A/N : Ah, saya numpang nunggak penpik mc lagi ya di sini /rebahan, digiles/ Btw, di sini ada yang baca Grisha Trilogy? Saya udah baca yang buku pertama (Shadow and Bone) sama buku kedua (Siege and Strom) dan lagi dalam tahap ngebaca buku ketiga (Ruin and Rising). Btw, pengaran Grisha Trilogy ini namanya Leigh Bardugo, kalian harus tahu dia itu rajanya php sama plot-twist :" saya sampai kejang-kejang baca buku dia /GAGITU. Daan, intinya penpik ini saya buat gara-gara nggak puas sama buku Siege and Strom (meski tetep ada buku ketiga sih lol). Sengaja saya taruh A/N di atas biar pada nggak bingung (atau memang tetap bingung?). Semoga kalian menikmati penpik dengan awalan A/N panjang ini ya XD

Dan nggak perlu khawatir, ini nggak masuk plagiat karena ngambil atasannya Siege and Strom kok, mungkin awal di sini sama, tapi ke sana bakal saya bedain (karena sejak awal saya juga udah bikin lanjutan Siege and Strom sendiri /PLAK). Di sini Fon dijadikan dua untuk mengisi dua peran Mal (yang diisi oleh Fon) dan Sang Kelam (yang diisi oleh Fong), semoga nggak ada yang ketuker ya ;;w;; tadinya sih mau pake chara lain, tapi saya dilema harus siapa, yaudah deh pake babang Fon aja /PLAK. Cara bedainnya juga inget aja Fon itu matanya karamel kayak Fon biasa, dan Fong matanya hitam.

Ada beberapa hal yang mau saya jelasin di sini. Fong yang sebagai Sang Kelam itu tadinya Tangan Kanan Raja sekaligus pemimpin tertinggi para Grisha, tapi dia membelot dan diusir dari istana, terus berusaha nguasain kerajaan (jadi nanti kalo saya nulisnya pake 'Sang Kelam' maksudnya 'Fong' ya). Mammon di sini perannya sebagai Alina, seorang Grisha (semacam penyihir) yang disebut Pemanggil Matahari (karena dia bisa memanggil cahaya yang terangnya sama seperti matahari), Pemanggil Matahari ini cuma ada Mammon sendiri, yang lainnya ada Pemanggil Badai (bisa memanggil angin kencang jadi mirip badai) sama Pemanggil Gelombang (memanggil gelombang air). Fon yang perannya sebagai Mal adalah sahabat masa kecil Mammon, dia seorang Pelacak dari Tentara Pertama. Ada lagi yang namanya Penguat Gelombang, itu benda yang digunakan para Grisha untuk memperkuat sihir mereka. Grisha sendiri banyak macamnya, ada yang Pemanggil (mereka ordonya disebut Etherialki), ada yang menciptakan barang-barang (mereka ordonya disebut Fabrikator), dan yang terakhir ada Penyembuh dan Pengoyak Jantung (ordonya disebut Corporalki). Untuk membedakan ordo para Grisha, Fabrikator memakai kefta ungu, Etherialki memakai kefta biru, dan Corporalki memakai kefta merah. Hanya Fong alias Sang Kelam yang boleh memakai kefta hitam. Kefta itu sendiri adalah pakaian khusus para Grisha, desainnya bisa cari di Gugel /dihajar.

.

.

.

Title: Last Hope

Disclaimer: Katekyou Hitman Reborn by Amano Akira

Grisha Trilogy by Leigh Bardugo

Warning: Grisha Trilogy!AU, BL, OOC, Fon dibuat menjadi dua orang, typo(s). Alternative ending dari Siege and Strom.

.

.

.prolog.

.

.

Untuk yang telah menyaksikan kekejaman dalam penyerangan di Os Alta:

Tak akan pernah ada jalan ke luar dari kegelapan

.

.

Suasana kacau tak terkendali, hasil semua latihan dan persiapan mereka hanya memberi pengaruh kecil pada gerombolan nichevo'ya yang dibawa Fong untuk menyerang Os Alta. Grisha yang tersisa hanya bisa dihitung oleh jari, sementara pasukan Pemanggil Matahari sudah cukup terpukul mundur dan hanya bersenjatakan beberapa senjata untuk menembakkan timah panas. Teriakan, erangan, dan seluruh suara keras lain bersatu padu. Mammon sendiri sudah cukup lelah terus memanggil cahaya, namun ia tahu jika ia tak melakukannya maka mereka akan tamat, menjadi santapan hewan buas dari kegelapan itu.

