"Jae..." Ucapnya seraya mengusap pipi seorang anak laki-laki yang kini terbaring di tempat tidur UKS.
Anak itu membuka matanya perlahan, "D-Dae..." Ucapnya lirih saat melihat laki-laki yang kini tengah menatapnya.
"Bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" Tanyanya khawatir.
Anak itu hanya menggeleng, "Aku baik-baik saja." Ia tersenyum.
"Kenapa kau memaksakan dirimu untuk mengikuti lomba lari itu? Kau akan membahayakan dirimu sendiri Jae, kau-"
"Dae, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin berlari. Aku ingin seperti mu, seperti anak yang lain. Aku ingin seperti kalian. Apa aku salah?" Tanyanya.
"Jae... Yoo Youngjae, dengarkan aku. Aku tahu kau sangat menginginkannya, tapi aku lebih menginginkan kau dalam keadaan baik-baik saja. Kau tau betapa khawatirnya aku disaat aku melihat kau kesakitan?"
Jung Daehyun selalu mengkhawatirkan kondisi sahabatnya, Yoo Youngjae. Ia tahu sahabatnya tidak seperti dirinya. Ia memiliki kelainan pada jantungnya. Ia dilahirkan dengan jantung yang lemah. Daehyun mengetahui kondisi sahabatnya itu disaat mereka masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Mulai saat itu, Daehyun berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi Youngjae. Karena baginya, Youngjae seseorang yang berharga. Ia tidak ingin kehilangan Youngjae.
"Dae, aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah berumur tujuh belas tahun." Youngjae mendudukan dirinya. "Aku mau pulang."
"Aku antar." Daehyun berdiri dan meletakkan tangannya di belakang leher dan di balik lutut Youngjae. Ia mengangkat tubuh Youngjae.
"Hei Dae, aku bisa jalan sendiri." Katanya seraya menatap mata Daehyun.
"Jae, biarkan seperti ini." Daehyun tersenyum.
Youngjae memalingkan wajahnya dan menutupnya dengan jaket.
Daehyun hanya tersenyum dan berkata, "Maaf."
Daehyun membawa Youngjae keluar lingkungan sekolah dan memanggil sebuah taxi. Ia mendudukan dirinya dan Youngjae di kursi penumpang. Sepanjang perjalanan pulang, Daehyun terus-menerus memperhatikan Youngjae. Ia menggenggam tangan Youngjae.
"Jae." Panggilnya.
Yang dipanggil hanya diam dengan mata yang tertutup. Kepalanya bersandar di pundak Daehyun. Hembusan nafasnya terasa lembut saat bersentuhan dengan leher Daehyun. Daehyun hanya tersenyum melihatnya. Taxi yang mereka tumpangi pun berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua dengan cat berwarna abu-abu yang menambahkan kesan elegan rumah itu. Setelah membayar taxi tersebut, Daehyun menggendong Youngjae yang tertidur dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Akhirnya kalian datang." Kata seorang perempuan cantik yang kini tengah menghampiri mereka dengan pakaian serba putihnya. "Bagaimana keadaan Youngjae?" Tanyanya seraya menatap wajah Youngjae yang tertidur pulas.
"Dia baik-baik saja Sunhwa Noona." Jawab Daehyun.
"Syukurlah, aku sangat khawatir saat kau memberitahukanku bahwa Youngjae pingsan di lapangan. Aku bahkan tidak bisa segera pergi ke sekolah kalian. Aku noona yang buruk." Ucap Sunhwa seraya menundukan kepalanya.
"Noona, aku mengerti. Kau seorang dokter. Kau pasti sangat sibuk. Aku yakin, Youngjae pun mengerti akan kesibukanmu." Jelas Daehyun yang kemudian tersenyum.
"Terimakasih Daehyun, ah! Aku hampir lupa. Ini..." Sunhwa memberikan sebuah bungkusan kepada Daehyun. "Ini obat untuk Youngjae. Aku tidak bisa berlama-lama disini, masih banyak pasien yang harus aku tangani. Daehyun, aku mohon temani Youngjae. Aku aku akan pulang larut. Orang tua kami pun sedang berada di luar negeri. Aku mohon temani Youngjae." Tutur Sunhwa.
Daehyun terkekeh, "Noona, tanpa noona memohon pun aku akan menemani Youngjae. Aku akan terus menemaninya selama yang aku bisa. Itu pasti Noona."
Sunhwa tersenyum, "Terima kasih, Daehyun. Aku pergi dulu." Sunhwa pun berjalan meninggalkan Daehyun dan menutup pintu rumah.
Sepeninggalnya Sunhwa, Daehyun segera menaiki anak tangga dan masuk ke sebuah kamar bercat biru langit dengan beberapa rak buku yang berdiri menghimpit dinding di samping kanan dan kiri meja belajar yang tertata rapi. Daehyun membaringkan Youngjae di sebuah kasur berukuran standart dengan bed cover berwarna putih. Daehyun tersenyum melihat wajah Youngjae. Ia duduk di tepi kasur dan mengusap pipi Youngjae. Merasakan hal itu, Youngjae membuka matanya dan mengerjapkannya.
"Aku tertidur, maaf." Ucapnya. Ia menatap Daehyun. "Mengapa kau selalu melakukan itu padaku? Kau terlalu memanjakanku, Dae."
"Bukankah aku telah mengatakannya padamu? Karena aku menyayangimu. Aku mencintaimu, Jae." Jawab Daehyun yang kemudian menggenggam tangan Youngjae dan menciumnya.
"Kenapa? Kau pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku, Dae. Kau tahu tentang kondisiku. Cepat atau lambat aku akan hmmp..." Perkataan Youngjae terpotong karena Daehyun yang kini sedang menautkan bibirnya pada bibir Youngjae.
Daehyun melumatnya lembut dan kemudian memisahkan bibir mereka.
"Aku mohon, jangan katakan itu. Aku tahu Jae, aku tahu. Maka dari itu, aku akan melindungimu. Aku tidak ingin kehilanganmu. Aku mencintaimu, Youngjae."
Youngjae terdiam. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ini sudah yang kesekian kalinya Daehyun mengatakan bahwa ia mencintainya.
"Jae, kita makan ya. Kau harus minum obat. Tunggu sebentar, aku akan membuatkan makan siang untukmu." Daehyun beranjak dari tempatnya dan menuju dapur.
Setelah Daehyun berlalu, Youngjae tetap berada pada posisinya dan menyentuh bibirnya.
"Aku juga mencintaimu, Dae." Ucapnya lirih.
Hai, I'm so glad that we can meet again. This is my another story about DaeJae. Fanfic ini masih bersambung. Dan pasti akan aku lanjutkan as soon as possible. Tapi, aku akan sangat sibuk dalam beberapa minggu kedepan ;-; I have to do something that we called 'OSPEK' Sampai jumpa di chapter dan fanfict-ku selanjutnya~ ^^. Mind to review? Thanks a lot
