"Tesla, di pinggiran Hueco Mundo ada sebuah istana pasir yang sangat megah," ujar Tia Halibel pada anak laki-lakinya yang duduk di pangkuannya.

Sepasang bola mata cokelat itu menatap ibunya dengan bingung. "Istana pasir itu apa?" tanyanya polos. Halibel mengelus lembut rambut bocah laki-laki yang baru berumur lima tahun itu.

"Istana pasir itu sebuah tempat yang dapat mempertemukanmu dengan jodohmu," jawab Halibel. Tesla masih menatap bingung ibunya.

"Apakah itu tempatmu dan ayah bertemu?" tanya Tesla lagi. Halibel menelengkan kepalanya dan melirik putranya.

"Iya. Dan aku harap kau bisa menemukan jodohmu di sana, di Las Noches."


Disaclaimer: Tite Kubo

Warning: AU, OOC, typo(s)

Rate: T

Genre: Romance/Friendship

Pair: Tesla Lindocruz and Menoly Mallia

Dipersembahkan untuk spiralcandy

Sandcastle

Emerald

[Ketika kau membuatku terhipnotis]


Sebuah mobil Lamborghini berhenti dengan sempurna di depan gerbang sekolah asrama Las Noches. Sekolah yang berdiri kokoh di atas tebing yang di bawahnya merupakan lautan yang cukup dalam.

Tak lama, pintu mobil itu terbuka, dan seorang pemuda berambut dirty blonde dengan kacamata hitamnya turun dari mobil berwarna hitam metalic itu. "Las Noches," pemuda itu membaca deretan huruf yang tertera di gerbang sekolah.

Tangannya terangkat dan menyentuh kacamata hitamnya lalu melepaskannya. Pemuda bernama lengkap Tesla Lindocruz itu mengukir sebuah senyum dan menarik kopernya untuk memasuki halaman sekolah.

Dan mobil Lamborghini yang tadi ia tumpangi pun memutar arah dan kembali ke rumah Tesla. Tesla mengedarkan pandangannya ke sekitarnya dan mengamati baik-baik bangunan yang berada di depannya.

Dia masih mengingat dengan jelas sebuah dongeng yang ibunya ceritakan untuknya. Dia tahu itu hanya dongeng, tapi dia tetap menyukainya walau dia seorang laki-laki. Tesla berhenti di tengah-tengah taman sekolah itu.

"Ruang aulanya, di mana?" tanya Tesla pada dirinya sendiri. Lalu, saat dia memutar kepalanya ke kanan, retina matanya langsung menangkap sesosok perempuan berambut blonde yang sedang berdiri di bawah pohon maple. Yang tampaknya sedang memegang sebuah ponsel.

Tesla langsung berjalan menuju perempuan itu. "Ano," panggil Tesla. Merasa mendengar suara seseorang di belakangnya perempuan itu memutar kepalanya.

"Apa kau—" perkataan Tesla terputus karena angin secara tiba-tiba bertiup lebih kencang sehingga menimbulkan efek dramatis bagi keduanya. Karena rambut mereka yang berantakan oleh hal yang kasat mata itu. Perempuan itu mengatupkan kelopak matanya untuk menghindari debu yang mungkin masuk ke matanya.

Dan saat sepasang kelopak mata itu terbuka, dua pasang bola mata itu bertabrakan. Iris emerald dengan bola mata berwarna cokelat musim gugur. Pemuda itu terdiam, dia menatap lurus ke dalam bola mata indah itu.

Seakan-akan dia terhipnotis oleh keindahannya.

Tanpa dia sadari, perempuan itu telah memperkecil jarak di antara mereka berdua. "Hello!" seru perempuan sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Tesla. Pemuda itu langsung tersentak dan mengerjapkan matanya sekali.

"Uh-uh, ya," jawab Tesla gugup sambil memutar bola matanya dan menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. Perempuan itu hanya memandangi Tesla dengan tatapan bingung.

Lalu Tesla menarik napas dalam, berusaha untuk tetap tenang. Dan dia kembali menatap bola mata emerald lawan bicaranya. "Apa kau tahu, di mana letak aula untuk penerimaan siswa baru di sekolah ini?" tanyanya.

Perempuan itu menutup sebentar ponsel flip-nya. "Kau masuk saja, di dalam sudah diberikan petunjuk, kok," jawab perempuan itu.

"Terima kasih," ujar Tesla sambil memberikan seulas senyum. Perempuan itu hanya mengangguk dan kembali membuka ponselnya. Jemari lentiknya mulai menari dengan lincah di atas keypad ponselnya.