"Menyerahlah, Mammon," kata sebuah suara yang begitu tenang, membelah setiap suara lain yang lebih keras di sana—suara milik Sang Kelam, Fong. "Menyerahlah dan aku akan menghentikan semua ini."

Gokudera menyiapkan dinamitnya, sementara para tentara Pemanggil Matahari menyiapkan lagi senapan mereka.

"Lihat ke sekelilingmu, Mammon," kata Fong. "Kau tak bisa menang, kau hanya bisa melihat mereka mati. Datanglah padaku dan aku akan membebaskan mereka—para prajuritmu dan para Grisha yang melayanimu."

Mammon merasa inilah mimpi buruknya, mimpi buruknya yang sesungguhnya—bahkan jauh lebih buruk ketimbang ketika ia bermimpi menempelkan bibirnya dengan bibir Fong dan berciuman panas. Para nichevo'ya ada di sekeliling mereka, mengepung mereka dari atas, samping, dan depan mereka, mendesak mereka untuk segera menyerah pada penguasa kegelapan. Mereka membutuhkan keajaiban untuk dapat ke luar dalam keadaan hidup-hidup, dan Mammon tahu ia tak bisa melakukannya.

Gokudera menggeram, pemuda itu memasang kuda-kuda siap melempar dinamitnya, bersiap meledakkan Fong serta mulut sialannya—setidaknya itulah yang dipikirkannya.

"Tahan," perintah Mammon pada pemuda perak itu.

"Kami masih bisa mengeluarkanmu dari sini, Mammon," bisik Gokudera.

"Tahan," ulang Mammon lagi, kali ini lebih ditekankan.

Para tentara Pemanggil Matahari melonggarkan pertahanan mereka, Gokudera mendecih, namun akhirnya kembali menaruh kembali dinamitnya, meski sebenarnya ia masih tetap menggenggam bom itu.

"Apa penawaranmu?" tanya Mammon tanpa diduga.

Fon membelalakkan mata, Gokudera segera memandangi pemuda Grisha di sampingnya, kepalanya menggeleng kuat-kuat tanda bahwa ia sama sekali tak setuju. Tapi Mammon tak peduli. Jika ada kesempatan yang membiarkan mereka tetap hidup, maka ia akan mengambilnya.

Fong menaikkan sudut bibirnya. "Menyerahlah dan datang padaku, Mammon. Mereka akan kubiarkan pergi melalui lubang kelinci itu dan bebas."

"Bebas?" bisik Lampo dengan bibir serta sekujur tubuh gemetaran.

"Dia berbohong," kata Fon cepat. "Dia selalu melakukannya. Jangan terpengaruh, Mammon."

"Aku tidak membutuhkan kebohongan selama Mammon ingin ikut denganku," kata Fong.

"Dia tidak menginginkan sedikitpun hal darimu!" bentak Fon seraya menggeram.

"'Tidak'?" ulang sang penguasa kegelapan—Fong—dengan nada bertanya, lalu menahan tawanya. Lampu gereja kecil membuat rambut hitamnya berkilauan. Mammon dapat melihat wajahnya, wajah pria itu kurus, tapi entah bagaimana senyum lembut dapat terlukis di bibirnya dan membuatnya lebih tampan. "Aku sudah bilang otkazat'ya—orang yang terbuang—itu tak akan pernah bisa mengerti dirimu, Mammon. Aku sudah mengatakan bahwa dia hanya akan ketakutan padamu dan kekuatan yang ada dalam dirimu. Katakan padaku bahwa itu salah."

"Kau salah," kata Mammon dengan suara bergetar. Sesuatu menyeruak dari dalam dirinya, mencoba merobohkan kata-katanya barusan.

Fong menggelengkan kepalanya, masih dengan senyum yang bertahan di bibirnya. "Kau tidak bisa berbohong padaku, Mammon. Kau pikir bagaimana aku bisa terus muncul di hadapanmu dan hanya kau yang bisa melihatku? Kau memanggilku, dan aku menjawabmu," katanya.

