Gelap,
Terlalu gelap untuk disebut malam hari, terlalu sunyi, kemana binatang malam pergi? Ah, aku tau, kini semua meninggalkanku.
Semuanya,
Memejamkan mataku pelan, aku tidak bisa bergerak sedikitpun. Tak ada yang akan menolong, aku yakin karena disini bukan area pemukiman, jadi tidak ada yang akan datang, meskipun aku berharap, harapan yang sia-sia.
Kubangan darah disekitarku kian bertambah, aku hanya mampu meratapi nasib, nasib yang akan berakhir. Terlalu banyak tekanan sampai aku frustasi akannya. Ketika beban fisik yang diberikan, maka tubuh ini roboh, kalau beban mental yang diberikan, maka tubuh ini ambruk, satu makna tapi berbeda artian. Heran? Tidak perlu dipikirkan, kalian hanya perlu terus membaca, dan juga saran kalian tentang apa yang harus kulakukan kedepannya.
Anak seorang Hokage, tapi lemah tak berguna. Jadi apa untungnya lahir dari anak terkuat di Konoha dan rahim seorang Uzumaki?
Aku yakin itu pendapat orang lain terhadapku. Tapi bagaimana pendapat orang mengenai prodigy Namikaze, adikku sendiri?
Sial, entah kenapa aku sangat membenci mereka semua. Hati ini, perasaan ini, sangat sakit sampai aku tak tau cara mengungkapkannya.
Berusaha bergerak, tapi tubuh ini juga berkhianat, ia menentang keinginanku.
Hilir angin sejuk menerpa alam sekitar, memainkan daun-daun ditepi pohon seakan-akan menertawakan nasib malangku ini.
Tersenyum masam, apa aku akan mati? Sekarang?
Terkadang aku penasaran kenapa penduduk desa sangat membenciku, bahkan sampai melukaiku seperti sekarang. Aku tidak bodoh sampai rela membiarkan mereka menyakitiku tanpa perlawanan, tapi akibat perlawanan itu pula tanganku hilang satu, meninggalkan tempat seharusnya itu bersambung. Dan kini? Menjadi seorang cacat dan tak berguna sedikitpun, Perfectly. Hidup yang sangat membanggakan, mungkin aku harus menghadiahi diriku sendiri. Ah, humor terasa garing.
Darah terus bercucuran keluar, tubuhku kedinginan. Aku tidak tau apakah suhu malam yang bertambah atau jiwa ini kian meninggalkan ragaku.
Bulan yang bahkan enggan menolong, tergambar dari bentuknya yang enggan hanya sekedar menunjukkan dirinya, hanya sebagian, Sabit.
Ah, aku sangat lelah, bolehkah aku istirahat sebentar? Tanpa seizinku, kelopak mata ini terus menutup mataku. Tapi sebelum itu, aku yakin melihat seseorang disana, dan aku melihat seringainya, walaupun hanya sebentar.
Ya, walaupun hanya sebentar.
XXXXXXXXXXXXXXXX
Beberapa tahun kemudian.
"Jadi, ada yang bisa jelaskan sejak kapan si pedo itu tertarik pada Uchiha disana?" Tanyaku pada mereka disampingku.
"Hei brengsek, kau mau kepalamu jadi pajangan dikamarku?"
Sungguh, ucapannya sangat kasar untuk ukuran seorang gadis, menasehatinya pun percuma, mungkin kamus di otaknya penuh dengan kata-kata mutiara itu? Entahlah. Aku menatapnya disisi kiriku, heran kenapa ucapannya selalu diluar batas wajar bagi seorang gadis muda.
"Tayuya, kau itu perempuan, jadi jaga ucapanmu." Saran pemuda besar sambil memegang bahu Tayuya, "Dan Naruto-san, walaupun kau telah lama berada dibawah bimbingan langsung Orochimaru-sama, setidaknya sopanlah sedikit."
Aku memaklumi sikap setianya pada si pedo itu, jadi aku menanggapinya dengan tersenyum. Kalau memungkinkan, aku mungkin akan memberi mereka apresiasi sebagai bawahan terbaik, hal yang patut dibanggakan, karena bukan mudah untuk mencari bawahan seperti mereka didunia sebusuk ini sekarang.
"Cih, badan bab* sialan. Jauhi tangan baumu itu dariku." Ringis Tayuya, menepis tangan Jirobo dari tubuhnya.
Kidoumaru tertawa, mendengar aksi opera sabun disampingnya, "Sudah berapa kali kubilang, Jirobo? Dia itu monster, hiraukan saja gih. Bahkan Sakon saja lepas tangan, tidak ingin ikut campur tangan."
