Wanita itu berteriak: "Andwae! Kau tidak boleh mengambilnya. Poster itu milikku! Aku yang sedari tadi menunggu!".
Orang orang sekeliling memandang aneh padanya. Dia terlihat seperti orang gila. Merusak kesunyian di siang secerah ini. Belakangan ini dunia memang sedang marak Kpop (baca:Hallyu). Demam Kpop sedang merajalela. Termasuk wanita itu.
Wanita lain yang berebut sebuah poster Kyuhyun Super Junior itu hanya bisa memberi begitu saja. Ia tampak takut padanya. Tampangnya memang sedikit gila.
Dengan senang wanita yang bertertiak tadi membayar poster dan pulang dengan damai.
"aku sudah menunggu 1 jam demi poster itu dan aku harus berebut dengan dia. Sungguh mengesalkan!". Ia tampak bergumam sendiri.
Wanita itu berpakaian tak rapi dengan rambut diikat seadanya. Bisa dilihat ia bershampoo seminggu lalu. Namun tak apa baginya, itu bukan masalah. Yang penting baginya hanya makanan dan idolanya. Ia pulang ke sebuah rumah mungil peninggalan orang tuanya. Rumah itu tampak tua dan sedikit berantakan. Ia masuk dan memasang poster yang tadi dibelinya. Rumah itu penuh dengan poster Super Junior. Sebuah lemari besar di ruang tamu menunjukkan banyak album dan semua buku mengenai Super Junior. Ia mengoleksi semuanya. Buku, album, foto, poster, dan semua tentang Super Junior.
Ia masuk ke kamar dan ganti baju. Tampak lemari besar dengan hampir seluruh baju bertema "Super Junior". Dan juga berbagai pelengkap seperti jam tangan, topi, jaket yang bertema Super Junior. Hanya kamarnya yang tertata rapi dengan cat Sapphire Blue disetiap sudut. Merasa lapar, pergi ke dapur dan hanya memakan sebuah mie cup. Tampak di tong sampah berisikan sejumlah bungkus kosong mie cup. Mungkin ia hanya makan itu di tiap hari kehidupannya. Ia makan dan meninggalkan sampah itu berserakan di atas meja. Kemudian masuk ke kamar dan mulai mengetik sepatah dua patah kata pada komputer versi terbaru kesayangannya.
Ia memulai online pada sejumlah jejaring sosial. Twitter, Facebook, Instagram, Weibo, Cyworld dan lainnya. Kebahagiaan satu satunya yang ia miliki. Bersenda gurau dengan ELF diseluruh dunia lewat akun jejaring sosial itu. Betapa indah senyum kecilnya yang merona. Wajahnya cantik dan manis namun jarang dirawat. Ia mulai mengetik pada diary di computernya:
-bahkan jika bumi ini berhenti berputar, aku tak akan pernah berhenti mencintaimu.
Kau yang jauh disana. Aku percaya suatu saat aku akan melihatmu nyata. Berdiri disampingmu, tersenyum bersamamu, memelukmu.
Walau kini aku hanya dapat melihat bayangmu di layar kaca. Walau hanya dapat bercumbu dengan poster ini.
Aku percaya, segala usahaku ini Tuhan akan membayarnya. Rela ku lakukan semua ini.
Hanya kamar ini yang mengetahuinya. Hanya poster membisu melihat cintaku padamu yang jauh disana.
Tunggu aku, aku pasti akan memilikimu.
"saranghae"-
Seperti Super Junior satu satunya yang ia miliki. Dengan tersenyum ia bangkit dari kursinya. Mengatakan"goodnight oppa, jaljjayeo" pada semua poster di kamarnya. Bahkan ia mencium seluruh poster yang tak terhitung jumlahnya. Ia percaya dengan begitu ia akan tidur berbalut mimpi indah.
Aku melihatnya. Perlahan kudekatkan tanganku pada wajahnya.
Mengelus wajahnya... terasa dingin.
Yaa... setiap kaca terasa dingin.
Aku menyeka keringatnya, menghapus air matanya.
Tapi apa? Aku hanya menyeka sebuah layar kaca.
Bodoh! Kau bodoh! Terlalu mencintai mereka yang bahkan tak mengenal anda!
