Aloo readers, lama ga bikin atau update cerita nih :smile:

Beelzebub:"dasar author sok beken" :facepalm:

Ga peduli, yang penting hepi

Beelzebub:"halah, malah iklan"

apanya yang iklan? fitnah itu! fitnah!

Beelzebub:"sorry readers, author cerita ini sedang kehabisan stok obat gila, oh ya, daripada kalian baca note GaJe ini, kalian baca saja fic dibawah ini, ane mau bawa authornya dulu ke tempat pemotongan hewan, selamat membaca, hope you enjoy it" :thumb:

Heh?


Twilight Serenade

.

.

"Wah! Pemandangannya indah sekali dari atas sini!", teriak seorang gadis yang bersandar di tepi geladak pesawat atau tepatnya balon zeppelin, dengan takjub. Mata hitam jernihnya berbinar-binar menyisir ujung cakrawala berlukiskan mega yang terlihat jelas dengan hiasan semburat tipis merah menyala diatas geladak alat transportasi antar Negara buatan Republik Schwatzvalt yang terkenal dengan berbagai penemuannya itu. Pemandangan tersebut sebenarnya bukan hal baru bagi penduduk kota Payon sepertinya yang mana setiap sore bisa menikmati hal serupa dari desa yang dibangun diatas dataran tinggi di daerah kekuasaan kerajaan Rune Midgard. Namun bisa melihat keindahan matahari terbenam dari atas benda melayang yang baru pertama kali ia naiki adalah sesuatu yang benar-benar berbeda jika dibandingkan ketika melihat dari balkon lantai dua rumah kayu didesanya. Pemandangan itu cukup indah baginya, karena tak ada ujung pepohonan ataupun awan menghalangi jarak pandang seperti didesanya, sehingga sanggup menyulut senyum polos di bibir merah jambu gadis gunung itu. Sebuah senyum indah merekah yang seolah mengembang di terpa angin senja ketika berhembus menggerai mahkota hitam panjang dikepalanya sehingga melambai-lambai searah elemen simbol kebebasan itu, bersamaan bulatan orange kemerahan perlahan tenggelam diujung barat dan membiaskan sebagian warnanya dilangit yang mulai menghitam.

Tak jauh darinya, seorang pemuda memperhatikannya. Pemuda berpakaian hampir serba putih. Lebih detailnya, Ia mengenakan celana panjang berbahan kain dengan pola unik dari kombinasi warna merah, kuning, biru melingkar diujung lubang kaki, baju tanpa lengan dengan bagian pundak serta punggung atasnya berwarna merah serta tepian berwarna kuning diujung lubang ketiak dan area dada, baju itu diikat menggunakan sabuk berwarna hitam layaknya pakaian seorang Taekwon Master. Ya, dia memang seorang Taekwon Master, sebuah profesi yang sangat jarang ditemui karena kalah pamor dengan profesi-profesi lain yang saat ini memiliki jenjang lebih tinggi dari profesi tersebut.

Pemuda itu tengah tertawa pada gadis tadi. Tawa renyah yang terdengar mengusik daripada bersahabat ditelinga si gadis, padahal ia tidak bermaksud demikian. "Apa yang lucu!", seru gadis yang mengenakan pakaian mirip hanbok dengan bagian rok rumbai-rumbai berwarna hitam diatas lutut, seraya berbalik pada pemuda itu dengan muka cemberut.

"Tidak... bukan apa-apa", pemuda itu menjawab singkat, berdiri berkacak pinggang dibelakangnya, suaranya sedikit bergetar karena sisa tawa belum hilang sepenuhnya dari bibirnya.

"Bohong! Kamu pasti menertawakanku yang terlihat kampungan! Ia,kan?", sanggah si gadis ketus sembari mengambil satu langkah mendekat sehingga guratan ekspresinya tampak jelas dimata safir pemuda berambut putih panjang itu. Pemuda itu tidak menjawab ataupun bergerak dari tempatnya, malahan tawa ringan terdengar darinya yang sekarang mencoba memasang tampang cool seolah mencoba memadamkan api emosi sebesar biji jagung dalam gadis itu. Tapi seumpama benar itu usahanya, pemuda itu sepertinya gagal total karena api itu mulai sedikit membesar, membuat gadis itu semakin sebal padanya, terlihat dari kedua tangan mengepal erat, tatapan tajam bak seorang pembunuh sadis lalu disusul reaksi liarnya yang berbalik mencengkeram pagar pembatas dimana sebelumnya ia sandari dan meremasnya sekuat tenaga. ia berharap, seharusnya leher pemuda itu yang merasakan kekuatan jari-jarinya. Namun diatas geladak yang ramai tentu saja ia tidak ingin sifat kekanak-kanakan yang selalu ia tunjukkan pada pemuda yang sebenarnya adalah kakak angkatnya itu menjadi pusat perhatian. Sambil mendengus kesal, terpaksa ia mengurungkan niatnya. Mencoba menahan harimau gunung dalam dirinya yang masih belum puas sebelum mendaratkan cakarnya pada pemuda itu dengan berusaha cuek dan mengalihkan pikirannya pada apa yang sebelumnya ia nikmati sebelum dia datang dan merusak mood-nya menggunakan tawa yang baginya terdengar seperti Wraith ketika menemui ajal. Cara tersebut berhasil, tidak sampai semenit rasa kesalnya perlahan-lahan memudar berganti penuh takjub pada hamparan luas sekeliling yang memanjakan mata.

