Disclaimer : Masashi Kishimoto
Rated : M for scene Kill and Blood
Genre : Horor/Mistery
Pairing : SasuSaku
###
Konoha. Adalah nama sebuah desa kecil dan juga terpencil. Di mana keadaan alam desa itu masih sangat hijau. Hijau akan tumbuh-tumbuhan. Bahkan Desa Konoha merupakan desa penghasil jagung terbesar. Karena tumbuhan jagung itu sangat tumbuh baik di iklim seperti itu. Iklim yang sangat sejuk dan juga menyegarkan. Tak ayal banyak orang yang berlibur atau sekedar melepas stress dari pekerjaannya yang menumpuk.
Tak beda jauh dengan seorang gadis berambut merah muda bermata emerald, yang sedang menatap langit dari dalam mobilnya. Pemandangan langit yang berwana kemerahan. Menandakan sang surya akan digantikan tempatnya oleh sahabatnya, sang bulan. Gadis itu menempuh perjalanan jauh untuk menyegarkan pikirannya karena sering bermimpi buruk. Dan beberapa kali gadis itu menghela nafas berat. Seperti memikirkan sesuatu, sesuatu arti dari mimpi yang selalu menghantui tidurnya setiap malam. Sebuah mimpi bahwa dia berada ditengah-tengah sebuah ladang. Ladang jagung. Dan gadis itu melihat dirinya sendiri digantung di sebuah kayu berbentuk salib. Darah terus menetes dari pergelangan tangannya dan mulutnya. Setiap kali gadis itu sesudah memimpikannya, dia terbangun dan langsung muntah. Sampai menjelang pagi gadis itu tak tidur kembali. Tentu saja kekasihnya, sahabatnya dan juga keluarganya sangat mengkhawaritkan keadaanya ini.
Karena itu dia mengikuti saran salah satu sahabatnya untuk berlibur. Meskipun sahabatanya itu harus bekerja ekstra untuk mengajaknya. Dan akhirnya gadis itu menerimanya. Dia tak tega meliat wajah memelas sahabatnya waktu itu. Dan juga banyak sahabatnya yang tak tega melihatnya terus menerus murung. Mulia memang. Dia dan sahabatnya yang mengajaknya pergi berlibur tak sendiri. Namun, beberapa teman seprofesi sesama dokter maupun perawat rumah sakit bersama pasangannya pun ikut.
Seorang pemuda yang berada disampingnya pun memandang kekasihnya dengan tatapan khawatir. Dia menyentuh pelan bahu gadis itu dan menyadarkan lamuna gadis itu. Dengan suara beratnya pemuda itu berkata.
"Apa ada yang mengganjal pikiranmu?"
Gadis itu mengalihkan pandangannya dan menatap wajah kekasihnya yang sedang berkonsentrasi menyetir. Menggeleng lemah dan tersenyum. "Tak ada," jawabnya dan mengalihkan kembali pendangannya keluar jendela. Menikmati hembusan angin yang sejuk dan juga dingin. Membelai lembut rambut panjangnya.
"Coba kau hubungi, Ino. Tanyakan apakah kita sudah dekat dengan tujuan kita?" perintah Sasuke, nama pemuda berambut raven itu pada kekasihnya.
"Baiklah."
Gadis itu segera saja merogoh isi tasnya dibelakang jok. Mengeluarkan sebuah benda kecil berwarna merah muda, handphone miliknya. Mencari sebuah nomor di kontak. Setelah menemukannya, jemari gadis itu menekan tombol hijau. Tak selang beberapa lama sebuah suara seorang perempuan terdengar.
"Halo, Sakura… ada apa?"
"Ino, apa tujuan kita sudah dekat?" tanya gadis berambut merah muda itu yang diketahui bernama Sakura.
"Uhmm… sebentar lagi," jawab seorang gadis disebrang telepon.
Dan setelah mendengar jawaban dari temannya itu, Sakura segera saja menutup saluran teleponnya dan menaruh kembali didalam tasnya.
"Sakura wajahmu pucat," ucap Sasuke sambil menaruh punggung tangannya di dahi Sakura.
"Tidak panas… apa kau pusing?"
"Aku baik-baik saja… aku mau tidur. Bangunkan aku jika sudah sampai," ucap Sakura dan menyenderkan belakang kepalanya ke jok kursi mobil. Kemudian memejamkan kedua matanya. Tangan kirinya memijit pelan pelipisnya.
