"Dengarkan ayah apapun yang terjadi jangan pernah keluar dari tempat ini" suara ayah tercinta nya terdengar sangat tergesa. Cengkraman di kedua pundak nya pun semakin mengerat.

Malam ini tidak biasanya ayah nya pulang lebih awal, biasanya dia akan pulang larut malam atau menjelang pagi bahkan kadang ayahnya tidak akan pulang. Tapi kali ini dia pulang dengan wajah yang gusar, hal pertama yang dia lakukan saat memasuki rumah adalah menemuinya. Menyeretnya bersembunyi dalam sebuah lemari besar yang ada di kamarnya.

"Apapun yang akan terjadi nanti. Kau harus tetap hidup. Maapkan ayah Haechanie"

Kalimat itu yang terakhir diucapkan ayahnya. Membuat air matanya jatuh begitu saja. Perasaan sakit, ketakutan, tubuhnya bahkan bergetar hebat kala mendengar pintu dibanting dengan kerasnya dan saat itu pula Haechan melihat wajah ayahnya untuk terakhir kalinya.

"Maapkan aku, maapkan aku"

Haechan mendengar suara ayahnya yang begitu ketakutan. Dia juga mendengar suara beberapa orang yang ada disana, terdengar cukup samar tapi dia bisa mendengarnya.

"Tuan maapkan suamiku. Kasihanilah kami"

Ibu gumamnya

Bukankah itu suara memohon ibunya. Ada apa sebenarnya?. Dia ingin keluar dari sini, melihat apa yang terjadi di ruang tamu rumahnya.

"Enyahlah dari hadapanku"

Dor Dor

Suara dingin yang dibarengi dengan suara tembakan itu seakan menghentikan cara kerja jantungnya. Semuanya menjadi hening, dia tidak bisa mendengar lagi suara ayahnya maupun suara ibunya.

Air matanya semakin membanjiri kedua pipi miliknya, tangannya yang bergetar membuka pintu lemari tempatnya tadi bersembunyi. Dengan sekuat tenaga Haechan menyeret tubuh miliknya ke arah pintu kamarnya.

"Bakar rumah ini"

Kedua kakinya bagai bertransportasi menjadi sebuah jelly yang tidak bisa menopang berat badannya. Kedua matanya membulat sempurna dan badannya bergetar begitu hebat "ayah .. ibu .."

Apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya? Didepan sana Haechan melihat tubuh ayah dan ibunya yang sudah tidak bernyawa dengan cairan merah yang menggenang disekitarnya. Tempat yang biasanya menjadi tempat kehangatan keluarga mereka berkumpul berubah menjadi tempat yang begitu mengerikan.

Begitu ingin dia berlari dan mendekap tubuh kedua orang tuanya tapi Haechan hanya bisa terduduk di tempatnya. Bukannya dia takut dengan beberapa orang yang menatapnya tajam sekarang tapi kekuatannya sudah hilang. Hanya untuk meraup oksigen untuk bernapas pun terasa sulit.

Kepalanya terangkat. Memaksa nya untuk memandang mata tajam yang sangat dingin milik orang yang ada didepannya.

Haechan membenci Retina hitam milik pria didepannya. Dia membenci mata itu.

o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o

5072 miles

MARKHYUCK / MARKCHAN

NCT Mark and Haechan

o-o-o-o-o-o

Suasana terlihat sangat sepi, dia bisa mencium bau obat - obatan, mendengar suara berisik yang ada di sampingnya dan merasakan beberapa selang yang terhubung pada tubuhnya. Mata yang dikelilingi lingkaran hitam itu mulai terbuka. Beberapa kali berkedip guna menyesuaikan pencahayaan yang ada di ruangan ini.

Rumah sakit

Ruangan serba putih dengan ukuran yang bahkan lebih besar dari apartement yang sejak dulu dia sewa. Ranjang yang ditiduri tubuhnya pun lebih nyaman dari ranjang miliknya. Sebuah sofa yang terlihat mewah, TV LED, kulkas yang berukuran sedang, dan sebuah kamar mandi. Ini bahkan lebih mewah dari fasilitas VVIP rumah sakit biasanya.