Tak sampai semenit pula, pemuda didekatnya mulai beranjak meninggalkan si adik sendirian dengan euforianya, ia paham betul sifatnya, jika sudah marah seperti itu, pastinya ia tidak ingin keberadaannya disekitarnya. Namun begitu beberapa langkah ia berjalan, sesuatu terjadi. Geladak kapal tiba-tiba berguncang. Sampai-sampai pemuda itu hampir kehilangan keseimbangan karenanya, begitu juga penumpang lain. Pandangannya pun mulai menelusuri setiap sudut disekitar. Memperhatikan wajah-wajah dalam mimik kebingungan serupa satu sama lain seraya mengatur keseimbangan pada kedua kakinya. Mereka semua bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi? Tak ada seorang pun tahu, beberapa malah terlihat tidak lagi peduli. Sampai akhirnya seorang penumpang lain meneriakkan sesuatu sambil mengarahkan telunjuknya keatas.

"Monster!",pekiknya. Spontan yang lain menengadahkan kepalanya kearah yang ditunjuk. Kepanikan masal pun terjadi begitu seekor demi seekor monster bermunculan dari balik balon pesawat. Para wanita mulai menjerit histeris. Para orang tua kebingungan mencari anaknya dan juga sebaliknya anak-anak kecil menangis memanggil-manggil orang tua mereka. Keadaan benar-benar menjadi kacau hanya dalam sekejab mata. Sebagian dari mereka berhamburan berebut masuk kedalam lambung pesawat. Sebagian lain terpaku diam ditempatnya, ketakutan.

Pemuda tersebut termasuk salah satu diantara orang-orang yang diam ditempatnya. Tapi dia diam berdiri bukan karena ketakutan, dia berdiri untuk melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Mengambil ancang-ancang, mengatur dan memantapkan kuda-kudanya, ia sekarang bersiap membalas setiap serangan yang pasti akan datang.

Benar saja, satu persatu makhluk diatas sana mulai menukik turun kebawah. Menyerang para penumpang yang terjebak dalam hiruk pikuk suasana. Diantaranya, seorang gadis kecil malang menjadi sasaran seekor Seeker. Makhluk bulat berkulit merah itu terbang mendekatinya dengan dua sayap kecil di punggungnya, ekornya yang kecil dan berujung runcing mengibas kesana kemari, tapi bagian berbahaya dari makhluk ini bukanlah ekor ataupun empat lengannya. Keempat lengan makhluk ini bahkan terlalu mungil untuk bisa melukai. Tapi matanya, sebuah mata berukuran besar, sebesar ukuran tubuhnya, atau bisa dikatakan bahwa sebagian besar tubuhnya adalah mata itu sendiri. Siapapun tidak akan tahu bagaimana makhluk itu akan melukai jika tidak menatap matanya.

Si gadis kecil melangkah mundur menjauhi monster aneh tersebut. Ketakutannya jelas tergambar diwajahnya. Ia ingin berlari, tapi jangankan berlari, hanya untuk melangkah mundur saja kedua kaki kecilnya sudah cukup gemetaran. Sekalipun ia bisa, semua itu tidak akan menjamin keselamatan nyawanya. Makhluk yang menatapnya dengan polos itu pasti dengan mudah mengejar gadis kecil biasa sepertinya. Putus asa, matanya yang berkaca-kaca mulai melelehkan air mata, mungkin dengan begitu makhluk didepannya akan melepaskannya. Tapi sayang sekali, makhluk tersebut bukanlah jenis yang demikian. Mata sebesar lampu mercusuarnya perlahan-lahan menyala. Gadis kecil itupun akhirnya terduduk pasrah menatap iris mata berwarna merah dari Seeker tersebutmenyala semakin terang hingga kepulan asap putih tipis membumbung dari sana pertanda panas terkumpul didalamnya. Ia berpikir mungkin ini adalah akhir hidupnya. Tapi sebuah pemandangan yang berlangsung tidak lama kemudian mengubah pikiran dan juga riak wajahnya yang basah oleh peluh dan air mata.

