15 DETIK
Chapter 1
Declaimer : masih om Masashi Kishimoto
Rate : T
Pairing : neji x Tenten
Slight : lee x Tenten
Summary : hidup dan waktu, dua kata yang penuh mistery, penuh rahasia, aneh dan membingungkan. Dua kata itu pula yang selalu mempermainkanku, mempermainkan segala yang ada dalam hidupku, perasaanku, nyawaku, tanyaku, perasaannya, nyawanya, tanyanya, semuanya. Dan ternyata , jawaban dari semuanya, hanya bisa dijawab oleh dua kata itu sendiri. HIDUP & WAKTU. Summary ancur*plakk :v
Ohayou minnaaaaaaaaaa…..
Maaf saya harus kembali lagi dengan cerita angus saya ini. Disini saya hanya ingin belajar nulis kok, saya masih baru*gak baru-baru amat sih* di dunia tulis menulis ataupun ffn ini. Jadi saya mohon maaf apabila ada buaaanyak sekali typo, and efek samping ? XD lainya. Saya mohon bantuannya kepada para senpai-senpai dan reader-reader yang telah sudi membaca ataupun yang hanya sekedar lewat di fanfic yang…. Yah begitulah*sampai gak sanggup/gak tega ngomongnya. –(0-0)- , berikan saya kritik ataupu sran yang membangun yaaaaa…!*berojigi
And than…
~Happy reading~
Jalan yang ku tempuh tidak selalu sama. Kadang lurus, kadang pula berkelok. Pada dasarnya aku tak tau tentang apa yang di maksud dengan KEHIDUPAN dan….. waktu. Yah, hidup begitu membingungkan .. dan waktu, begitu misterius. Sampai saat ini aku tak menemukan penyair yang mampu menggambarkan seperti apa waktu dan hidup itu ?, penggambaran merekapun masih harus di tafsirkan. Dan aku tak ahli menafsirkan.
Akupun masih belum menemukan pelukis dan seniman-seniman yang mampu melukiskan dua hal itu. Bahkan lukisan mereka tentang kehidupan hanya setetes air di lautan. Dan sketsa mereka tentang waktu,,,,? ahh, sangat membingungkan !. aku tak mengerti tentang keduanya, padahal keduanya hanyalah susunan dari lima huruf abjad, H.I.D.U.P & W.A.K.T.U. Entahlah,,, hidup seolah mempunyai kharismanya tersendiri. Hidup yang transparan namun mempunyai berjuta rahasia yang tak terungkap, setiap orang tau apa itu hidup,, hanya sekedar tau, tapi tak mengetahui, sadar akan hidup tapi tak menyadari, paham, tapi tak memahami. Ahhh…..Aku tak mengerti. Terlalu banyak rahasia, , yah, hidup adalah rahasia,, yang tak mudah untuk bercerita tentangnya. Dan aku ?, aku hanyalah satu diantara triliyunan 'aku' yang berjalan di atas pijakan bernama kehidupan, dimana waktu katanya bersahabat dengannya. Keduanya selalu berhasil mempermaikanku.
Aku masih ingat dulu, saat kehidupan memisahkanku dengan kedua orang tuaku. Awan kelabu mewarnai langit, hujan turun dengan lembut, tak deras juga tak gerimis. Aku duduk termangu dengan mata sembab, kulirik jam dinding, pukul 17.00 PM lewat 15 detik,. Kulirik pula dua sosok yang setia berada disampingku, menghiburku, sahabatku, juga kekasihku. Yamanaka Ino, si gadis pirang itu tak henti-hentinya mengelus pundakku. Dan Rock Lee, itulah nama dari sosok berambut mangkuk dan bermata bulat itu, yang kini aku bersandar di bahunya. Aku masih terdiam, seragam sailorku tanpak kusut, rambut acak-acakan, ekspresiku kacau. Hanya butuh lima belas detik bagi waktu dan Hidup untuk mencipta kekacauan ini. Yah lima belas detik. Kedua orang tuaku berniat pergi ke luar kota untuk keperluan bisnisnya. Dalam perjalanan mereka sempat menelfonku.
"Tenten-chan, kaasan dan tousan akan pergi ke iwagakure hari ini, kami sedang dalam perjalanan sekarang… mintalah Ino menemanimu ya, kami akan menginap selama seminggu di Iwa. Tidak apa-apakan ?" ku dengar dengan jelas suara cempreng ibuku yang sama cemprengnya denganku di telfon. Pada waktu itu aku masih ada di kantin sekolah pada jam istirahat.