Mammon menahan napasnya, dadanya berdetum tak karuan. Sumpah ia sama sekali tak bisa percaya kata-kata pria itu. "K- kau… kau ada di sana?" tanyanya gemetaran.

"Di dalam Fold, di dalam Istana Kecil, kemarin malam di dalam mimpimu—ya." Seringai picik menggantikan senyum lembut itu ketika menjawabnya.

Mammon mundur beberapa langkah, kakinya serasa tak mampu menopang berat tubuhnya namun ia tetap berdiri. Pemuda berambut sebahu itu teringat mimpinya semalam, bunga tidurnya yang memimpikan sang penguasa kegelapan, ia dapat mengingatnya dengan jelas. Tubuh pria itu menindih tubuhnya di atas kasurnya, bibir mereka bersentuhan, dan mereka berciuman panas. Lidah mereka beradu di dalam, dan Mammon masih ingat bagaimana rasanya ketika organ merah muda pria tersebut menyentuh kerongkongannya. Ia teringat lagi bagaimana mata hitam pria itu yang menatapnya dingin, seringainya yang membuatnya gemetaran, dan jemari dinginnya yang menelusuri pipi sang Pemanggil Matahari.

Fong menyeringai, ia mulai menyukainya—menyukai wajah ketakutan dan syok Mammon serta bagaimana setiap inci tubuhnya gemetar karenanya.

"Itu tidak mungkin…," kata Fon setelah Mammon tak mampu membalas apapun dari jawaban pria penguasa kegelapan itu.

"Kau tak akan paham bagaimana aku bisa membuatnya mungkin, Pelacak," sahut pria bermanik hitam itu tenang.

"Mammon—"

"Aku sudah melihat siapa kau sebenarnya, Mammon," kata Fong, memotong perkataan Fon. "Aku sudah melihatnya dan aku tak akan pernah berbalik, tidak akan pernah sekalipun. Apa dia bisa melakukannya, Mammon?"

"Kau tidak tahu apapun tentang dia!" bentak Fon.

"Kemarilah, pergi bersamaku. Dan semua ini akan berhenti—ketakutanmu, kebimbanganmu, semua pertumpahan darah ini. Lepaskan pemuda itu, Mammon. Lepaskan mereka semua," sambung Fong lagi, mengabaikan perkataan pemuda sahabat kecil Mammon sedari dulu.

"Tidak…," jawab Mammon pelan, dengan ketakutan menguasainya. Namun ia tahu, ada sesuatu yang lain dalam dirinya dan berteriak keras untuk menerima ajakan itu, ya.

Fong terdiam, ia menghela napas panjang. "Bawa dia," titahnya.

Dari belakang Fong muncul seseorang dengan langkah tertatih-tatih, seolah setiap kakinya melangkah membuatnya kesakitan. Mammon membelalakkan matanya. Itu Alaude.

"Jangan lakukan apapun padanya!" teriak pemuda berambut sebahu itu kalap.

Fong menyeringai semakin lebar. "Perlihatkan pada mereka."

Seseorang di belakang mereka berteriak, Mammon tidak tahu itu siapa. Tanpa diduga, dari belakang mereka muncul seseorang yang tampak kacau, terlihat beberapa gigitan di tubuhnya. Mammon tak tahu siapa dia—ia sempat tidak tahu. Namun begitu manik violetnya berhasil mengidentifikasi rambut coklat sosok itu serta warna matanya yang senada, Mammon segera menahan napasnya.

"Haru…," panggilnya terkesiap.

Haru tampak kacau, sangat kacau. Rambut coklatnya yang biasa terkuncir kuda itu tampak tak terawat, bahkan ada beberapa yang sampai mencuat. Wajahnya kotor, dan kefta yang dikenakannya sobek di sana sini. Ada darah kering yang masih membekas di beberapa bagian tubuhnya. Dia tak seperti Haru, Haru yang dulu menggedor pintu kamar sang Pemanggil Matahari dan cerewet itu, Haru yang selalu menemaninya selama Mammon dalam masa pelatihannya di Istana Kecil pertama kali—itu bukan Haru yang dikenalnya.

"Aku sudah berusaha sebisaku, Mammon," kata sang penguasa kegelapan memecah hening yang mencekat di sana. "Kalau kau tak lari dariku, seluruh Tentara Kedua akan tetap pada tempatnya. Para Grisha ini akan tetap hidup, dan Pelacakmu akan bahagia bersama resimennya. Bagaimana? Apa itu cukup untukmu? Apa kau akan membiarkanku menghentikan semua ini? Sejak awal aku hanya menginginkanmu, Mammon."

