Young and Old
.
Fanfiction by Alicia Juliet Wizards
.
Cast:
Baekhyun (y)
Chanyeol (n)
Kyungsoo (y)
Luhan (y)
Sehun (n)
and others
.
Genre:
Romance
Not-really-funny humor
School-life
.
Mind to read and review?
.
Baiklah, Byun Baekhyun. Pagi ini kau harus yakinkan dirimu sendiri bahwa kau itu NORMAL. Untuk yang kesekian kalinya!
Namaku Baekhyun. Lahir tanggal 6 Mei 16 tahun lalu. Bergender perempuan, tinggi badan 167 cm dan berat badan 50 kg. Ideal? Bung, aku bahkan ingin diet lagi. Rambut coklat sepundak, wajah bak bidadari yang selalu kulihat di cermin ketika aku berkaca, dan juga… aku normal. Tentu saja itu benar selama mataku ada dua dan bagian tubuhku semuanya berjumlah normal. Tapi, kenapa orang-orang itu mengataiku tidak normal?
Di pagi yang lumayan mendung ini, aku turun dari kamarku sambil membawa tasku. Mendatangi Papa, Mama dan adikku, Sehun di ruang makan. Kami sarapan dengan tenang dan tidak ada keributan karena Papa sangat menjunjung tinggi etika dan sopan santun. Kemudian berangkat sekolah diantar supir keluarga. Dan setibanya di sekolah, semuanya dimulai.
Aku bisa saja berbeda dengan manusia-manusia satu sekolah yang tertarik dengan guru brondong itu. Yah, harus kuakui dia keren. Usianya 28 tahun, tampan, badannya langsing, tegap dan tinggi. Hal yang paling disesali para siswi adalah, dia mengajar Geografi. Pelajaran itu hanya dapat jatah waktu sedikit dan membuat mereka selalu bertingkah layaknya fangirl sinting yang bertemu idolanya setiap guru itu masuk kelas.
Selain keren, caranya mengajar juga menyenangkan. Membuat mereka berpikir kenapa dunia ini begitu tidak adil dengan menempatkan yang menyenangkan itu singkat.
Hari ini, ketika aku sedang on the way menuju kelas, aku berpapasan dengan guru Geografi; Chanyeol songsaenim namanya, di lorong sekolah. Bisa kulihat, Chanyeol songsaenim mengenakan kemeja putih dan celana bahan kain berwarna hitam yang membuatnya terlihat lebih berkharisma. Dan demi semua berita dating di internet, aku bisa mendengar siswi-siswi di sekitarku bergunjing seperti Ibu-ibu arisan.
Chanyeol songsaenim tersenyum kepada siswa-siswi di sepanjang lorong sementara aku hanya menunduk. Ih, aku masih suka pada anak laki-laki muda, bukan berondong di penghujung usia 20-an.
Sesampainya di kelas, aku melihat kedua sahabatku, Kyungsoo dan Luhan, sedang mengobrol di bangkuku dan bangku dibelakangku. Aku meletakkan tasku asal lalu berdiri sambil menyilangkan tangan.
"Maaf, Ibu-ibu, sudah selesai berkicaunya?" aku mengetuk meja dengan telunjukku sambil menatapi mereka berdua dengan tatapan judging.
"Maaf Baekhyun, kami sedang membicarakan guru paling hot seantero sekolah ini." Kyungsoo tertawa cekikikan diikuti oleh tawa anggun dari Luhan. Aku memutar mata.
"Berhenti membicarakan pak guru itu, nanti dia jadi ge-er." Aku mengambil kursi di sebelah mejaku lalu mendudukinya. "Kenapa kalian tidak membicarakan kakak kelas, seperti… Yongguk sunbae misalnya?"
Kini giliran Kyungsoo memutar matanya. "Jangan bicarakan dia kalau kau tidak mau dipermalukan di lapangan oleh pacarnya yang menyeramkan itu."
Aku berpikir. "Jonghyun sunbae? Dia sama kerennya dengan Jonghyun CNBLUE, 'kan?"
Luhan menatapku aneh. "That dinasour-looks-alike? Berhenti bicara yang aneh-aneh, Byun."
Kyungsoo menjawil pundakku. "Kenapa kau selalu sewot ketika kami membicarakan Chanyeol songsaenim? Dia bahkan tidak pernah sesewot ini ketika mendapati para murid membicarakannya."
Luhan pun ikut menjawil pundakku dan menatapku dengan tatapan jahil. "Aku tahu kau juga tertarik. Jangan gengsi, Baek."