"Aku mendapat pirasat buruk tentang liburan kali ini," ucap Sakura tiba-tiba tanpa membuka kelopak kedua matanya.
"Seperti apa?"
"Entahlah..! Sulit dijelaskan."
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan..! Istirahatlah," ucap Sasuke dan mencium punggung tangan kanan Sakura. Menggenggamnya sambil terus menyetir.
Dan tak lama kemudian terdengar dengkuran halus dari dalam mobil itu. Sakura; nama gadis itu sudah tertidur dan menjelajahi alam mimpi. Namun, yang pasti… kali ini mimpinya tak indah. Melainkan sebuah mimpi buruk yang mungkin saja sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Dan juga terjawab sudah arti dari mimpi-mimpi yang selama ini dia cari.
-
-
"Hinata… apa kau mau minum?" tanya seorang pemuda berambut kuning spike sambil menyodorkan sebotol aqua.
Seorang gadis berambut indigo panjang menggeleng lemah dan terus memegang kepala dan perutnya. "Tidak perlu… oeekk..!"
"Eh… Hinata kau muntah?" tanya Naruto panik dan memberhentikan laju mobilnya dan merapat kesisi jalan. Diikuti oleh mobil satunya lagi yang juga ikut menepikan mobilnya.
Segera saja gadis berambut indigo itu keluar mobil dan memuntahkan semua isi perutnya. Kedua tanggannya memegang kepalanya erat. Sakit. Gadis itu merasakan sakit dikepalanya. "Pertanda apa ini?" batinnya dan mengelap sisa muntahan di bibirnya dengan punggung tangannya.
Seorang gadis berambut coklat di cepol dua turun dari mobil yang dinaikinya dan menghampiri Hinata lalu mengelus pelan punggungnya. "Hinata kau kenapa?" tanyanya dengan wajah khawatir.
Hinata memaksakan tersenyum di bibirnya. "Mungkin masuk angin saja. Tak perlu khawatir. Aku baik-baik saja," jawabnya dan berjalan kembali kemobil.
Naruto segera saja memegang kedua bahu Hinata dan memapahnya kedalam mobil. "Kau harus minum obat," ucapnya.
Gadis berambut coklat itu segera menuyusul Hinata dan Naruto. Dibelakangnya menuyusul seorang pemuda berambut coklat panjang.
"Ada apa, Hinata?" tanya pemuda itu dan menempelkan punggung tangannya di dahi Hinata.
"Aku tidak apa-apa, Kak Neji," jawab gadis itu dan menurunkan tangan kakaknya dari dahinya.
"Naruto aku ingin bicara," ucap pemuda berambut coklat itu yang dapat diketahui bernama Neji. "Ikut aku..!"
"Sebentar yach, Hinata. TenTen tolong berikan obat ini pada Hinata..!" ucap Naruto setelah memberikan obat pada TenTen, gadis bercepol dua tadi. Dan gadis berambut coklat itu menganggukkan kepalanya.
"Apa kau pernah melakukan 'itu' dengan Hinata?" tanya Neji serius ketika sudah cukup jauh dari jangkauan pendengaran Hinata dan TenTen.
"Eh, apa..! Tentu saja belum, kami 'kan baru tunangan," ucap Naruto tak kalah serius.
Neji menghela nafas lega. " Haaahh… syukurlah Hinata tidak hamil," ucapnya pelan.
Naruto yang kebetulan sedang menenggak air minuman di dalam botol langsung menyemburkan airnya tepat di wajah Neji. "Uhuukk… uhuuk… apa kau bilang barusan?" tanyanya di sela batuknya dan memandang Neji dengan tatapan polos.
Di wajah Neji tercipta urat-urat kekesalan. "Aku bilang syukurlah Hinata tidak hamil," geramnya dan mengambil sebuah saputanngan putih untuk menyeka wajahnya yang basah. "Dan kau tak perlu sekaget itu saat aku mengatakannya. Lihat apa yang kau perbuat. Wajah dan bajuku basah."
Naruto hanya tersenyum minta maaf pada kakak iparnya ini. "Maaf 'kan aku," ucapnya.
Neji berjalan begitu saja tak memperdulikan Naruto yang berusaha minta maaf padanya. Neji kembali masuk kedalam mobilnya dan mendekati mobil Hinata. Menyuruh TenTen agar segera cepat naik.