Pemuda tadi dengan berani menyerang makhluk itu. ia melayang menendang mata besarnya dengan ujung sepatu berlapis besi dikakinya hingga hancur dan memuntahkan cairan bening didalamnya sekaligus melontarkannya melewati pagar pembatas, "Kau tidak apa-apa,adik kecil?", ia bertanya pada gadis kecil yang terduduk melihat takjub padanya. Ia tahu jawabannya pasti "ya", dan segera menggendong dan mengantarkannya kepintu lambung pesawat. Disusul suara lantang sang pilot, kapten Tarlock, terdengar melalui speaker.

"Kita sedang diserang! Bagi penumpang yang bisa bertarung,kami mengharap kerjasamanya. Sedangkan penumpang lainnya harap segera masuk kelambung pesawat!", tapi sungguh disayangkan, saat ini, penumpang yang bisa bertarung hanya Taekwon Master muda itu saja yang sekarang kembali terlihat melalui kamera pengawas geladak, mulai memberikan perlawanan pada tamu-tamu tak diundang tersebut dengan gigih sembari menolong penumpang lain. Kapten Tarlock yang memperhatikan pemuda tadi dari ruang kendali tidak bisa diam saja, "Monster-monster ini berbeda dari sebelumnya, mereka lebih besar dan kuat, jika dibiarkan saja, ia tidak akan bisa menghadapi mereka semua, selain itu ia hanyalah seorang Taekwon Master", ia bergumam mengenali pakaian khas yang dikenakan pemuda itu dan juga cara bertarungnya, "Co-pilot! Ambil alih kendali utama, aku akan membantunya", perintahnya pada co-pilot pesawat yang segera bertindak sedangkan ia sendiri mengambil senjata rahasia dari sebuah kotak yang tersimpan disalah satu sisi ruangan, "Setelah sekian lama, semoga kau masih bisa menyalak seperti dulu", ujarnya sembari meraih sebuah grenade launcher berwarna hitam legam bermoncong gatling gun dengan ukiran rune disetiap permukaannya lalu berlari menuju geladak.

Sementara geladak yang telah sepi penumpang berubah menjadi arena pertarungan, pemuda itu masih melakukan perlawanannya. Ekspresinya begitu tenang ketika melancarkan setiap serangan-serangannya sekaligus membalas setiap serangan yang di berikan lawan menggunakan berbagai teknik tendangan yang menjadi ciri khas seorang Taekwon Master sepertinya. Gerakannya begitu luwes, sampai-sampai terlihat seperti seorang pemain Break Dance dengan berbagai reflek yang memaksanya untuk memutar dan menggerakkan tubuh sehingga kedua kakinya bisa meraih kearah-arah yang terlihat mustahil bagi orang biasa.

Seekor Hodremlin menerjang diantara kerumunan Seeker mencoba mencakarnya. Makhluk yang satu ini memiliki bentuk seperti seekor kera, atau bisa dibilang begitu, bagian kepalanya lonjong seperti reptil, tidak memiliki bagian lain kecuali mulut dan tertutup bulu putih, bulu-bulu tersebut menutupinya dari kepala, punggung hingga ekor dan dua lengan depannya yang mirip lengan beruang, sedangkan sisanya tertutup bulu berwarna hitam. "Huh? Monster jenis lainnya?", ucap pemuda itu sembari menunduk menghindari cakaran makhluk itu disusul kaki kanannya menjegal dan menjatuhkannya, "Kukira seperti apa, ternyata cuma begini saja", lanjutnya ketika meremuk tengkorak monster itu dengan menginjaknya sekuat tenaga sebelum sempat berdiri lagi.

Sepuluh ekor Seeker sekarang maju menghadapinya, mereka berputar-putar mengelilingi pemuda itu dengan mata besar mereka yang menyala bersiap memuntahkan sesuatu dari sana. Pemuda tadi tidak bergerak dari tempatnya, ia memejamkan mata dan mulai berkonsentrasi. Tak lama kemudian, angin berdebu berhembus berputar-putar dikaki kanannya membentuk sebuah selimut debu, dan begitu ia membuka matanya, saat itu pula sepuluh ekor makhluk tadi melepas Jupitel Thunder kearahnya, sebuah bola petir berwarna biru dari teknik sihir yang biasanya dikuasai oleh seorang Wizard. Beberapa petarung, mungkin akan melompat keatas menghindari kepungan bola-bola berdaya hancur tersebut, tapi tidak halnya dengan dia. "Seeker adalah monster berelemen angin, jika angin dilawan dengan tanah…", gumamnya sembari melakukan gerakan Tornado Kick, menghantam setiap bola dengan kaki berselimut debu, menetralkan muatan yang terbentuk sekaligus melenyapkannya, "Maka kalian akan mati"

Sekejab kemudian, ia pun berlari menerjang tiga ekor didepannya, gerakan makhluk-makhluk itu yang tidak terlalu cepat baginya menjadikan mereka sasaran empuk dimatanya. sebuah Flying Kick pun dilayangkan, berhasil memecah bola mata seekor dari mereka sebelum sempat berkedip, membunuhnya seketika. Dua disamping mencoba menjauh begitu teman mereka mati, tapi pemuda yang mereka lawan tidak ingin melepaskan mereka begitu saja. Dengan lihai, ia cabut kaki yang menancap kemudian melakukan Leap, sebutan lompatan salto bagi Taekwon Master, pada seekor dikiri disusul Tornado Kick diudara yang mana kemudian tumit kakinya menghantam makhluk itu, membuat mahkluk aneh bermata raksasa tersebut tergencet dilantai hingga isi tubuhnya berserakan. Rangkaian serangan pemuda berambut putih tadi tidak sampai disitu, sambil berbalik memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat, kaki yang sama melesat tepat kearah Seeker dibelakangnya, cairan bening pun kembali tumpah digeladak kapal.