Aku menghela napas. "Oke, oke. Aku hanya se-di-kit tertarik dengannya. Puas? Sekarang menyingkir dari bangkuku." Ucapku sambil melambaikan tanganku pada Luhan yang menduduki bangkuku; bermaksud mengusir dengan halus.
"Nona Byun 'kan anti-mainstream. Kalau sudah tidak ada yang menyukai Chanyeol songsaenim, nanti dia bakal menyukai Chanyeol songsaenim secara diam-diam, benar?" Luhan merangkul pundakku akrab lalu berbisik, "kudengar dari Sehun, belakangan hari ini kau mulai belajar keras dalam pelajaran Geografi. Benarkah itu?"
Dasar tukang intip! Gerutuku dalam hati. Sehun dan Luhan adalah sepasang kekasih yang kucomblangkan karena Sehun selalu berkicau tentang Luhan-si-cantik-jadilah-milikku. Dan aku benci kenyataan bahwa Sehun adalah adikku, dia tinggal serumah denganku, dan dia adalah pengintip ulung yang menyebalkan.
"Kau 'kan tahu nilai Geografiku tidak terlalu bagus sejak kelas 10." Kubuka tasku lalu kuambil ponselku. "dan itu semata-mata untuk menyempurnakan daftar nilaiku, bukan untuk menarik perhatian Chanyeol songsaenim."
"Baiklah." Luhan menepuk kedua pipiku pelan. "pelajaran pertama, Chanyeol songsaenim! Ahh, aku selalu cinta hari Kamis."
Aku mendecih. "kau tidak pernah menyukai malam Jum'at, Lu."
Tak lama kemudian, bel sekolah berkumandang di seluruh penjuru sekolah; pertanda kegiatan belajar akan segera dimulai. Kumasukkan ponselku kedalam tas dan mengambil buku Geografi.
Harus kuakui, salah satu alasan kenapa nilai Geografiku tidak sebagus nilai lainnya; karena kupikir pelajaran ini mudah. Tapi pikiranku tidak sesuai kenyataan karena ternyata Geografi nyaris membuat kepalaku pusing oleh banyaknya hafalan.
Sebenarnya Chanyeol songsaenim baru mulai mengajar ketika aku duduk di kelas 2. Dia menggantikan Guru sebelumnya, Hyunsuk songsaenim, yang harus undur diri karena pensiun.
Bisa kudengar derap langkah sepatu guru yang melangkah teratur dari kejauhan. Berhubung kelasku disebelah tangga di lorong lantai 2, jadi pasti akan terlihat banyak guru yang lewat. Hingga akhirnya, Chanyeol songsaenim masuk kelasku dan menebar senyum –yang kata mereka- menawan.
"Selamat pagi, anak-anak! How's your day?" sapa Chanyeol songsaenim dengan suara beratnya, yang kemudian dibalas dengan heboh oleh para siswi di kelasku.
Saem, tolong jangan tanyakan sesuatu yang sudah kau tahu jawabannya. Ucapku dalam hati. Bibirku bergerak-gerak seperti bicara namun tanpa suara.
Chanyeol songsaenim mulai memberikan materi. Aku sesekali mencatat dan sesekali memperhatikan.
Seusai memberi materi, Chanyeol songsaenim pun mengadakan ulangan seperti yang sudah dikatakannya minggu lalu. Aku pun sudah tahu anak-anak sekelas ini bakal bersaing untuk mendapat nilai 100 supaya Chanyeol songsaenim melihat mereka, terkecuali untuk para murid laki-laki yang sepertinya ogah-ogahan mengerjakan ulangan ini.
Ketika Chanyeol songsaenim tiba di mejaku, ia meletakkan kertas ulangannya disertai sebuah catatan yang dijepitkan di sudut kertas itu. Aku menatap bingung pada catatan itu, lalu melirik ke sebelahku.
Dia tidak dapat catatan. Kenapa aku–
"Baiklah, sekarang kerjakan dengan benar. Saya buat soal kali ini lebih sulit, jadi tolong baca kertas kalian baik-baik."
Sepertinya kalimat 'tolong baca kertas kalian baik-baik' itu ditujukan untukku. Duh, semoga ini bukan peringatan tentang nilaiku.
"Satu jam dari sekarang."
Kubaca catatan kecil yang dijepitkan itu.
Byun Baekhyun. Sepulang sekolah nanti, kau ada ekskul vokal 'kan? Ayo pulang bersama.