Iris emerald-nya menatap dengan serius layar ponselnya, tanpa menyadari bahwa Tesla belum meninggalkan tempat itu. Ya, Tesla belum beranjak sedikit pun dari tempatnya.

Iris cokelatnya masih berminat untuk memandangi permata indah di depannya yang sangat mirip dengan bola mata mendiang ibunya. Walaupun ibunya memiliki warna hijau yang lebih terang. Tesla mengamati perempuan itu dengan seksama.

Rambutnya yang memiliki warna hampir sama dengan dirinya. Sebuah choker berwarna putih yang melingkar manis di leher jenjangnya. Seragam sekolah yang sangat pas dengan tubuhnya. Dan jemari lentiknya yang panjang dengan kuku yang terwat dengan baik semakin membuat Tesla tidak ingin mengatupkan kelopak matanya.

Tiba-tiba perempuan itu menghentikan gerakkan tangannya dan mengangkat kepalanya. "Apa masih ada yang ingin kau tanyakan?" tanya perempuan itu yang menatap Tesla dengan pandangan aneh karena pemuda itu belum juga pergi dari hadapannya.

"Hah?" Tesla tersentak dan mengerjapkan matanya sekali. "Oh, y-ya, astaga apa yang sedang kulakukan, haha," ujarnya sambil menertawakan dirinya sendiri yang malah bertingkah aneh di depan perempuan itu.

Jari telunjuknya bergerak menuju pintu masuk dengan gugup seolah mencoba meyakinkan jawaban perempuan itu. Perempuan itu hanya mengangguk dengan guratan di dahinya. Mungkin tawa perempuan itu akan segera pecah sedetik setelah Tesla menghilang dari pandangannya.

Tesla segera menarik kopernya dan melangkah menuju pintu masuk. Tapi baru beberapa langkah, Tesla kembali menghentikan pergerakkan kakinya. Tubuhnya ia putar dengan cepat.

Tesla menghela napas lega saat perempuan itu juga tengah menatapnya. "Tesla. Tesla Lindocruz!" seru Tesla diiringi dengan senyumannya yang menampilkan deretan giginya yang rapi.

Demi apapun, perempuan itu ingin tertawa saat itu juga. Pemuda yanga berdiri hanya terpaut lima langkah darinya itu benar-benar lucu. Tapi, hal itu tidak seperti dirinya yang biasanya, jadi dia menolak untuk melakukan hal itu.

"Menoly. Menoly Mallia," jawab perempuan itu akhirnya. Kedua bola mata cokelat itu berkilat bahagia dan dengan segera Tesla berbalik dan kali ini benar-benar melangkah menuju pintu masuk sekolah. Dengan sebuah senyum yang senantiasa terukir di bibirnya.

Menoly menggelengkan kepalanya lalu menutup ponsel flip-nya dan segera berbalik menuju tempat yang berlawanan arah dengan Tesla.

xXxXx

Seminggu setelah kejadian itu, Tesla resmi menjadi salah satu siswa kelas X di Las Noches. Dan seminggu adalah waktu yang cukup baginya untuk membuat hampir seluruh siswi di sekolah itu bertekuk lutut di hadapannya.

Iya, Tesla kini cukup populer di kalangan murid berjenis kelamin perempuan. Bahkan, kakak kelas pun secara terang-terangan menyatakan cintanya kepada Tesla. Tapi tidak untuk siswi yang satu ini.

Siswi berambut blonde pendek ini tidak tertarik sedikit pun dengan seorang Tesla Lindocruz. Jika siswi lain akan menghabiskan waktunya berjam-jam hanya untuk mengikuti semua kegiatan Tesla, perempuan ini lebih senang menghabiskan waktunya di perpustakaan.

Menarik. Kata itulah yang pertama kali terlintas di kepalanya. Perempuan itu menarik. Hal itulah yang membuat Tesla gencar mendekati atau menjahili perempuan ini. Walau, perempuan itu lebih tua dua tahun darinya.

Ada satu hal lagi yang membuat Tesla tertarik dengan perempuan itu. Bola matanya. Bola matanya yang berwarna emerald yang dapat membuat Tesla Lindocruz terhipnotis dan kehilangan kendali akan pikirannya sendiri. Dari awal pertemuan mereka.

Tesla mendorong pintu masuk perputakaan tua itu. Sepasang iris cokelatnya langsung bergerak aktif mencari sosok perempuan yang sedari tadi kita bicarakan: Menoly Mallia.

Tesla langsung tersenyum saat menemukan Menoly sedang duduk di salah satu bangku di samping jendela sambil membaca sebuah buku dengan serius. Tanpa ragu-ragu Tesla melangkahkan kakinya dan menarik kursi di depan Menoly.