Dia terbangun. Melepas kasar selang infus yang menempel pada lengannya.

"Kau sudah bangun" pria tinggi dengan setelan jas putih berjalan mendekatinya.

"Siapa yang membawaku kesini" Tanyanya

Pria tinggi dengan name tag Doyoung itu hanya menghela napas berat saat matanya menangkan selang infus yang menggantung begitu saja. "berhenti bermain - main dengan nyawamu" perintahnya.

Doyoung masih menatap tajam bocah dengan wajah yang masih pucat itu. Tengah malam, dia dikagetkan dengan sebuah panggilan yang memerintahkan dirinya untuk segera bergegas menuju rumah sakit dimana dia bekerja untuk menangani bocah yang kini terduduk di ranjang itu.

Bukan perintah yang menyuruhnya pergi kerumah sakit tengah malam yang membuatnya terkaget tapi Orang yang menelponnya dan memerintahkannya secara langsung yang membuat rasa kantuk Doyoung langsung hilang seketika.

Mendengar suara dingin itu Doyoung langsung bergegas, dia tidak mau mengambil resiko yang harus membuatnya merasakan kemarahan orang itu.

"Apa pedulimu" balas Haechan, dia membalas tatapan tajam itu "kita bahkan tidak saling mengenal"

Entah untuk yang keberapa kalinya Haechan mencoba melakukan percobaan bunuh diri. Dan anehnya dia selalu selamat dan berakhir terbangun di sebuah rumah sakit seperti yang terjadi padanya sekarang. Hidup sendiri di kota Seoul dengan mimpi buruk yang selalu dia alami.

Kejadian 5 tahun yang lalu, dimana dia melihat orang tuanya terbunuh dan rumah yang selama ini dia tinggali terbakar hangus tanpa menyisakan apapun. Setiap malam dalam mimpinya, kejadian itu selalu berputar seperti kaset yang terus di ulang. Seperti kaset yang akan kusut jika terlalu sering diputar, itu juga yang terjadi pada keadaan Haechan.

"Jika kau mati, akan ada banyak nyawa yang bernasib sama sepertimu" Doyoung sedikit meninggikan volume suaranya.

Haechan menatap pintu ruangan yang telah tertutup kembali, membuatnya kini termenung sendiri di ruangan serba putih ini. Dia sempat tertegun bingung mendengar penuturan dokter itu. Tapi dia tidak terlalu memikirkannya. Dia cukup lelah hari ini.

Kakinya mendarat di lantai dingin, segera memakai sandal yang ada di tepi ranjang. Tangannya meraih ponsel iphone keluaran terbaru yang terdapat di atas meja dekat ranjangnya. Ada beberapa panggilan dari temannya.

Sangat beruntung nasibnya. Hidup sendiri sebatang kara tidak membuat Haechan menjadi anak yang akan bekerja paruh waktu pada malam hari untuk memenuhi kebutuhannya.

Sejak dia tinggal di Seoul meninggalkan rumahnya di pulau Jeju, Haechan selalu mendapatkan barang - barang mewah setiap bulannya dan sejumlah uang yang jumlahnya cukup besar untuk anak seusianya. Yang entah dari siapa semua barang dan uang itu? Dia sangat ingin tahu siapa orang yang selama ini menanggung semua beban hidupnya.

Bukan dari kerabat atau saudara jauh kedua orang tuanya. Dia sempat memaksa kurir yang selalu mengirim paket itu tapi sang kurir bersikeras tidak tahu apa - apa tentang pengirimnya.

Siapa sangka di balik apartement sederhananya terdapat barang - barang yang sangat mahal bhkan lebih mahal dari harga sewa apartementnya sekalipun.

Masalah sekolah pun tidak terlalu memberatkannya, karena selama ini dia bersekolah di Senior Highschool terfavorite yang ada di Seoul. Bukan dirinya yang mau bersekolah disana tapi pihak sekolah yang selalu datang menemuinya, mereka selalu bilang bahwa dia hanya perlu fokus belajar tanpa memikirkan biaya apapun.