Tujuh ekor lagi tersisa, hanya bisa memperhatikan teman mereka tumbang dengan mengenaskan. Mata mereka melirik satu sama lain, entah mereka ketakutan atau kebingungan, wajah mereka yang hanya berupa bola mata membuat ekspresi mereka tak bisa dikenali, tapi apapun yang mereka lakukan, yang pasti jumlah mereka terus berkurang ketika mereka sedang melakukannya karena pemuda itu bergerak dengan cepat, secepat cara dia membunuh mereka satu persatu.

Hodremlin yang juga ada disekitar tempat itupun juga bukan tandingan pemuda tersebut, setiap ekor dari mereka yang maju maka akan terpental kembali atau tergencet dilantai dalam keadaan remuk. Akhirnya mereka semua pun mundur karena ketakutan, namun sebelum mereka berhasil meninggalkan pesawat tiba-tiba terdengar seseorang menyoraki pemuda itu disusul suara meriam ditembakkan secara beruntun keudara, tak berselang kemudian belasan ekor Seeker dan Hodremlin yang tersisa berjatuhan dilantai geladak, mati. Pemuda itupun menoleh kesumber suara untuk melihat siapa yang melakukan hal itu. Seekor rusa kutub, ya, rusa kutub berpakaian putih ala kapten sebuah kapal pesiar dengan topi berwarna merah tengah menggenggam sebuah senjata api dimana moncongnya masih mengepulkan asap tipis, berdiri di depan pintu ruang kokpit pesawat.

"Bagus sekali anak muda! Ternyata aku salah menilaimu!", puji sosok aneh itu, yang tidak lain adalah kapten Tarlock, "Ha ha ha, ternyata senjata ini masih seperti yang dulu. Maafkan jika saya terlambat", ucapnya sambil menghisap pipa rokok panjang.

"Whoa! Kapten kapal ternyata benar-benar seekor rusa kutub?", jerit seorang gadis yang tiba-tiba muncul, tidak lain adalah adik angkat pemuda itu, entah bagaimana ia selamat dari serbuan monster-monster tadi ketika kakaknya tidak melihatnya. "Necro? apa yang terjadi? Mengapa terdapat banyak bangkai monster disini?", tanyanya pada Necro, kakak angkatnya yang telah membantai para pengacau tadi, setelah memperhatikan geladak penuh dengan bangkai dan darah monster dimana-mana.

"Ya, aku seekor rusa kutub, sepertinya ini adalah pertama kali kamu menaiki pesawat ini, gadis manis", sahut Kapten Tarlock sambil tertawa ketika gadis itu mengalihkan kembali pandangannya pada dirinya dengan wajah kebingungan karena ini juga adalah pertama kalinya ia melihat manusia rusa kutub yang sebelumnya hanya ia dengar dari kakaknya itu. "Kapal ini baru saja diserang oleh mereka, jika kau ingin tahu"

Diserang? Batin gadis itu bertanya-tanya, matanya tertuju pada salah satu bangkai Hodremlin, monster yang tak akan pernah ia jumpai didaratan Rune Midgard. "Itu namanya Hodremlin, dahulu banyak ditemukan di daerah Holy Ground kuil Rachel, Chesrumnir, saat masih menjadi basis pergerakan para teroris yang mengaku sebagai pengikut setia Dewi Freyja sebelum "War of The Princes" pecah.", sahut Necro pada adik angkatnya yang sekarang berjongkok memperhatikan salah satu bangkai monster disana.

Apa mungkin kejadian kali ini berhubungan dengan aksi radikal para teroris dari Negara Arunafeltz tersebut? Mereka begitu terobsesi untuk menyebarkan keyakinan mereka. Tapi menurut yang ia baca didalam sejarah, para teroris tersebut seharusnya sudah lenyap sebelum terjadi "War of The Princes" yang terjadi 33 tahun lalu, sebuah perang besar antara umat manusia dengan enam Demon terkuat dari dimensi lain. Demikian yang dipikirkan Taekwon Master yang memiliki ketertarikan pada sejarah itu.