Aku menyikut Sakon dikananku, menoleh untuk mendapat perhatiannya. Tapi aku tau dia sedang menahan tawa. "Aku yakin dia tidak akan menikah."
Yah, beginilah keseharian timku, tim khusus hasil bentukan Orochimaru, sedangkan aku sendiri menjadi ketuanya, Mungkin karena aku lebih tua daripada mereka, yang jelas aku seumuran dengan Kimimaru. Kalau mengenai skillku, jangan tanya karena salah satu Sannin sendiri yang mengajariku secara langsung! Secara langsung loh! Mengenai itu aku bisa busung dada sedikit.
"Woi bajingan, apa ada yang lucu, hah?" Tayuya terus mengoceh, "Dan darimana kau tau aku tidak akan menikah, hah?" Tapi semuanya mengabaikan umpatan Tayuya. Jirobo hanya menggelangkan kepalanya, pasrah.
Tertawa pelan, aku kembali menyaksikan pertandingan monster didepanku. Pertandingan yang cukup menghibur, pertandingan untuk tes menjadi seorang Chuunin, tapi apa tidak terlalu berlebihan jika sudah sebrutal ini?
Tapi bukan itu yang menjadi sorotan utamaku, karena sebentar lagi misi ini akan dimulai.
Bisa dibilang, dari dulu aku sudah tau kemampuan Sasuke, dilihat dari sisi manapun tak heran aku tau karena aku berasal dari desa ini, tepatnya dulu. Tapi aku tak bisa meghiraukan perkembangan pesat dirinya, boleh kubilang aku terkesan. Sedangkan monster yang mulai menjelma dari tubuh Gaara semakin beringas, air liur bercucuran keluar dan matanya menatap tajam seperti psikopat kelas kakap. Mungkin dia bisa mendapatkan penghargaan dominasi kelas psikopat, aku terkekeh pelan memikirkannya.
Aku beralih keatas bangku stadion, tempat para pemimpin desa mengamati ninja dari desa mereka masing-masing. Aku tau suasana disana sedang tegang, raut wajah Yondaime Hokage tidak bisa berbohong. Boleh kukatakan aku tidak terlalu memerhatikan suasana disana, karena aku sangat terkesan dengan penyamaran Orochimaru yang sampai sekarang belum ketahuan. Dan dia mungkin juga bisa mendapatkan perhargaan dominasi penyusup terbaik, aku berani bertaruh.
Yah pada akhirnya, tidak heran karena dia termasuk dari 3 Sannin konoha. Teman dari guru Yondaime itu sendiri, dan berguru langsung pada Sandaime Hokage. Tapi aku yakin kalau Sandaime masih ada, si pedo itu akan langsung ketahuan bahkan sebelum dia merasakan betapa hangatnya matahari pagi ini.
Kenapa aku bilang 'kalau'? Karena Sandaime sendiri telah meregang nyawa karena menggunakan teknik terlarang, Shiki Fuujin. Kalau tidak salah aku pernah membaca tentang taknik itu diperpustakaan pribadi Orochimaru, teknik untuk memanggil dewa kematian itu sendiri dengan bayaran nyawa pengguna. Tetapi teknik itu tidak bisa dinilai sebelah mata, bayaran yang tinggi akan mendapatkan keuntungan yang tinggi juga, dibuktikan dengan Kyuubi yang berhasil disegel pada anak Yondaime sendiri, Namikaze Narumi.
Kupenjam mata, kemudian kawah asap memenuhi arena ini, Ichibi telah sepenuhnya mengambil alih tubuh Gaara, dan dapat dipastikan seluruh penonton berteriak histeris, panik kerena terjadi sesuatu diluar dugaan.
Aku berdiri, melepaskan jubah yang menutupi tubuhku, kulirik teman-temanku yang juga telah siap siaga, "Baiklah, misi dimulai!" dan kami bergerak menuju posisi masing-masing.
XXXXXXXXXX
Kekacauan nampak begitu jelas di Konogakure, asap yang membumbung tinggi serta teriakan penduduk yang panik menghiasi desa tentram tersebut. Anak-anak maupun orang dewasa berdesakan di stadion untuk keluar dari area pusat invasi, mengabaikan orang-orang yang terjatuh dan menjadi pijakan massal.
Sedangkan didesa sendiri, pasukan gabungan Oto dan Suna berhasil menerobos pertahanan desa, dan berbuat kekacauan melampiaskan amarah mereka terhadap Konohagakure. Tak sedikit properti desa hancur menjadi amblasan.
