"… Setiap orang punya masanya masing-masing
Masa dimana kau merasakan dunia yang penuh warna, bukan sekedar hitam dan putih
Masa dimana kau dipenuhi semangat, tertawa lepas seakan tanpa beban
Masa dimana kau berumur 17 tahun, saat kau mulai belajar menghadapi dunia lebih dari keseriusan orang dewasa
Masa dimana hidup yang sesungguhnya baru saja dimulai…"
Dan kini masa-masa itu telah berubah menjadi kepingan kenangan yang bahkan lebih berharga daripada sebongkah permata.
.
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pairings : Sasuke - Sakura, other find by yourself
Warnings : AU, Typo/s, OOC, Plot campuran
.
.
Potongan memori beberapa tahun silam kembali terlintas dibenakku. Selalu seperti ini. Setiap kali kakiku melangkah di sini, di tempat ini, lembaran kenangan masa laluku terbuka seakan tertiup angin. Awal kisah panjangku bersamanya . . .
27 Mei 2002
Hari pertama tahun ajaran baru Konoha High School. Tampak seorang gadis berambut pink sepinggang, mengenakan tas selempang berwarna hijau pucat berjalan tergesa-gesa di sepanjang koridor sekolah. Langkahnya terhenti ketika ia hampir menabrak kerumunan siswa yang sedang berdiri di depan papan pengumuman. Sambil terus mengatur nafasnya yang memburu karena kelelahan, ia menyapukan pandangannya ke beberapa kertas yang tertempel di sana.
'Uhmm….Haruno Sakura', ia terus menggumamkan namanya sendiri sambil menelusuri sederetan nama yang tertera di kertas tersebut menggunakan telunjuknya. Tak sampai satu menit, jarinya terhenti di deretan paling bawah sebelah kanan. Haruno Sakura 3-2.
"Sakura!" tepukkan ringan di bahu Sakura beserta suara lengkingan khas yang di deteksi oleh telinga Sakura sebagai suara dari sahabat karibnya semenjak masih di sekolah dasar memaksanya untuk menoleh kebelakang sehingga tampaklah sosok Yamanaka Ino yang tengah memamerkan cengiran super miliknya.
"Saku kau di kelas berapa? Aku dapat kelas 3-1, kuharap kita bisa satu kelas lagi" ujar Ino antusias sambil menyentil jidat Sakura yang berukuran di atas rata-rata.
"Akh Ino! Berhentilah menganiaya jidatku yang malang ini…" Sakura meringis sambil mengelus jidatnya yang agak memerah sebelum melanjutkan kalimatnya "…aku harap juga begitu tapi kurasa kelas 3-2 tidak terlalu buruk, setidaknya kelas kita bersebelahan."
"Jadi maksudmu kita berpisah?! Lalu bagaimana jika aku merindukan jidat le…"
"Jangan berlebihan, memangnya kau pikir aku akan bermigrasi ke planet Mars? Kita masih bisa bertemu kapan saja yellow pig!" potong Sakura sambil menarik lengan Ino menjauh dari kerumunan.
Haruno Sakura 17 tahun, puteri tunggal keluarga Haruno. Gadis dari kalangan biasa saja yang sampai sekarang masih tidak percaya duduk di kelas 3 Konoha High School. Hari kenaikan kelas menjadi salah satu moment bersejarah dalam hidupnya.
Hari itu dia sudah mempersiapkan mental lahir batin menerima kemungkinan terburuk. Tidak naik kelas. Mengingat IQ-nya yang berada di bawah rata-rata dan nilai-nilai pelajarannya yang memprihatinkan. Pernah berada pada 3 besar peringkat terbawah seantero sekolahnya, bahkan pencapaian tertingginya adalah meraih peringkat ke-25 dari 32 orang siswa yang ada di kelasnya. Ingin rasanya ia berlari keliling Konoha sambil berteriak 'WOW! AKU NAIK KELAS' jika saat itu urat malunya terputus secara tiba-tiba. Dia berpikir, mungkinkah dewi keberuntungan sedang khilaf pada saat itu?
Suara gaduh menggema di kelas 3-1. Bermacam-macam jenis bunyi mulai dari sekumpulan siswa-siswi yang asyik bercerita, hentakan kaki dari beberapa siswa yang berlarian di dalam ruangan, bisik-bisik, bahkan beberapa kali terdengar suara jeritan absurd terakumulasi menjadi satu dan menciptakan alunan melodi khas suasana sekolah. Melodi yang tidak indah di dengar tapi sangat indah bila dikenang.