"Ayumi, kau darimana saja?", Tanya Necro keheranan begitu kembali menyadari kejanggalan pada adiknya itu. yaitu bagaimana ia bisa menghilang dalam hitungan detik disaat genting, ketika puluhan makhluk-makhluk ini menyerang geladak penuh sesak penumpang yang tengah menikmati matahari terbenam bersamanya.

"Umm… kamar kecil", gadis yang ia panggil Ayumi itu menjawab enteng dan hanya mendapat tatapan sweatdropped dari Necro yang berarti ia berkata 'mustahil' dalam hati, "Hei, mengapa kau melihatku seperti tidak percaya? Manusia bisa bergerak secepat angin jika dalam kondisi terdesak seperti itu", lanjut gadis itu menjelaskan teori konyolnya, berhasil memancing tawa si kapten lepas keudara dan membuat kakak angkatnya geleng-geleng kepala. Tentu saja ia bisa melakukannya, karena ia adalah Soul Linker yang berarti dulunya ia juga seorang Taekwon.

"Ha ha ha, pacarmu itu lucu sekali anak muda", celetuk sang kapten. Serasa disambar Lightning Bolt, keduanya langsung mengalihkan pandangan pada kapten kapal itu, "huh? Apa ada yang salah?" si kapten yang tak tahu apa-apa tentang hubungan mereka mulai kebingungan ketika memperhatikan raut muka keduanya yang tertuju padanya. Wajah gadis bernama Ayumi terlihat memerah, tapi ekspresinya susah dibaca, entah marah ataukah malu? Sedangkan pemuda yang dipanggilnya Necro, wajahnya terlihat tenggelam dalam gelapnya senja yang mulai menelan langit diatas mereka, tidak terbaca lagi. "Oh, kalian baru jadian ya? Tidak usah malu-malu, aku juga pernah mengalaminya", kembali kapten itu asal menceploskan kesimpulannya, sekejab membuat suasana menjadi sangat aneh, antara hangat disisi gadis itu berdiri dan dingin membeku disisi si pemuda. "Loh? Kenapa kalian…", belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, remaja kakak beradik itu membentaknya.

"KAMI KAKAK BERADIK !", mendengar itu, kapten Tarlock beku seketika ditempatnya seperti terkena status Freeze dari sihir Jack Frost seorang Warlock. Sedangkan kedua kakak beradik didepannya terduduk lemas, si kakak seolah kehilangan semangat hidup bagai terkena Coma, sementara si adik berperang melawan Siren Voice yang mulai terngiang dalam dirinya selayaknya Tsundere pengidap Brother-Complex.

"K-Kalau begitu, silahkan menikmati perjalanan kalian", ucap kapten Tarlock yang kembali ke realita setelah beberapa saat susunan saraf tubuhnya terasa mati, sembari berjalan sempoyongan kedalam kokpit pesawat dalam hati ia berharap, semoga ucapannya tidak meracuni pikiran polos keduanya sehingga bisa mengacaukan masa depan mereka sendiri. "Monster macam apa aku ini", gumamnya sebelum membuka pintu masuk kokpit dan menghilang dibaliknya. Membiarkan kakak beradik itu digeladak kapal, berdua saja.

"Sepertinya kita harus membiasakan untuk saling menyebut "kakak" dan "adik" mulai dari sekarang", Necro berkata, suaranya gemetaran. "Kebiasaan mu memanggilku dengan namaku membuat orang-orang disekitar kita salah sangka", lanjutnya. Memang, sejak kecil mereka berdua terbiasa memanggil nama satu sama lain tanpa imbuhan kak atau adik, bahkan Ayumi sendiri sebenarnya tidak menganggap Necro sebagai kakak, tapi teman sebaya karena mereka memang usia mereka seumuran, itu juga yang membuatnya jarang sekali memanggil kakak angkatnya itu dengan sebutan kak. Sepertinya, Necro juga memperlakukan adik angkatnya demikian.

"Uh, eh, ia", balas Ayumi, terperanjat dari alam pikirannya, "Tunggu, kau menyalahkanku? Kau sendiri memanggilku dengan namaku", protesnya.

"Itu karena kau memanggilku dengan namaku", bantah Necro membela diri sembari bangkit dari duduknya dan mulai berjalan menuju lambung kapal sembari menghapus memori aneh dari otaknya. "Ayo masuk kedalam, diluar mulai dingin"

"Tak perlu kau suruh juga aku akan masuk kedalam, berhenti mempedulikanku!", sahut Ayumi sembari bangkit dan mengejar kakak angkatnya begitu ia menyadari pemuda itu sudah setengah jalan dari pintu, "Hei, tunggu!", teriaknya sembari berlari mengejar kakaknya yang sekarang berhenti dan berbalik kearahnya.

"Baru saja kau bilang jangan peduli lagi tapi sekejab kemudian kau memintaku untuk…", kata-katanya terhenti seketika begitu tubuh Ayumi terlempar kearahnya karena terpeleset bercak darah makhluk-makhluk tadi yang hampir memenuhi lantai geladak. Tak ayal membuatnya jatuh tertimpa Ayumi dengan posisi wajah yang cukup berdekatan.