Chanyeol.
'Saem ini tradisional sekali, pakai acara surat-suratan.' Aku tersenyum kecil sembari menyingkirkan kertas itu lalu mengerjakan ulangannya. Bisa kulihat dari sudut mataku, Chanyeol songsaenim tersenyum misterius dengan matanya tertuju ke berkas-berkas ulangan kelas lain diatas meja.
Aku pun mengerjakan soal ulangan itu.
Hah, apanya yang sulit? Saem itu ada-ada saja. Sepanjang mataku memandang soal-soal di kertas ini, semuanya tergolong mudah, kok. Membuatku heran kenapa aku mendengar beberapa helaan napas yang menunjukkan betapa frustasinya mereka.
Ulangan ini terdiri atas essay. Setelah aku menyelesaikan ulangan sialan ini, aku membalas catatan Chanyeol songsaenim.
Saem, kita tidak bisa pulang bersama T_T
Haha, maaf ya Pak. Aku masih normal.
Aku tidak mau kau dicap sebagai pedofil karena menyukai anak dibawah umur.
Eh? Tapi tahun depan aku sudah berusia 17 tahun. Masa bodoh, wajahku kan dibawah umur.
"Byun Baekhyun, sudah selesai?"
Suara Chanyeol songsaenim menyadarkanku dan teman-teman sekelasku. Aku menatap Chanyeol songsaenim yang balas menatapku dengan senyum kecil di wajahnya.
"E-eh, iya saem."
"Bagus. Kemarikan semuanya."
Aku mendengus mendengar makna terselubung dibalik ucapannya.
'Aku pasti akan mengembalikannya, saem. Kau terlihat takut sekali, sih.' Gerutuku dalam hati. Aku pun kembali menjepitkan catatan tadi dan bangkit dari dudukku. Kemudian menuju Chanyeol songsaenim yang tengah tersenyum seperti orang idiot.
"Ini, saem. Dan kuharap Anda memberikan nilai yang bagus." Ucapku pelan sambil tersenyum kecil, lalu kembali ke bangkuku.
Aku yakin sekali jawaban-jawabanku nanti akan membuatnya menuliskan angka 9 atau 8 di kertas ulanganku nanti.
"Kurasa latihannya kita sudahi dulu. Untuk Sungjae, Baekhyun dan Liyin, tingkatkan kualitas suara kalian. Cobalah berlatih lagu tadi di rumah, minggu depan aku akan mengetes kalian lagi."
"Oke, sunbae."
Ekskul vokal selesai sekitar jam 4 sore dan aku merasa kepalaku berputar karena belum makan siang. Kelasku berakhir sedikit terlambat karena Yura songsaenim, guru Fisika, menceramahi kami sesaat setelah dia memasuki kelas karena nilai rata-rata kelasku yang fantastis. Ditambah lagi soal-soal Fisika buatannya yang membuat kepalaku terasa mudyar.
Aku memutuskan untuk pergi ke kantin dahulu sebelum pulang. Semoga saja masih ada makanan tersisa, karena biasanya koki sekolah hanya membuat makanan untuk para guru setelah kegiatan belajar berakhir.
Aku membantu kakak kelas membereskan peralatan musik dan ruang ekskul kami lalu keluar paling akhir. Teman-teman seangkatanku egois sekali, ugh. Tidak ada yang membantuku membereskan, aku 'kan masih gugup bersama kakak kelas. Pusing~ akh, apa aku sanggup turun tangga dan menuju kantin?
Aku melangkah turun dengan perlahan sambil memegangi pegangan tangga dengan kuat; takut-takut aku akan tersandung dan jatuh.
Entah aku berhalusinasi atau tidak, aku melihat Chanyeol songsaenim berdiri di anak tangga terakhir sambil melipat tangannya. Dia menungguku? Mustahil. Saem, kau membuatku dalam masalah besar.
"Siang, saem. Belum pulang?" sapaku sesopan mungkin pada guru muda ini; walaupun sakit kepalaku membuatku ingin bicara informal kepadanya, karena aku mengenalnya lebih dari guru.
Aku melihatnya mengambil sesuatu dari tasnya.
Sebuah roti sobek.
"Makanlah. Aku kasihan melihatmu seperti tengkorak yang dipakai saat pelajaran Biologi." Ucapnya sambil tertawa kecil.
"Ehm, terima kasih." Kuraih roti yang disodorkannya. "Kau sudah makan?" tanyaku. Chanyeol songsaenim mengangguk.
