nilai atletikmu jelek sekali karena tidak pernah berlari," katanya meremehkan. Namun tidak memandang ke Rukia. Dia mengintip dari celah pintu itu. sepertinya memastikan soal, Aramaki yang dipanggilnya sialan itu.

"Nilai atletik? Pelajaran apa itu?" tanya Rukia tak mengerti.

Laki-laki itu akhirnya memandang Rukia tak percaya. Kesan meremehkan masih kentara di wajahnya. Rukia masih mengendalikan nafasnya yang tidak mau kembali normal ini.

"Kau suka sekali bercanda ya? Jangan-jangan kau ini tidak pernah lulus SD!"

Laki-laki itu mulai gerah dan keluar dari pintu gudang itu. kenapa dia marah? Memang Rukia terlihat bercanda?

Dengan sepenuh tenaga Rukia akhirnya bisa berdiri. Tapi nafasnya masih sulit diatur. Tubuhnya sudah basah oleh keringat dingin. Seharusnya dia mendengarkan saran kakaknya untuk tidak berlari. Laki-laki itu mulai berjalan menjauh ketika mereka keluar dari gudang.

Rukia mulai membungkuk. Gawat. Dia mulai tidak tahan sekarang.

"Bi-bisa… bantu aku?" kata Rukia setengah berteriak dengan sisa tenaganya.

Laki-laki sangar itu menoleh dengan enggan untuk melihat Rukia.

"Cari saja orang lain!" balasnya dingin.

"To-tolong… a-aku ha-harus… obatku…" Rukia memegang dadanya semakin erat ketika dia merasa nafasnya terlampau sesak.

"O-oi!"

.

.

*KIN*

.

.

Mimpi apa Grimmjow semalam!

Apa-apaan dia sekarang ini?

Bertemu gadis aneh dan malah menggendongnya di punggungnya seperti ini. Grimmjow yakin dia tadi bercanda ketika mengatakan ini pertama kalinya dia berlari. Tapi melihatnya kesulitan bernafas tadi, Grimmjow jadi yakin itu memang kali pertama dia berlari. Apa-apaan gadis aneh ini? Dia mengaku sebagai siswa baru di sini. Sebelum ini dia dimana memang?

Tch! Kenapa Grimmjow jadi aneh begini.

"Dimana obatmu?"

Grimmjow meletakkan gadis itu di atas kasur klinik sekolah. Bagus sekali. Isane Sensei ternyata belum masuk ke klinik dan pintunya malah tidak dikunci. Gadis itu masih kesulitan mengatur nafasnya.

"Di da-lam tas… ku…"

Grimmjow membongkar dengan tidak sabaran tas aneh itu. Dia ini sebenarnya umur berapa sih? Kenapa masih pakai tas kekanakan begini? Akhirnya setelah mengacak-acak isi tas itu, Grimmjow menemukan sebuah bungkusan bening yang dia yakini adalah obatnya, karena berisi berbagai macam pil yang begitu banyak.

"Kau mau telan yang mana?" kata Grimmjow tak sabaran.

"Be-berikan padaku."

Grimmjow memberikan bungkusan itu dengan ogah-ogahan. Gadis mungil ini mulai membuka bungkusan itu dan memilih-milih bermacam pil aneh itu. Sepertinya… gadis ini… bukan orang sehat.

"B-bisa minta tolong… ambilkan aku… air minum?"

Grimmjow memandang tak percaya pada gadis ini. Dengan setengah hati dia mengambilkan air minum yang biasa ada di klinik ini. Dia ini dari planet mana sih sebenarnya?

Gadis berambut hitam itu selesai meminum obatnya. Nafasnya sudah kembali teratur meski masih terputus.

"Terima kasih. Aku benar-benar tertolong."

"Khe! Kau ini memang selalu begini hah?"

"Selalu begini?"

"Sembarangan meminta tolong pada orang tak dikenal?"

"Apa boleh buat. Aku kan cuma bertemu denganmu di sini. Lagipula… kau mau menolongku kan?"

Mau? Memang Grimmjow mau?

"Itu terpaksa! Aku tidak mau bertemu gadis menyusahkan sepertimu lagi! Awas kalau kau muncul di depanku lagi! Aku benar-benar akan menghabisimu!" ancamnya.

Gadis itu langsung terbelalak kaget.

Buru-buru Grimmjow keluar dari klinik itu. Dia jadi masuk gedung sekolah!

Akhirnya dia malah tidak bersemangat untuk bolos hari ini!

.

.

*KIN*

.

.