"Eh…", gumam mereka serempak, sebelum otak mereka mati untuk beberapa saat. Sementara itu diruang kokpit pilot, sang kapten melihatnya dengan jaw-drop sementara co-pilotnya bersiul-siul dan mengomentari adegan bak drama yang tampil dilayar monitor pengawas sebelum sang kapten mematikannya dengan tiba-tiba.

"Mengapa kapten mematikannya?", Tanya co-pilot keheranan. Tapi bukan jawaban yang didapat melainkan gumaman tidak jelas sang kapten yang mulai merengek, "Anda iri dengan betapa mesranya mereka berdua?", sambungnya sembari menekan tombol-tombol disekitarnya.

"Oh Odin, ampuni hambamu ini yang telah menyesatkan kedua kakak-beradik itu", rintihnya memandang cakrawala yang menghitam.

"A-apa? mereka berdua kakak beradik?", teriak co-pilot tidak percaya, "Anak muda jaman sekarang, benar-benar memprihatinkan, bagaimana kedua orang tuanya membesarkan keduanya?", ucap co-pilot geleng-geleng kepala, "tenang kapten, itu bukan salahmu", lanjutnya sambil menepuk pundak kapten yang merasa sangat berdosa tersebut.

Kembali pada Necro dan Ayumi, sekarang mereka kembali duduk dilantai geladak, saling membelakangi satu dengan lainnya, kecelakaan kecil barusan tanpa sadar telah menguras tenaga mereka berdua, atau setidaknya itu yang mereka rasakan pada kedua kaki masing-masing.

'Necro! apa yang kau pikirkan! Ia adikmu!", suara didalam kepalanya membentak pemuda itu atas reaksi dalam dirinya yang bergejolak tidak wajar. 'Tapi ia bukan kakak kandungmu, jadi seharusnya boleh-boleh saja', suara lain dikepala Ayumi berkata hal yang bertentangan dan tentu saja gadis itu mencoba sekuat mungkin menolaknya. Menit-menit berlalu, keduanya masih terdiam disana ditemani suara deru sepasang baling-baling kendali yang terpasang di kedua sisi kapal dan angin kencang yang selalu berhembus diketinggian seperti itu. Hingga akhirnya suara-suara dalam kepala mereka masing-masing membuat mereka berteriak dengan serempak karena tidak tahan, "DIAM !"

"Eh… berhenti mengikutiku!", sekali lagi, mereka melakukannya secara serempak setelah bertatap muka dengan mimik yang sama karena kaget satu sama lain.

"Kau yang berhenti!", sekali lagi.

"DIAM !", dan ini yang terakhir kalinya, mereka tak sanggup lagi berteriak karena suara baling-baling pesawat yang mereka tumpangi dan angin kencang yang menderu memaksa mereka untuk selalu berteriak lebih keras. Nafas keduanya sampai tersenggal-senggal karena terus memaksakan diri.

"Maaf Ayumi, tapi ini benar-benar menyebalkan", Necro berkata lemas begitu nafasnya kembali teratur dan berhasil meredam gejolak aneh dalam dirinya.

"Panggil aku adik, kak!", bentak Ayumi dengan wajah masam, nafasnya juga sempat putus-putus. Ia paham maksud kakak angkatnya itu, Ia sendiri juga sudah tidak tahan mendengar suara-suara menyebalkan yang entah bagaimana bisa merasuk kedalam pikirannya. Necro tiba-tiba tertawa dan mengacak-acak poni gadis itu. "Apa yang kau lakukan!". Yah, mau tidak mau ia harus memanggil Necro dengan imbuhan kak dari sekarang agar semua kembali terasa normal, kejadian sore ini telah mengubah cara pandangnya pada kakak angkatnya itu, karena selama ini tak ada satupun yang salah mengira mereka adalah sepasang kekasih, yang mana hal itu sangat berpotensi mengingat cara mereka menganggap satu sama lain bukan sebagai saudara.

"Menjahilimu, seperti biasa, ha ha ha", jawab Necro kembali tertawa menggunakan tawa khasnya sementara adiknya merapikan poninya sambil bersungut-sungut. "Baiklah", pemuda itu akhirnya berdiri, kakinya yang lemas sepertinya telah mendapatkan energinya kembali setelah ia berteriak-teriak seperti orang bodoh bersama adik angkatnya yang sekarang kebali cemberut seperti biasanya. "Mari kita masuk kedalam", ajaknya sambil mengulurkan tangan yang segera disambut oleh Ayumi. Mereka kemudian kembali berjalan menuju pintu lambung pesawat. Tapi belum satu langkahpun mereka ambil, sesuatu yang bergerak-gerak diatas lantai yang tertutupi kegelapan menarik perhatian mereka.