Melihat semuanya sesuai rencananya, Naruto tersenyum puas. Berkat ide cemerlangnya dia dapat mengubah rencana yang persentase awalnya akan gagal menjadi berbuah keberhasilan. Melompat dari tiang pijakannya, melesat kearah Ichibi yang berhasil dibawa keluar dari daerah pemukiman, ke hutan kematian.
Ketika melihat hal diluar perkiraannya, Naruto mendecih kesal. Sejak kapan anak hokage itu bisa memanggil hewan kuchiyose, terlebih lagi salah satu dari 3 hewan jalan buntu, seekor Gama.
"Yah, setidaknya aku bisa mencoba kekuatan ularku."
Naruto berdiri dipucuk pohon, mengamati pertarungan antara makhluk berekor satu melawan hewan kuchiyose sannin. Dari situasinya dia tau Sasuke sudah mencapai batasnya, sehingga Narumi yang turut turun tangan.
Setelah pertarungan sengit antara keduanya, belum sempat Narumi menanduk kepala Gaara yang tidak sadar dibalik kepala Ichibi, Naruto muncul dan menendang heiress Namikaze tersebut, terbang sampai pohon menahan lajunya.
"Tak kusangka kita akan berjumpa secepat ini, adikku yang manis?" Ucap remeh Naruto sambil bersedekap dada.
Suara pemuda yang familiar diingatannya, Narumi syok melihat sosok yang berdiri disana. Bangun dari kejatuhannya, gadis itu melompat keatas kepala Gamabunta yang telah siaga merasakan kemunculan musuh baru.
"K-kau, kakak?" Tanya rintih Narumi, tak ayal matanya berkaca-kaca.
"Hm, bagaimana keadaanmu, heh?" Naruto balas bertanya.
"K-kau ma-masih hidup?" Bukannya menjawab, tapi malah mengembalikan pertanyaan.
"Segitunya kah kau ingin aku mati?"
"Bukan itu maksudku, tapi ba-bagaimana bisa?"
Naruto menghiraukan pertanyaan introgasi yang terus dilontarkan padanya, lalu berkata pada Ichibi, "Nee, serahkan sisanya padaku, kau pergilah kepusat kota."
Merasa diremehkan, Ichibi mendengus marah, "Hei nak, kau meremehkanku? Kau ingin tubuhmu menjadi hidangan makan malamku, hah?" Suara yang menoton.
"Tidak tidak, hanya saja kau ingin menghancurkan semuanya kan? Jadi lebih baik kau lampiaskan itu didesa saja, itu sih saranku?"
Ichibi kembali merenung ucapan si pemuda pirang, lalu mendecih tidak suka dan pergi.
"Jadi, gimana kalau kita reuni sedikit?" Naruto telah berada dibawah setelah Ichibi pergi, menggigit jarinya lalu menghentakkan ke tanah, "Kuchiyose!"
*Booofffff*
Seekor ular besar muncul dibalik kupalan asap disana, seukuran katak yang dinaiki Narumi. Ular ungu pinjaman dari Orochimaru, kalau ditanya kenapa masih 'dipinjam', jawabannya karena Naruto belum memiliki kontrak resmi dengan tetua ular. Intinya, Naruto belum bisa memilih ular nya sendiri sampai dia bisa menguasai Sannin ular, seperti janji gurunya. Yah, Naruto yakin kalau gurunya itu akan menepati janjinya, karena dia sudah lama hidup dengan maniak ular tersebut sehingga dia tau pola pikir guru yang dikaguminya itu.
Semilir angin memainkan surai kembar bersaudara disana, hanya keheningan yang tercipta diantara mereka sampai seekor katak memecahkan suasana hening tersebut, "Sudah lama kita tidak saling bertarung, bukan begitu Manda? Apa karena kau semakin menua?"
"Diamlah, Gamabunta. Seperti biasa kau masih doyan merokok, kau tidak tau kalau itu akan membunuhmu?" Jawab Manda dingin.
"Yah, hidup itu cuma sekali, jadi tidak ada salahnya untuk dinikmati."
"Kau dan pikiranmu itu." Manda menatap bosnya diatas, seakan menunggu perintah.
Setelah mendapat anggukan dari Naruto, Manda melasat Maju ke Gamabunta dan melilitnya kuat, sehingga katak itu berusaha mengeluarkan pedang kecilnya.