Beasiswa? Itu semua alibi yang mereka lakukan. Pada saat Junior Highschool, dia tidak akan berpikir macam - macam akan hal itu. Dia bahkan bersyukur bisa kembali bersekolah tapi sekarang dia sudah besar, Jika dipikir dirinya bukan tipe anak yang pintar dalam bidang akademik ataupun non-akademik jadi sangat tidak mungkin dia mendapat beasiswa untuk bersekolah disana.

Kakinya melangkah menuju kamar mandi. Membersihkan diri mungkin akan membuat pikirannya cukup tenang.

Pakaian pasiennya dia tanggalkan. Membiarkan guyuran shower membasahi tubuhnya. Tangannya tak sengaja menyentuh bekas luka yang memanjang sekitar 20cm di bagian perutnya. Luka yang dia dapatkan bersamaan dengan kematian kedua orang tuanya. Saat itu dia berpikir akan mati menyusul orang tuanya karena darah yang terus mengalir di bagian perutnya tapi ternyata tuhan berencana lain dengan membiarkan dia hidup sampai sekarang.

Tidak seperti rumah sakit pada umumnya, selama Haechan menelusuri beberapa lorong yang ada di gedung ini. Dia hanya menemukan beberapa orang dengan pakaian formal setelan jas dan beberapa orang dengan seragam pasien seperti dirinya. Hampir semua yang berpapasan dengannya berjenis kelamin laki - laki, Haechan yakin hanya perawat dan beberapa dokter wanita yang selama ini dia lihat.

Sebenarnya tempat apa ini?? Semua pemikiran kini muncul di kepalanya. Orang - orang yang berpapasan dengannya terlihat sedikit menakutkan, dia melihat beberapa dari mereka memiliki bekas luka pada wajah mereka.

"Apa benar dia orangnya?"

"Bukankah dia yang membuat beberapa dokter kalang kabut tadi malam"

"Bahkan ku dengar Ketua turun tangan secara langsung"

"Dia terlihat manis"

"Jaga ucapanmu, jika kaki tangan Ketua mendengar. Kau akan mati ditangan mereka."

Dia juga melihat beberapa orang yang berbisik sambil menatapnya dan saat dia menatap kearah mereka, kumpulan orang itu akan langsung menundukan diri seakan tidak berani hanya sekedar untuk melihatnya.

Haechan memutuskan kembali keruangannya, acara jalan - jalan mengelilingi rumah sakit yang merupakan niatnya untuk mengusir kebosanan malah membuat dirinya bertambah bosan. Haechan menatap beberapa makanan yang sudah tersedia di meja depan sofa ruangannya. Mendudukan dirinya dengan nyaman dan menyantap makanannya dengan nikmat.

Acara makannya terganngu dengan suara ponselnya yang tiba - tiba berbunyi. Haechan tersenyum saat melihat nama Na Jaemin muncul dilayar datar ponsel putihnya.

"Kau tidak masuk hari ini"

"Untuk beberapa hari sepertinya aku tidak akan masuk sekolah"

"Kau melakukan hal bodoh lagi. Sekarang dirumah sakit mana? Sepulang sekolah aku dan Jeno akan kesana menjengukmu"

Dimana?? Entahlah. Aku juga tidak tahu sekarang aku berada dimana.

"Tidak usah. Lagipula aku sudah baik - baik saja"

"Baiklah. Hubungi aku jika kau sudah ada di apartement. Sudah dulu ya guru Kim sudah datang"

Na Jaemin teman terdekat yang Haechan punya, teman pertama yang dia miliki saat dia pindah ke Seoul. Dia telah banyak bercerita tentang masa lalunya pada Jaemin jadi wajar setiap kali dia tidak masuk kesekolah, Jaemin akan tahu bahwa malamnya dia telah melakukan percobaan bunuh diri. Temannya juga sudah hampir mendatangi semua rumah sakit yang selalu menjadi tempat penampungan dirinya yang lagi - lagi gagal untuk mengakhiri hidupku.

Canada,Vancouver.

Sebuah kamar yang sangat luas dan terlihat sangat mewah. Semua barang yang ada disana merupakan benda - benda dengan harga yang bisa dikatakan fantastis.