"baiklah kaasan, hati-hati, aku akan baik-baik saja. Nanti kalaupun aku bosan, aku akan main ke rumah Lee. Kalau masalah Ino, dia memang berencana menginap. .." kataku. Yah, aku adalah Hatake Tenten, anak tunggal dari pemilik Hatake Corp, anak dari Hatake kakashi dan Hatake Ayane.
"itu bagus hime… kami akan usahakan untuk pulang lebih cepat. Oh.. sekarang masih pukul 12.30 lewat 15 detik, masih punya waktu untuk mampir makan siang di ichiraku dulu, nee Ayane ? " kini giliran ayah yang ku dengar suaranya. Terdengar kekehan ibu dari seberang sana. Akupun terkekeh, lalu berkata.
"oh.. kalau begitu, selamat jalan kaasaan, tous_"
Duuaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrr
"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAA…" suara apa itu ?
"tousan ? halooo, kaasan, tousan… suara apa itu tadi, tousaaaaan !, ka-kasaaaaaaan…. ! Jangan bercanda !, jawab aku,! ka-kalian membuatku takut, haloooooo…!" aku sedikit berteriak, tak peduli para siswa lain memandangiku dengan penuh tanya . perasaanku ? aku merasa ? ah,, perasaan apa ini ? jantungku tak karuan, dengan handphone yang masih bertengger di telinga dapat ku dengar riuh suara dari seberang sana. Kulirik jam digital di tanganku. Pukul 12.30 lewat 30 detik. ooooH.. tuhan ada apa ini ?. "tousaaaaaaannnn… ! ini sama sekali tidak lucu !" teriakku lagi.
"ten-ten ka-mi me-menya-yang-i-mu hi-me…." Dan suara yang sedari tadi kupanggil lewat telfon itu akhirnya kudengar. Tapi, kenapa suaranya terputus-putus ?. Sebenarnya ada apa ini ?, jantungku, nadiku, rasanya….. aarrgggh !
"tousan,! apa yang terjadi di sana. Dimana kalian_" belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, kaasaan menyahut
"ten-ten.. lan-jut-kan- hid-up-mu hime, be-janji-lah pa-da ka-mi. kam-u ak-ak-an ba-hagi-a" suara ibuku tanpak parau dan bergetar
"jad-ilah teg-gar ten-hime_"
terdengar satu helaan nafas panjang di seberang sana, dan suara itu sudah tak terdengar lagi, tak terdengar lagi, aku panggil lagi nama mereka tapi tak ada lagi jawaban, tak ada lagi. Yang ada hanya suara simpang siur tak jelas. Air mataku mengalir begitu saja. Aku tak tau kenapa aku menangis ? apa yang terjadi ? apa dan kenapa suara mereka bergetar, parau, terputus-putus ? tolong siapapun jawab aku !. Ku lirik lagi jam digitalku. 12.30 lewat 45 detik, aku sangat suka melihat jam lengkap dengan detiknya, ini mungkin di turunkan dari ayahku yang mempunyai kebiasaan yang sama.
Kenapa aku jadi bergetar seperti ini ?, mungkin mereka sedang ditilang dan di bawa kekantor polisi, dan diminta denda, makanya suara mereka tadi terputus-putus. Ini pemikiran konyol, tapi aku yakinkan dalam diriku bahwa itulah yang terjadi. Aku tak percaya yang lain selain kemungkinan bodoh ini. Yah, bukankah mereka berjanji akan pulang lebih cepat. ?
ah… aku tau !, aku tahu…mereka pasti ingin memberikan kejutan ulang tahun padaku. Ulang tahunku-kan 2 hari lagi. Mereka benar-benar pembohong yang buruk, pantas mereka menyuruh Ino untuk menginap, dan lee, bukankah rumahnya hanya berjarak 10 rumah. .? ini sama seperti tahun-tahun kemarin. Aku tak akan tertipu lagi. Aku tertawa hambar. Kuusap air mataku, meyakinkan lagi bahwa kemungkinan tadi lebih tepat. aku tak akan salah.
Tapi, ….
kenapa perasaannku tetap seperti ini ?… sepertii,,, sepertii kehilangan ?. tidak,,, tidak,,, ini mungkin karena aku belum menghabiskan sanwisch kesukaanku ini. Aku menggeleng kuat..lalu menyambar makan siangku itu,,, kenapa rasanya beda… apa kurang garam ?