"Wah, ternyata kita sekelas lagi. Aku duduk disini ya Ten," sapa Ino kepada gadis bercepol dua yang duduk di bangku paling belakang seraya meletakkan tasnya di atas meja dan langsung duduk menghadap kearah Tenten yang wajahnya terlihat mengantuk.
"Hoaam . . . terserah kau saja. Aa, tadi kulihat nama Sakura di kelas sebelah, pasti sepi kalau si bodoh itu tidak ada."
Menghela nafas ringan Ino menganggukkan kepalanya, "Kau benar biasanya dia yang paling berisik. Ngomong-ngomong, kenapa kau memasang wajah mengantuk? Jangan bilang semalam kau begadang gara-gara nonton live konser Akatsuki!?" tanya Ino dengan pancaran mata penuh selidik.
"Itu kau tahu," jawab Tenten ala kadarnya.
"Kyaaa . . . kau beruntung sekali! Aku mati-matian ingin nonton tapi tidak dapat izin, jadi bagaimana konsernya!? Pasti mereka terlihat lebih tampan jika dilihat dari jarak dekat, lalu bagaimana dengan Deidara, apakah dia memang benar-benar mirip denganku? Huaa . . . aku iri padamu . . ."
BERISIK!
Seketika Ino menoleh kearah sumber suara yang telah menginterupsi perkataannya. Di depannya terpampang sesosok pemuda tampan berambut raven dengan model err . . .entahlah, sedang mendelik sinis ke arahnya dan sedetik kemudian kembali membuang tatapannya depan. Di sampingnya terlihat seorang gadis berambut panjang tengah asyik membaca buku. Tentu saja ia mengenal keduanya, Uchiha Sasuke dan Hyuuga Hinata. Siapa yang tidak kenal keduanya, dua orang yang selalu bergantian menempati posisi peringkat pertama dan kedua di Konoha High School.
"Tch, menyebalkan," desis Ino.
"Selamat pagi anak-anak," tiba- tiba saja sesosok guru berambut perak dengan model yang tak kalah aneh dengan model rambut milik Uchiha Sasuke muncul dan mengagetkan seisi kelas. Yang benar saja, aura kedatangannya sama sekali tidak terdeteksi oleh seluruh penghuni kelas.
"Mulai sekarang aku adalah wali kelas 3-1 hingga kalian lulus. Mengingat diriku yang cukup populer ini, kurasa aku tidak perlu memperkenalkan diri."
Tentu saja ia populer, mana ada guru yang kemana-mana selalu memakai masker bahkan saat sedang mengajar. Hanya beliaulah satu-satunya, Hatake Kakashi.
"Ah, aku hampir lupa. Rasanya sedikit tidak adil kalau Uchiha dan Hyuuga berada di kelas yang sama. Jadi sudah diputuskan . . ."
TOK
TOK
TOK
"Haruno Sakura? Masuklah, kebetulan sekali kau datang tepat waktu. Baiklah sudah diputuskan, kalau Hyuuga Hinata dipindahkan ke kelas 3-2 dan sebagai gantinya Haruno Sakura kau boleh duduk di sana" Kakashi menunjuk kearah Hinata yang tengah membereskan barang-barangnya dan hanya ditanggapi dengan anggukkan oleh Sakura.
Sayup-sayup terdengar suara kasak-kusuk beberapa murid yang terlihat kecewa karena Hinata harus pindah kelas. Seorang pemuda berambut pirang jabrik bahkan memandang kepergiannya dengan pandangan seakan-akan Hinata adalah anaknya yang akan pergi ke medan perang.
Setelah Hinata mengucapkan salam dan berlalu pergi, barulah Sakura duduk di bangku itu. Sesaat kemudian ia sadar akan siapa teman sebangku yang duduk disebelah kirinya.
"Eh, kau Sasuke? Iya, benar-benar Sasuke. Wah, aku baru kali ini lho melihatmu dari jarak dekat. Ternyata kau benar-benar tampan dan wajahmu itu mulus sekali," Sakura semakin mempersempit jaraknya dengan Sasuke. "Kalau boleh tahu, apa yang kau gunakan untuk merawat kulit wajahmu?"