TenTen berjalan dengan tergesa-gesa menuju mobil Neji. "Apa yang tadi kau bicarakan dengan Naruto? Dan kenapa bajumu basah seperti itu?" tanyanya bertubu-tubi setelah berada di dalam mobil. Memasangkan sabuk pengamam pada tubuhnya.
Neji mendengus sebal. "Naruto menyemburkan minuman yang ada dalam mulutnya pada wajahku dan bajuku," ucapnya.
TenTen membuka tutup botol aqua yang dia ambil di jok belakang mobil. Menenggaknya perlahan dan menghadap Neji. "Memangnya apa yang kau katakan pada, Naruto?" tanyannya dan meminum kembali air botol aqua.
"Aku bilang syukurlah Hinata tidak hamil."
Byuurr…
TenTen menyemburkan air di dalam mulutnya tepat di wajah Neji. "Jelas saja Naruto kaget. Kau ini bagaimana sich. To the point sekali," cibir TenTen sambil mengelap mulutnya dan dagunya dengan punggung tangannya. Tapi, sedetik kemudian dia terseyum minta maaf dan mengelap wajah Neji dengan saputangannya.
Sudah tak terhitung kini ada berapa urat-urat kekesalan Neji di dahinya. "Kalian berdua sama saja," gumamnya.
-
-
Seorang perempuan berambut pirang panjang dan diikat tinggi kebelakang berdecak kagum dengan pemandangan yang ada dihadapannya. Sebuah rumah yang sangat megah dan berdiri dengan kokohnya. Rumah itu berlantai tiga dan memiliki banyak jendela. Pintu besar dengan dua daun pintu dan juga sebuah teras depan yang luas. Di belakang rumah itu terdapat sebuah kolam renang dan juga kebun tomat. Disamping kanan rumah itu ada ladang jagung. Dan disebelah kirinya ada kebun mawar merah. Walaupun sudah terbilang umur rumah itu sudah sangat tua. Itu menurut pengurus rumah ini yang sekarang berada disampingnya.
"Usia rumah ini sudah 200 ratus tahun. Walaupun begitu tatanan rumah ini masih tidak ada yang berubah. Hanya perbaikkan di beberapa tempat saja. Dan juga kami mengecat ulang rumah ini," jelas pengurus rumah itu. Wajahnya sangat pucat dan berambut hitam panjang. Tatapan matanya seperti ular.
Perempuan itu terseyum dan mengulurkan tangannya pada si pengurus rumah itu. "Bagus… kami sewa rumah ini untuk dua minggu kedepan. Soal pembayarannya akan kukirim kerekeningmu," ucapnya. Lalu, mengalihkan pandangannya pada tunanganya yang sedang sibuk mengeluarkan barang bawaan dari dalam mobil. Mengampirinya lalu membantunya mengeluarkan barang-barang.
Tiin… tiin…
Suara klakson mobil membuat keduanya terlonjak kaget. Dan mengelus dada mereka, mengetahui bahwa yang datang teman-teman mereka. Satu persatu dari mobil yang datang itu keluar tiga orang pria yang tampan-tampan. Ketiga pria itu berjalan kearah Ino dan tunangannya, Sai.
"Apa kalian sudah lama?" tanya Naruto sambil meninju pelan lengan Sai.
"Tidak, kami juga baru sampai. O, ya, kemana dengan tunangan kalian?" tanya Sai dan menjulurkan lehernya untuk meliat belakang ketiga pemuda itu. Berharap ketiga perempuan itu ada dibelakang punggung mereka.
"Sakura dan Hinata sepertinya tak enak badan," ucap TenTen tiba-tiba disamping Sai.
"Hwaaaa… TenTen kau mengagetkanku," ucap Sai dan mengelus-ngelus dadanya.
TenTen tersenyum minta maaf dan menepuk-nepuk pundak Sai. "Maaf mengagetkanmu," ucapnya.
Lalu, tak lama kemudian dua orang gadis keluar dari masing-masing mobil. Kedua wajah mereka sangat pucat, seperti tak ada darah dalam kulit kedua gadis itu. Jalan mereka sedikit terhuyung ketika mendekati semua orang yang ada disana. Tunangan kedua gadis itu segera membantu mereka dan memapahnya.
"Sasuke aku mau istirahat," ucap seorang gadis berambut merah muda dan menyenderkan kepalanya di bahu Sasuke.
"Aku ingin berbaring di atas tempat tidur," ucap seorang gadis berambut indigo panjang sambil memegangi kepalanya.
"Ino… antar kami..!" ucap Sasuke dan menggendong Sakura dipunggungnya. Kepala gadis itu terkulai lemah di pundak Sasuke.
