A/N: SS here! Ini adalah prolog fic multichapter kami. Mengikuti jejak Sekar-san yang menggunakan bahasa Jerman, karena setting KKM banyak mengadung budaya Jerman maka kami juga menggunakan bahsa Jerman. Walaupun buta bahasa itu XP. Einleitung sendiri artinya prolog, sedangkan ein anderer Weg itu bermakna Cara Lain.
Kyou Kara Maou belongs to Tomo Takabayashi
Akimoto Aoi presents
Einleitung: ein anderer Weg
Langit hitam kelam tanpa gemerlap bintang. Awan kelabu mendominasi langit malam kali ini. Bulan perak bersinar pucat dalam diam. Angin melolong penuh pilu mengajak rumput dan dedaunan menari bersama. Malam yang sepi dan sendu, mencerminkan kesedihan yang mendalam.
Keadaan di luar senada dengan suasana yang menyelimuti ruangan kuil itu. Ruangan yang besar, luas dan nyaris kosong melompong. Hanya ada empat kotak berjejer teratur di salah satu ujungnya. Sementara di ujung lainnya, pintu kayu besar menatap kaku. Juga dua orang yang terdiam kaku. Seorang pemuda dan seorang laki-laki.
Sang pemuda berambut hitam itu duduk di atas sebuah kotak kayu persegi sambil menghela nafas panjang. Menggengam selembar kertas yang telah diremasnya habis. Ia melepas kacamatanya. Air mata mengalir dari mata hitamnya, merembes membasahi pipinya.
Tepat di depannya orang yang satunya, sang laki-laki berdiri tegak, membelakanginya. Mata birunya yang terang kini terlihat tak bernyawa. Rambut pirangnya temaram berkilauan. Wajahnya mengeras dan berkerut. Membuatnya terlihat jauh lebih tua dari usianya yang sebenarnya.
Mereka tenggelam dalam pikiran masin-masing, tapi satu hal yang nyata dari mereka. Rasa sedih dan frustasi yang membuncah.
Lelaki berambut pirang itu mendongak, menatap sinar bulan merayap masuk melalui celah atap ruangan itu. "Apakah harus seperti ini, Daikenja?" tanyanya nyaris terdengar seperti bisikan.
Pemuda yang ditanya sejenak diam. "Ya, Shinou. Sebenarnya aku juga tidak menginginkannya," jawabnya pemuda yang dipanggil Daikenja sambil menghapus air matanya. Nama sebenarnya pemuda itu adalah Murata Ken, ia reinkarnasi dari Soukoku Daikenja.
"Tch. Tak bisakah bukan ia?" tanya Shinou sambil menekankan di kata ia. Lagi-lagi keheningan mencekam di antara mereka berdua sebelum akhirnya Murata mengangkat bahunya. "Entahlah, seandainya saja bisa aku gantikan..."
"Kau tidak bisa menggantikannya. Jika kau menggantikannya jalur reinkarnasimu akan terus berlanjut!" balas Shinou, suaranya terdengar putus asa.
"Aku tahu... itulah mengapa, aku mencari cara lain..." Murata menghela nafas panjang dan berat, berusaha meringankan bebannya. "Tapi, hanya ini satu-satunya cara yang berhasil aku dapatkan."
"Itu amat sangat berat. Seandainya saja bisa aku gantikan..." Shinou membalikan tubuhya, menatap Murata yang tertunduk merenung dalam kesedihan.
Murata menggelengkan kepalanya pelan tapi pasti. "Kau tahu sendiri itu juga tidak mungkin," jawabnya perlahan. "Seandainya kau memiliki tubuh, mungkin bisa dilakukan..."
"Apakah harus ia?" tanya Shinou, lagi-lagi menekankan pada kata ia. "Tak bisakah orang lain? Seseorang selain ia?" suaranya terdengar penuh harap.
"Aku tak tahu, Shinou... mungkin saja bisa. Tapi... entahlah..." jawab Murata bimbang. Kemudian mata hitamnya berkilat penuh keyakinan, dan ia menambahkan, "mungkin bisa dilakukan. Tapi, sebaiknya kita tidak mengambil keputusan secara ceroboh. Hanya inilah satu-satunya cara yang pasti membuahkan hasil."
Sekarang giliran Shinou yang menghela nafas panjang dan juga berat. "Kita terpaksa melakukan ini. Karena hanya ini satu-satunya cara. Jika kita tidak melakukannya, justru akan menjadi jauh lebih buruk. Kita terpaksa mengorbankan dirinya demi kepentingan bersama... demi orang banyak dan perdamaian. Walaupun, aku dan juga kau tak suka ide ini..."
Murata mengangguk kaku. "Bukan cuman kita. Semua tidak akan suka ide ini, jika mereka tahu. Terutama keluarganya, Sir Weller dan Lord von Bielefeld."
Keduannya terdiam lagi. Dan Murata mendesah lirih nyaris terdengar putus asa dan tak rela,"seandainya saja ada cara lain." Mata hitamnya terpaku pada kertas yang telah hancur diremasnya. Air matanya kembali turun perlahan. Ia menangis dalam diam.
Shinou menatapnya prihatin. Ingin rasanya ia melakukan sesuatu untuk meringankan beban sahabat dihadapannya. Tapi, ia tahu tak ada yang dapat ia lakukan. Hatinya juga sakit seperti Murata. Hanya saja ia tahu, luka Murata jauh lebih besar dari pada miliknya.
Shinou tersenyum getir, mendekat kepada Murata. Dan mengelus pundaknya lembut. Berusaha paling tidak menenangkan dan menghiburnya. Murata mengangkat wajahnya. Tersenyum sedih pada Shinou sambil menghapus air matanya lagi.
Dan detik kemudian kedua kembali tenggelam dalam kepiluan. Ruangan kembali sunyi senyap. Sinar rembulan keperakan merayap masuk melalui celah atap sempit. Derik angin memenuhi kesunyian. Tak ada satupun sinar temaram bintang di hamparan langit biru tua sempurna. Malam yang begitu kelam seirama dengan kepiluan yang menyelimuti bangunan kuil itu.
Bagai seluruh dunia juga tahu masalah yang dimiliki kedua orang itu. Bagai seluruh dunia merasakan kepiluan dan kesedihan yang sama.
A/N: Di sini Hyuu! ^^ Yah, karena saya tidak bisa bicara banyak *jduak* jadi... mind to review? Arigato! :D
Akimoto Aoi