"hoiiii… panda ! ada apa denganmu, kau baik-baik saja ? kenapa dengan jii-san dan baa-san ?" pertanyaan ino membuyarkan lamunanku yang entah sudah sejak kapan.
"aahh i-ino…. Apa menurutmu sanwisch ini kurang garam ?" alis ino mengernyit, perkataanku ini tentu tak menjawab pertanyaannya
"tidak, ini enak. Seperti biasanya.. kamu kenapa ? wajahmu pucat, kamu sakit ?" tanyanya, dengan sebelah tangan yang terulur menyentuh dahiku.
"aku baik-baik saja,,, sepertinya ada yang salah dengan indra perasaku ?" jawabku sekenanya
"hah ?"
"sudahlah lupakan…!"
Suasana kurasakan hening beberapa menit,, kami sibuk dengan makanan kami masing-masing, sampai…..lebih tepatnya pikiran masing-masing.
"Ten-Chan…!" suara teriakan menggebu tiba-tiba menggema. Reflek aku, ino dan beberapa siswa di kantin menoleh kesumber suara. "le-leee ?" tanyaku heran, lee langsung menghampiriku dengan langkah cepat dan tatapan yang sulit diartikan.
"ikut aku sekarang ! kau harus pulang…" tanpa aba-aba dia langsung menarik pergelangan tanganku, membawaku pergi, tanpa mempedulikan teriakan Ino yang menggerutu. aku hanya pasrah dengan tanda tanya memenuhi kepalaku. Lee langsung membukakan pintu mobilnya, menyuruhku masuk, dan melajukan mobilnya dengan agak cepat tanpa bicara sepatah katapun. Aku menoleh kearahnya dengan tatapan bingung. Namun sepertinya dia mengacuhkanku. Ada apa lagi ini ?
.
.
.
Xxxx
Mataku membulat. Lebih bulat dari mata kekasihku yang memegang tanganku erat. air mata yang sedari tadi mengambang di pelupuknya kini telah membanjir. Aku masih bergeming ditempatku. Menatap lurus kearah dua peti persegi panjang yang di letakkan di tengah ruang rumahku. Aku menggeleng tak percaya. Ah… aku pasti sedang bermimpi, atau mungkin ini bagian dari rencana kejutan ulang tahunku ? kuusap kasar air mata yang sedari tadi belum juga berhenti
"baiklah… baiklah…. Tolong hentikan sandiwara ini. Kalian sudah berhasil sekarang. Bahkan aku tak bisa berhenti menangis" kataku dengan nada parau. Lee langsung menoleh kearahku. Masih diam dengan tatapan yang masih sulit diartikan. Tak biasanya dia sediam ini.
"Tenten-chan …. " lee mengeratkan genggaman tangannya. Oke… aku mulai ketakutan sekarang. Ini sudah mulai keterlaluan.
"apapun yang terjadi, kau tau kan… aku akan selalu ada disampingmu. Menguatkanmu saat kau lemah, mengingatkanmu bahwa kau tak sendiri di dunia ini. Masih ada aku dan ino yang akan selalu ada di belakangmu ketika kau butuh dorongan, berada disampingmu ketika kau butuh sandaran, dan_"
"kau lupa menyebutkan dua orang lagi lee, ! tentu saja aku tak sendiri di dunia ini, ada kau, Ino, dan yang terpenting, ada kaasan dan juga tousan… jadiiiiiii !" aku menoleh padanya. Menatap mata bulatnya lekat, mencoba mencari-cari tatapan acting yang kuharapkan. Mencari ekspresi yang mengatakan 'kejutan ini akan berhasil' atau 'kenaaa kau !', tapi aku tak menemukannya dalam bola mata itu. Ahh…..sekali lagi aku menepisnya dan menganggap bahwa semuanya baik-baik saja.
"hentikan sandiwara ini lee, ini sudah keterlaluan tau, mana kejutannya, dan_" tenggorokanku tercekat, kala aku menghampiri kedua peti itu. Wajah itu, luka itu. Eh luka ?. aku kembali menatap lee dengan tatapan menghujam, penuh tanya. Tapi lee hanya menunduk.