Tidak ada harapan untukmu. Satu-satunya harapanmu adalah lari dari sini dan jangan pernah mencoba kembali. Alaude benar tentang itu semua. Mammon diam-diam menyesal, menyesal karena telah bersifat sombong dengan kembali ke mari, menyesal karena menyeret semua orang yang ada di sana—baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup—ke dalam masalah rumit ini, menyesal karena telah bertaruh dengan semua yang dimilikinya namun ia memang bukan tandingan pria berwajah oriental di depannya itu.

"Kau meratapi setiap orang yang terbunuh di Novokribirsk, juga orang-orang yang terbunuh dalam kapal yang memasuki Fold. Tapi apa yang ada meski mereka tetap hidup? Sebuah peperangan tiada akhir? Apa bedanya dengan orang-orang yang tewas di sini? Kita bisa mengakhiri semua ini, Mammon. Berdua." Fong mengulurkan tangannya, wajah dinginnya tetap sama, namun entah bagaimana semua itu terlihat tampan di mata Mammon.

Mammon meneguk ludah. Itu masuk akal, semua kata-kata pria bermanik hitam di depannya ini hanyalah satu-satunya yang dapat diterimanya sekarang. Perang ini selesai, semua perjuangan mereka sudah tamat. Sudah waktunya mereka menerima realita bahwa memang sia-sia melawan makhluk setengah monster di depan mereka.

Semuanya selesai, dari lubuk hati yang terdalam Mammon mengakuinya, mengakui bahwa ia telah kalah. Semenjak mereka bertatap muka di depan pengadilan dalam tenda Grisha, semenjak Fong mendekat dan berdiri di depannya pertama kali, sejak Fong menggenggam tangannya untuk melihat kekuatan tersembunyi dalam dirinya, pria berkepang itu telah menguasainya—semuanya yang ada di dalam dirinya. Ia hanya tak pernah menyadarinya.

"Aku mengerti," jawab Mammon pelan, nyaris setengah berbisik.

"Mammon!" Fon membentaknya.

"Kau akan membebaskan mereka semua? Semuanya?" tanya Mammon putus asa.

"Kita membutuhkan pelacak itu—untuk menemukan burung api," jawab Fong.

"Dia harus bebas. Kau tak bisa mendapatkan kami berdua," sergah Mammon.

Fong terdiam, tapi kemudian mengangguk. Mammon tahu ia pasti akan mendapatkan cara untuk mendapatkan kembali Fon, tapi Mammon hanya ingin sahabatnya sedari kecil itu pergi hidup-hidup dari sini.

"Aku tidak akan pergi ke manapun!" kata Fon berkeras.

Mammon menoleh pada Gokudera dan G. "Bawa dia pergi dari sini. Aku tidak peduli jika itu berarti kalian harus membopongnya," titahnya.

"Mammon—"

"Kami tidak akan pergi! Kami masih bisa bertarung!" Gokudera ikut berkeras.

"Kau akan melakukannya," sahut Mammon dingin.

G menggelengkan kepalanya. "Kami mengabdikan hidup kami untukmu, Mammon. Hidup kami ada untuk melayanimu."

"Kalau begitu lakukan itu sebagai perintahku!" Mammon menatap mereka lekat-lekat. "Gokudera Hayato, G, kalian akan membawa semua orang ke luar dari sini dengan selamat!" titahnya. Pemuda berambut sebahu itu memanggil cahaya, dan cahaya itu keluar dari telapak tangannya, menyinari mereka.

Gokudera menggeram seraya membiarkan air mata menuruni matanya, G menggigit bibir bawahnya kuat-kuat dengan tangan terkepal erat. Tapi mereka membungkukkan badan, tanda mengerti perintah dari sang Pemanggil Matahari.

Fon menatap pemuda yang dicintainya itu dengan mata membelalak. "Apa yang kau lakukan?"

"Aku menginginkan ini, Fon." Aku membutuhkannya. Mammon memperbaiki jawabannya dalam hati. Pengorbanan atau keegoisan sudah tak dapat dibedakan dalam hal ini.

"Aku tidak percaya padamu," desis Fon.