Apa itu dinamakan cinta...?!
Aku berbicara padanya. Mengutarakan semua perasaanku padanya.
Tapi ia diam saja...
Setiap orang pasti berkata
"bagaimana bisa sebuah poster dapat berbicara?"
Gadis ini sudah gila!
_
Pagi yang cerah. Tok tok tok.
"Sungmin, bangun." Seorang lelaki berkulit putih berdiri di depan pintu. Sungmin keluar dengan wajah malas. Belek mata masih menempel dan iler masih tampak dibibir mungilnya.
"APA?!" jawabnya dengan kasar.
"Aku telah membeli tiket ke Seoul seperti janjiku hari itu. Hanya untuk berdua. Apa kau mau pergi bersamaku?"
"Tidak" jawabnya singkat dan menutup pintu.
10 detik kemudian dia membuka pintu dan berteriak "APA? KAU MENDAPATKANNYA? Aku ikut! Mana tiketnya?"
Lelaki itu memberikannya dan dengan cepat Sungmin mengambilnya. "gomawoyo, jeongmal gomawo Henry oppa ^^". Sungmin mengundangnya masuk.
"Jadi, bagaimana novelmu akhir akhir ini? Apa penjualannya baik?" tanya Henry.
"Aku hanya penulis novel amatir. Novel baruku akan diterbitkan mulai minggu depan, Aku tak berharap banyak. Hanya untuk makan dan ditabung untuk membeli album Super Junior sudah cukup. Dan kau? Bagaimana pasienmu akhir akhir ini?" tanya Sungmin.
"tidak buruk. Tumben bertanya... Ahhh, aku tahu. Pasti karena aku udah beli tiket itu kaaan? Dasar!" celoteh Henry.
"emang sihh. Oiya, kau bawa makanan hari ini?" tanya Sungmin
"oiya, tunggu sebentar." (ia pergi ke mobil dan membawa rantang)
"aku masak jajangmyeon kesukaan kamu"
"Horeee. Masakanmu memang nomor satu oppa! ^^" jawab Sungmin dengan girangnya
Mereka makan dengan lahap. Selagi makan mereka bercerita.
"Kau semakin menggilai mereka Sungmin sshi... ini sudah kelewatan" kata Henry sembari melihat ke seliling rumah Sungmin
"kau yang membuatku menyukainya!"
-Flashback-
Seorang wanita dengan tampang gila datang ke sebuah klinik "psikolog".
"Kamu, apa kau memiliki obat yang membuat orang mati tanpa kesakitan?" tanyanya.
"apa kau memiliki masalah nona? Kau dapat memberitahukannya padaku." Jawab si dokter.
"tidak perlu. Kau hanya butuh memberikanku obat sebanyaknya hingga aku mati!"
"tapi nona... ada baiknya kau berbagi cerita padaku"
"BERIKAN AKU OBAT!" wanita itu hampir melayangkan guci indah di ruangan itu. Pria itu langsung memeluk dia... memeluknya erat hingga ia tak dapat bergerak.
"aku dapat membantumu. Jika kau merasa masih normal untuk pergi pada psikiater, maka aku bisa membantumu." Kata pria itu sambil tersenyum.
Wanita itu perlahan menangis dan menumpahkan semua air matanya pada pria itu.
Buugghhhh~
Gelap... tiba tiba semua menjadi gelap dimatanya. Entah apa yang terjadi.
Wanita itu membuka matanya... melihat ia masih berada di praktek yang ia kunjungi tadi malam.
"kau sudah bangun? Aku telah menyiapkan kimchi untukmu." Kata si pria. Si wanita hanya dapat mengangguk dan menuju ke meja itu. Makan perlahan sambil melirik pria yang sedang membaca koran didepannya.
"kau tahu... mengapa aku merasa malam yang mendominasi hidupku? Semua kelam. Aku tak tahu mengapa. Semua orang meninggalkanku. Orang tuaku bercerai saat aku tengah sibuk SMA dan aku tak tahu dimana tepatnya mereka berada. Ahhh... ketika mengingat itu rasanya sakit sekali. Aku hidup sendiri mencari nafkah. Aku hampir berniat menjadi wanita malam disebuah club. Aku mulai merasa tak ada 'kebahagiaan' di dunia ini. Semua kelam seperti malam. Begitu pula, kekelaman itu bertambah buruk dan aku merasa hujan mulai datang beserta kilat yang semakin menjadi. Kapan tepatnya matahari datang..." kata wanita itu dengan nada lirih.
