Prologue (pt. 1)

Sejak awal, Yoongi yakin kalau Jungkook itu bisa jadi bejat juga. Apaupun yang Jungkook lakukan untuk membuat mereka berdua berdamai, dia tetap saja membuat Yoongi memantik apinya. Itu satu paket. /"Kau bajingan, Jungkook! Mau kemana kau pengecut?!"/

.

.

.

Dulu, kalau Yoongi boleh mengenang, sewaktu dirinya pertama kali bertemu dengan Jungkook, Yoongi sudah yakin. Bahwa hal buruk akan terjadi. Kalau masalah bisa datang kapan saja.

Dan mungkin, salah satu masalah itu datangnya dari bocah itu.

.

.

Prologue

"Kadang anak yang kelihatan manis itu sebenarnya punya sisi lain dalam dirinya yang mengerikan."

.

.

Presented by.

Foxyhitss

.

.

Sejak awal, Yoongi yakin kalau Jungkook itu bisa jadi bejat juga. Apapun yang Jungkook lakukan untuk membuat mereka berdua berdamai, dia tetap saja membuat Yoongi memantik apinya. Itu satu paket.

Dan kadang hal semacam itu terjadi. Cukup sering. Tapi dulu Seokjin ada. Jadi dia akan terang-terangan membela bocah tengik sialan itu dan membuat Yoongi mendengus kesal dan buang muka. Tapi roda sudah berputar jauh dan tidak ada lagi 'Kakak baik hati' yang akan membela si sialan itu. Lagipula secara tidak langsung Jungkook juga yang mengakibatkan itu.

Sewaktu Yoongi membiarkan Jungkook di ujung lorong. Pintu menghalangi keduanya. Jungkook bernafas terputus-putus dan orang di balik pintu itu mengusap wajahnya kasar, penuh frustasi.

Bayangan itu bermunculan lagi. Wajah Seokjin saat mereka sama-sama masih di tingkat tiga sekolah menengah. Lalu Jungkook, kemudian gadis itu.

Yoongi punya firasat sejak dulu. Gadis itu sialan. Jungkook juga. Dan mereka berdua merupakan pasangan yang sangat bejat.

Dan Yoongi melepas teriakannya. Penuh amarah dan frustasi. Tapi itu tidak mengubah apapun. Tidak menghilangkan sesak di dadanya beserta kemarahan dan kesedihannya. Semua sudah terjadi. Yoongi sudah menduganya sejak awal. Tapi sekarang itu tidak berguna lagi. Ia melangkah mendekati meja dan membuang semua yang ada di atasnya dengan kasar. Membuat semuanya jadi lebih berantakan.

Sebuah tangan menginterupsi di bahu. Yoongi menepis itu mentah-mentah. Mendapati Jungkook di hadapannya membuat Yoongi muak. Bocah itu!

Yoongi melepas teriakan kebencian pada Jungkook. Tapi anak itu malah mendekat. Sepasang tangan berusaha merengkuh Yoongi, mendekapnya, memeluknya.

"Hyung, dengarkan aku."

Bah! Yoongi tidak sudi memeluk bocah ini. Berani sekali dia. Sialan. Yoongi mendorong Jungkook hingga punggung anak itu menabrak dinding sementara itu Yoongi memandangnya muak.

"Kau. Kalian sialan!"

Kali ini darah Jungkook sepertinya naik ke ubun-ubun, mengantarkan kepalan tangan untuk memukul Yoongi. Pukulannya telak mengenai wajahnya. Yoongi sampai jatuh di tangga karena pukulan itu. Dan Jungkook menariknya agar bangkit.

"Tolong, biarkan aku jelaskan semua ini. Dia... Tidak pernah-"

Yoongi memberontak. Hal itu cukup untuk membuat Jungkook menghentikan omong-kosongnya.