Didorong rasa penasaran, salah satu dari mereka pun berjalan mendekati benda misterius tersebut, yang mana orang itu adalah Ayumi. "Kak, apa itu?", tanyanya pada Necro sambil menunjuk benda gelap menggeliat-liat diatas lantai.

"Itu…", Necro menahan kalimatnya sementara kedua matanya mencoba menangkap bentuk benda misterius yang ditunjuk oleh Ayumi, dan betapa terkejutnya dia begitu benda itu berbalik dengan sebuah mata berukuran besar menyala terang, "Seeker! Ayumi! Menjauh!", teriaknya sembari berlari hendak mendekap Ayumi. Tapi sayang, langkah kakinya tidak bisa menandingi kecepatan Jupitel Thunder yang dilontarkan makhluk itu pada Ayumi karena gadis itu berdiri begitu dekat dengannya. Ayumi pun terlontar keudara hingga melewati pagar pembatas geladak karena dorongan bola petir yang bersarang diperutnya. "AYUMIII~III ! ! !", pekik Necro panik begitu tubuh adik angkatnya mulai meluncur jatuh dari ketinggian begitu bola listrik yang menyambarnya lenyap.

Tidak ingin kehilangan adik yang disayanginya, pemuda itupun tanpa ragu meloncat terjun, menangkap dan mendekapnya erat-erat. "Ayumi, sadarlah! Kumohon!", ia berteriak putus asa ditelinga gadis yang sekarang dalam kondisi paralis karena listrik statis masih tersisa ditubuhnya. "Bangunlah Ayumi!", kali ini pemuda itu mulai terisak. Tubuh mereka masih melayang diudara dan terus melesat menyambut bumi seperti batu dengan kecepatan terus bertambah.

-=o0o=-

"Necro…", akhirnya gadis itu berucap lirih begitu matanya yang beberapa detik lalu terpejam kembali terbuka dan mendapati sosok Taekwon Master itu mendekapnya. Tubuhnya yang sebelumnya mati rasa karena aliran listrik, sekarang mulai bisa merasakan dinginnya angin yang menerpa dan hangatnya pelukan kakak angkatnya. "Apa yang terjadi? Kita dimana? Mengapa langit terlihat menjauh dan angin berhembus begitu kencang?", tanyanya sambil mendekap balik kakaknya. "Apakah… kita sedang jatuh?", lanjutnya setengah terbelalak.

"Kau tidak perlu tahu, tapi saat ini, bisakah kau menggunakan Fist Master Spirit?", bisik Necro dengan lembut ditelinga gadis itu, mencoba menenangkannya agar tidak panik.

"Necro, apa kau yakin?", Tanya Ayumi yang tau konsekuensi dari tindakan kakaknya, intonasinya membentak walau terdengar lirih. Fist Master Spirit tidak bisa diberikan begitu saja pada seorang Taekwon Master. Efek sampingnya sangat berbahaya.

"Selama aku tidak menggunakannya untuk bertarung, aku tidak akan apa-apa, selain itu, hanya itu saja pilihan kita agar bisa keluar dari situasi ini", bujuknya. Tapi memang benar adanya, tidak ada cara lain selain menggunakan itu disaat seperti ini.

Akhirnya Gadis itu mengangguk pelan dan melakukan apa yang diminta dengan segenap tenaga yang tersisa. Tidak lama kemudian gemerlap cahaya kebiruan berputar-putar disekeliling mereka sebelum merasuk kedalam tubuh Necro. "Terima kasih", ucapnya sembari memeluk Ayumi yang terkulai didekapannya lebih erat lagi. gadis itu pun tertidur disana karena tak kuat lagi menahan lemas karena sambaran Jupitel Thunder yang ajaibnya hanya membuatnya terkena listrik statis padahal sebagian besar korban dari sihir itu terluka parah bahkan sampai meninggal dunia, serta energi yang harus dikeluarkan untuk menggunakan teknik penggabungan jiwa barusan.

Fist Master Spirit adalah salah satu dari enam belas teknik penggabungan jiwa yang dikuasai oleh para Soul Linker untuk ditujukan kepada para Taekwon Master. Teknik seperti itu memakan banyak sekali energi jika pemakainya belum menguasainya dengan benar, bahkan seorang Soul Linker berpengalaman pun masih terengah-engah ketika menggunakannya. Setiap Spirit memiliki teknik yang berbeda disesuaikan pada penerimanya dan begitu juga dengan fungsinya, masing-masing memiliki karakteristik sendiri, misalnya teknik yang digunakan Ayumi pada Necro saat ini, Spirit yang digunakannya membuat para Taekwon Master bisa melayang diudara bahkan melepas energi besar yang bisa menembus pelindung apapun. Kemampuan melayang itulah yang tengah Necro gunakan saat ini.