"Aku tak bisa terus lari dari diriku yang sesungguhnya, Fon. Aku tidak bisa mengembalikan Mammon yang dulu, Mammon yang sangat kau cintai, Mammon yang merupakan sahabatmu sejak kecil dari Keramzin yang juga sama mencintaimu. Tapi setidaknya, aku bisa membuatmu bebas dari semua ini," kata Mammon panjang lebar.

"Kau tak bisa melakukannya… kau tidak bisa memilihnya…!" kata Fon berkeras.

"Kita bahkan tak punya pilihan lain, Fon. Inilah pilihan yang terbaik," balas Mammon.

Pemuda berwajah Asia itu menggeleng. "Ini tidak benar, ini salah," katanya. Ia menatap Mammon dengan wajah memohon. "Tolong, Mammon. Kita tidak bisa membuat ini semua berakhir seperti ini," pintanya lemah.

Mammon menjulurkan tangannya, menyentuh pipi pemuda itu lembut, menelusuri tulang rahangnya. Ia menelan ludah pahit, ini pemuda yang dicintainya, ia selalu ingin bersama pemuda ini, tapi takdir telah membuatnya—mengharuskannya—untuk memilih pria yang telah berumur entah sudah berapa ratus tahun yang tengah berdiri di depannya, pria penguasa kegelapan yang sempat juga ia cintai sebelum ia sadar memang hatinya hanya untuk sahabat masa kecilnya tersebut.

"Aku mencintaimu Fon—aku mencintaimu untuk seumur hidupku. Tak ada akhir dalam kisah kita," kata Mammon tulus, namun ia tahu ada dusta dalam perkataannya—bahwa tetap ada akhir dalam kisah mereka. Dan kisah itu berakhir dengan ia harus menyerahkan dirinya pada Sang Kelam.

"Mammon—"

Pemuda berambut violet itu lebih dulu memotong, ia memajukan wajahnya, mencium lembut pipi Fon. Ini ciuman terakhir, Fon, batin sang Pemanggil Matahari. Mammon mundur sejenak, kemudian berbalik dan melangkah mendekati Sang Kelam yang telah menunggunya.

"Mammon!" Fon berteriak, namun G segera menahannya tanpa menatap kepergian Grisha Pemanggil Matahari tersebut dan betapa kacaunya Fon yang tengah ditahannya—Mammon tahu semua itu tanpa menoleh ke belakang.

Fong berdiri tegak menunggunya, menunggu Pemanggil Mataharinya. Senyumnya tampak lebar, tapi Mammon melihat senyum itu sebagai sebuah seringai kemenangan untuk sang penguasa kegelapan. Yah, ia memang menang—kau memang menang Fong, bagian terdalam dalam diri Mammon tertawa keras, menertawainya dan menertawai kebodohannya yang sempat membuatnya berpikir bahwa ia mampu mengalahkan orang itu.

"Satu-satunya makhluk yang sama denganku, satu-satunya orang yang memiliki kekuatan yang sama denganku, satu-satunya orang yang berhak ada di sampingku. Dan sampai kapanpun tak akan pernah ada yang sama dengan kita berdua." Fong menyambut Mammon bahkan sebelum pemuda itu sampai di depannya. Mammon berjalan lurus, terus menatap wajah pria berkepang di depannya. Satu per satu, nichevo'ya yang dipanggil Fong menyingkir dari jalan sang Pemanggil Matahari, membiarkan pemuda itu terus berjalan dan sampai di depannya.

Mammon menggigit bibir bawahnya sejenak, mengecap pahit dalam salivanya sebelum akhirnya mendongak dan menatap mata Fong yang berwarna hitam. "Aku milikmu. Seluruh hidupku, kekuatanku—semua itu milikmu," katanya.

Fong menyeringai puas, ia mengulurkan tangannya dan Mammon meraihnya, menggenggamnya. Mammon tahu Fon tengah melihatnya dan ia sama sekali tak ingin sahabatnya itu melihat adegan selanjutnya. Fong mensejajarkan wajahnya dengan pemuda mungil itu, dan perlahan wajah mereka berdekatan, lalu bibir mereka bertemu. Ciuman itu tak hanya menempelkan bibir saja, karena selanjutnya Fong melesakkan lidahnya ke dalam mulut Mammon, membiarkan organ merah muda mereka beradu dan saling bergulat.