"baiklah, acting kalian cukup bagus, , aku sudah mulai terbawa suasana sekarang.. hiks hiks ! hei lihatkan, sejak kapan aku menagis terisak seperti ini.? Oh ayolah kalian semua.. ini semua bercanda kan ?"
Grep'!
Tiba-tiba lee memelukku erat, sangat erat.
"ini bukan sandiwara Tenten ! kau harus.."mendengar hal itu segera saja aku melepas pelukannya.
"apa yang kau katakana lee ! kau ini keterlaluan, kau ingin mengatakan kalau kaasam dan tousan sudah …? Tidak ! katakan ini bercanda lee ! katakaaaaaaannnn!" aku sudah tak bisa menahannya lagi. Aku pukul dadanya sekeras yang aku bisa, dia hanya diam dengan kepala tertunduk. Aku melihat sekeliling rumah, baru aku sadari bahwa ternyata disini tidak hanya ada aku dan lee. Disana ada kedua orang tua lee, gai jii-san dan sizhune baa-san, para sahabat dan kolega-kolega ayah dan ibuku. Mereka semua ada disini. Menatapku dengan tatapan iba. Apa-apaan ini ?. jadi ini ….
…..nyata ? tidak mungkin !.
"ka-kaasaaaaaan ! tousaaaaaaaan !" aku ambruk terduduk di antara dua peti yang berisi jenazah ayah dan ibuku. Aku menjerit sekuat yang aku bisa. Berharap kedua orang tuaku itu mendengar dan bangun lagi. Tapi nyatanya, mereka tak bergeming. aku menangis sejadinya, mengisi keheningan siang yang mendung itu. Siang, yang kutau waktu menunjukkan pukul 13.30 lewat 15 detik. Lagi-lagi lima belas detik ?.
dan sore itu, pada pukul 16.30 lewat 15 detik. lagi ?!, aku tak bisa lagi melihat wajah mereka yang tersenyum padaku, kehidupan kami telah berbeda, waktu dan kehidupan memisahkan kami. Mereka sudah berada di kehidupan lain. kini aku hanya bisa menatap nanar kedua nisan itu.
Xxxx
.
.
Waktu kini membawaku jauh melewati masa kelam itu, sudah tiga tahun, dan sekarang aku adalah mahasiswi semester lima jurusan Ekonomi Makro Konoha University. Kini aku hidup sendirian, meski tak benar-benar sendirian di dalam rumah megah yang terasa kosong. Hanya ada aku , Omiko Baasan yang masih setia menjadi pembantu rumah tangga keluargaku, dan suaminya Ibiki jii-san sopirku, mereka berdua tinggal di rumahku, selain itu ada Genta jii-san satpam rumahku, dan Ebisu-Jiisan tukang kebunku. meski tak menginap, rumah keduanya cukup dekat, aku bahkan tak perlu menggunakan keandaraan. Merekalah yang selalu menemaniku. mereka sudah seperti keluarga bagiku. Aku tak sungkan meminta mereka semua makan satu meja denganku. Awalnya mereka agak canggung dan kikuk, tapi lama-kelamaan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Aku bersyukur mereka selalu memberikan kehangatan keluarga padaku. Merekalah yang selalu menemaniku, melindungiku, dan menjagaku.
Untuk urusan kantor, aku kembali harus bersyukur karena paman Shikaku, sahabat ayah, selalu membantuku. Dia yang selalu menghandel semuanya saat aku masih disibukkan dengan kuliah atau hal-hal lainnya. Dan Mengenai Ino, dia katanya mau mengajakku ke taman kota siang ini, katanya dia akan menjemputku pukul 12.00, tapi sampai sekarang dia belum juga datang. Kulihat jam pukul 13.00 lewat 30 detik. Aku sandarkan punggungku ke sofa hitam ruang tengah.
"Tenten-sama, maaf apabila mengganggu. makan siang sudah siap dari tadi, saya khawatir akan dingin, apa Tenten–sama tidak ingin makan sekarang ? kalau iya, saya akan memasukkannya ke_"
"tidak usah Omiko Baasan ! aku rencananya akan makan dulu bersama Ino dan kalian, tapi sepertinya dia sedikit terlambat. Jadi ayo kita makan sekarang Saja ?!" ucapku dengan senyum yang merekah. Omiko baasan hanya tersenyum lembut, sembari mengangguk tanda mengerti.
"baasan siapkan semuanya ya, aku mau memanggil para 'Adam' dulu" kataku. Omiko baasan hanya terkekeh.