Disana terdapat sebuah ranjang berukuran besar. Di bagian kiri ruangan terdapat kamar mandi dan ruangan untuk pakaian dan barang - barang pribadi orang yang menempari kamar itu. Terdapat juga sebuah perapian disana.

Kamar ini juga memiliki balkon yang cukup luas.

"Ketua. Semua orang sudah berkumpul di perpustakaan"

Mata hitamnya masih mengamati layar besar yang ada dihadapannya. Menghiraukan suara yang ada di luar kamar miliknya. Saat keluar dia melihat beberapa orang kepercayaannya disana, membungkuk hormat saat melihatnya.

Suara beberapa sepatu yang bergesekan dengan lantai terdengar cukup mengerikan apalagi saat keadaan begitu sepi. Sepanjang perjalanan semua orang yang berpapasan dengannya membungkuk hormat padanya.

Perpustakaan itu sangat besar dengan rak - rak yang menjulang tinggi sampai ke langit - langit ruangan.

Meja panjang dengan beberapa orang yang telah berkumpul seketika terdiam saat pintu perpustakaan itu terbuka dan menampilkan pimpinan mereka.

Pertemuan setiap bulan yang selalu mereka lakukan hanya untuk mengabarkan kinerja mereka dalam bidang mereka masing - masing. Dan kasus - kasus yang mengusik sedikit ketentraman mereka.

Seperti biasanya mereka membahas Permintaan beberapa perdana mentri yang mengingin kan perlindungan atas kekuasaan mereka. Sungguh miris.

Pemerintahan merupakan area permainan mereka.

Pembunuhan beberapa aparat yang menghalangi proses pejualan narkoba yang mereka lakukan. Hingga kasus pengkhianatan anggotanya sendiri.

"Kau lalai"

Kini di perpustakaan itu hanya terdapat sang Ketua dengan beberapa orang yang sangat dipercaya olehnya. Pertemuan bulanan yang mereka lakukan sudah berakhir 30 menit yang lalu.

"Aku menugaskanmu untuk mengawasinya bukan untuk bersenang - senang disana" suara tegas dan dingin itu membuat suasaana disana cukup menegangkan.

"Meskipun kau adikku. Jika hal seperti ini terjadi lagi maka Nyawamu akan berakhir di tanganku sendiri"

"Cukup Mark"

Sebagai kakak tertua yang berada disini. Pria jangkung yang selama ini menjadi pendengar akhirnya mengeluarkan kekuasaannya. Meski orang yang tadi di bentaknya merupakan pemimpin mereka, tidak membuatnya merasa ketakutan seperti orang lain yang begitu patuh dan takut pada sosok adik kecilnya.

"Kembalilah ke Korea besok. Dan jangan melakukan kesalahan lagi"

Sang Ketua meninggalkan ruangan itu tanpa permisi. Jika bukan Jhonny yang memperingatkannya tadi mungkin sekarang adiknya telah dia suruh pergi ke bangsal pertarungan untuk berkelahi dengan beberapa anggota mereka sebagai hukuman atas kelalaiannya.

"Kau dengar apa kata Mark" ujar Jhonny beberapa menit saat Mark meninggalkan mereka "aku tidak bisa membantu mu jika kau membuat kesalahan lagi"

"Berhenti bermain - main dan seriuslah dengan pekerjaanmu" titah Jaehyun

Dia sudah memiliki pengalaman menjadi sasaran kemarahan Mark yang merupakan adiknya. Meskipun kejadiannya sudah bertahun - tahun berlalu tapi dia masih mengingatnya dengan jelas.

Bagaimana setelah mereka pulang kemarkas, Mark menyeretnya kebangsal dimana para anggota sering melakukan latihan, dimana dia dihajar habis - habisan dan menjadi tontonan anggota lain, bagaimana wajah murka adik nya saat menghabisi dirinya. Jika saja saat itu Jhonny tidak muncul mungkin dia sudah menjadi mayat saat itu juga, mati di tangan adiknya sendiri.

"Dengarkan aku Lucas, jangan sekalipun membuat Mark marah" pria Jepang itu yang kini memperingatkan anggota termuda mereka.