"Masakan koki kantin selalu enak. Sayang sekali kau tidak bisa menyicipinya."
Aku meliriknya kesal. "Saem, aku itu murid, bukan guru. Jelas kualitas makanan kita berbeda."
Chanyeol songsaenim tersenyum, lalu mencubit pipiku. "Kita 'kan cuma berdua, jangan pakai 'Saem' begitu."
"Ih." Aku menggigit ujung roti itu dengan gemas. "Aku masih normal, saem. Kau tidak boleh tetap menyukai anak dibawah umur sepertiku."
Chanyeol songsaenim merangkulku lalu mengusak-usak rambutku. "Tapi aku tidak bisa normal jika menyangkut dirimu, oke?"
Wajahku terasa panas saat dia mengatakan itu. "Maaf, Saem, itu ilegal."
"Ilegal karena itu diucapkan seorang guru kepada muridnya? Tidak, nona. Sekarang kita hanya berdua dan sekarang kita berstatus sebagai sepasang kekasih."
Aku mengunyah roti itu pelan.
Akh, baiklah. Aku tahu aku adalah satu dari sekian banyak manusia munafik di dunia ini.
Aku, Byun Baekhyun, yang tiap pagi selalu berikrar 'aku-hanya-menyukai-anak-lelaki-muda', sesungguhnya masih –sangat- tertarik dengan laki-laki muda yang keren semacam Chanyeol songsaenim. Kutarik kata-kataku tentang tidak tertarik dengan Chanyeol songsaenim. Yah, paling tidak aku masih normal karena menyukai lawan jenis.
Apalagi ini Chanyeol songsaenim; kau akan mendapati namamu di headline news sekolah jika ketahuan berhubungan lebih dari sekedar guru dan murid dengan Chanyeol songsaenim.
"Hei,"
"Ya?"
Chanyeol songsaenim tersenyum lembut kepadaku. "Malam minggu ini, jam 7 malam. Kujemput kau di rumah."
Aku balas tersenyum. "Dinner di tempatmu lagi, Saem?"
Chanyeol songsaenim menyentil dahiku gemas. "Jangan panggil aku 'Saem', bocah."
"Jangan sentil ini, bisa? Kepalaku sakit." Aku mengusap dahiku yang memerah. Chanyeol songsaenim menjawil hidungku.
"Aku tidak bisa mengadakan dinner karena beberapa peralatan memasakku rusak oleh adik sepupuku. Jadi, kita akan pergi ke bioskop."
"Hah?" aku melotot. "Saem, kau ingin namaku dipermalukan di headline news sekolah? Tolong jangan bercanda."
Fyi, Chanyeol songsaenim sedari tadi mengajakku berbicara sambil merangkulku dan berjalan menuju lapangan parkir. Saem Tua –eh, Saem Muda maksudnya- ini mau aku tersandung, tersedak atau bagaimana? Menyebalkan.
Tapi aku lebih khawatir alih-alih ada salah satu penggemar Chanyeol songsaenim yang masih di sekolah dan menunggu Chanyeol songsaenim.
Lalu memergoki kami berdua dalam posisi yang terlalu dekat seperti ini.
"Saem, murid-murid sudah pulang semua?"
"Memang kau bukan murid?"
Kusikut perutnya. "Aku serius! Bagaimana kalau ada yang memotret kita?"
Chanyeol songsaenim mengaduh pelan, lalu mengangkat bahu. "Bukannya bagus? Jadi mereka semua tahu kau hanya milikku, Baek. Tenanglah, anak-anak itu tidak akan menggigitmu."
Aku melepas rangkulannya di pundakku dan berlari menuju mobilnya yang tersaemir sendiri disana. "Baiklah, Saem! Pastikan pakaianmu tidak mencolok dan bergaya sedikit ke-anak muda-an, dan jangan lupa snapback yang keren!"
Chanyeol songsaenim membuka kunci mobilnya. "Tentu, Tuan Putri. Dan kupastikan tidak akan ada yang mengganggu kencan romantis kita."
Aku tersenyum. "Pegang kata-katamu!"
"Berhenti berteriak dan cepat masuk, Nona Byun."
"E-eh, maaf."
Next Monday…
"Byun Baekhyun! Berikan aku –ah, maksudnya kami- penjelasan mendetail tentang ini!" beberapa siswi kelas 3 yang kuketahui adalah fans fanatik Chanyeol songsaenim kini berdiri mengelilingi mejaku sambil menyodorkan beberapa foto.