"Mallia-senpai~~" panggil Tesla yang sudah duduk di hadapan Menoly. Perempuan berambut blonde itu tidak merespon dan tetap membaca bukunya. "Mallia-senpai," panggil Tesla lagi.

Menoly masih terdiam dan mengabaikan Tesla. "Senpai~~" panggil Tesla sambil menekan lengan Menoly dengan jari telunjuknya. Geram, Menoly langsung menurunkan bukunya dan menatap tajam pemuda di depannya.

"Apa?" tanyanya galak. Tesla terkekeh dan melipat kedua tangannya di atas meja dan meletakkan dagunya di atas kedua tangan itu. "Kau itu dilarang masuk di sini, tahu," sambung Menoly lagi-lagi dengan nada yang kurang bersahabat.

Wajar, mungkin karena dia sedikit risih oleh Tesla yang selalu mengikutinya seperti anak ayam. Salah, bukan mengikuti lebih tepatnya mengganggu.

"Kenapa?" tanya Tesla sambil mengangkat sebelah alisnya. Menoly melirik segerombolan gadis yang berdiri di depan perpustakaan sambil menunggu Tesla keluar. Tesla langsung menutup mulutnya agar suara tawanya tidak pecah saat itu juga.

"Lihat? Sekarang keluarlah, dan temui para fans-mu itu," usir Menoly. Tesla mengangkat kepalanya dan bersandar di punggung kursi.

"Tapi, aku punya urusan denganmu, Senpai," ujar Tesla. Menoly mendengus dan memutar ballpoint yang ada di tangannya.

"Kalau begitu selesaikan urusanmu," jawab Menoly dan mengalihkan pandangannya dari iris cokelat Tesla kembali ke deretan kata di atas buku di hadapannya dan mulai menyalinnya ke sebuah kertas yang sudah ia persiapkan.

"Urusanku tidak akan selesai secepat itu," ucap Tesla dan mulai bertopang dagu mengamati Menoly yang sedang serius mengerjakan tugas sekolahnya.

"Memangnya apa urusanmu?" tanya Menoly tanpa menatap Tesla.

"Memandangimu ... Noly-chan," jawab Tesla dengan nada rendah seperti berbisik terutama saat dia menyebut 'Noly-chan'. Menoly menghentikan aktivitasnya dan menggerakkan bola matanya hingga bertemu pandang dengan Tesla.

Tesla berani bersumpah saat itu, ia tidak pernah bosan memandangi sepsang bola mata emerald yang dimiliki oleh Menoly. Walau Ulquiorra Schiffer juga memiliki warna yang sama.

Menoly menghela napas dan berdiri dari kursinya. Tangannya terjulur menarik kerah baju Tesla dan ditariknya pemuda itu menuju pintu keluar. "Dilarang merayu di perpustakaan!" seru Menoly dan mendorong Tesla hingga pemuda itu hampir jatuh. Setelah itu, Menoly langsung berbalik dan menutup pintu perpustakaan itu.

"You're so mean, Senpai!" seru Tesla sambil terkekeh dan memperbaiki kerah bajunya yang cukup berantakan akibat tarikkan Menoly. Lalu, tangannya bergerak menuju saku dan mengeluarkan sebuah permen lolipop.

Tiba-tiba dia merasakan beberapa pasang mata sedang memandangnya. Lalu dia langsung menarik sudut bibirnya dan menatap para fans-nya.

"Sebaiknya kalian kembali ke asrama sekarang. Kalian tidak ingin dimarahi oleh Mallia-ryocho, bukan?" saran Tesla sambil tetap tersenyum dan membuka pembungkus lolipop itu.

"Tesla-kun benar, sudah hampir malam. Sampai jumpa besok, Tesla-kun," ujar seorang perempuan berambut ungu yang diperkirakan adalah ketua dari Tesla FC. Dan sepeninggal perempuan berambut ungu itu, para gadis yang lain pun juga meninggalkan tempat itu.

Tesla memasukkan lolipop itu ke dalam mulutnya dan menjejalkan sepasang tangannya ke dalam saku dan mengangkat kepalanya. Angin bergerak semilir membuat rambutnya berkibar pelan, Tesla pun memejamkan mata sejenak untuk menikmatinya.

Dan saat dia membukanya, seseorang pemuda berambut hitam panjang dengan bola mata berwarna kelabu berjalan ke arahnya, lebih tepatnya ke perpustakaan yang berdiri di belakangnya.

"Konbanwa, Kuchiki-ryocho," sapa Tesla. Pemuda yang menduduki kelas XII—yang juga kelas Menoly—di sekolah dan merupakan kepala asrama putra itu hanya mengangguk dan melewati Tesla begitu saja.

