Aishiteru

Hajimemashite, minna...

Watashi wa Shana desu! Saya newbie di Kuroshitsuji Fandom ini, dan ini fanfiction pertama saya untuk fandom ini. Saya pertama tahu Kuroshitsuji, atau kalau saya biasa nyebutnya Black Butler, dari channel yang mempersembahkan (ciah, bahasanya...) anime satu ini. Pendapat saya : SUPER COOL! XDDD. Fav chara saya adalah Ciel Phantomhive, karena Ciel tuh super cool, sifat dinginnya bikin saya geregetan... XD 333. Yah, sudah dulu dech ceramahnya(?), and Happy Reading!

Summary : Ciel dan Lizzy adalah dua orang yang sangat bertolak belakang. Kalau saja mereka tidak ditunangkan, mungkin mereka tidak akan terlibat jaring takdir seperti ini. Tapi, sebesar apa cinta yang ada di antara keduanya?

Warning : Multichapter, OOC, abal, typo, alur cerita GaJe, ide gak menarik, dll...

Pairing : Ciel Phantomhive x Elizabeth Middleford

Rate : T

Disclaimer : Mau jadi anak angkatnya SBY dan nyembah-nyembah minta Bapak SBY ngebujuk ayang Yana buat ngasih hak milik Kuroshitsuji, tetep Kuroshitsuji tercinta hanya punya mangaka Yana Toboso tersayang.

~(^o^~)(~^o^)~

"Ciel... Ohayou," suara gadis manis itu sudah berkumandang di mansion Phantomhive milik tunangannya itu. Terdengar derap langkah dari tangga besar mansion mewah itu. "Ohayou, Lizzy. Kenapa pagi-pagi sudah ramai?" tanya seorang laki-laki muda yang turun dari tangga. Di sebelahnya, ada butler setianya. Gadis bernama Elizabeth Middleford itu menyahut, "Ciel... Aku kangen sama kamu~" katanya, langsung berlari dan memeluk laki-laki yang bernama Ciel Phantomhive tadi.

Ciel tak bisa menolak dari pelukan singkat Lizzy-panggilan Elizabeth- yang memang selalu menghampirinya setiap saat Ciel bertemu dengannya. "Lizzy, lepaskan!" Ciel meronta meminta dilepaskan dari pelukan tunangannya. "Sebastian, bantu aku!" seru Ciel meminta tolong pada butlernya, Sebastian Michaelis. "Gomen kudasai, Bocchan. Tidak baik mengganggu pasangan yang sedang, ehm... Bermesraan," kata Sebastian sambil tersenyum jahil. "Sebastian!" teriak Ciel yang wajahnya sudah merah seperti kepiting rebus, karena kesal dan malu.

"Eh, Ciel, mau jalan-jalan tidak hari ini?" tanya Lizzy dengan suara semanis mungkin untuk merayu Ciel. "Tidak," balas Ciel singkat. "Oh, ayolah Ciel~" rayu Lizzy lagi dengan puppy eyes terbaiknya. Ciel tak tahan dengan puppy eyes Lizzy, jadi sekarang Ciel sedang berduaan dengan Lizzy di tepi sungai Citarum, eh maksudnya sungai Chandelire (ngasal bikin namanya).

"Ciel, lihat, bunga itu cantik sekali ya..." kata Lizzy sambil menunjuk sebuah bunga berwarna putih bersih yang sangat cantik, bersinar tertimpa cahaya sang mentari, mengambang di permukaan sungai. "Iya," jawab Ciel singkat, seperti biasa. Lizzy sepertinya sangat terpesona dengan kecantikan bunga itu, dia langsung melepas sepatunya dan berjalan perlahan di sungai. Rok dari gaun yang dikenakannya pun basah terkena air. "Lizzy! Apa yang kau lakukan?" Ciel panik melihat Lizzy turun ke sungai. Lizzy tidak menjawab, dia masih terus tersenyum. Diangkatnya bunga itu dengan tangannya, lalu menoleh dan tersenyum pada Ciel. "Cantik kan, Ciel?" katanya dengan senyumnya yang manis. Entah kenapa Ciel merasakan desiran melihatnya.

"Dasar Lizzy," gumam Ciel, tapi dia juga tersenyum kecil. Tiba-tiba... "Waah, Ciel!" Lizzy menjerit saat tubuhnya oleng dan nyaris jatuh tercebur ke bagian sungai yang lebih dalam. Greb! Dengan cepat Ciel menangkap tubuh Lizzy untuk menyelamatkannya. Lizzy yang memejamkan matanya, perlahan sadar. "Ci-Ciel?" bisiknya, tanpa sadar setitik air mata mengalir dari matanya. "Jangan menangis, Lizzy. Kamu aman bersamaku. Karena aku akan selalu melindungimu, tak peduli apapun yang terjadi!" kata Ciel menenangkan Lizzy, mengusap wajah Lizzy yang basah oleh air mata.

Setelah Lizzy dapat berdiri, Ciel berkata, "Yah, bajuku basah. Pulang yuk, Lizzy," ajak Ciel. Lizzy menggelengkan kepalanya, "Nanti, Ciel. Kita main dulu, ini..." kata Lizzy sambil mencipratkan air ke Ciel, tertawa. "Lizzy, rasakan pembalasanku!" seru Ciel sambil balas mencipratkan air ke Lizzy. Gelak tawa terdengar dari keduanya. Tanpa sadar, Ciel tersenyum. Lizzy sangat senang melihat orang yang sangat dicintainya itu tersenyum.