Hal yang serupa pun dilakukan Naruto. Dia menggendong Hinata didepan dadanya.
TenTen, Sai dan Neji menatap Sakura dan Hinata aneh.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada Sakura dan Hinata?" pikir mereka semua.
-
-
Seorang gadis bermabut indigo panjang memandang keadaan disekelilingnya. Gelap. Tak ada penerangan secuil pun. Dengan hati-hati gadis itu melangkahkan kakinya. Tak tau kemana arah tujuaanya. Gadis itu terus berjalan dan berjalan, hingga dia tiba di suatu tempat dia berhenti berjalan. Kedua alis gadis itu berkedut. Menyadari bahwa dirinya ada di depan sebuah rumah yang sangat megah. Di samping kanannya ada ladang jagung dan disamping kirinya kebun mawar merah. Namun, karena gelap mawar itu terlihat berwarna hitam.
Kedua kaki mungilnya yang tak pakai alas kaki melangkah dengan ragu untuk mendekati rumah itu lebih dekat. Jantungnya berdetak tak karuan. Di hatinya hinggap perasaan takut teramat sangat. Keringat membasahi poninya dan turun keleher putihnya.
Wuuusshh..!
Namun, tiba-tiba saja angin berhembus kencang membuat beberapa anak rambutnya ikut terbawa. Gadis itu memejamkan kedua mata lavedernya. Sebuah suara lembut dan lemah terdengar samar-samar. Sebuah suara meminta tolong. Hinata membuka kembali kedua mata levendernya ketika angin itu berhenti menerpa tubuhnya.
Rasa takut kembali menjalari hatinya. Kini suara itu semakin terdengar jelas ketika Hinata mendekati ladang jagung. Gadis itu masuk keladang jagung dan matanya terbelalak lebar ketika melihat seseorang yang sangat dia kenal. Tubuh orang itu diikat diatas kayu yang tinggi ditengah-tengan ladang seperti sebuah benda untuk mengusir burung gagak.
Wajah orang itu dipenuhi oleh cairan merah pekat darah. Kepalanya terkulai lemah ke arah kanan, dan bisa terlihat sayatan memanjang di leher sebelah kirinya yang mengeluarkan darah. Kedua pergelangannya diikat di masing sisi kayu dengan sebuah kawat. Juga terdapat banyak sayatan di pergelangan tanganya dan tak juga berhenti meneteskan darah. Di perutnya tertancap sebua pisau, dan banyak bekas tusukan yang juga mengeluarkan darah. Mulutnya tak henti-hentinya batuk mengeluarkan darah. Namun, satu hal yang pasti Hinata mengenal sosok itu. Sosok bertubuh langsing milik seorang gadis dan memiliki warna rambut… merah muda pendek yang hampir seluruhnya berwarna hitam karena darah.
"Kyaaaaa..!!" Hinata berteriak histeris.
"Ta… Nata… Hinata… kau kenapa?" tanya seorang gadis bermabut pirang panjang sambil mengguncangkan bahu pelan Hinata.
"Hwaaa… hah… hah.." Hinata seketika terlonjat bangun dan berusaha mengatur nafasnya agar tertatur. Dia telungkupkan kedua tangannya ke wajahnya. Menyeka keringat yang membasahi dahinya dan rambutnya. Kemudia melirik seorang gadis berambut pirang yang tengah duduk di sisi tempat tidurnya dengan ekpresi wajah khawatir. "Ino."
"Kau tak apa, Hinata? Kau tadi berteriak kencang sekali? Aku sampai kaget mendengarnya," ucap Ino dan mengambi segelas air putih di atas meja di samping tempat tidur Hinata.
"Maaf," ucap Hinata lirih dan menerima gelas air putih dari tangan Ino. Menenggaknya sedikit demi sedikit.
"Mimpi buruk, eh?
"Uhm, bisa dibilang seperti itu."
Hinata menyerahkan kembali gelas yang tinggal seperempatnya saja pada Ino. Kemudian mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan yang sekarang dia tempati. "Ino, di mana ini?" tanyanya dengan alis terangkat.
Ino mengulum senyumannya. "Ini adalah sebuah rumah yang aku sewa khusus untuk acara berlibur kita," jawabnya dan beranjak berdiri melangkah menuju pintu keluar kamar Hinata. "Ayo bangun..! malam ini kita akan pesta jagung bakar. Semua orang sekarang sedang mempersiapkan segala sesuatunya."