"Salam kenal, aku Kuchiki Rukia. Mohon bantuannya."

Setelah keadaannya cukup pulih, Rukia akhirnya berkeliling gedung sekolah ini. Cukup susah menemukan ruang guru untuk melapor. Untungnya, sebelum keluar dari klinik tadi, Rukia bertemu dengan seorang wanita yang memakai jubah putih seperti punya dokter dan berambut ungu pucat pendek. Kebetulan dia adalah staff yang menangani masalah klinik ini. Jadi dialah yang mengantar Rukia mencari ruang guru.

Dan di sinilah Rukia. Dia akhirnya dibawa oleh wali kelasnya yang bernama Ukitake Sensei. Kelasnya terlihat menyenangkan sih. Semuanya terlihat ramah dan baik. Mungkin Rukia bisa betah di kelas ini.

"Nah, karena bangku di depan penuh, kau tidak keberatan kan duduk di belakang?" tawar Ukitake.

Rukia melongo ke barisan belakang itu. Ada satu bangku kosong di belakang. Di sebelah bangku yang terisi satu di dekat jendela. Penghuni bangku di dekat jendela itu menundukkan kepalanya di meja. Apa dia tidur?

"Tidak apa-apa Sensei."

Sebenarnya Rukia tidak masalah duduk dimana saja. Asal dia bisa masuk kelas dan belajar di kelas. Itu saja sebenarnya.

Beberapa siswa perempuan tampak melambai ke arahnya. Kelasnya pasti menyenangkan!

Rukia selalu tersenyum bahkan sampai tiba di tempat duduknya. Siswa di sebelahnya itu menutup kepalanya dengan sebuah buku. Apa dia tidak belajar? Pantas saja duduk di depan. Paling tidak, Rukia harus memulai hubungan baik dengan orang lain kan?

"Salam kenal. Aku Kuchiki Rukia," sapa Rukia pada pemilik bangku di seberangnya itu.

Tak berapa lama si pemilik bangku melepaskan bukunya. Terlihat rambut berwarna biru yang menyembul. Gawat… kenapa hari ini dia bertemu dengan rambut biru terus ya?

Siswa itu, mengangkat kepalanya dan menoleh pada Rukia dengan tatapan enggan. Dia duduk menghadap Rukia dengan sebelah tangannya menopang pelipisnya.

"Kau lagi?"

Rukia terlonjak kaget dan otomatis berdiri dari bangkunya.

"K-kau?!" pekik Rukia tertahan.

Gawat! Kenapa dia bertemu dengan orang ini lagi sih?

"Ada apa, Kuchiki?" tanya Ukitake. Ternyata tingkah Rukia tadi langsung jadi perhatian di kelas.

"M-maaf Sensei… apa aku… boleh pindah kelas?" tanya Rukia sambil mengangkat sebelah tangannya.

Kontan saja seluruh kelas tertawa mendengar pernyataan Rukia itu.

"Tidak bisa Kuchiki. Kau sudah terdaftar di kelas ini. Tenang saja, semua siswa di kelas ini anak baik kok."

Memang sih… tapi Rukia tak yakin dengan laki-laki yang memandang dirinya dengan tatapan mengerikan ini.

.

.

*KIN*

.

.

Rukia berusaha beradaptasi dengan suasana baru ini. Memang sih apa yang dikatakan guru yang terlihat baik di depan ini, kelas ini terlihat baik-baik saja. Tapi kenapa sialnya dia harus bertemu dengan orang yang berani membentaknya begitu? Apa Rukia ada salah dengan―tunggu, Rukia memang ada salah dengannya. Kenapa dengan bodohnya, Rukia berani meminta tolong dengan orang itu?

Selama jam pelajaran berlangsung, entah kenapa orang sangar ini hanya tidur di kelasnya. Menutup sebagian kepalanya dengan buku seolah-olah dia membacanya. Padahal dia tidur. Tapi anehnya, tidak ada yang menegurnya seorang pun. Apa dia sudah biasa begini?

Hanya jangan membuat masalah saja dengannya. Tentu saja!

"Hai Kuchiki-san. Aku Hinamori Momo, senang berkenalan denganmu."

Gadis berambut cepol yang kebetulan duduk di depan bangku Rukia itu memutar kursi di depannya ke meja Rukia. Ahh ya, ini kan jam makan siang bukan? Dengan kikuk Rukia menyapa balik gadis manis yang ramah itu.

Dalam waktu singkat, mereka akhirnya bisa jadi teman. Rukia senang ternyata tidak begitu sulit ternyata mencari teman di tempat barunya ini.