"Haah, aku capek sekali," keluh Lizzy, tapi senyum tak luntur dari bibir mungilnya. "Aku juga," Ciel menyetujui. "Hei, Ciel..." panggil Lizzy sambil menoleh ke Ciel. "Hm?" Ciel pun menoleh ke arah Lizzy. Keduanya berpandangan, wajah mereka sangat dekat satu sama lain, mungkin jaraknya hanya sekitar 10 cm. Lizzy memerah, dan menundukkan kepala malu. Tapi tangan Ciel menyentuh dagunya dan memaksa Lizzy menatap Ciel. Entah kenapa Ciel merasa ingin melihat wajah manis seorang Elizabeth Midford.

Saat Ciel menatap wajah Lizzy, segala perasaannya tertumpah. Nampaknya cinta telah menginfeksi atmosfer di antara mereka berdua. "Ciel..." lirih putri Midford itu. Sentuhan lembut tangan Ciel berubah, menjadi genggaman. Keduanya terlarut dalam keadaan itu. "Lizzy..." Ciel pun membalas lirih. "Ada apa?" tanya Lizzy yang menatap Ciel cemas, karena tidak biasanya Ciel begitu. Dadanya sesak mengkhawatirkan Ciel.

"Lizzy... Aku mencintaimu," kata Ciel tegas. Suaranya sebenarnya cukup pelan, tetapi tekad penuh keyakinan saat Ciel mengatakannya membuat Lizzy bergetar. Lizzy, sekali lagi mengalirkan air mata, tapi itu adalah air mata kebahagiaan. Ini pertama kalinya Ciel berkata begitu padanya. Selama ini dia selalu ingin tahu perasaan Ciel kepadanya, dan sekarang impiannya terjawab. "Aku juga mencintaimu, Ciel..." Lizzy membalas.

Keduanya saling bertatapan sejenak, sampai akhirnya Ciel bangkit. Dia mengulurkan tangannya pada Lizzy, yang langsung disambut dengan senyuman tunangannya itu. Whuush... Angin bertiup kencang. Memang sekarang mendekati musim dingin, jadi hembusan angin terasa dingin. Ciel dan Lizzy juga merasakan dingin yang menusuk tulang. "Brrr... Dingin," kata Lizzy, badannya menggigil. Angin itu meruntuhkan pertahanan gaun panjangnya.

Ciel, untungnya memakai syal dan sweater di balik jasnya, sehingga angin dingin itu tidak terlalu mempengaruhi kehangatan suhu tubuhnya. Dilihatnya Lizzy menggigil kedinginan karena gaunnya yang tidak terlalu tebal, tidak kuat melindungi kekasihnya dari terpaan sang angin. "Lizzy, kamu kedinginan, ya? Sini, biar kuhangatkan." Dipeluknya Lizzy dengan lembut dan penuh kasih sayang. Dibaginya kehangatan tubuhnya dengan kekasih yang sangat dicintainya itu.

Awalnya Lizzy tak menyangka bahwa Ciel akan memeluknya. Benar-benar hari yang penuh kejutan bagi Lizzy. Tapi dibalasnya pelukan hangat Ciel. Lizzy melingkarkan tangannya ke pinggang Ciel. Dia merasakan sesuatu yang berbeda. Lizzy menyadari, bahwa sekarang Ciel menjadi lebih tinggi darinya. Padahal sebelumnya tingginya dan Ciel sejajar. Sekarang, dia dapat mengenakan sepatu high-heels yang manis saat bersama Ciel, seperti yang selalu diinginkannya.

Saat Ciel melepaskan pelukannya, dia langsung membuka syalnya dan memasangkannya ke leher mulus Lizzy. "Ah, Ciel. Tidak usah, ini tidak terlalu dingin kok," tolak Lizzy halus. "Jangan begitu, Lizzy. Aku tahu kamu kedinginan, ya kan? Aku kan sudah berjanji, aku akan melindungimu. Nah, aku sebagai tunanganmu, dan sebagai pemuda Inggris sejati, aku harus melindungimu dari dingin sekalipun," kata Ciel sambil merapikan syal yang sekarang sudah melindungi Lizzy. "Te-terima kasih, Ciel..." kata Lizzy yang wajahnya merona merah.

Akhirnya keduanya pulang. Ciel menggandeng tangan Lizzy dengan erat, seakan tak mau kehilangannya. Lizzy juga begitu. Tampaknya jalan-jalan ke sungai tadi merupakan suatu awal dari hubungan serius mereka. Cinta mereka yang perlahan tapi pasti merekah, akan menjadi dasar sebuah janji suci di masa depan. Tapi, mereka tidak sadar, bahwa sebuah bahaya mulai mendekati mereka. "Elizabeth Middleford... Dia akan menjadi 'medium' yang cocok untuk rencanaku. Bersiaplah, Ciel Phantomhive," kata sebuah bayangan yang dari tadi mengintai Ciel dan Lizzy, bersiap untuk mengusik ketenangan mereka berdua.

~TO BE CONTINUED~

Finally, saya selesai mengerjakan fic ini. Oya, fic ini multi-chapter, tapi saya cuma bisa update kalau lagi ada ide, dan ide tuh susaaaah bgt dapetnya. Jadi kalau saya lama ga update-update, hontouni gomen nasai... XO

BTW, did you enjoy the fic? (sok inggris bgt sich...) Kalau ceritanya kurang romance, saya sengaja karena saya ga mau kebanyakan romance pas baru chapter pertama. Kalau kurang panjang, gomen, saya lagi kehabisan ide *ditimpuk batu. Kalau kepanjangan, kayaknya ga mungkin ya. Ah, udah deh, daripada kebanyakan bacot, mendingan saya tutup fic ini. And don't forget...

REVIEW PLEASE !