"Ja-jauhkan wajah anehmu dariku," Sasuke sedikit gelagapan karena risih di pandang oleh Sakura dari jarak yang terlampau dekat. Apalagi selama hampir 3 tahun bersekolah di tempat yang sama, mereka sama sekali belum saling mengenal. Memang Sasuke sudah terbiasa dengan pandangan memuja gadis-gadis yang menyorotnya tanpa ampun, namun kali ini berbeda. Dia tidak melihat tatapan memuja dan penuh nafsu pada emerald Sakura. Yang dilihatnya hanyalah tatapan polos seperti anak kecil.
'Tch, apakah gadis aneh ini adalah anak kecil berusia 7 tahun yang sedang menyamar?' pikirnya tak masuk akal.
Bel istirahat baru saja berbunyi, hampir seisi kelas berhamburan keluar dengan tujuan yang sama -kantin tentu saja- menyisakan beberapa gelintir murid yang masih bertahan di dalam kelas termasuk Sakura dan dua sahabat karibnya Ino dan Tenten.
"Ino, Tenten . . . kalian lihat, kali ini keberuntungan kembali berpihak padaku. Aku senang bisa sekelas dengan kalian."
"Kau benar, tapi masih ada yang lebih beruntung. Kau tahu, semalam Tenten menonton konser Akatsuki secara LIVE!" teriak Ino histeris sambil mengguncang bahu Sakura..
"Benarkah . . .! Demi apapun, aku iri padamu Tenten . Tapi sekarang aku sedang menabung untuk menonton konser akbar mereka nanti. Jadi tunggu saja tanggal mainnya, kupastikan aku dan kepala pink ku akan berada di salah satu bangku penonton yang paling depan!," Sakura mengepalkan tangan kanannya dan berkata dengan penuh semangat.
Gadis ini selalu saja seperti itu jika membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan band favoritnya, Akatsuki. Entah sejak kapan ia menjadi fans yang fanatik. Awalnya, dia hanya ikut-ikutan Ino dan Tenten yang lebih dulu suka dengan Akatsuki. Namun, berterimakasihlah kepada mereka yang sukses mengkontaminasi otak polos Sakura dengan berbagai lagu, poster, pernak-pernik, hingga berbagai tetek bengek lainnya yang berhubungan dengan Akatsuki. Lama kelamaan kebiasaan tersebut telah berubah menjadi candu bagi ketiga remaja yang dengan bangga menyebut diri mereka sebagai 'AVER' sebutan bagi penggemar Akatsuki.
"Sudahlah dobe, jangan memasang wajah nelangsa seperti itu, aku muak melihatnya dari tadi pagi."
"Aku masih kesal teme, gara-gara 'dia' Hinata jadi pergi."
Pemuda berambut pirang jabrik itu memang kesal sedari pagi. Bagaimana tidak, dia sudah senang setengah mati saat mengetahui bahwa sang kekasih satu kelas dengannya. Namun belum sampai satu jam, ia harus menelan bulat-bulat rasa kecewa karena kekasihnya harus pindah kelas.
"Hn, begitukah?"
'Kurasa 'dia' yang kau maksud itu cukup manis', batin Sasuke sambil melirik gadis yang sedang asyik bercerita bersama kedua temannya.
Dan pembicaraan mereka masih akan terus berlanjut kalau saja bel tanda dimulainya pelajaran tidak berbunyi dan memaksa mereka untuk kembali ke tempat duduknya masing masing.
Langkah kakiku terus menapaki lorong-lorong yang saling terhubung satu sama lain hingga mengantarku ke temapt itu. Tempat yang sarat akan kenangan antara aku, dia, dan mereka.
Hentakan sepatuku terasa bergema ketika memasuki ruangan yang di isi sederetan bangku-bangku kayu yang tersusun rapi. Tak banyak yang berubah biarpun sang waktu telah berputar sedemikian lamanya. Dan di sinilah aku sekarang. Berdiri di tempat aku merasakan debaran yang tak biasa untuk pertama kalinya, saat aku berumur 17 tahun . . .
" Sasuke, bisakah kau bergeser sedikit? Saat kau menulis, sikumu menyenggol tanganku. Aku kan kidal, orang kidal itu kalau menulis harus memakai tangan kiri." Sakura merasa terganggu karena lengan kirinya selalu berbenturan dengan siku Sasuke.
"Aku juga tahu apa itu kidal, bodoh. Kenapa tidak kau saja yang bergeser, aku lelah" jawab Sasuke malas-malasan.