"jika kau ingin melihat matahari, maka kau harus melihat pelangi terlebih dahulu." jawab si dokter
"aku tak butuh mereka. Pelangi hanya muncul sebentar lalu menghilang. Itu sama saja seperti kedua orang tuaku. Aku tak membutuhkan omong kosong itu."
"kau salah nona. Kau tahu... Kau akan melihat pelangi sebelum melihat matahari. Itu berarti, pelangi juga sesuatu yang berharga. Kau akan lebih bahagia melihat pelangi dibawah teriknya matahari."
"bagaimana jika ia pergi? Aku sangat membenci seseorang yang pergi setelah berhasil membuatku menyayangi mereka."
"kau akan mengerti suatu saat nanti, nona. Ingatlah satu perkataanku. Pelangi datang, untuk berkata pada dunia. Bahwa matahari akan segera bersinar. Kuharap kau mengerti umpama seperti ini."
"hhmm... jadi aku harus bagaimana dok? Aku tak memiliki satupun semangat hidup."
"aku tahu. Matamu mengisyaratkan hatimu yang masih tersisa luka lama. Luka yang sepertinya tak akan sembuh. Tak akan sembuh sampai ada seseorang yang menyembuhkannya. Cobalah untuk sering berkonsultasi denganku. Lalu, cobalah menghapus semua masa lalumu. Cari sebuah kata 'kebahagiaan'."
"aku tak dapat menemukannya. Sungguh, sepertinya kebahagiaan tak akan bersinggah pada hidupku."
"kau bisa memulainya dengan mencintai seseorang."
"siapa? Aku tak memiliki siapapun di dunia ini."
"bagaimana dengan artis? Tidakkah kau menyukai seorang artis?"
"tidak."
"baiklah. Aku sering mendengar bahwa banyak para wanita yang menyukai boy band yang bernama 'Super Junior'. Kau bisa mencoba menyukai mereka dari internet. Mungkin itu bisa menjadi kebahagiaanmu."
"hhmm... boyband itu apa yah?
"mungkin sekelompok pria asal Korea yang bernyanyi dan menari..."
"hahaha... Pasti terlihat bego. Aku tak tertarik dengan hal seperti itu."
"aku hanya memberi sara. oiya, kau tak memiliki pekerjaan?"
"hey. Aku mendapat beasiswa dan kuliah jurusan sastra, aku juga bekerja part time di banyak tempat. Aku bisa melakukan pekerjaan apapun demi semangkuk mie cup"
"apa kau tak memiliki teman disana?"
"hhmmm... tidak. Ehhh, aku pikir sudah saatnya aku pulang. Aku akan kuliah jam 1 nanti."
"oohhh... baiklah. Aku rasa hari ini konsultasinya cukup. Aku juga belum bersiap siap. Jangan lupa konsultasi besok atau pun kapan saja kau mau yaa nona. Hati hati." Henry akhirnya sadar jika wanita itu belum membayar. Namun saat ia melihat di sofa terdapat sejumlah uang yang menurutnya cukup untuk konsultasi itu. Ia tersenyum sendiri berpikir bahwa nona itu sungguh lucu dan sebenarnya ia baik. Hanya pakaiannya saja yang tak terawat. Ia percaya bahwa wanita itu masih normal.
Sejak kejadian itu merupakan suatu kewajiban Sungmin untuk datang setiap hari Sabtu setelah ia selesai dengan kuliahnya.
-Flashback End-
"hahaha... iya, aku lupa Sungmin. Tapi aku masih dengan jelas melihat kenangan itu. Entah mengapa. Aku bahkan masih mengingat ucapan kita saat itu. Kau begitu lucu."
"sudah, lupakan. Cepat makan, aku ingin menulis lagi."
"ini hari Minggu. Tak bisa, tak bisakah aku hari ini saja menemanimu? Ya?" jawab dokter itu dengan sedih
Sungmin tertegun mendengar ucapannya itu. "maafkan aku, masih sulit bagiku. Ada baiknya kau pulang."