Ya, beberapa foto. Dan sudah kuduga pergi ke bioskop adalah hal yang sangat buruk. Bukan buat Chanyeol songsaenim, tapi buatku tentu saja.
"Apa hubunganmu dengan Chanyeol songsaenim, hah?!"
"Dan kenapa snapback kalian sama?!"
"Lalu kenapa tangan kalian berpegangan seperti itu?! Menjijikkan!"
"TOLONG!"
Aku menjerit, supaya kakak kelas yang cerewetnya aduhai itu berhenti memberondongku dengan pertanyaan.
"SUNBAE! Apakah manusia yang tampan itu cuma Chanyeol songsaenim? Demi apapun, lalu kalian mau apa, sih? Kalian tidak boleh mengganggu privasi orang!"
"Kau! Junior menyebalkan!"
"Matilah–"
TOK TOK TOK
Seseorang mengetuk ringkas pintu kelasku.
"Kelas tiga, sedang apa disini? Kembali ke kelas kalian!"
Astaga! Aku bahkan tidak mendengar suara bel masuk sekolah berbunyi. Dasar sunbae bo –eh, jaga ucapan.
Para kakak kelas itu pun memunguti foto-foto di mejaku lalu bergegas meninggalkan kelasku. Sementara guru yang tadi berdiri di pintu, yang ternyata Chanyeol songsaenim, tersenyum padaku.
"Pelajaran pertama?"
"Fisika. Yura songsaenim, Saem."
"Yura songsaenim tidak masuk karena sakit. Kalian coba kerjakan beberapa soal yang ada di buku paket. Dan–"
Chanyeol songsaenim tidak melanjutkan perkataannya. Dia menatapku.
Kenapa, Saem? Merasa sedih karena aku dikelilingi kakak kelas? Dan aku menghadapi mereka sendirian?
"Byun Baekhyun, ikut saya ke ruang Konseling." Setelah mengucapkan itu, Chanyeol songsaenim keluar kelas tanpa menungguku.
Aku segera menyusulnya; mengabaikan tatapan menyelidik dari para siswi di kelasku terutama Kyungsoo dan Luhan.
Chanyeol songsaenim berjalan beberapa meter didepanku. Tangannya ia masukkan ke saku celana dan kepalanya sedikit terdongak keatas. Entah apa yang dilakukannya.
Aku berlari kecil hingga bisa berjalan menyamai Chanyeol songsaenim.
"Saem, anu…"
Aku memainkan jemariku sembari kepalaku tertunduk. Bingung ingin berkata apa.
Kakiku melangkah seiringan dengan Chanyeol songsaenim. Hingga akhirnya kami berhenti didepan sebuah pintu bercat coklat yang kuyakini adalah ruang Konseling.
Chanyeol songsaenim mengambil sesuatu di saku celananya; sebuah kunci dengan gantungan Menara Eiffell.
"Hei," ucap Chanyeol songsaenim dengan tangannya sibuk memutar kunci. "Maaf, aku melibatkanmu dalam kesulitan." Chanyeol songsaenim pun membuka pintu itu dan merangkulku. Mengajakku masuk ke ruangan sepi dan ber-AC itu.
Aku mengangguk pelan. "Tidak apa. Sudahlah." Senyum kecil kuukir di wajahku; yang kuharap dia tidak tertawa karena wajahku yang mirip puppy imut ini.
Chanyeol songsaenim mencubit hidungku. "Sebenarnya, aku tidak mau kita dinner karena aku takut kau bosan." Dia tersenyum miris. "Maafkan pacarmu yang sok muda ini."
Aku bisa merasakan suasana sedikit canggung melingkupi kami. Kuraih tangan Chanyeol songsaenim lalu meremasnya.
"Peduli amat dengan kau yang sok muda. Cinta tidak mengenal tua dan muda, Saem."
Bisa kulihat kini Chanyeol songsaenim tersenyum dengan anehnya dan kini giliran tangannya meremas tanganku.
"Haha, kau mau bolos atau mengerjakan soal Fisika? Karena aku lebih berharap kau bolos dan menemaniku disini. Mengenang masa-masa dari awal kita bertemu hingga sekarang. Bagaimana?" Chanyeol songsaenim menepuk-nepuk pipiku pelan.
Duh, Saem yang aneh. Mana ada Guru yang menawari muridnya untuk membolos?
"Baik, Saem. Aku bolos saja."
Chanyeol songsaenim tersenyum lebar lalu mengajakku duduk bersamanya.
.
.
.
.
.
END