"Memindahkan bokongmu beberapa centi tidak akan menguras tenagamu Sasuke. Aku ini sudah di ujung, kalau bergeser lagi aku bisa terjatuh," balas Sakura sambil melirik ujung mejanya.
"Kalau begitu lebih baik kau jatuh saja. Bukankah akan lebih leluasa jika kau menulis di lantai," sahut Sasuke santai tanpa menatap lawan bicaranya. Ia lebih memilih untuk tetap fokus pada papan tulis dan menyalin tulisan-tulisan yang tertera di sana kedalam buku catatannya.
"Aah benar juga, kenapa aku tidak kepikiran dari tadi. Ehmm . . . tapi Sasuke . . . boleh tidak aku meminjam sapu tangan yang ada di kantongmu untuk alas dudukku?" Sakura berkata agak pelan sambil menunjuk sapu tangan biru tua yang sedikit menyembul dari dalam saku celana Sasuke.
Sasuke terkejut ketika Sakura malah menganggap serius ucapannya barusan. Mati-matian ia menahan kedutan di kedua sisi bibirnya agar tidak terkembang.
"Ternyata kau benar-benar bodoh, apa gunanya meja dan kursi kalau kau duduk dan menulis di lantai? Sudah, duduk saja, tetap menulis, dan jangan banyak mengeluh."
"Tapi Sasuke, siku runcingmu itu menggangguku!"
"Hn."
"Sasuke kau dengar tidak sih!?" perempatan kini muncul di kepala Sakura secara otomatis.
"Hn." Sasuke masih bersikap acuh tak acuh.
"Hah, kau dan sikumu benar-benar menyebalkan!"
Dalam hati, Sakura terus melancarkan berbagai jenis kata-kata tak lulus sensor yang tertuju kepada Sasuke, dan sikunya tentu saja. Disela-sela rentetan sumpah serapah yang terus berseliweran, muncul sebuah ide cemerlang yang terlintas di kepala pinknya. Setidaknya begitulah menurut Sakura.
Diambilnya sebuah spidol berwarna biru yang selalu ia bawa kemana-mana. Sekedar untuk mengantisipasi kalau-kalau ia bertemu salah satu member Akatsuki dan ingin meminta tanda tangan ataupun cap bibir bila ia beruntung.
Lalu tanpa basa-basi ia langsung menyingkirkan tangan Sasuke dan SREETTT, sebuah garis panjang biru telah terbentang memotong meja menjadi dua bagian.
"He-HEI! Apa yang kau lakukan bodoh…!?" ekspresi tenang di wajah Sasuke seketika berubah panik saat tahu bahwa teman sebangkunya merusak fasilitas sekolah. 'Kalau ketahuan bisa gawat!' inner Sasuke ikut berteriak di alam bawah sadarnya.
"Aku hanya membuat segalanya menjadi lebih jelas. Ini wilayahku dan di seberang garis ini adalah wilayahmu. Peraturannya, jika ada yang melanggar atau dengan kata lain memasuki wilayah satu sama lain tanpa izin maka akan dihukum. Satu kali jitakan setiap pelanggaran."
"Eh? Aku tidak setuju! Mana bisa begi . . ."
"Sudah duduk saja, tetap menulis, dan jangan banyak mengeluh," potong Sakura sambil melanjutkan kegiatan tulis menulisnya.
"Jangan memotong perkataanku dan yang benar saja, kau mengutip kalimatku tadi," kini giliran Sasuke yang mulai sewot.
"Hn."
"Hei, kau dengar aku tidak setuju dengan ide konyolmu dan . . . BERHENTILAH MENIRUKU!" emosi Sasuke mulai tersulut.
"Hn."
"Argh, terserah sajalah. Kau menyebalkan!" dengus Sasuke frustasi sambil memulai kembali kegiatannya yang sempat terhenti.
Namun kali ini ia menumpahkan emosinya kepada kertas yang tak bersalah. Ia menulis sambil menekan penanya kuat-kuat. Terlalu kuat hingga akhirnya kertas itupun sobek dan meninggalkan bulatan besar di tengah-tengah bukunya.
'Arghhhh sial' gumamnya sambil mengobrak-abrik rambut kebanggaannya.
Sayup-sayup terdengar suara dari kepala pink di sebelahnya
"Hn, bodoh."
Aku tidak dapat menahan bibirku untuk tidak tersenyum kala mengingat hal-hal konyol yang aku lakukan bertahun-tahun silam bersama dirinya. Tanganku terulur memegang satu per satu meja yang berbaris di sana.