BRAAK!

Sedang asyiknya mereka bercerita, Rukia dikagetkan dengan bunyi bangku yang didorong begitu kuat ke belakang. Ternyata, penghuni bangku yang dari tadi tidur itu sudah bangun dan langsung membawa tasnya serta. Hah? Bel pulang kan…

"Hei… apa tidak apa-apa pulang duluan begitu? Kan… belum bel pulang?" bisik Rukia setelah orang yang dimaksud keluar dari kelas dengan langkah malas.

"Oh… Grimmjow memang begitu. Dia sudah biasa. Guru lain saja sudah angkat tangan dengannya. Nah, bagaimana sekolahmu yang dulu?"

Namanya… Grimmjow? Tidak terdengar seperti nama orang Jepang.

Kalau guru lain sudah angkat tangan… berarti… anak itu beneran nakal dong?

Gawat… Rukia malah mengenal siswa di sini yang pertama kali sebagai preman.

.

.

*KIN*

.

.

"Kiraaaaaaaaaaaa!"

Rukia melambai ke arah supirnya yang sudah menunggu di gerbang sekolah. Gadis cantik ini berlari lumayan cepat menuju supirnya yang kelihatannya sudah lama menunggu.

"Astaga Nona! Jangan berlari! Saya bisa dimarahi Tuan Muda kalau membiarkan Anda berlari!" pekik Kira histeris.

"Hehehe… Nii-sama tidak akan tahu kalau kau tidak bilang. Ayo pulang," ajak Rukia seraya bergerak masuk ke dalam mobilnya.

Kira melihat melalui kaca spion mobil, tampak Nona mungilnya itu begitu ceria memandangi gedung sekolah barunya itu ketika mobilnya bergerak menjauh. Nona kecil ini memang selalu terlihat ceria. Dengan wajah seperti itulah, kadang orang yang melihatnya bisa merasakan kebahagiaan yang sangat tenang. Seolah wajah ceria gadis ini bisa menenangkan satu dunia. Sejak kecil, Rukia belajar untuk bersikap ceria, agar tak satu pun orang yang menganggapnya kasihan sama sekali. Kasihan karena sejak kecil tidak punya orang tua. Sebisa mungkin, pedih itu tidak mau Rukia rasakan lagi. Karena dengan itu, Rukia belajar untuk bisa menerima segalanya dengan lapang dada. Tanpa mengeluh sedikit pun. Karena itu juga mengurangi beban Nii-sama tersayangnya.

"Nona sangat ceria hari ini. Apa sekolahnya begitu menyenangkan?" tanya Kira penasaran yang memperhatikan Nona mungil ini terlihat selalu tersenyum lebar sedari tadi.

"Tentu saja! Sekolah itu sangat menyenangkan Kira! Aku tidak sabar ingin masuk besok. Walau, ada beberapa yang bikin sebal sih…"

"Sebal?" ulang Kira.

"Iya! Seseorang yang sangat menyebalkan! Bicaranya ketus dan dingin! Dia juga membentak―" Rukia menghentikan kata-katanya. Dia terlalu banyak bicara!

"Membentak siapa Nona?" tanya Kira lagi. Gawat. Kalau Kira tahu, dia pasti laporan dengan kakaknya. Dan semua masalah bisa jadi gawat kalau sang Nii-sama tahu itu!

"Ti-tidak ada. Tidak ada apa-apa. Pokoknya sangat menyenangkan!"

Walau dia terbiasa bertemu orang yang bersikap dingin, tapi laki-laki bernama Grimmjow itu tentulah 100 kali lipat lebih buruk dari orang yang sering bersikap dingin pada Rukia. Contohnya… Nii-sama.

.

.

*KIN*

.

.

Byakuya baru pulang ke rumahnya setelah jam sembilan malam. Biasanya dia tidak selarut ini, tapi sayang pekerjaan tidak bisa ditinggal. Sebetulnya dia sudah khawatir pada adiknya yang mulai memasuki sekolah barunya itu. Tapi tentu saja adiknya yang menggemaskan itu mana mau dikhawatirkan berlebihan. Dia pasti merajuk kalau dianggap tidak bisa apapun. Walau sebenarnya, bukan maksud begitu Byakuya khawatir pada adiknya. Hanya saja… ada beberapa hal yang Byakuya… tidak bisa lepas dari adiknya itu. Dia hanya ingin memastikan 24 jam kondisi sang adik. Hanya itu.

"Tuan Muda sudah pulang? Anda mau disiapkan makan malam atau air panas?"