"Kakak, kumohon kembalilah. Kami semua terus mencarimu, kau tau? dan kau tidak ditemukan dimanapun walau telah memakan waktu bertahun-tahun. Kami begitu putus asa, jadi tou-san memutuskan bahwa kau telah meninggal." Rintih lemah Narumi disela-sela pertarungan hewan jalan buntu.
Tapi Naruto tidak merespon sedikitpun pernyataan anak Yondaime tersebut.
Berhasil mengambil pedangnya, Gamabunta menebas leher Manda, tapi sayangnya ular itu menghindar dengan gesit dan menggigit tangan kodok merah tersebut.
"Sialan kau!" Menarik nafasnya, kemudian mengeluarkan api berskala luas dari mulut, "Rasakan itu, brengsek!"
Manda berhasil menghindarinya, sebagai gantinya dia harus melepaskan cengkraman pada Gama. Walaupun begitu ekornya menepis kaki Gama, membuat sang empunya jatuh menciumi tanah. "Aku rasa kau yang semakin tua?"
"Cih, Hei nak-" Gama terkejut ketika tau bahwa Narumi sudah tidak ada diatasnya, akibat tendangan dari sosok yang dipanggil kakak. "Cih, bocah siala-" Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Manda menanduk keras Gama membuat air liur keluar dari mulutnya.
"Jangan alihkan pandanganmu, Katak tua. Aku yang menjadi lawanmu." Menjulurkan lidahnya, untuk meningkatkan indera sang ular.
"Kau akan menyesalinya, makhluk licin menjijikan." Gama maju dan mengarahkan pedangnya ke kepala Manda.
XXXXXXXXXXXX
"Narumi, berdirilah. Sampai kapan kau mau tidur terus?" Naruto mengeluarkan pedang dari sarungnya, sarung yang diikat dengan tali khas ninja Oto, dengan balutan yukata indah pada tubuhnya. "Aku ingin mengetes kemampuan adik kecilku yang selalu dibanggakan penduduk desa."
Narumi bangkit dan mengusap darah dibibirnya, sambil tersenyum masam dia mengambil kunai dari balik kantongnya. "Kalau aku menang, kau harus kembali." Memasang kuda-kudanya, "Kumohon, kak."
"Adegan ini sering muncul dicerita-cerita yang kubaca, seorang kakak yang terbuang lalu adiknya akan meminta kakaknya untuk kembali setelah lama tak berjumpa." Naruto melipat atasan lengannya, lalu melanjutkan. "Tapi kupastikan alur cerita ini akan berbeda." Kemudian melesat dengan cepat.
Narumi membulatkan matanya ketika sadar Naruto telah berada didepannya. Lalu ia menunduk menghindari tebasan yang akan memisahkan kepalanya. Membalas menebas perut Naruto, tapi gagal karena Naruto berhasil menghindar.
Tak membuang kesempatan, Narumi mengambil puluhan kunai dari kantongnya, lalu melemparnya ke kakak yang dengan tatapan dinginnya membuat mental Narumi jatuh, tapi tekad Narumi tidak bisa dinego untuk membawa kakaknya kembali.
Naruto dengan tenang menghindari hujan kunai yang menuju kearahnya. Menunduk, melompat, sesekali menebasnya sambil bergerak menuju lawan. Setelah berhadapan dengan gadis mungil itu, Naruto mencoba terus menebas badannya, kiri, kanan, tak ada yang dia lewatkan sedikitpun.
"Jangan hanya menghindar kalau kau ingin mengalahkanku."
Disela bertahan, Narumi membuat segel, "Kagebunshin!" 3 Narumi yang lain kini yang memojokkan Naruto, dan pukulan di dagu Naruto membuatnya pening sesaat.
"Usaha yang bagus, dik." Naruto berjalan cepat kearah bunshin Narumi, dengan gerakan cepat dia menebas mereka semua sehingga Narumi kembali sendiri lagi. "Tapi kau perlu usaha yang lebih untuk mengalahkan kakak sampahmu ini."
"Kakak bukan sampah!" Narumi menciptakan pusaran chakra ditangannya, juga berjalan cepat seperti Naruto ketengah sisi antara mereka.
Mereka saling berlari berhadapan, dan Narumi mengarahkan pusaran itu pada kakaknya, "Rasengan!"
Begitu pusaran itu mengenai wajah Naruto, seketika sosok itu berubah menjadi puluhan ular kecil dan mengekang gadis itu dengan lilitan mereka, walaupun kecil tapi ikatannya tak bisa diremehkan.