Mammon merasakannya, merasakan hasrat dan nafsu sang penguasa kegelapan padanya—hasrat akan sang Pemanggil Matahari dan nafsu untuk menguasai kekuatannya. Tapi di saat yang sama Mammon juga merasakan kekuatan Fong mengalirinya, kekuatan kegelapan, kekuatan dari Fong sang Kelam yang merupakan Heretik Hitam, kekuatan dari dalam Shadow Fold.

Tiba-tiba Mammon merasa bodoh, bodoh karena tetap berusaha melawan pria itu meski kekuatan mereka sama sekali tak sebanding, kenyataan bahwa kekuatan yang dimilikinya hanya hal kecil untuk dapat diatasi Fong. Mammon tak melawan selama ciuman mereka berlangsung, ia membiarkan, melepaskan seluruh ketakutan, seluruh rasa bersalahnya, seluruh ketidakberdayaannya, membiarkan Sang Kelam menginvasinya.

Setiap pasang mata yang ada memandangi mereka tanpa berkedip, terkesiap. Bukan karena melihat adegan berlabel dewasa di depannya, melainkan karena melihat betapa pasrahnya sang Pemanggil Matahari dalam kendali Fong dan melihat ketidakberdayaan sang Grisha. Begitu ciuman itu berakhir, Mammon jatuh tak sadarkan diri. Fong menangkapnya dengan lengan kekarnya, menyeringai penuh kemenangan.

"Gadisku… gadis kesayanganku, gadis yang sangat kucintai…," Fong mendekatkan wajahnya pada telinga Mammon, lengkap dengan seringai yang terlukis di wajah tampannya. "Kau tak akan pernah bisa lari dariku, Mammon. Kau selalu menjadi milikku, milikku selamanya," lanjutnya.

Pria itu lalu menatap wajah-wajah yang tadi bersama dengan sang Pemanggil Matahari, lalu menaikkan sudut bibirnya. "Bawa mereka pergi dari sini. Kita akan sangat sibuk setelah ini," titahnya pada nichevo'ya, makhluk kegelapannya.

"Aku tak akan pergi kecuali bersamanya!" erang Fon masih dalam kuncian G.

"'Bersamanya'?" ulang Fong seraya menatap pemuda itu dengan tatapan mengejek. "Kau sudah pernah bersamanya, Pelacak. Dan seingatku kau sudah membuangnya tepat di malam itu—malam di mana kau tengah mencoba menciumnya."

"Jadi benar kau berada di sana?" geram Fon.

"Kau tak tahu apapun mengenai pemuda ini, tidak sedikit pun," kata Fong seraya menaikkan dagunya.

"Kau yang tidak tahu apapun tentangnya!" bentak si pemuda berkepang.

Fong tertawa keras. "Lihat apa ini, satu manusia yang berusaha keras terlihat sejajar dengan kedudukan kami!"

"Kau—!"

Tanpa diduga, Mammon membuka matanya dan dengan cepat menyambar tangan Fong, kemudian membawa tangan yang lebih kekar darinya itu ke tanduk Morozova yang melingkar di lehernya, lalu memanggil kegelapan yang merupakan kekuatan sang penguasa kegelapan. Kegelapan ke luar secara tanpa henti di sekeliling mereka, membuat semakin banyak nichevo'ya dan berbagai makhluk kegelapan lain ke luar dari sana terus menerus.

Mammon sadar semuanya, sadar mengapa Fong sangat membayanginya, sadar mengapa mereka dapat saling memanggil satu sama lain hingga tak seorangpun mengetahui, sadar mengapa ia dapat merasakan kekuatan Fong dalam genggamannya, dan sadar kenapa Fong lebih memilih membuatnya menggunakan Penguat Gelombang Morozova dan Rusalye dan bukan untuk dirinya sendiri.

Karena dia takut. Dia takut padanya, pada kekuatan dalam dirinya.

"Apa yang kau lakukan?!" tanya Fong dengan berteriak.

"Apa yang seharusnya aku lakukan!" jawab Mammon balas berteriak, masih berfokus untuk memanggil kegelapan lebih banyak lagi.

"Kau akan membunuh kita berdua sekaligus!" teriak Fong. Namun Mammon tetap memanggil kegelapan itu. Ia sudah tahu—tak peduli.