"Jelaskan?" Yoongi mendengung, nada terdengar meremehkan. "Kau pikir dengan kau menjelaskan segalanya maka sahabatku bisa hidup lagi?!"

Yoongi menghempaskan Jungkook hingga jatuh menabrak sisi meja. Menghantam rusuknya. Sementara itu, Yoongi meraih sebuah kursi kayu dan membantingnya mengenai cermin yang tergantung di dinding.

Pecahan kaca yang berjatuhan dengan suara memekik itu mengheningkan segalanya. Jika ditilik ulang, ruangan tempat mereka bertengkar benar-benar berantakan. Porak-poranda. Tidak teratur. Seperti pikiran Yoongi. Semuanya berakhir. Memori-memori itu. Semuanya hancur berkeping-keping tampa sisa seperti beling pada cermin yang telah pecah.

Di lain sudut Jungkook menatap kosong pada Yoongi. Perasaannya tidak jauh berbeda dengan hyungnya itu. Hancur. Dan melihat Yoongi hyung kacau membuatnya tampak kacau juga. Dia kenal dengan Yoongi hyung. Meskipun sejak awal perjumpaan mereka Yoongi secara terang-terangan tidak menyukai Jungkook. Tapi sebenarnya Jungkook kagum dengan orang itu. Dia juga kagum dengan orang-orang ini.

Yoongi jatuh. Lututnya membentur lantai, cukup keras. Tapi sepertinya ia tidak peduli. Tidak ada air mata atau apapun. Tapi tatapannya, juga siluet senyum yang samar itu menyiratkan dua hal. Rasa sakit dan kehilangan.

"Hyung." suara Jungkook menggema di kesunyian. Dia merangsek dari tempatnya mendekati Yoongi. Bahkan saat Jungkook tepat di belakang Yoongi, orang itu tidak menjauh pergi. Hingga Yoongi merasakan sepasang lengan berakhir memeluk tubuhnya dari belakang. Bocah itu meletakkan kepalanya di bahu Yoongi dengan posisi menghadap leher Yoongi. Sambil terduduk, kaki Jungkook terlipat di kedua sisi Yoongi. Membuat Yoongi terkurung pada tubuh Jungkook seluruhnya.

.

.

.

Yoongi punya setangki minyak jika dia mau membakar dirinya beserta kamarnya-jika dia mau. Sesuatu terjadi malam ini.

Setelah pertengkaran itu dan setelah Jungkook merangsek padanya, Yoongi harus mengakui ia suka berada di dekat bocah itu. Sebenarnya memang begitu.

Ada beberapa orang dimana biasanya untuk tetap bersama dengan seseorang yang ia sukai, dia akan mengganggu orang itu. Dengan maksud untuk selalu bersama dan dapat di kenang. Seperti sasaeng.

Jangan tanyakan kenapa dirinya menyamakan kasus ini dengan sasaeng.

Dan Yoongi tidak bisa mengontrolnya.

Malam itu hebat sekali. Jungkook benar-benar polos-dalam arti kiasan maupun sebenarnya. Yoongi maklum karena dia masih kelas tiga dan menurut penuturan 'polos' Jungkook hal ini merupakan yang pertama baginya. Yoongi tidak tahu apakah ia harus bangga atau bersalah. Tapi toh ia menikmati pula permainan itu.

Tapi masalah pokoknya bukan tentang permainan ranjang itu.

Saat keduanya salin bergelung di balik selimut dan belum punya niatan untuk memejamkan matanya, Jungkook mengatakan sesuatu.

"Aku harus pergi, hyung."

Pergi?

"Pergi kemana?"

"Jepang."

Dan langsung saja Yoongi bangun dalam posisi duduk. Sementara Jungkook masih bergelun pada selimut yang menutupi tubuh polosnya.

"A-apa maksudmu? Kenapa kau disana? Apa yang kau lakukan d-disana?" Yoongi merasa jantungnya baru saja diinjak.

"Meneruskan sekolahku. Dan juga... menyusul yang lain."