Sedangkan Naruto sendiri keluar dengan tenangnya dari balik pohon menuju kearah Narumi yang tersungkur berusaha melepaskan diri, mendecih kesal lalu bertanya, "Sejak kapan?"
"Dari awal, mungkin?" Naruto jongkok dihadapannya, tersenyum meremehkan.
"Kau benar-benar meremehkanku!" Suara Narumi mengeras, serta aura merah kelam menguar liar dari tubuhnya, dan kumis yang menebal dipipi postelen Narumi.
Naruto tidak bodoh sampai tidak sadar keadaan genting dihadapannya, dia berdiri meranjak pergi sebelum berkata, "Lain kali, aku tidak segan-segan membunuhmu."
"Ck, siala-." Kesadaran Narumi menjauh, tapi dia sadar kalau racun dari ular yang melilitnya telah menyebar keseluruh tubuhnya ditambah pukulan kakaknya di pusat saraf membuatnya kehilangan kesadaran, "Dan lain kali, aku pasti akan membawamu pulang, kakak." Rintihnya pelan sebelum dia jatuh pingsan.
XXXXXXXXXXXXXX
Keadaan yang sangat tidak mendukung dirinya, seorang pemimpin desa yang tidak bisa melindungi penduduknya sendiri. Karena dia harus berhadapan langsung dengan musuh yang membuat desanya kacau balau, mendecih melihat kondisi tubuh sama babak belurnya dengan si pawang ular. Apalagi ada kekkai yang merepotkan mengurung dirinya untuk tidak bisa keluar, dimana setiap sudut kekkainya ditopang oleh 4 anak buah Orochimaru. Setidaknya itu yang dia tau.
"Aku akui kau memang pantas menjadi Hokage, Namikaze Minato, Jiraiya tidak sia-sia melatihmu." Menjulurkan lidah panjangnya, menjilati sisa darah diujung pedangnya.
"Kau juga pantas menjadi Sannin ular, bahkan kau beberapa kali bisa menebasku." Jawab rintih Yondaime. "Padahal sebelumnya tidak ada yang berhasil mengenaiku."
"Kau tau?" Orochimaru mendekap kedua tangannya, "Sebenarnya aku masih menahan diriku."
Minato berdiri dengan 2 kunai khasnya ditangan, menghentak-hentakkan sepatunya bersiap-siap untuk menyerang. Tapi betapa terkejutnya dia ketika tau apa yang Sannin ular lakukan disana.
"Kuchiyose: Edo Tensei!" 2 peti mati muncul dari bawah tanah, menyisakan asap yang mengepul. Tak lama kemudian peti itu terbuka dan menampakkan dua pahlawan Konoha sebelumnya.
Hashirama Senju dan Tobirama Senju, kakak beradik dan menjabat sebagai Hokage generasi pertama dan kedua.
"Dan yah, aku mau mencoba jurus baruku." Orochimaru mengangkat bahunya enggan, "Bagaimana menurutmu, MINATO-SAMA?"
Mata Minato menajam, benci dengan sifat gila si ular untuk menguasai semua jurus yang ada, baik yang legal maupun illegal, melemparkan satu kunainya lalu menciptakan pusaran chakra yang besar melebihi ukuran yang Narumi buat sebelumnya. Menghilang diikuti kilat kuning, "Hiraishin-"
Kunai itu melewati 2 mayat hokage yang belum sempat berkutik, dan terus menuju Orochi. Melihat itu, Orochimaru tau dan dia melompat menjauhi kunai itu, bukannya menghindari, tapi melompat menjauhi.
*Bzzzzzzzttt*
Tiba-tiba dalam sepersekian detik Minato muncul dari kunai yang dia lempar, dan daripada sia-sia dengan jurusnya, Karena Orochi tau taktik kecilnya. Dia menghantamkan pusarannya ke Nidaime karena jaraknya lebih dekat dari yang satunya, "Oodama Rasengan!"
Tubuh Nidaime pun amblas termakan pusaran itu, dan hancur menjadi serpihan kertas. Tapi itu hanya sebentar, karena kertas itupun kembali menyatu dengan tubuh yang hancur tadi, seakan-akan mayat hidup itu tak bisa mati.
"Terkejut?" Kekeh pelan Orochimaru, berhasil membuat Yondaime terbelalak mata tak percaya.