.
.
.
"ini enak sekali baasan, kapan masakanku bisa seenak ini ?" kataku. Di meja makan.
"arigato Tenten-sama. Masakan anda juga enak kok _"
"Tenten..! bukan Tenten-sama. Kalian semua adalah keluargaku, panggil aku Tenten-chan. Ini permohonanku pada kalian. baasan, jii-san !"
Kulihat mereka berempat, (yah siapa lagi kalau bukan Omiko baasan, Ibiki, Ebisu, dan Genta jiisan') saling pandang, kemudian mengangguk paham. Aku tersenyum.
Tiiiiiiiiiittttttt tiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttt !
Suara klakson mobil terdengar.
"ah,,, Ino sudah datang. ! aku berangkat dulu semua. Jaga rumah ya " ucapku riang.
"ah.. ano Tenten-sam_, maksudku Tenten-chan. Apa perlu saya antar ?" kata Ibiki, dengan kepala menunduk hormat.
"tidak usah jiisan, aku berangkat dengan Ino. Jaa nee !" Akupun melenggang pergi.
Setibanya di depan gerbang kulihat Sahabat barbieku itu melambaikan tangannya kearahku. Jelas saja tak ada yang membukakan pintu, Genta jiisan sedang makan tadi. Ku langkahkan kakiku dengan pasti menuju mobilnya.
"kau telat Barbie !" ucapku dengan mengerucutkan bibir pura-pura kesal.
"maaf deh… Tadi Sai masih ngajak ketemuan dulu sebentar. Hehe. Ayo cepat masuk, ,"
"huft, !" sebelum masuk kedalam mobil Ino, aku sempat menengadah langit terlebih dahulu*kebiasaan lama.
Mendung. Yah, cuaca agak mendung siang ini. Tapi sepertinya tak ada tanda-tanda akan hujan. Kulihat jam digitalku, pukul 13.30. lewat 15 detik ?. tiba-tiba sebuah rasa aneh menyeruak dalam hatiku. Rasa yang sama seperti saat peristiwa yang menimpa kedua orang tuaku tiga tahun lalu. Di jam yang sama, detik yang sama, dan cuaca yang sama. Seperti de javu. 'Ayolah Tenten… ! hari ini takkan ada hal buruk, percayalah…!' gumamku.
"panda ! sampai kapan kau akan melamun hah ?" ino mulai menggerutu, dengan cepat aku masuk kemobilnya, khawatir si nona Barbie ini akan berubah menjadi nenek sihir ?.
.
.
.
"haaaaaaaaahhhhh….!" Aku menghela nafas panjang. Mencoba membuang perasaan aneh yang tak jua hilang dari dadaku. Aku tak mengerti apa yang akan terjadi. Dan aku tak mau sesuatu terjadi. Kenapa hidup selalu mempermaikan perasaanku seperti ini ?.
"nah ! indah bukan ? disini tidak terlalu ramai, juga tidak terlalu sepi. Makanya aku suka tempat ini. Oh.. iya, ngomong-ngomong lee kemana ?" ucap Ino yang duduk disebelahku di bangku taman. Matanya menatap lurus pada angsa-angsa putih di kolam yang berukuran lumayan besar. Rupanya mendung ini tak mampu mengalahkan keindahan taman sore ini.
"dia sedang ada di rumah, mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan besok.. katanya dosen pengampunya killer.." jawabku santai. Eh iya juga,.?! Aku lupa..! dari tadi aku belum membahas Lee sama sekali ya..?. ah…sial ! perasaan aneh ini muncul lagi. Apa akan terjadi sesuatu ?, ah tidak tidak. Jangan mulai lagi Tenten. Tenanglah, semua akan baik-baik saja.
"tapi tadi aku tak melihat motornya di depan rumah ?!" sontak aku menoleh. Benar juga. Jika dia ada dirumah, tentu motor dan mobil yang biasa dia gunakan terparkir jelas di depan rumahnya kan ? bukankah itu kebiasaannya ? tak pernah memasukkan motor atau mobilnya ke garasi. Jika motornya tidak ada, berarti dia pergi dengan motor, itu berarti dia tak ada di rumah, itu berarti dia… BOHONG..? apa-apaan ini ? sejak kapan lee bohong padaku ?. itu tidak mungkin. Tapiii…
Bip bibibip bpi…
Kutekan tombol call dilayar handphonku. aarrghh…
"tidak aktif ?"gumamku, yang tentu saja masih bisa di dengar oleh Ino. Oke … sekarang apa boleh aku khawatir ?