"Pesta jagung bakar? Dari mana kau mendapatkan jagung ditempat terpencil seperti ini?" tanya Hinata dan menaikkan sebelah alisnya kembali. Dahinya sedikit mengerut. Lalu, dia pun turun dari tempat tidurnya dan menyusul Ino yang sudah berjalan keruang tamu.
Ino terkikik geli dan dengan gemas menyubit kedua pipi Hinata. Sang pemilik pipi yang dicubitnya hanya meringis kesakitan dan menjuhkan kedua tangan Ino dari pipinya.
"Kau ini menggemaskan sekali, Hinata. Hihihi… kau lupa yach kalau kita berlibur ke sebuah desa pengasil jagung terbaik. Dan sekarang semua orang kecuali Sakura sedang mengambil beberapa jagung di ladang jagung di samping rumah ini."
Deg…
Hinata segera memegang kepalanya. Tiba-tiba saja keringat dingin kembali membasahi wajah dan dahinya. Kedua lututnya sedikit bergetar dan terasa lemas seketika. Kedua matanya terbelalak lebar. "La… ladang jagung?" tanya Hinata pada dirinya sendiri. Karena sosok Ino sudah menghilang dibelokan menuju ke halaman samping.
Langsung saja tubuh Hinata merosot begitu saja kelantai marmer yang dilapisi oleh karpet coklat itu. Hinata tak kuasa untuk membendung tangisnya lagi. Dia terisak di dalam rumah itu. "A… apa arti dari mimpi itu sebenarnya?" tanya Hinata lirih.
Kemudian Hinata memilih bangkit dari duduknya dan dengan langkah gontai membuka pintu halaman samping. Yang menuju jalan ke sebuah ladang jagung. Dia melihat dari balkon teras itu ditengah-tengah ladang jagung berdiri orang-orangan untuk mengusir burung gagak. Dia jadi teringat kembali mimpinya yang melihat sosok salah satu sahabatnya digantung seperti itu.
Hinata menghela nafas panjang. "Haahh… tak ada gunanya dipikirkan terus menerus. Lebih baik aku bergabung dengan yang lainnya," ucapnya dan mendekati teman-temannya yang sedang memetik jagung.
Kemudian tak beberapa lama ketika Hinata masuk keladang jagung itu. Dia melihat seorang pemuda berambut kuning spike. Senyum jahil terlukis di bibir mungilnya. Lalu,Hinata berjalan mengendap-ngendap, berusaha tak menimbulkan suara sekecil apapun. Dan ketika Sasuke melihat Hinata dibelakang Naruto. Dia hanya menaikan sebelah alisnya dan menatap Hinata bingung. Ketika baru saja Sasuke mau membuka mulutnya namun jari telunjuk Hinata yang dia taruh di bibirnya sendiri, yang berarti diam. Akhirnya Sasuke tak jadi mengatakan sesuatu dan pura-pura dengan kembali keaktivitasnya memetik jagung.
Namun, Naruto ternyata mengetahui kedatangan Hinata karena melihat bayangan tubuh Hinata sendiri di sampingnya. Alhasil Naruto juga berpura-pura dengan aktivitas memetik jagungnya. Dan ketika melihat bayangan Hinata sudah dekat. Langsung saja Naruto membalikkan tubuhnya menghadap Hinata. Dan tepat bibir mereka bertemu. Wajah keduanya memerah seketika. Hinata yang menyadarinya langsung saja mundur beberapa langkah menjauhi Naruto.
"Ma.. maaf 'kan aku, Na… Naruto."
Naruto nyengir lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya. Kedua tangannya dia taruh dibelakang kepala. "Ehehe… tak ada yang perlu di maaf 'kan, Hinata."
Sasuke mendengus dan pergi meninggalkan mereka berdua dengan wajah sedikit memerah. Ketika hendak kembali ke dalam rumah dia meliat adegan cuiman lagi antara Ino dan Sai. Bertambah lah semburat merah di kedua pipi putihnya itu.
"Mereka ini…" gerutunya dan melangkahkan kakinya dengan cepat kedalam rumah. Kemudian pergi kedapur. Membuka lemari es, dan mengambil segelas botol air dingin. Menenggaknya sampai habis. "Segarnya… Sakura apa masih tertidur?" tanyanya pada dirinya sendiri. Karena tidak ada yang sedang bersamanya saat itu.
