enam
Naruto © Masashi Kishimoto. Tidak ada keuntungan material apapun yang didapat dari pembuatan karya ini. Ditulis hanya untuk hiburan dan berbagi kesenangan semata.
Pairing: Suigetsu/Karin. Genre: Romance. Rating: T. Other note: didasarkan pada adegan sederhana di Naruto Gaiden chapter 10.
(Dari sebuah senja hingga kata tanya 'mengapa', sudahlah, biarkan saja, mereka sedang larut dalam hasrat bisu.)
#001 – senja.
Dia datang senja itu. Membentak Suigetsu. Memberitahu kenyataan dan memberi tanda di mana kekhilafan Suigetsu. Horizon tertawa dan tembok terkikik atas kesalahan Suigetsu, dan, yah, sudahlah, bukan hal yang harus dipedulikan pemuda itu. Selama dunia tidak menelannya atau menyentil keamanan dirinya. Sayangnya, Suigetsu bukan orang yang gampang mengaku salah dan Karin harus mendesak,
"Kau harus minta maaf pada Sarada!"
Oke, Suigetsu setuju, hanya dalam hati. Ia juga balik menuntut,
"Kau juga harus memberikan kacamata baru untuknya."
Dengan begitu, mereka bisa datang bersama pada Sarada kelak, bukan?
Bersama. Seperti senja dan matahari. Suigetsu mengangkat bahu ketika Karin berdecak dan menggeleng sambil memandangi benda kunci di atas meja; sebuah bukti kelahiran Sarada di dalam kotak, dan pemuda itu menatap jendela. Oh, senja sudah memboyong matahari dan bersembunyi di balik malam.
Jadi, kapan, Karin?
"Aku mau pulang sekarang."
#002 – teh.
"Tidak."
"Heeeh. Mau menahanku lagi untuk cerita konyolmu yang lain—setelah kau berhasil menipu anak Sasuke, hah?"
"Itu tidak sengaja, bodoh," Suigetsu berpaling. Kaki menapak melebarkan jarak. "Mana aku tahu. Kau juga bodoh, kenapa tidak memberitahuku soal barang-barangmu yang masih kausimpan di sini?"
Gemeletuk ujung sepatu Karin dan lantai mengusik Suigetsu. Dia pasti kesal dan ini pertanda untuk dua hal; barangkali dia tak sabar untuk pulang atau, yah, secara lumrah, tak sabar untuk melayangkan tamparan pada pipi Suigetsu. Tetapi Suigetsu lebih terusik pada kerongkongannya yang entah kenapa mendadak kering, padahal wanita itulah yang lebih banyak mengoceh (—dan mengomel.)
"Aku pulang sekarang."
Lelaki itu berpaling. Mudah baginya menemui mata Karin dan tak susah bagi Karin untuk kembali ke sepasang tempat di mana dia bisa menemukan masa lalu dan misteri masa depan yang tak ia perlukan (—namun ia butuhkan.)
"Bukan berarti aku bermaksud apa-apa, bodoh—tapi, aku punya teh yang baru kubeli."
Karin diam dengan mulut setengah terbuka. Senja di luar sepertinya mengundangnya untuk kembali membelah jalan dan kembali ke lab tempat dia mengasingkan diri dari hal-hal yang mengusik—tetapi ...
"Mau atau tidak?"
#003 – suara
Salah satu yang Karin sukai dari lab pribadinya adalah bunyi-bunyian alam yang harmoni. Serangga, tapak kaki rusa dan kucing-kucing yang berkejaran memperebutkan si betina, lalu bunyi monitor dan berbagai letusan kecil dan larutan kimia yang dia buat—dia suka. Bagaimanapun, dia adalah wanita ilmiah—dia menyebut dirinya sendiri dengan label yang tak ia peduli bagus atau tidak.
Lab Suigetsu di markas Orochimaru ini aneh, jika ia bermaksud membandingkannya dengan apa yang ia miliki.
Suigetsu nampak sibuk sendiri di konter. Padahal teh untuknya sudah tersedia di atas meja. Mata Karin terus membuntutinya dan dia rasa dia akan gila dengan keheningan yang mencekik ini.
Tetapi bukan berarti suara adalah segalanya.
Ada aroma teh yang membuatnya tetap diam. Berpikir. Bukan untuk hal-hal berbau biokimia, namun, hei, Suigetsu, kenapa kau menahanku di sini?