"Kau dan sifatmu itu!." Minato kembali melemparkan kunai ditangannya, dan juga kunai satunya lagi dialiri elemen angin sehingga lebih tajam dari seharusnya. "Hiraishin level 2-"
Sangat cepat, melebihi kecepatan sebelumnya dan dia berada didepan Orochimaru, lalu menusuk perutnya. Darah bercucuran darinya tapi Orochi malah memegang lengan Minato erat tak membiarkannya lolos.
"Kau pikir aku ini bodoh, heh?" Orochimaru membuka mulutnya lebar, dan dari sana sebilah pedang keluar dan mengenai pipi Minato, "Reflek yang bagus."
Tidak sampai disitu, Shodaime yang sebelumnya diam kini ikut membantu. Dia mengikat Minato dengan elemen kayu legendarisnya. Minato meringis Kesakitan, sepertinya tubuhnya sedang diremukkan.
"Pedo-sensei!" Teriak seseorang dari balik kekkai, memanggil yang empunya nama.
Yang dipanggil hanya menoleh sekilas, sebelum tersenyum tipis, kemudian sosok sepasang tangan keluar dari mulut Orochimaru, mulut itu robek dan keluarlah individu yang baru dengan cairan yang membuat muka Naruto membiru.
"Ck, bocah sialan. Berapa kali harus kubilang untuk tidak memanggilku begitu." Lalu beranjak menuju sosok disana, dan mengabaikan lawan yang dia kekang. "Lancar sesuai rencana?"
Sosok itu tersenyum bangga, bersidekap menyombongkan dirinya. "Tentu, rencanaku tidak mungkin gagal, yah walaupun ada satu hal yang terjadi diluar perkiraanku." Berhenti sebentar, merapikan bajunya yang sedikit berantakan lalu melanjutkan, "Tapi aku sudah mengurusnya."
"Bagaimana dengan desa sendiri?"
"Seperti yang kau harapkan sensei, pasukan Suna sudah mundur terlebih dahulu, sekarang tinggal pasukan kita."
Terkekeh bengis, dan menyeringai sadis. Lalu bersiap untuk meninggalkan desa yang berhasil dia porak-porandakan.
"Uek." Muntah yang sebelumnya berhasil Naruto tahan akhirnya keluar juga, "Bisa kau hentikan tawamu itu, menjijikkan."
Seolah-olah mengolok, Orochimaru malah memperkeras tawanya.
Naruto tidak mau berurusan dengannya lagi, dia ingin cepat-cepat mengangkat bokongnya dari sana. Kalau sudah seperti ini, dia tau pasti kalau gurunya akan semakin menjadi-jadi, "Kidoumaru, Sakon, Tayuya, dan Jiroubo-" Yang dipanggil menoleh menatap pemilik suara, "Misi berhasil, kita kembali!" Perintah tegas Naruto.
Setelah itu, kekkai yang sempat mengurung pertarungan 2 ninja kelas elite menghilang bersamaan dengan pilar yang menopang tadi itu muncul dibelakang Naruto. "Kami duluan, sensei!" Hendak pergi, tapi dia ingat masih ada satu hal yang harus dia lakukan.
Naruto menuju sosok yang diam seperti patung setelah kemunculan dirinya. Dengan wajah datar, penuh kebencian, dan juga aura yang dipancarkan berubah drastis, setidaknya mampu membuat penduduk sipil merasa tercengat nafasnya. Lalu Naruto berkata pada Hokage disana, "Saa, bagaimana rasanya desamu dihancurkan oleh anak yang kau buang, hm?"
Yang ditanya hanya diam, tak menjawab. Tapi matanya bergetar karena syok akan kenyataan dihadapannya, bahwa anaknya masih hidup dan lebih parahnya lagi dia ikut andil dalam invasi ini.
"K-kau, Naruto?" Bukan Minato yang tanya, tapi suara wanita dibalik Naruto. Wanita bersurai merah.
Naruto tau siapa dia, tanpa menolehkan tatapannya sedikitpun dia beranjak pergi meninggalkan dua insani yang berhubungan darah dengannya.
"Kita pergi." Naruto dan timnya pun menghilang dengan shunsin.
XXXXXXXXXXX
Apa yang terpikirkan olehmu ketika mengetahui orang kau sayangi malah membencimu? Bahkan malu hanya untuk sekedar mengatakan bahwa 'dia' adalah anakmu?
Itulah pikiran yang sering menghantui Naruto selama beberapa tahun belakangan ini, hatinya tak mampu mengungkapkan bagaimana emosi yang harus dia nampakkan.