Lalu, Sasuke dengan hati senang berjalan menuju kamar Sakura di lantai dua. Setelah sampai dia ketuk pintu masuk kamar Sakura.
Tok… Tok.. Tok..
"Sakura… apa kau masih tidur?"
"…"
Hening.
Tak ada jawaban dari Sakura. Akhirnya Sasuke memutuskan untuk masuk saja. Dan dia melihat Sakura masih terbaring tertidur di atas tempat tidurnya dengan nyenyaknya. Tak mau membangunkan akhirnya Sasuke memilih duduk ditepi tempat tidurnya. Memperhatikan wajah Sakura yang sedang tertidur seperti seorang bayi.
"Wajahnya polos sekali jika sedang tertidur."
Sasuke memajukan sedikit wajahnya untuk melihat wajah Sakura lebih dekat. Dari dahinya yang sedikit lebar, lalu kedua kelopak mata yang tertutup sempurna itu. Kemudian, hidungnya yang mancung. Bibirnya yang mungil berwarna merah muda.
"Bibir," batin Sasuke dan teringat kembali pemandangan yang dilihatnya barusan. Pemandangan ciuman antara Naruto dan Hinata. Ino dan juga Sai. "Aku juga ingin merasakannya."
Glek…
Sasuke bersusah payah menelan ludahnya sendiri. Jantungnya berdetak tak karuan. Wajahnya semakin dia dekatkan dengan wajah Sakura. Sasuke menutup kedua matanya.
Cup…
Bibir Sasuke dengan sukses menyentuh bibir Sakura. Dia tak menyadari bahwa kini Sakura telah membuka kedua matanya. Ketika Sasuke membuka kembali kedua matanya dia terkejut. Namun, tak dilepasnya juga bibirnya dengan bibir Sakura. Onyx bertemu dengan emerald. Tiba-tiba saja…
Plakk…
"Aww…"
"Apa yang kau lakukan padaku bodoh?" tanya Sakura kasar dan mengacungkan tinjunya di depan Sasuke yang sekarang terduduk di lantai sambil memegangi sebalah pipinya. Dari pipi Sasuke kini bisa terlihat bekas tapak lima jari Sakura berwarna merah. Kekuatan yang dahsyat.
"Aku 'kan hanya menciummu, Sakura. Lagi pula aku 'kan tunanganmu."
Sakura menurunkan kepalan tangannya. Dia tersenyum minta maaf sambil menjulurkan lidahnya. Kini semburat merah dengan sukses tercipta di pipi putihnya. "Aku tadi hanya refleks saja," ucapnya dan dengan segera turun dari tempat tidurnya dan membantu Sasuke berdiri. Menundudukkannya ditepi tempat tidurnya. Mengelus-ngelus pipi Sasuke yang memerah karena pukulan refleksnya.
"Sasuke… aku…"
"Hn, apa?"
"Aku tadi bermimpi lagi kalau aku sedang diikat di sebuah kayu di tengah-tengah ladang jagung. Semua tubuhku berlumuran darah," ucap Sakura dengan suara bergetar.
Sasuke terperanjat dengan pengakuan Sakura. Dia menatap Sakura dengan wajah kasihan. "Sudah berapa kali kau memimpikannya, Sakura?" tanyanya serius dan memegang kedua bahu Sakura erat.
"Dengan sekarang jadi lima kali. Aku merasa akan ada sesuatu yang menimpaku. Sasuke… jika aku mati apa kau akan tetap mencintaiku?" tanya Sakura tiba-tiba.
Sasuke tak menjawab dan langsung menarik tubuh mungil Sakura kepelukannya. "Sstt… jangan berbicara yang tidak-tidak," ucapnya dan mengelus rambut merah muda Sakura.
Hinata yang sudah kembali dari ladang jagung. Dan tak sengaja melewati kamar Sakura akhirnya mendengar apa yang di ucapkannya. Dia semakin ketakutan dengan mimpi yang dia alami sama persis dengan mimpi yang Sakura alami. "Mungkin 'kah Sakura…"
Bersambung…
Hoho… bisa juga bikin fic nie dan mempublishnya…
Fic colab dengan sahabtku yang bernama Nakamura Kumiko-chan…
Sebenarnya fic nie terinspirasi dengan judul film 'The Crow' jadi, jika ada sedikit kesamaan tolong di mengerti. Tp, akan kami usahakan berbeda jalan ceritanya…
Akhir kata
R
E
V
I
E
W
S
Salam manis Megu & Miko-chan^^