"Baiklah... lain kali biarlah aku sekali saja menemanimu disini, eoh?"
"akan kupikirkan." Jawab Sungmin
Pintu rumah tertutup. Henry ingin menangis. Mengungkapkan isi hatinya yang telah ditolak. Ia berjalan menuju mobilnya dan hanya berkeliling kemana saja menikmati kesendiriannya. Ia tak habis pikir pada Sungmin, mengapa ia menolak Henry yang sempurna itu. Seorang psikolog yang sukses dengan kulit putih dan muka yang tampan. Henry merasa menyesal. Yaa, menyesal akan banyak hal. Mengapa ia memberitahu Sungmin tentang boyband bodoh itu? Dan membuat Sungmin begitu mencintai mereka... Mengapa saat ia pertama kali bertemu Sungmin ia tidak menyatakan perasaannya? Mengapa... mengapa... hanya itu yang terbenam di pikirannya saat ini. Tapi semua telah terlambat. Itulah yang ia sesali saat ini. Menyesali telah banyak waktu terbuang karena ia sendiri. Menghilangkan begitu banyak kesempatan. Hanya tersisa air mata...
-...KyuMin i'm JOYER...-
Hari keberangkatan mereka ke Seoul telah tiba. Sungmin begitu antusias dan ia merangkul Henry dengan bahagia. Itu membuat Henry tak tahu harus berbuat apa. Harus sedih atau senang. Karena Henry yakin jika Sungmin memang tak mencintainya. Bagaimanapu Ia seorang psikolog. Ia dapat membaca hati Sungmin...
Jarak Mokpo dan Seoul tak terlalu jauh. Karena memang negara Korea yang termasuk kecil. Dan hal yang lebih membuat Henry lebih tersakiti ketika Sungmin menyandarkan kepalanya di bahu Henry. Henry mencoba menghindar. Namun ia tak tega, Sungmin memang terlihat kelelahan. "KyuHyun..." Sungmin terdengar mengigau dan kini tangannya memeluk Henry.
Deg... Deg... Deg...
Henry semakin tak dapat mengendalikan detak jantungnya. Yahh, Henry sendiri tahu... Sungmin bukan memeluknya, namun memeluk Kyuhyun. Ia begitu sedih dan akhirnya menangis. Yahh, siapa yang tidak sedih melihat orang yang kau cinta menyebut nama pria lain. Ia mendekatkan wajahnya pada bibir Sungmin. Perlahan, perlahan, hingga hanya tersisa jarak 1 centimeter. Jantungnya semakin berdetak, ia tak berani...
Ia angkat kembali wajahnya. Mengecup sedikit dahi air mata jatuh ke pipi Sungmin. Sungmin merasa sesuatu hangat membasahi pipinya... dan ia terbangun mendapati tubuhnya memeluk Henry. Ia melihat ke atas. Henry tampak salah tingkah dan melepaskan pelukan itu. Pergi ke toilet. Menyeka air matanya. Ia merasa malu sebagai seorang lelaki. Menangis didepan wanita yang dicintainya. Terlihat sangat memalukan...
-...KyuMin i'm JOYER...-
Pagi itu Mereka tiba di hotel tempat mereka akan menginap. Bukannya istirahat, Sungmin malah meminta Henry untuk segera pergi ke gedung SM Entertaiment. Dengan berat hati Henry menemani Sungmin.
Begitu banyak fans disana. Ia menunggu sesaat dan ia datang disaat yang tepat. Sungmin melihat Kyuhyun keluar dari gedung SM. Sungmin mengejarnya tapi sayangnya ia jatuh dan merasa kakinya diinjak oleh ELF yang lainnya. Ia terduduk di depan gedung itu. Henry yang melihat kejadian itu berlari menghampirinya. Namun...
"kwaenchanayo?" Seorang pria tinggi tampan terlihat mendatangi tubuh Sungmin yang terduduk di atas aspal.
END OR TBC?
Duuhh... ini FF pertama aku chingu. Mohon maaf kalau jelek, atau ga menarik. Chapter berikutnya semakin baik kok ;) Review please ^^. Dukung FF ku ini ya, terutama bagi yang mengenalku :D
Seklali lagi tolong Review, tinggalkan jejak mu ^^