"Yang lain?" Yoongi mengernyit.

"Keluargaku." jawab Jungkook, "Mereka sudah pergi lebih dulu beberapa minggu yang lalu. Aku harus menunggu keberangkatanku sampai hari kelulusanku, yang dilaksanakan kemarin."

Oh.

Hebat sekali.

"Kakakmu juga?" tanya Yoongi.

Dan itu dijawab dengan anggukan kecil.

Setelah itu Yoongi kembali tidur di samping Jungkook dan memeluknya erat. Sangat sangat erat sampai-sampai Jungkook tidak dapat memikirkan apapun.

"Hyung.."

"Tidak ada yang pergi dari sini. Paham."

"Tapi.."

"Jeon Jungkook. Kau dengar aku! Aku sudah mengatakan tidak akan ada yang pergi dan itu berarti tidak! Tidak ada dan tidak akan pernah ada yang pergi."

"Hyung.."

Jungkook mulai merengek. Sayangnya ia tidak tahu jika rengekan itu bukan kelemahan Yoongi. Dan ketika Jungkook merasa sia-sia, ia mulai mendorong tubuh Yoongi menjauh, memukulnya berkali-kali dan menghentak-hentakkan kakinya. Dan beruntung dengan pubertas yang menghantamnya akhir-akhir ini. Ia dapat lepas dari cengkeraman Yoongi dan menjauh dari ranjang. Langsung saja meraih entah celana siapa entah kaos siapa. Yoongi bangkit dan berusaha menariknya kembali ke ranjang 'mereka'. Tapi Jungkook mendorong Yoongi hingga hanya laki-laki itu yang terduduk di kasurnya.

Jungkook menatap mata itu. Dia suka mata milik Yoongi. Tampak lesu dan lelah. Tapi bisa jadi agresif dan bersemangat pula. Mungkin ini terakhir kalinya Jungkook dapat melihat mata itu.

"Maaf hyung. Aku pergi."

Jungkook melesat. Tapi sebelumnya ia mengambil sebuah jaket hitam milik Yoongi yang tergantung di pintu. Ia mengenakannya dan menatap Yoongi sekilas.

"Hyung harus tahu, aku suka denganmu. Dan aku juga suka mata milik hyung. Terima kasih."

Dan bocah itu menghilang di balik pintu. Yoongi memandang pasrah kepergian bocah sialan itu. Ia bangkit dan memunguti pakaian yang berserakan dan menemukan kemeja yang kemarin Jungkook gunakan.

"Anak itu."

Sementara saat ia melewati atap-atap gedung dengan cahaya teriknya, Jungkook menyadari.

Dari atas sampai bawah, luar hingga dalam, pakaian itu milik Yoongi. Dan baunya juga sama seperti aroma tubuh hyung kesayangannya itu.

Oh.. Jungkook akan merawat ini semuanya, semoga.

.

.

A/N:

Ini hanya teori asal-asalanku. Jangan dipercayai. Aku cinta Sugakookie (terlebih karena top!yoong itu selalu keren). Tapi bagian kemejanya Jungkook di mv Ini itu benar-benar bikin merinding.

What they did in that room that night? Itu benar-benar membuat otakku kotor di saat aku sedang puasa.

Aku sebisa mungkin tidak membuat ini begitu 'kotor'. Karena aku juga puasa dan aku menskip bagian terlarang itu.

Coba tebak part 2 punya siapa?

.

.

.

(PREVIEW)

Prologue pt. 2

Mereka butuh anti-depresan. Mereka butuh sesuatu untuk melampiaskan kesedihan mereka. Padahal sebenarnya merek mencari hal yang sama. Hoseok mencari kebahagiaan yang abadi, dan itu ada pada Jimin. Jimin mencari kesenangan selamanya, dan itu ada pada Hoseok. Setidaknya apa yang mereka cari ada di hadapan masing-masing.