Mataku tertuju ke arah bangku yang terletak pada baris ke dua dari belakang, aku ingin merasakan kembali duduk di sana seperti dulu meskipun kali ini sendirian tanpa ada dia yang menemaniku. Namun aku harus menelan kekecewaan saat ku lihat bangku itu kini tidaklah sama. Tidak ada garis biru yang tertoreh di sana. Ah, aku melupakan fakta kalau waktu sudah lama berlalu. Memang sudah saatnya bangku itu diganti dengan yang baru.
Kemanakah bangku itu sekarang, mungkinkah telah habis dimakan rayap?
"Aku pulang!" teriak Sakura membahana di dalam kediaman sederhana keluarga Haruno. Meletakan sepatu asal-asalan, ia bergegas menuju ke ruang makan dengan tas yang masih bertengger dengan manis di tubuhnya. Lapar. Berkeliaran di pasar Konohagakure sungguh membuat lambungnya menjerit minta diisi. Namun baru saja ia akan membuka tudung saji, suara lembut dengan aura mengerikan menguar dari sosok yang ada di belakangnya
"Haruno Sakura, kenapa kau pulang terlambat hmm?"
"Aa Ibu, mengagetkanku saja . . ." Sakura membalikkan badannya dengan efek 'slow motion' menghadap ke arah ibunya dengan sedikit cengiran kaku. " Err itu . . . tadi Saku bersama Ino dan Tenten pergi ke pasar untuk . . .membeli buku," dustanya dengan ekspresi yang dibuat se-meyakinkan mungkin.
'Kalau ketahuan bisa gawat!' innernya mondar-mandir-harap-harap-cemas.
"Benarkah? Bisa ibu lihat bukunya?" tanya Haruno Mebuki dengan nada menyelidik.
"Itu . . . sebenarnya yang membeli buku itu Ino dan Tenten, aku cuma ikut menemani mereka saja."
"Ibu harap kau tidak sedang berbohong. Ingat sekarang kau sudah kelas tiga, jangan terlalu banyak bermain dan berhentilah terlalu memuja Akatsuki. Fokuslah ke pelajaranmu. Kau satu-satunya harapan kami. Saku, kau tidak mau kan mengecewakan ayah dan ibu?" nasehat sang ibu sambil mengusap pucuk kepala Sakura. Sebagai anak tuggal, tentu saja kedua orang tua Sakura berharap banyak padanya.
"Tentu saja, Sakura berjanji tidak akan mengecewakan ayah dan ibu," ujar Sakura sambil tersenyum tulus kepada ibunya. Namun dibalik senyumnya, terselip rasa penyesalan karena telah berbohong.
'Ibu maafkan aku'.
"Jidatku sayang, kau tidak lupa kan membawa titipanku kemarin?" Yamanaka Ino langsung menghambur ke arah Sakura saat melihat sosok pink itu muncul di depan pintu kelas mereka.
"Yellow monokurobo, setidaknya biarkan aku duduk dulu. Kau tahu, tadi aku nyaris meninggalkan 'titipanmu' itu. Kemarin juga aku di introgasi oleh ibuku karena pulang terlambat demi membeli 'titipanmu' itu," gerutu Sakura sembari berjalan menuju bangkunya. Ia membuka tasnya dan mengeluarka sesuatu dari dalam tas selempangnya sesaat setelah ia duduk.
"Kan kau juga sekalian membeli untuk dirimu jidat, tapi makasih ya sudah membelikan untukku juga," ujar Ino mengedipkan sebelah matanya sambil mengambil bungkusan yang berisi majalah dengan judul 'ALL ABOUT AKATSUKI'.
"Iya iya, tapi jangan lupa dengan janjimu kemarin."
"Janji ap . . . eh?! Maaf Saku aku lupa hehe. Aku janji (lagi) deh, besok akan ku bawakan untukmu poster jumbo Itachi Akatsuki. Tapi ngomong-ngomong tentang Itachi, menurutku dia itu anggota Akatsuki yang paling populer sekaligus paling misterius. Tidak ada yang tahu latar belakang kehidupannya, bahkan ada yang bilang kalau orang tuanya adalah pemimpin Yakuza. Makanya identitas keluarganya di rahasiakan," Ino berbicara panjang lebar. Bukannya apa-apa, ia hanya ingin mengalihkan perhatian Sakura yang memasang tampang cemberut saat tahu bahwa ia lupa akan janjinya. Dan sepertinya trik yang ia lakukan berhasil.