Seorang pelayan menyapa dirinya dan segera mengambilkan tas kerjanya. Byakuya saat ini bekerja di perusahaan keluarga bersama dengan sang paman. Sejak orang tuanya tiada itulah Byakuya jadi harus bertanggungjawab atas segala yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Termasuk adik satu-satunya itu.

"Tidak perlu. Mana Rukia?" hanya itu yang saat ini teringat oleh Byakuya.

"Nona sudah tidur satu jam yang lalu. Setelah pulang sekolah, Nona langsung mengerjakan tugas sekolah, dan melakukan hal yang biasa. Setelah makan malam, Nona menonton TV sebentar lalu tidur," jelas si pelayan begitu mendetil.

Byakuya hanya mengangguk sebentar dan mulai melangkah naik ke lantai atas. Rukia memang biasa tidur cepat.

Byakuya tiba di depan kamar adiknya. Awalnya dia ingin mengetuk pintu itu, tapi sayang, Byakuya tidak tega mengganggu tidur sang adik. Makanya diam-diam dia hanya membuka pintu kamar Rukia dengan begitu pelan. Kamar yang didominasi warna ungu dan semerbak lavender ini dipenuhi oleh boneka kelinci yang sangat disukai oleh adiknya ini. Boneka ini bukan hanya ada lima atau sepuluh. Mungkin ratusan berkumpul di dalam kamar adiknya ini.

Rukia tidur di kasur empuknya sambil memeluk salah satu boneka itu. Sayang, tidur sang adik tidak pernah rapi. Rukia terkadang selalu tidak sadar berbalik terlalu jauh dari tempat tidurnya. Tapi tak pernah lepas dari pelukan bonekanya. Dan sekarang, baru satu jam Rukia tidur, selimutnya sudah terbuka lebar dan bantal tidurnya sudah jatuh ke lantai. Byakuya juga heran, kenapa adiknya bisa tidur begini.

Tidur Rukia terlihat cukup nyenyak. Mungkin itulah yang membuatnya tidak sadar dengan posisi tidurnya sekarang.

Byakuya menghela nafas pendek. Mengambil bantal tidurnya dan menaruhnya di tempat asalnya. Kepala Rukia dipindahkan ke atas bantal tidur itu. merapikan posisi tidur adiknya yang kacau itu. Kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh mungil sang adik. Rukia menggeliat sebentar.

Kira sempat melapor kalau Rukia sangat menyukai sekolah barunya. Dia sudah mendapat satu teman di kelasnya. Keadaan Rukia juga baik-baik saja. Byakuya sedikit lega adiknya ini bisa menyesuaikan diri. Karena itu memang Rukia.

Perlahan, Byakuya mengusap kepala hitam Rukia. Membungkuk sejenak, kemudian mengecup pelan dahi sang adik. Byakuya selalu melakukan ini setiap malam. Hanya saja… tanpa sepengetahuan sang adik tentu. Byakuya terus berharap… adiknya akan selalu baik-baik saja. Selalu…

Byakuya akan melakukan apa saja. Demi Rukia.

.

.

*KIN*

.

.

TBC

.

.

Holaa minna…

Awalnya bingung mau pair apa. Awalnya sih ByaRuki. Dan entah kenapa saya lebih ke feeling GrimmRuki ya? Awalnya emang klise dan pasaran sih. Obsesi pengen bikin GrimmRuki, tapi gak tahu gimana. Hehehe, semoga bisa diterima aja ya. Saya tahu nih cerita pasaran banget! Bisa aja dibeli tiga seribu gitu! Hihihi… tapi yah, mungkin fic ini gak bakal sampe sepuluh chap. Paling banyak lima. Atau bahkan bisa kurang dari situ. Intinya emang Cuma fic selingan aja. Emang lagi WB berat! Ada yang tahu obatnya? WBnya sih gak bisa nerusin fic, tapi kalo ide baru, buanyak banget! Saya sampe stress bingung mau diuplod atau nggak, takut numpuk!

Yah, mungkin endingnya juga bakalan tahu ya? Hehehe… secara emang sih pasaran. Tapi saya bakal berusaha yang terbaik kok supaya masih layak dibaca. Tapi catatan ya, Grimm di sini bukan bad boy loh… hihihi saya pastiin dia gak bakal jadi preman sekolah.

Ok, gak mau banyak komen lagi, kalo misalkan nih fic layak terus, yaa bakal saya terusin sih. Tapi kalo gak, bisa saya langsung hapus. Saya ngapus fic gak pernah ngasih pemberitahuan loh! Hihihiihi…

Review yaa…

Jaa Nee!