Semua anggota timnya mengerti apa yang telah terjadi, bahkan mulut pedas Tayuya pun tidak melontarkan kata-kata mutiaranya. Mereka tau masa lalu sang ketua yang begitu suram, bisa dibilang nasib mereka lebih baik daripadanya. Tayuya menatap sedih orang yang sudah menerimanya tanpa pilih kasih, biasanya yang lain akan mengacuhkan dirinya karena enggan berteman dengan cewek judes tak berperasaan sepertinya, dia akui itu. Tapi berkat si pirang itu, kini malahan dia berteman dengan 3 orang lainnya.
Ingin berbicara, tapi tidak tau apa yang akan dibicarakan. Jadi Tayuya memilih untuk diam.
Suasana begitu hening kecuali hanya desiran pelan angin disela perjalanan mereka, berlari sembari melompat antar ranting untuk mempercepat sampai ke lokasi pertemuan.
Tiba-tiba Naruto berhenti, mengatakannya pelan, "Kalian pergilah duluan, ada hal yang ingin kulakukan." Sembari berbalik, berjalan tanpa menoleh.
Mereka semua mengangguk paham, lalu meneruskan perjalanan. Tapi Tayuya masih berdiri ditempat, "Kau akan kembali, kan?"
Naruto tidak menjawab, dia hanya melambaikan tangannya kebelakang sebagai jawaban.
"Hei, aku sudah tidak tahan lagi, apa hanya aku yang penasaran kemana mulut seksimu itu?" Kidoumaru menekankan katanya di bagian-seksi.
Sambil menimpali, Sakon memegang bahu Kidoumaru, "Kekuatan cinta itu bukan hanya sekedar nama, dan itu juga membuktikan kalau Tayuya itu masih seorang perempuan." Lalu mereka berdua tertawa. "Setuju?"
Tayuya yang mendengar itu bersemu merah, bahkan kalau diperhatikan dengan seksama asap mengepul diatas kepalanya. Melototi mereka diatas pohon sana, sambil berkata, "Woi brengsek tak berotak, kau mau kubuat kalian memakan *****mu sendiri, hah?!" Wow, kata yang sangat bijak sampai author saja harus mensensornya.
"Tayuya, kau itu-" Jiroubo terdiam menyadari Tayuya melototinya tajam.
Kidoumaru terbahak sebelum pergi, "Gadis PMS memang menakutkan, hahaha.." Lalu beranjak disusuli Sakon dan Jiroubo.
Tayuya menoleh mencari Naruto, tapi anak didikan Orochimaru sudah tidak ada lagi disana. Tersenyum masam lalu pergi.
XXXXXXXXXXXXX
Apa yang kau tau tentang dunia ini jika ditanya? Kau akan jawab kalau kau tau semuanya? Tidak, itu mustahil. Cukup banyak misteri didunia ini yang bahkan belum terpecahkan.
Karena itu, guruku ingin tau semua itu. Meskipun tau bahwa itu mustahil, toh tidak ada salahnya mencoba kan?
Kembali lagi ketopik utama, mengenai misteri. Mungkin lebih tepatnya aku sebut 'privasi', rahasia seorang gadis karena membantai seluruh klannya. Aku tidak akan tanya lebih jauh, karena mau bagaimanapun aku tetap menghormati privasi orang lain, bukan begitu?
"Apapun yang terjadi, aku tidak akan membiarkanmu mati." Ucapku padanya, lalu aku bersandar pada pohon disana.
Mengalihkan wajahnya, menhindari tatapanku, "Kenapa kau terus ikut campur dalam masalahku?"
Teman semasa kecil, dulu menjadi prodigy yang dibanggakan, dan sekarang menjadi anggota Akatsuki, Missing-nin Konoha, nice job. Tapi terkadang aku heran kenapa hunter-nin Konoha tidak pernah memburunya sama sekali? Padahal bountynya setinggi langit, dapat dipastikan kau akan hidup sampai 2 keturunan tanpa harus melarat. Kupastikan aku akan memburunya kalau aku seorang Hunter-nin, abaikan masalah kemampuannya dulu.
"Dengarkan aku, Inami. Aku telah berjanji pada Shisui." Aku meliriknya, dia menatap ufuk cakrawala seperti terhanyut diantaranya.
"Cuman karena itu?" Dia menatapku tidak suka. Mungkin kalau aku artikan arti tatapan itu, terlihat seperti 'Hanya karena alasan sekonyol itu?'
"Aku tidak mau kehilangan sahabatku lagi." Ujarku sembari mendekatinya. "Dan aku tidak tau apa tujuanmu membuatnya membencimu? Balas dendam? Cukup konyol jika itu tujuanmu."