Mungkin sebagian orang tidak tahu, mengapa para Taekwon Master bisa melakukannya. Itu karena Spirit tersebut membangkitkan potensi seutuhnya dari para Taekwon Master yang sejatinya menggunakan energi dari alam semesta sebagai sumber kekuatannya, itulah alasan mengapa ketika Necro bertarung melawan Hodremlin dan Seeker ia bisa mengendalikan selimut debu yang tidak lain adalah elemen tanah. Jika dibayangkan, mungkin sebenarnya mereka memiliki kekuatan yang tiada batas, tapi kenyataannya tidaklah demikian, itu karena tubuh mereka hanyalah tubuh manusia biasa yang tidak mungkin bisa menampung energi sebesar itu. Bahkan, teknik penggabungan jiwa dengan seorang Soul Linker adalah teknik terlarang. Memang, sekilas mereka terlihat tak terkalahkan, tapi jika para Taekwon Master memaksakan diri untuk bertarung ketika dalam mode tersebut, efek samping teknik tersebut akan merenggut nyawa mereka karena setiap tenaga yang dilepas menyedot energi kehidupan penggunanya dan mengubahnya menjadi energi alam.

-=o0o=-

"Huh? Dimana ini?", Tanya Ayumi yang terbangun dari tidurnya ketika mendapati dirinya berbaring disebuah tempat misterius bersama Necro yang duduk disampingnya. Permukaan tanah yang keras dan hembusan angin sepoi sepertinya membangunkan gadis itu. kepalanya masih terasa pusing karena belum benar-benar pulih.

"Jika dugaanku benar, maka kita sekarang berada di lembah Audumblra, di Negara Arunafeltz", jawab Taekwon Master itu sembari berdiri dan mengamati sekitar mereka yang tidak terlalu gelap karena diterangi sinar purnama serta kelip bintang di langit malam yang cerah. Remang-remang dia bisa melihat Stapo menggelinding kesana kemari meninggalkan jejak mereka diatas tanah berpasir lembah itu, monster jenis formless berbentuk batu yang masih berkerabat dengan Poring, (monster jinak berukuran kecil berwarna pink berbentuk bulat seperti tetesan air yang banyak ditemui di dataran Rune Midgard), itu berkeliaran dimana-mana, salah satu dari mereka yang penasaran dengan kehadiran Necro dan Ayumi bahkan berjalan mendekat, monster yang sama jinaknya dengan saudara jauhnya itu menatap lekat-lekat Ayumi yang terbaring memperhatikannya dengan mata bulatnya yang hitam dan lebar.

"Wah, Poring batu, lucu sekali", ujar Ayumi kemudian bangun sambil mengulurkan tangannya pada makhluk kecil itu, makhluk itu tidak bergerak sama sekali, hanya sesekali berkedip memperhatikan orang asing didepannya.

"Oh, itu bukan Poring", kata Necro ketika melihat adik angkatnya mencoba mendekati monster kecil yang tak jauh imut dari kerabat jauhnya di Rune Midgard itu, "itu Stapo, kau bisa mengatakan kalau itu adalah Poring yang membatu, tapi sebenarnya memang bukan poring sih", lanjutnya sambil berpikir menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya karena ia juga bingung apakah Stapo itu dulunya adalah Poring.

"Kak, aku boleh memeliharanya?", tanyanya tiba-tiba sambil kembali memanggil Necro dengan sebutan kakak padahal saat terjatuh tadi tidak demikian. Sang kakak pun bingung harus berkata apa, karena Stapo tidak bisa dipelihara.

"Eh? Tapi kau tidak bisa", jawab kakaknya yang masih kebingungan untuk menjelaskan.

"Kenapa? Kakak ga suka? Kalau aku…", protesnya meledak-ledak seperti biasa sambil berusaha mengangkat Stapo dari tanah yang sebenarnya cukup berat bagi gadis sepertinya, sampai-sampai Necro memasang wajah oh-my-god ketika melihat guratan-guratan pembuluh darah muncul dikening gadis itu, yang mana biasanya jika sudah seperti itu ia bahkan bisa melempar Necro jauh keudara, tapi tetap saja tidak bisa mengangkat makhluk lucu itu walau sejengkal dari tanah. Dan setelah lelah mencoba, "…hiks… hiks… berat…", akhirnya ia menyerah dan terisak dengan mata berkaca-kaca.

"Itu kenapa aku bilang kau tidak bisa memeliharanya", ucap Necro menghela nafas.

"Tapi… tapi… aku ingin", rengek Ayumi sambil menatap muka polos makhluk itu dan meletakkan kedua telapak tangan pada pipinya, mungkin Stapo itu sedang merasa heran pada tingkah manusia dihadapannya.

"Sudah-sudah, lain kali aku akan memberimu Pet lucu, jangan merengek seperti itu, kau bukan bocah lagi", lenguh pemuda itu yang disambut dengan pelukan-beruang dari adiknya.

"Terima kasih, kak", ucap Ayumi sambil meremas kakaknya tanpa sengaja.

"Aku… tidak bisa… bernafas"

.

.

.

To Be Continued…