Bukan hanya omongan semata atau hanya untuk membuatnya takut pada Mark tapi ini semua kenyataan bukan hanya pada Lucas tapi mereka juga memperingatkan pada para anggota lain yang ada disana.

Kemarahan Mark merupakan hal yang tidak ingin mereka lihat. Karena tidak seperti mereka yang diambil saat usia mereka menginjak 15 tahun dan Lucas yang saat itu masih belum menjadi saudara mereka. Mark yang saat masih berusia 10 tahun sudah diajarkan oleh ayah mereka untuk menjadi seseorang yang akan menggantikannya. Diusia 15 tahun, dia sudah ikut dalam berbagai misi bersama ayah mereka dan entah berapa nyawa yang dia lenyapkan saat itu. Karakter yang ditanamkan pada Mark saat kecil membuatnya tumbuh menjadi sosok yang keras dan tidak terbantahkan, hanya jika Jhonny yang mengeluarkan suara maka Mark akan diam dan menurut.

Lee Brother

yang sejak dulu dikenal sebagai perkumpulan Mafia yang memegang kekuasaan di wilayah asia. Perkembangan mereka begitu berkembang dengan cepat saat sang pendiri memberitakan bahwa dia sudah memiliki sang pewaris yang akan membuat perkumpulannya berkembang di kancah dunia. Berbagai negara datang meminta perlindungan kekuasaan pada mereka. Membuat mereka ikut andil dalam pemerintahan dan perdagangan ilegal yang besar - besaran secara terang - terangan.

Jhonny (25 tahun)

Kakak tertua yang merupakan otak dibalik berkembangkan perkumpulan mafia yang ayahnya dirikan. Menawarkan perlindungan kekuasaan pada mereka sehingga membuat mereka terlena dan Duduk santai di balik layar, menjadikan para penguasa dan mentri sebagai bonekanya.

Yuta (25 tahun)

Nakamoto merupakan nama yang dia gunakan saat transaksi persenjataan antar negara yang mereka lakukan secara ilegal juga penjualan narkoba yang mereka lakukan. Dia lebih suka berkelahi langsung dari pada harus duduk dibelakang layar seperti Jhonny. Pemimpin yang ada setiap terjadi beberapa perebutan daerah kekuasaan.

Jaehyun (23 tahun)

Eyeshild julukan yang dia peroleh karena kecepatannya dalam berbagai kondisi yang mampu membuat mereka memenangkan hampir seluruh wilayah asia. Dia juga diberi perintah untuk melatih anggota - anggota baru mereka.

Mark Lee (21 tahun)

Ketua termuda di kalangan Mafia yang dijuluki sebagai Dewa Kematian sejak usianya baru menginjak 17 tahun. Pekerjaan yang dia tangani selalu diselesaikan dengan sangat rapih dan cepat. Tidak seperti saudara - saudaranya yang di tugaskan untuk fokus di beberapa negara, Mark selalu mendapatkan tugas yang mengharuskan dirinya berpindah - pindah dan membuat namanya sangat di kenal di berbagai tempat yang pernah dia tinggali.

Lucas (21 tahun)

Anggota termuda dari tim inti. Keakuratan tembakannya membuat dia dijuluki Tangan Dewa.

Mereka memang buka saudara kandung.

Jhonny - 15 tahun dari Amerika

Yuta - 15 tahun dari Jepang

Jaehyun - 13 tahun dari Korea

Mark - 10 tahun dari Canada dan

Lucas - 10 tahun dari Hongkong.

Pada awalnya mereka hanya anak yatim piatu di negaranya masing - masing sampai mereka bertemu dengan sosok yang selalu mereka sebut ayah. Sosok yang Mendidik mereka dengan cara keras sehingga menjadikan mereka sosok yang kuat dan berkuasa.

~ 5072 miles ~

Mark masih terpaku melihat layar besar yang ada dikamarnya. Layar yang menampilkan sebuah ruangan serba putih dengan sosok yang tengah tertidur disana.