Rambut hitamnya berkibar seakan bermain dengan alun angin, membuat bau harum rambutnya sampai ke hidungku.
"Kau begitu menyebalkan, Naruto."
Aku tersenyum ramah, merangkup wajahnya. "Apa cuman perasaanku saja kalau kerutan ini terus memanjang." Mungkin kerutan itu bayaran untuk otaknya setingkat Hokage di usia dini. Bahwa dia lebih cepat berkembang. Jenius.
Pipiku memanas, ketika tau bekas telapak tangan disana, karena Inami menamparku! "Hei-"
"Tidak sopan!" Dan dia menjauhkan dirinya dariku. Seperti dugaanku?
Terkekeh pelan, Aku duduk diatas batu tempat dia duduk tadi. "Maaf, apa aku berlebihan?" Dan apa yang kudapat? Dia tidak menjawab.
"Tapi ingat, mau bagaimanapun, kapanpun, aku tidak akan membiarkanmu mati, atau aku tidak akan memaafkan diriku." Aku meringis pelan, rasa perih masih terasa di pipiku, kurasa dia menamparku sekuat tenaga. "Tapi kalau itu terjadi, aku akan membunuh orang itu, walaupun itu adikmu sendiri, Uchiha Sasuke!"
Aku sadar Inami menyeringai kearahku, seperti meremehkan diriku, "Kau bertingkah seolah-olah kau lebih kuat dariku, padahal kau hanya anak buangan."
Kuakui kata-katanya menyinggung hatiku, terlalu sakit kalau menyikut masalah itu. Aku mendeliknya tajam, menerima tantangannya, "Ingin coba?" Diluar keinginanku tubuh ini sudah siap, seperti reflek, dan aku sudah berdiri menghadapnya.
Menghiraukanku, dia berbalik meninggalkanku yang hanya berdiri disini. Menurutku lebih baik kalau dia mengucapkan salam perpisahan, agar drama ini terasa lebih hidup, kurasa. Pada akhirnya itu hanya khayalanku yang tak akan pernah terwujud, karena setiap kami berjumpa, pasti akan berakhir seperti ini, ciri khas dirinya sebagai seorang Uchiha. Betapa ironisnya.
"Tadi aku melihat adikmu, sepertinya dia menjadi lebih kuat." Ucapanku tidak menarik minatnya, "Dan mungkin, dia akan datang ketempatku untuk mencari kekuatan." Jeng jeng, perkataanku barusan berhasil membuatnya melirikku tajam.
"Apa yang kau lakukan?" Suaranya berat sekali.
"Tidak ada, guruku hanya memberinya sedikit dorongan." Ujarku, "Pada akhirnya dia yang memutuskan, bergabung atau tidak."
Setelah itu, Izumi pergi tanpa menoleh sedikitpun. Tapi sebelum itu aku yakin kalau aku mendengar suaranya, "Saat itu terjadi, tolong jaga dia."
Aku tersenyum melihat tingkah lakunya, gadis dingin yang selalu menatap rendah orang lain. Kalau kubuat struktur rantai makanan, mungkin dia berada ditingkat konsumen ke-III, dan kita juga belum tau kan? sampai keberapa tingkatan konsumen yang ada, mungkin masih ada konsumen ke-IV atau lebih. Tapi itu membuktikan kalau dia tetap manusia, manusia yang memiliki perasaan sayang terhadap saudaranya.
Sebelum pergi, aku merapikan rambut berantakanku, lalu mengikat ujungnya yang terurai sampai bahuku. Dan kembali ke markas[]
TBC
Yah, bertemu lagi dengan hamba, Halo semua... Bagaimana puasa kalian? Masih lancar kan? Semoga puasa kalian ga bolong yak.
FF kali ini butuh beberapa review, mungkin ini menjadi alasan hamba kenapa hiatus terlalu lama. Bagaimana penggunaan bahasa hamba? Lebih baik kah?
Oo ya, menurut kalian bagusan cerita lewat pandangan mata orang pertama atau ketiga? Tolong review ya untuk perkembangan kedepannya.
Masalah FF lain yang ga keurus? Gimana ya bilangnya, akan hamba usahakan kalau mumpung punya waktu luang. Tapi hamba ga jamin karena hamba telah bertekad untuk fict ini. Tapi kalo emang byk yg suka cerita FDD, hamba akan kerjain itu lagi.
Sekali lagi, tolong Review ya, karena itu akan sangat membantu hamba untuk kedepannya.
Special thanks for Allah SWT.
See ya~
