Naruto ©Masashi Kishimoto
.
.
Half A Heart ©Ezra Malik
.
.
Chapter 1
.
.
(don't like don't read)
.
.
Enjoy! :3
.
.
Hawa dingin musim salju menembus baju hangatku. Suasana pagi yang tentram dengan disinari oleh sinar remang mentari juga kicauan burung. Daun-daun mulai tak terlihat karena tertutupi oleh gumpalan salju. Bunga sakura yang berguguran kini tak bisa kulihat untuk sementara waktu.
Aku melangkahkan kakiku perlahan menelusuri taman. Pagi yang cerah, pasti akan semakin indah jika ia juga ada disini. Jika Sasuke ada disini. Kami bersama, bergandengan tangan menikmati pemandangan indah yang hanya dapat dirasakan saat musim salju ini.
Kuhembuskan nafasku dalam-dalam. Dapat kurasakan gumpalan asap putih ikut terhembus keluar. Seperti sedang meniup es kering. Udaranya memang sangat dingin. Bahkan sweater dan jaket tebal yang kukenakan pun belum cukup ampuh untuk membantu menghangatkan tubuhku. Aku menggosokkan kedua telapak tanganku dan meniup-niupnya pelan. Masih kuingat jelas perkataan Kurenai-sensei—selaku guru IPA di sekolahku dulu bahwa menggosok-gosokkan tangan seperti ini dapat membuat tubuh sedikit lebih hangat. Aku terus meniup-niup sambil menggerak-gerakkan emerald-ku menelusuri setiap keindahan pagi.
Kulirik jam tanganku. Pukul tujuh kurang lima menit. Sebentar lagi mungkin Sasuke akan datang. Mengingat hal tersebut membuat jantungku tiba-tiba saja berdegup semakin cepat. Aku harus benar-benar mempersiapkan diri.
Kali ini aku harus berhasil! Tidak boleh ditunda lebih lama lagi!
Sasuke memang sangat sibuk. Waktunya tersita habis oleh tumpukan berkas-berkas yang selalu bertambah setiap saatnya. Jarang sekali kami bertemu. Dalam enam bulan terakhir ini saja, bisa dihitung dengan jari berapa kali kami bertemu. Jangankan bertemu, berkomunikasi saja sudah jarang. Tetapi jalinan cinta yang telah kita jalani selama dua tahun lebih ini tetap bertahan. Mungkin benar kata pepatah, jarak dan waktu tak ada apa-apanya jika kita memang benar-benar saling mencintai.
Setelah cukup lama berjalan, aku memutuskan untuk berisitirahat sebentar di kursi taman. Tapi tiba-tiba aku merasa ada seseorang di belakangku. Segera aku menoleh untuk memastikan. Namun yang kulihat bukanlah sosok manusia, melainkan sekumpulan bunga mawar putih yang aromanya membuat tubuhku tenang.
"Ohayou Sakura." sebuah suara menyapaku. Suara baritone yang sangat kukenal.
"Ohayou, Sasuke-kun." Balasku sambil tersenyum manis.
Sasuke mendekat dan mengecup keningku sekilas. Lalu, berjalan memutar dan duduk di sebelahku. Ia menghela nafas dalam-dalam lalu menatapku. Sebuah senyuman tipis menghiasi wajahnya. Ia meletakkan buket bunga tadi di pangkuanku. "Aku merindukan saat-saat seperti ini." Gumamnya sembari menerawang kearah langit.
"Aku juga. Kau sih, selalu sibuk pacaran dengan kertas-kertas tersebut." Aku yang tadinya tenang tiba-tiba saja berubah menjadi gemas. Membayangkan Sasuke sepanjang hari hanya berkutat di depan laptop dan berkas-berkas yang baginya lebih penting daripada nyawanya itu.
Sasuke hanya terkekeh, "Hime-ku manja sekali.." ia mencubit gemas hidungku sekilas. "Tapi yang penting, aku sudah ada disini, bukan?" Sasuke beranjak berdiri sembari menggenggam tanganku. Membawaku berkeliling taman. Rasanya hangat dan nyaman. Sasuke selalu berhasil menjatuhkan hatiku. Aku benar-benar tak dapat membayangkan hariku tanpanya.
Sesaat kami berdua hanya terdiam menikmati saat seperti ini yang entah akan terulang kembali atau tidak. "Oh ya Sakura," Sasuke kembali memulai pembicaraan.
"Ya?"
"Apa yang ingin kau bicarakan?" Sasuke beralih menatapku dengan pandangan penuh tanya.
Bibirku membisu mendengar pertanyaan Sasuke. Jantungku kembali berdegup kencang. Keringat dingin jatuh dari pelipisku. Aku berhenti melangkah. Sasuke pun terpaksa ikut berhenti. Aku memutar tubuhku berhadap-hadapan dengan Sasuke dan melepaskan genggaman tangannya. Jantungku berdetak tak karuan. Aku benar-benar gugup.
Kucoba mengatur nafasku, sampai aku benar-benar siap. "Ano.. aku ingin bertanya," ujarku sebisa mungkin menahan rasa gugup dan khawatirku. Aku mengepalkan kedua tanganku dengan erat.