"Apa yang terjadi?" Lirinya saat melihat sosok itu bergerak tak nyaman dari tidurnya. Tangannya sibuk memutar alat yang ada disisi kirinya guna memperbesar dan memfokuskan cameranya pada wajah anak itu "apa kau bermimpi buruk lagi?"

Mark melihat kerutan didahi anak itu dan keringat yang mulai mengucur. "Apa ayah dan ibumu mengganggu tidurmu lagi?" Kedua mata itu terbuka. Tubuh mungil milik anak itu bergetar hebat disusul dengan suara tangisan yang tertahan.

"Sampai kapan kau akan menangis?"

Di kamar megah miliknya kini terdengar suara tangisan yang begitu memilukan. Tangisan yang selama ini menjadi teman di siang harinya.

Jika dulu para pengawal dan saudara Mark akan mengetuk pintu dan menanyakan keadaannya saat suara tangisan terdengar di kamarnya. Kakaknya bahkan pernah mengira itu suara tangisannya. Tapi sekarang mereka hanya terdiam dan berusaha tidak memperduli kan tangisan itu karena mereka tahu suara tangis itu bukan berasal dari Mark.

"Kau akan kehabisan cairan dan mati jika terus menangis seperti itu"

"Dan aku tidak mau kau mati"

Mark terus berbicara tanpa henti seakan sosok yang ada di layar sana bisa mendengar atau menjawab pertanyaan yang dia lontarkan.

Sebut dia Gila. Karena memang begitu adanya.

Sang Ketua Mafia menjadi gila sejak pandangan mata kosong anak itu seakan menjerat mata tajamnya.

Sang Dewa Kematian menjadi gila saat melihat wajah sekarat anak itu.

"Apa yang kau lakukan disini" tanya Mark saat ekor matanya melihat Jhonny yang baru masuk ke kamarnya.

"Kapan kau akan menjemput nya?" Sama seperti Mark, kini Jhonny duduk di sofa samping adiknya. Menatap layar besar itu.

"Sebentar lagi. Dia akan ada di kamar ini, Menemaniku sebentar lagi"

Jhonny menatap Mark yang tengah serius melihat dua sosok yang kini ada di layar besarnya. Pria Jangkung yang tengah membius anak yang kini sudah terbaring tenang.

"Kau yakin Mark? Bagaimana jika dia menolak?"

"Entahlah. Selama hidupku, aku tidak pernah mengalami sebuah penolakan"

"Lalu apa yang akan kau lakukan saat dia ada disini"

"Menikahinya? Menjadikannya budak? Memaksanya hidup bersamamu? Mengurungnya? Membuat hidupnya tambah menderita?"

"Masih banyak wanita yang bisa kau jadikan teman tidurmu. Kenapa kau malah memilih anak itu?"

"Jangan samakan dia dengan wanita - wanita jalang itu" bentak Mark "kelak saat dia berada disini, derajat yang akan dia terima sama dengan kehormatanku selama ini"

Jhonny tersenyum mendengar jawaban yang keluar dari mulut Mark. Tadinya dia hanya ingin memastikan keseriusan adiknya tapi setelah mendengar ucapan Mark membuatnya tahu keseriusan adiknya itu.

"Ingat posisismu Jhonny" peringatan itu terdengar jelas dipendengaran Jhonny

"Aku selalu menghormatimu karena Ayah dan jasa yang telah kau lakukan pada perkumpulan kita tapi aku bisa saja memperlakukanmu sama seperti yang lainnya jika kau bertindak melampaui batas"

"Jangan campuri urusanku dan keluarlah dari kamarku"

"Maapkan aku" Jhonny mengusap pelan kepala Mark. Meninggalkan kamar megah itu.

Dia sama sekali tidak tersinggung dengan semua ucapan Mark. Apapun yang dilakukan dan diucapkan Mark, dia akan tetap menjadi adik kecil baginya sama seperti Yuta, Jaehyun dan Lucas. Dia akan melakukan apapun untuk adik - adiknya.

o-o-o-o-o-o

Bersambung

Gimana ? Gimana ? Kalian suka gak ??

Lanjutin apa enggak ??

Vote dan komennya jangan lupa?

Lets Support Markhyuck