Mammon masih terus memanggil, dan kegelapan itu menjawabnya, terus bermunculan dan mengeluarkan berbagai makhluk kegelapan. Ia tak peduli jika ia mati, selama pria itu tewas, maka ia akan melakukan apapun, bahkan jika itu artinya adalah menyusul pria itu juga ke neraka. Ah ya, neraka. Mammon terkekeh geli mengatakan itu. Tak ada surga yang mau menerimanya, nirwana tak pantas untuk seorang Grisha yang membunuh orang-orang di desa Novokribirsk untuk memuaskan keserakahan Fong, seorang Pemanggil Matahari yang meninggalkan orang-orang di kapal yang ada di dalam Fold, dan berbagai dosa lain yang terlalu banyak untuk diurutkan satu per satu. Hanya neraka yang tersisa untuknya.

"Mammon!" Fon berteriak di belakangnya. Mammon merasakan ada sebuah lengan kekar yang melingkari pinggangnya, berusaha untuk menariknya kembali dari semua itu—lengan Fon. Kalau pemuda Asia itu mampu melepaskan diri dari kuncian G, pasti itu sebuah keajaiban. Namun Mammon tetap berkeras memanggil kegelapan itu hingga mencapai batasnya. Pria di depannya harus mati, harus jika itu berarti demi kebaikan Kerajaan Ravka.

DUAR!

Ledakan keras tercipta tak lama setelahnya, membuat Mammon terpental dan mendarat keras di lantai gereja. Darah mengalir turun dari dahinya, menghalau indra penglihatannya.

Sudah selesai, batin Mammon. Seluruh tubuhnya terasa lemah, ia bahkan merasa tak memiliki kekuatan hanya untuk menggerakkan satu jaripun. Manik violetnya mencoba melihat ke arah lain, membuatnya menemukan tubuh pria berkepang yang memunggunginya dan memakai kefta hitam—satu-satunya kefta yang diperbolehkan berwarna hitam sebagai tanda dialah sang penguasa kegelapan. Mammon menghela napas lega, berpikir bahwa inilah akhirnya. Fong mati, dan ia akan ikut menyusulnya pergi.

Srek…

Mata sang Pemanggil Matahari tak terlepas dari tubuh itu, bahkan ketika tiba-tiba tubuh itu berangsur bangkit dari posisinya. Mammon ingin membelalakkan matanya, namun ia tak punya tenaga lagi. Ia ingin menahan napasnya, namun napasnya sendiri sudah sangat samar dan mengancam kehidupannya. Ia nyaris sekarat.

Tawa Fong bergema di gereja yang telah hancur itu, menghancurkan kembali harapan mereka bahwa sang penguasa kegelapan telah tewas, menarik mereka kembali ke jurang keputusasaan.

"Kau tak pernah berhenti menarik perhatianku, Mammon. Tidak sekalipun. Apa yang kau lakukan selalu di luar pemikiranku," kata pria berkepang itu seraya tertawa sinting, tak peduli pada darah yang berjatuhan dari dahinya dan ujung bibirnya. Mammon menatapnya tanpa tenaga, semuanya terasa sia-sia, ia ditenggelamkan lagi pada kenyataan ia memang bukan tandingan pria ini.

"Tapi, sepertinya ada bayaran yang harus kau ambil dari semua tindakanmu itu," kata sang penguasa kegelapan melanjutkan. Bibirnya membentuk seringai licik tanda kemenangan.

Mammon tak mengerti apa maksudnya, namun ia mengikuti arah tatapan pria itu dan bersusah payah berguling ke belakangnya. Begitu berhasil, kedua bola matanya membulat. Terbaring tak jauh darinya, tubuh Fon dengan cairan merah pekat sebagai alasnya. Kedua matanya tertutup, dan beberapa bagian tubuhnya penuh luka. Pastilah karena ia tadi berada di belakang sang Pemanggil Matahari, pastilah ia juga merasakan dampak dari ledakan itu. Mammon merasakan napasnya kembali memburu, ia mencoba menggerakkan tangannya, meski rasanya seluruh gerakan pada tubuhnya begitu menyiksanya.

"Fon…," panggil Mammon lemah, tangannya mencoba menyentuh tubuh pemuda yang ada di depannya, namun pada detik itu juga tangannya jatuh ke tanah karena tak mampu menopang beratnya tanpa sempat menyentuh tubuh pemuda berkepang itu.