"Ah, masa sih. Tapi bisa saja perkataanmu benar . . ." Sakura berhenti sebentar sebelum melanjutkan perkataannya. Dahinya yang berkerut, menandakan bahwa ia sedang memikirkan sesuatu dengan serius. ". . . atau mungkin Itachi itu bukan manusia seutuhnya, mungkin saja ia vampir yang tersesat di dunia manusia."
'Mana ada yang seperti itu bodoh' batin Ino sweatdrop. Namun melihat ekspresi serius Sakura saat mengatakannya, Ino hanya menganggukkan kepalanya dan berkata, "I-iya, mungkin saja."
TUK
"Aww! Apa yang kau lakukan Sasuke!? Datang-datang langsung memukul kepalaku," Sakura meringis menengadahkan kepalanya menatap sengit sosok yang ada di hadapannya. Ino yang duduk di sampingnya sama sekali tidak peduli, matanya seakan terpaku pada sederetan tulisan di majalah yang sedang asyik dibacanya.
"Satu kali jitakkan setiap pelanggaran. Sekarang menjauhlah dari wilayahku," titah Sasuke sambil menghempaskan tasnya di atas meja.
Sakura masih mencerna perkataan Sasuke. Ia baru ingat kalau sekarang ia sedang duduk di bangku Sasuke, sedangkan Ino duduk di bangkunya. Kontan saja ia berdiri dan langsung menjauh dari 'wilayah' Sasuke.
"Ino, sana kembali ke bangkumu. Kau tidak mau kan kita terkena semburan api dari naga yang sedang mengamuk," usir Sakura sekalian menyindir Sasuke.
Tanpa berkata apa-apa, Ino beranjak menuju bangkunya yang terletak tepat di belakang bangku yang di tempati Sasuke dan Sakura. Tentu saja karena ia masih terhipnotis oleh majalah yang sedang dibacanya. Bagi Ino, membaca majalah atau apapun yang berhubungan dengan Akatsuki sama pentingnya dengan mengkonsumsi vitamin dan makanan bergizi lainnya. Sama-sama memberikan energi bagi tubuhnya. Benar-benar seorang fans sejati.
Keadaan kelas menjadi benar-benar hening saat Kurenai, guru matematika yang terkenal dengan kata-kata pedas nan mematikan memasuki kelas 3-1. Saat guru Kurenai sedang menjelaskan materi tentang Logaritma, terdengar suara kasak-kusuk dari bangku nomor dua dari belakang, tepatnya dari gadis berambut gulali.
"Sas . . ." Sakura melirik sambil berbisik memanggil makhluk menyebalkan yang ada di sebelahnya.
Hening
"Sasu . . ."
". . ."
"Sasuke," kali Sakura sedikit menaikkan volume suaranya.
". . ." Sasuke masih belum merespon panggilan gadis di sampingnya. Ia tetap berkonsentrasi penuh menyalin perkataan sang guru yang sekiranya penting ke dalam buku catatannya.
Sakura yang mulai sedikit kesal semakin meninggikan intonasi suaranya. Tidak, kali ini sepertinya terlalu tinggi, apalagi di tengah kondisi kelas yang memang sedang hening.
"SASUKE, RESLETING CELANAMU TERBUKA!"
.
.
.
.
.
Perlahan ingatanku menggali kembali serpihan kenangan yang telah terkubur oleh waktu
TBC
A.N : Say 'Hallo' to my first fanfiction *lambai-lambai*
Perkenalkan saya author baru debut (mohon bimbingannya) yang sangat tergila-gila sama pasangan SasuSaku dan juga mendadak menggilai pasangan ShikaTema tapi bukan berarti membenci pasangan lainnya di fandom Naruto, hanya saja mereka belum mampu membuatku menjadi gila. Sepertinya author terlalu banyak menggunakan kata 'gila' jadi sebelum author menjadi benar-benar gila(?) kita sudahi saja sesi perkenalan author absurd ini.
Oiya, author sengaja tidak memberi keterangan pada POV nya. Nanti juga pasti ketahuan kok entu POV punya siapa hehe*garuk-garuk kepala tetangga*
Terakhir, adakah yang mau mendapat pahala dengan mengklik tombol 'review'?
Salam,
Fumiki Momo