#004 – alasan
"Memangnya perlu?"
Karin selesai dengan tehnya. Ia memutar bola mata. "Aku pulang."
Suigetsu menghampiri meja bundar kecil itu lagi. Kali ini kopi. Dua cangkir. Ia menggeser cangkir tehnya dan Karin menganggap itu benar-benar konyol. Buat apa dia repot-repot menghabiskan apa yang dia bilang masih baru (dan pasti Suigetsu membelinya dengan uang yang ditimbang-timbang, haruskah ini kukeluarkan untuk teh saja?), hanya untuk membuangnya?
"Lalu, kaumau membuat perutku meremas dirinya sendiri, dengan kopi pekat setelah teh? Gila."
"Lalu alasanmu pulang hanya karena menolak kopiku? Tch," Suigetsu tertawa miring. Karin merasa seperti disalak anjing liar yang tak pernah dididik.
"Jadi alasanmu menahanku cuma gara-gara kopi barumu?"
Suigetsu tidak mau repot-repot membuang tehnya. Dia tetap berdiri di samping meja dan mengangkat cangkir putihnya. Menenggak kopinya sampai habis hanya sekali teguk. Betapa Karin ingin menghardiknya dan berteriak lantang, bodoh, minum sambil berdiri itu buruk untuk ginjalmu!
#005 – kapan
"Jadi, kapan?" ia selesai minum kopi.
Karin mengerutkan hidungnya. "Apanya?"
"Kapan kau mengunjungi Sarada?"
Karin mengabaikan bau kopi yang tiba-tiba saja membuatnya berhasrat. "Hah?"
Suigetsu yang memutar bola mata. Mengerutkan hidung. Menghardik pada tembok. Katanya pintar. Kenapa harus pura-pura bodoh, mau mencuri perhatian? Tidak perlu. Kau sudah punya.
"Kacamata."
Karin berdecak. "Kau cuma ingin bertanya soal itu?"
"Jadi aku bisa sekalian minta maaf pada Sarada, bodoh."
Lalu mendadak kata 'kapan' itu menjadi suatu misteri. Karin diam dan lama menunggu dirinya sendiri, juga heran kenapa dia malah menggantung dirinya sendiri di depan Suigetsu lama-lama hanya untuk hal yang sebenarnya bisa dia sanggah atau dia abaikan—dengan langsung beranjak pulang—dan itu semuanya menambah panjang antrian di belakang kata kapan.
.
.
"Akan kuhubungi nanti. Secepatnya."
"Ya sudah. Pulang, sana."
Karin menggerutu. Menggemeretakkan lantai dengan ujung sepatunya. Dia mendengus untuk terakhir kali, sebelum akhirnya berpaling dan meninggalkan Suigetsu begitu saja. Tanpa salam, apalagi senyum. Tanpa perhatian apapun yang sekiranya bisa membuat Suigetsu bergerak atau, paling mungkin, balas menghardik.
.
.
.
#006 – mengapa
Lalu mengapa Karin langsung setuju pada implikasi bahwa, ayo, kita bersama-sama menemui Sarada?
Lalu mengapa Suigetsu melakukan hal-hal impulsif bodoh yang sepertinya sangat konyol dan tak masuk akal dengan cara meramu teh dan meracik kopi hanya untuk menahan Karin, sementara dia bisa saja langsung bertanya?
.
Memangnya ada jawaban yang lebih mudah atau lebih sulit daripada,
—hasrat?
.
Suigetsu tak melepas Karin di senja itu. Karin tak meminta Suigetsu keluar untuknya untuk sebuah ujung senja yang dihabiskan bersama.
Tidak, tidak perlu.
Masih ada hari esok—atau barangkali esok, esok, esok, esoknya atau entah kapan—untuk dihabiskan berdua dalam sebuah perjalanan kecil menemui Sarada.
.
.
end.
.
a/n: hai fni, apa kabar?
.
.
p.s.: mini trivia: kenapa minum berdiri buruk untukmu? 1) kudunyahoo dot com ( /) index dot php?option=com_content&view=article&id=32:kenapa-tidak-boleh-minum-sambi-berdiri&catid=9&Itemid=213
www dot trussty dot com( /) 2013( /)06 ( /) drinking-should-be-done-while-sitting dot html
.