"hah ? panda, sepertinya sudah mau hujan. Kita pulang saja ya. Lain kali kita kesini lagi. . . aku tak mau kehujanan_" reflek aku dongakkan kepalaku. Benar kata Ino. Mendung awan semakin gelap saja. Bak balon berisi air yang kelebihan beban. Bisa meledak kapan saja. Akupun mengangguk. Entah kenapa hatiku jadi tak tenang. Perasaan ini, perasaan apa ini yang begitu mengangguku ?.
Kulihat lagi jam digitalku, sudah pukul 16.25 lewat 50 detik. Entah kenapa melihat angka detik yang bukan lagi lima belas membuatku agak bernafas lega. Kami berjalan agak santai, karena kebetulan mobil ino di parkir tak jauh dari tempat kami duduk tadi. Tiba-tiba siluet seseorang dari kejauhan menghentikan langkahku. Ino melakukan hal yang sama meski dengan alasan yang berbeda. "ada apa panda ?" tanyanya
"aku seperti melihat seseorang…"
"hei hei…. jangan membuatku takut dong…"
Aku tak menghiraukan igauan ino, aku masih sibuk mencari-cari siluet seseorang itu. Entah apa yang terjadi padaku sekarang ini. Tapi perasaan ini semakin tak enak saja. Jantungku berdebar lebih keras dari biasanya. Dan perasaan ini. Perasaan aneh ini, seolah menuntun jalanku menuju sebuah danau di balik beringin yang cukup besar. "heii panda !" aku tak menghiraukan teriakan Ino yang hanya mengekor di belakangku. Semakin dekat pada pohon itu, semakin cepat pula langkahku, aku tak tau mengapa bisa begini. Yang jelas jantungku, nadiku, berdetak kencang. Detakan yang sama seperti tiga tahun lalu.
Sembari langkahku yang makin cepat, kulirik arlojiku lagi, pukul 16.29, 59 detik. Siall ! ada apa ini ?.
Dan tiba-tiba langkahku terhenti dengan sendirinya, seiring dengan bola mataku yang membelalak. Jantungku serasa copot seketika. Nadiku berhenti. Aku bahkan kesulitan bernafas sekarang. Tenggorokanku tercekat. Tanganku bergetar hebat, air matapun membanjir tak terkendali, sementara ino hanya menganga tak percaya, melihat sosok di balik pohon itu.
Yah, sosok yang sangat ia kenal. Lee, kekasihku duduk di tepi danau, memeluk seseorang gadis. Yang sudah tentu bukan aku. Gadis bersurai merah jambu, menggelayut manja dalam pelukannya. Tawa bahagia mewarnai mereka. Aku melirik arlojiku. 16.30 lewat 13 detik ?. Aku masih tak bergeming di posisiku yang berada tak jauh dari pemandangan itu, namun sepertinya dua sejoli itu tak menyadari kehadianku dan ino.
14 detik…..
Mereka saling memandang lekat, kemudian mendekatkan wajah masing-masing. Kugigit bibir bawahku, berusaha Sebisa mungkin agar tangisku tak menimbulkan suara. Sementara Ino hanya menatap tajam dengan tangan yang mengepal.
15 detik….
Keduanya saling menyentuhkan bibir mereka dengan lembut. Reflek aku menutup mataku rapat. Hampir saja aku ambruk andai ino tak menyanggahku. Jadi, inikah jawaban dari perasaan aneh yang sedari tadi menggangguku. Apakah ini berarti aku akan kehilangan lagi, kehilangan orang yang kusayangi ?. aku tak tahan melihat pemandangan itu lebih lama. Aku hanya bisa berlari menjauh, menjauh dari tempat neraka itu, air mataku bahkan lebih deras dari hujan yang tiba-tiba saja menguyur tanpa aba-aba. aku bahkan tak peduli pada teriakan ino yang melengking memanggilku. Sungguh aku tak ingin bertemu siapa-siapa saat ini. aku hanya butuh sendiri. aku terus berlari menjauh. aku bahkan tak menoleh sedikitpun pada gerutu orang-orang yang ku tabrak kasar.