Ini salah. Ini tidak benar. Mammon menjeritkan hal itu dalam dirinya. Ini salahnya, karena ia tetap berkeras mengira dapat menjatuhkan Sang Kelam dengan bayaran nyawanya, namun pada akhirnya pria itu masih hidup, ia tak mampu bergerak, dan Fon tewas.

"Sudah sadar apa konsekuensimu, Mammon?" tanya Fong lagi. Mammon mendengar suara langkahnya yang terseret-seret, lalu mendengar bunyi tubuh jatuh ke tanah, tepat di sampingnya—Fong menjatuhkan dirinya dalam posisi duduk.

"Seperti apapun, kau tetap milikku. Aku sudah menawarimu kebebasan pelacak itu—" Fong mendekatkan wajahnya, berbisik tepat di telinga Grisha mungilnya, "—dan kau telah membunuhnya."

Mammon benar-benar membelalakkan matanya, batinnya menjerit-jerit tak karuan. Ia ingin menjambak helaian rambut violetnya, lalu menepis fakta itu jauh-jauh darinya. Namun bagian dalam dirinya menyetujuinya, menyetujui kata-kata Fong bahwa ia telah membunuh pemuda sahabat masa kecilnya sekaligus orang yang selalu dicintainya.

Kau membunuhnya—aku membunuhnya. Mammon meneriakkan itu terus menerus tanpa suara.

"Jangan khawatir, Mammon. Sebentar lagi kau tak akan melihat ini lagi—dan kau akan menjadi milikku selamanya." Fong menyentuh pipi pemuda mungil itu, kemudian menelusuri tulang pipinya dengan jemarinya yang dingin.

"Berhenti sampai di sana!" teriak G seraya melemparkan beberapa pisau yang sengaja disimpannya. Namun dengan mudah Sang Kelam menangkapnya dengan tangannya yang lain.

"Bedebah," geram Fong seraya melempar kembali pisau-pisau itu sembarang arah. G tak memedulikan itu, ia berlari cepat ke arah sang penguasa kegelapan, kemudian membuat posisi berupaya mengoyak jantung pria tersebut. Fong mengangkat tangannya, bersiap melakukan 'Tebas' pada tubuh lelaki itu. Mammon membelalakkan mata, ia ingin berteriak, tapi suaranya tak ke luar, dan Gokudera lah yang menggantikannya.

"G! MENYINGKIR!"

Sang Kelam lebih dulu mengayunkan tangannya ke bawah, membuat sebuah lengkungan hitam yang bergerak menuju G. G sempat berkelit ke kiri, namun terlambat dan lengkungan itu menebas bahu kanannya, membuat luka vertikal sepanjang bahu hingga dadanya. Gokudera berteriak kacau, ia berlari menghampiri kakaknya dan mengguncang tubuh lelaki yang lebih tua beberapa tahun darinya itu.

Mammon yakin sekali pasti saat ini Fong tengah menyeringai lebar. Jemari sang penguasa kegelapan yang tadi menyentuh pipinya kini naik dan tangannya menutup mata violet Mammon, menghalangi pemuda berambut sebahu itu untuk melihat lebih jelas apa yang terjadi. Mammon sempat melihat semua yang terjadi dari rongga kecil yang tak tertutup jemari sang penguasa kegelapan. Ia melihat Gokudera mengguncang keras tubuh kakak kembarnya, wajah Lampo yang semakin ketakutan, wajah Haru yang masih tampak kacau, tubuh Fon yang tetap terbaring kaku di depannya—

—sebelum akhirnya semuanya gelap, tertutup kegelapan.

.

.

.end prolog.

.

.

A/N : Gimana prolognya? Aneh? Ada yang kurang? Sori banyak kekurangan di penpik ini, Author's Note-nya juga kelewat panjang orz Mungkin kalo ada pembaca yang udah baca buku Shadow and Bone pasti ngerti, atau udah ada yang baca Siege and Strom pake pdf? Saya baca Siege and Strom versi pdf gegara penerbit Indo belom ada yang nerjemahin sih :"3 Kalau ada yang kurang, jangan ragu buat nanya ya /o/ Oh oh! Jangan lupa review ya! Saya tunggu semua review kalian lho! Semua kritik, saran, komen, dsb selalu saya tunggu! Terima kasih sudah membaca! XD

-Salam-

Profe Fest