Tesla melangkahkan kakinya ke kiri saat mendengar pintu perpustakaan telah ditutup oleh Byakuya. Tesla berjalan menuju jendela tempat Menoly tadi duduk. Hitung-hitung memanjakan mata sebelum kembali ke kamar.

Tesla memperhatikan Menoly yang mengangkat kepalanya saat Byakuya baru saja memasuki perpustakaan itu. Rona merah pun mulai terlihat di pipinya yang putih. Dan, bola mata emerald itu berkilat bahagia saat memandangi Byakuya.

Tesla menatap dingin Byakuya yang semakin dekat dengan meja Menoly. "Konbanwa, Kuchiki-ryocho," sapa Menoly dengan nada ... ramah. Byakuya menarik kursi di depan Menoly dan mendudukinya.

"Konbanwa, Mallia-ryocho," balas Byakuya sambil membuka buku yang dia bawa dari kamarnya.

"Harus berapa kali kubilang, jangan panggil aku dengan sebutan itu, Byakuya," ucap Menoly dan kembali menatap buku di bawahnya. Byakuya hanya melirik Menoly sekilas dan mulai menulis sesuatu di atas sebuah kertas.

Tesla terpaku di tempatnya, dia benci mengakuinya, tapi ...

Bola mata emerald itu lebih indah ketika menatap Byakuya.

Berapakali pun Tesla membantah, semua perkiaraan yang timbul di otaknya mengarah ke sebuah kesimpulan.

Menoly Mallia menyukai Kuchiki Byakuya.

Tesla mengatupkan sepasang kelopak matanya. Tesla mengurungkan niatnya untuk kembali ke kamar dan memilih untuk duduk di samping pintu keluar perpustakaan.

xXxXx

Beberapa jam setelahnya, Byakuya keluar lebih dulu dari perpustakaan itu tapi dia tidak menyadari sosok Tesla yang duduk di samping pintu itu. Mungkin karena minimnya penerangan di daerah itu.

Memang, perpustakaan yang mereka kunjungi adalah perpustakaan lama, sedangkan sebuah perpustakaan baru dan megah sudah dibangun di dekat gedung sekolah. Tapi, perpustakaan lama ini mengoleksi buku lama, dan lebih nyaman.

Hanya saja, terletak di tengah-tengah pohon yang menjulang tinggi. Hingga menimbulkan suasana seram jika mendekatinya pada pukul delapan malam ke atas.

Selang beberapa menit setelah Byakuya keluar, Menoly keluar bersama beberapa buku di tangannya. Sama halnya dengan Byakuya, Menoly juga tidak menyadari keberadaan Tesla. Dan saat Menoly berjarak tiga langkah dari Tesla, pemuda itu berdiri dari tempatnya.

"Mallia-senpai," panggil Tesla dengan nada rendah. Kepala asrama putri itu menghentikan langkahnya sejenak dan menunggu kalimat selanjutnya yang akan meluncur dari bibir Tesla.

"Aku ... menyukaimu, Senpai," ujar Tesla yang berdiri di belakang Menoly. Tidak, dia tidak harus berbalik karena dia tahu dengan pasti siapa yang sedang menyatakan perasannya.

Tapi tubuhnya tidak ingin mendengar kata hatinya. Dengan refleks Menoly memutar kepalanya dan menatap Tesla yang berdiri sambil bersandar di tiang penyangga perpustakaan itu.

Tesla tidak bercanda, dia serius dan sungguh-sungguh saat mengatakan tiga kata barusan. Karena bola mata emerald itu telah menghipnotisnya dan menguasai pikirannya. Dan dia hanya ingin bola mata itu menatapnya dan berkilat bahagia dengan hanya melihatnya. Itu saja. Bukan permintaan yang egois, 'kan?

Menoly terpaku di tempatnya.


To Be Continued.


A/N: Well, ini fic aku persembahkan untuk spiralcandy hihihi dengan judul Sandcastle yang sama dengan nama orangnya SC /plak

Kenapa aku gak langsung cantumin disclaimer seperti biasanya? Soalnya mau ngomongin istana pasir dulu, biar yeah, agak nyambung sama judulnya hehehe

Bagi yang belum tahu, ryocho itu kepala asrama a.k.a dorm leader hehehe. Dan yaks, Tesla di sini kelas 10 dan Menoly kelas 12 alamak, beda dua tahun. Dan ya, aku tahu ini pendek wakakaka gak tau lagi pengen bikin fic multi yang pendek /plak

Awalnya, aku menjanjikan Menoly bakal tsundere ta-tapi, aku sulit mendeskripsikannya. Huwaaaa, maaf Yu, gak tau ini.. ah serius deh maaf huhuhu

Yaudah akhir kata, review?