NORMAL POV
'kau bilang tadi mengerjakan tugas hah ?' lirihnya yang tentu tak ada seorangpun yang mendengar. Hujan makin deras. Ini benar-benar de javu, hanya saja peristiwanya yang berbeda. Oh waktu… sebenarnya apa yang kau inginkan dariku ?.
.
.
Langkahnya berhenti, entah apa yang tejadi padanya. kakinya menuntunnya kearah dua nisan yang bersebelahan. Ia sudah tak tahan lagi. Kakinya sudah tak mampu menopang berat badannya. Ia ambruk terduduk di antara dua makam itu.
"kaasan… tousan… aku benar-benar merasa sendirian sekarang…" lirihnya, bahkan hujanpun tak mampu menyembunyikan air mata gadis itu. Badannya bergetar, hujan ini begitu menusuk.
'apapun yang terjadi, kau tau kan… aku akan selalu ada disampingmu. Menguatkanmu saat kau lemah, mengingatkanmu bahwa kau tak sendiri di dunia ini. Masih ada aku dan ino yang akan selalu ada di belakangmu ketika kau butuh dorongan, berada disampingmu ketika kau butuh sandaran'
'Kau bohong lee, kata-katamu waktu itu hanya omong kosong ! kau pembohong ! nyatanya kau meninggalkanku sendiri, nyatanya kau malah melemahkanku, nyatanya kau tak benar-benar berada di sampingku. Kau memang ada di belakangku, mendoronku, mendorongku ke jurang. Sandaran apa ? sandaranmu itu tak pernah ada lee. Kau jahat….. kau jahat….!'
Gemuruh di hatinya tak kalah menggelegar dari gemuruh alam. Seolah apa yang terjadi di langit sore hari ini adalah refleksi perasaannya. Tangisnya makin menjadi. Hawa dingin yang membekukan tulang gumalang sama sekali tak digubrisnya. Namun tubuhnya yang bergetar hebat itu lebih jujur untuk menggambarkan bahwa gadis itu menggigil. "tousan… lee meninggalkanku, kaasan… lee mengecewakanku, tepat pada detik yang sama dimana dulu kalian dikebumikan, dijam yang sama, menit yang sama, cuaca yang sama. Apa yang harus aku lakukan tousan ?".
'apakah lee menyukai gadis feminim seperti gadis pink tadi ? bukan gadis tomboy sepertinya ?. arrgh ! mengingat gadis pink tadi malah semakin menggores hatinya.
Entah sudah berapa jam lamanya. Dia kembali melirik arlojinya. Pukul 18.30. 13 detik . surya sudah berucap selamat tinggal, dan malam gelap mulai datang. Hujan masih mengguyur, dan lihatlah sekarang ? bahkan dia melihat seolah hujan tak mengenai tubuhnya lagi. Apakah pikirannya memang sekacau itu ? atau hujanpun merasa kasihan dengannya.? Eh tunggu,,,! Hujan tak mengenainya ?
TENTEN POV
reflek aku mendongak. Aku tersentak, hingga Tubuhku sedikit terjungkal kebelakang. Bagaimana tidak, , ?! seorang pemuda yang entah darimana dan sudah sejak kapan, berdiri di belakangku, memayungiku ? hah ?.
"nona.. apakah anda baik-baik saja ?" suara baritonenya memecah deru hujan, aku tak bisa melihat dengan jelas seperti apa rupanya, hari sudah mulai gelap di tambah mataku yang seperti membeku . Dan sialnya kepalaku mulai pening. Tubuhku serasa kaku. Terlebih aku hanya memakai kaus lengan pendek hitam, dan jeans selutut, benar-benar membuatku mengigil hebat. Aku rasakan pandanganku mulai kabur dan entah bagaimana tiba-tiba semuanya menjadi … Hitam ?, yang aku dengar hanya suara pemuda tadi yang Nampak panic..
"nona…! Nona….!"
To be continued
Yosh, itu dia ceritanya…..
Gimana ? gimana ? gimana ? lebih ancurkah dari fanfic sebelumnya ?
Pliiissssss review. Aku hargai setiap pendapat readers mengenai cerita ini. Hanya saja dengan kata-kata yang baik yaaaaaaa…. "kritik dan saran adalah bahan bangunan gratis" *bukan berarti saya kuli bangunan ya ?!* abaikan !
Sekian, arigatoooooo bagi yang udah nyempetin baca, atau yang hanya numpang lewat….. \(^_^)/