"Hn." Sasuke tetap tenang, meskipun aku bisa melihat perasaan heran dan bingung di dalam sorotan mata onyx-nya.
Kuhembuskan nafas dalam-dalam, sebelum akhirnya berkata. "Apa kau.. mencintaiku, Sasuke-kun?" Aku yang tadi sempat menunduk kini menengadahkan kepalaku, menatap matanya. Sasuke terdiam. Aku terus menunggu sembari menatap matanya.
"Ya." Akhirnya dia menjawab. Meskipun dengan mimik wajah yang terkesan datar, tetapi aku tahu dia mengatakan dengan segenap perasaannya.
Aku hanya tersenyum. Kembali melangkah, namun lebih pelan dibandingkan sebelumnya. Sasuke mengikuti langkahku dengan berada di sampingku.
"Kau.. mau melakukan apa saja? Demi aku?" Aku kembali bertanya.
Kini Sasuke yang berhenti melangkah. Aku pun mengikutinya. Sesaat kami hening, tetapi, tak lama aku mendengar Sasuke mendengus. Aku melirik Sasuke takut-takut. "Sebenarnya kau mau mengatakan apa?! Langsung saja ke intinya! Kau sendiri tau, kan, aku tak menyukai orang yang berbicara berbelit-belit!" Sasuke terlihat kesal. Bahkan ia memberikan tatapan tajamnya kearahku. Aku semakin gugup jika diberikan tatapan mengitimidasi seperti itu dari Sasuke.
"Baiklah.." aku menghela nafas, "Aku akan mengatakan apa yang kuinginkan setelah kau menjawab pertanyaanku barusan."
Sasuke mendelik. Sepertinya ia sudah benar-benar gemas sekarang. Aku balas mendelik. Kurasa kami seperti orang bodoh yang sedang saling adu tatap-menatap di taman. Untung saja tidak ada yang melihat aksi bodoh kami.
Cukup lama kami bertahan dengan keadaan seperti ini, namun lama-kelamaan mataku mulai terasa perih. Dan.. Sasuke sepertinya lebih parah. Matanya sampai sudah berair.
Ia mendecih, "Ck! Ya, aku mencintaimu. Aku akan melakukan apa saja untukmu. Kau puas?" Sasuke memutar kedua bola matanya. Ia memasukkan kedua lengannya ke dalam saku celana lalu kembali melangkah.
Aku tertawa puas lalu menyusulnya. Tetapi, seketika aku teringat akan satu hal. Aku berhenti tertawa. Sasuke yang berjalan di depanku berhenti dan menoleh. Aku menatapnya ragu. "Kau tau Ino, kan?" Aku berkata dengan parau.
"Hn." Sasuke menaikkan satu alisnya.
"Dia.. dia menyukaimu."
"Lalu?" Sasuke menatapku tajam.
"Dia.. dia me-menderita kanker paru-paru.. Ak-aku ingin melihatnya bahagia. Jadi.. kumohon, dekati dia. Jadilah kekasihnya.. Dan selama itu.. sebaiknya kau menjaga jarak denganku." Aku menunduk. Aku sudah mengatakannya. Memang menyakitkan, tapi aku yakin ini yang terbaik.
"Tidak." Aku segera mengangkat kepalaku. "Aku tidak mau." Tegasnya.
"Ta—"
"Apa kau rela melihatku bermesraan dengan wanita lain?!" Sasuke melanjutkan. Nada bicaranya meninggi.
Lututku lemas. Aku terkulai di tanah. Mataku mulai digenangi air. Sekitarku menjadi samar-samar dan berbayang. "Kumohon.. Ino membutuhkanmu.."
Sasuke terdiam cukup lama. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Tapi, aku merasa Sasuke berjalan mendekatiku. Aku menengadahkan kepalaku untuk memastikan. Ternyata benar, Sasuke sekarang sedang berjongkok tepat di depanku. Ia menghela nafas dan memasang wajah jengkel. "Baiklah. Kuturuti permintaanmu. Hanya sekedar pura-pura."
"Tapi," Sasuke mengusap lembut mataku. "Kalau kita hanya berdua, kau tidak boleh bersikap dingin padaku." Ujarnya sembari tersenyum tipis.
Aku memeluk Sasuke erat, "Aku janji."
Pasti akan sakit rasanya melihat orang yang kita cintai bermesraan dengan wanita lain. Terlebih, ini dengan sahabatku. Hari-hari esok pasti akan sangat sulit bagiku. Tapi, aku bisa melewatinya, Pasti.
.
.
To Be Continue
Author's Note:
Salam kenal, semuanya! Terima kasih karena telah mau membaca cerita pertama saya. Maaf jika dalam cerita ini masih banyak kesalahan, saya masih author baru, masih memerlukan banyak saran dan kritik dari kalian.
Saya akan menerima sesingkat apapun review kalian. Baik itu review yang membangun ataupun flame akan saya terima dengan tangan terbuka. Sekali lagi, terima kasih karena telah mau membaca fict ini ^^
Mind to review? :3
