Ong Seongwoo dekat dengan semua orang. Kang Daniel bertanya-tanya apa dia berbeda.

.

.

.

.

.

{ first,

it's like i can hold you ... but i can't }

.

.

.

.

.

"Apa yang kalian lakukan?"

Dia menatap dua manusia yang dengan tatapan serius tengah memandangi laptop di atas meja. Dua pasang mata itu meliriknya kompak ketika suaranya memecah kesunyian.

"Melihat chart," Seongwoo membalas, diikuti anggukan Minhyun. Nu'est, Daniel menebak. Dia menatap Seongwoo ketika merasakan mata itu menatapnya, "kau mau kemana?"

Pemuda bermarga Kang itu menunduk, mengamati penampilannya sendiri. "Minimarket," guman Daniel, "Daehwi bilang dia butuh beberapa hal untuk bahan makan malam."

Mereka bisa saja meminta staff, tapi sudah lama sekali sejak Daniel pergi keluar. Sekarang bukan waktu jalanan padat, jadi akan mudah menikmati beberapa puluh menit menjadi orang biasa.

Daniel melirik Seongwoo, bahkan sebelum dirinya sendiri sadar dia melakukan itu.

"Kau ingin aku ikut?"

Dia tidak melirik, dia menatapnya, menatapnya untuk waktu yang Daniel benar-benar bodoh.

"Baiklah aku ikut," tukas Seongwoo lagi sebelum Daniel bisa membela diri, "kau tidak akan kesepian kalau kutinggal kan?" dia menatap Minhyun dengan tatapan (pura-pura) cemas. Minhyun menggeleng, "pastikan saja kalian tidak tersesat dan berlari-lari tidak jelas." katanya, raut mukanya mengungkapkan dia lebih senang Seongwoo tidak ada disana.

Daniel tertawa, mengingat satu dari sekian kali dia pergi bersama Seongwoo.

"Dia menyindirmu, tahu tidak?" Seongwoo yang sudah menyambar hoodie miliknya melangkah ke arah pintu, melambai pada Minhyun sebelum menoleh pada Daniel. "Niel, kau tidak akan berdiri saja disana kan? Kita sudah terlambat dua puluh tiga detik."

.

.

.

.

.

"Tomat."

Daniel menyodorkan buah merah yang disebutkan Seongwoo tanpa banyak bicara. Daehwi memberi daftar panjang mengenai hal-hal yang harus mereka beli, dan semua itu tidak terkumpul di satu bagian.

Dua menit yang lalu, ia dan Seongwoo baru saja bertengkar tentang letak kubis. Entah bagaimana keduanya tidak memancing perhatian penjaga minimarket, padahal mereka satu-satunya pengunjung saat ini.

Tentu saja, pikir Daniel, kami bisa berpencar dan semua akan lebih cepat.

Itu adalah solusi paling masuk akal, tapi kali ini Daniel menolak pikiran rasional.

"Daun bawang untuk apa?" Daniel mengangkat alis ketika Seongwoo menyebutkan barang selanjutnya, pemuda bermarga Ong itu mengangkat bahu, "jangan bertanya. Masakan Daehwi bisa dipercaya."

Daniel tahu hanya dengan melihat senyum jahil Seongwoo ketika menoleh untuk menatapnya.

"Tidak seperti seseorang yang kukenal."

Tepat sasaran. Tiap kali mereka menyinggung-nyinggung kata masak, Seongwoo akan kembali mengungkit fakta dia gagal menyelesaikan Meringue.

"Untung aku tidak mengenal orang itu," balas Daniel, melemparkan lobak ke dalam troli. "Tapi mungkin sekarang dia sudah berubah jadi seseorang yang pandai memasak."

Seongwoo menggeleng, mendorong troli mereka ke bagian snack. Tidak tercantum di daftar Daehwi, Daniel tidak akan protes. Dia selalu membiarkan pemuda itu melakukannya keinginannya.

"Atau mungkin kemampuan memasaknya bertambah ... parah. Sekarang aku paham kenapa dia tidak pernah berpacaran." Seongwoo berujar dengan nada seakan fakta itu adalah hal paling menyedihkan di dunia. Daniel sudah tersedak jika ia tengah memakan sesuatu.

"Apa hubungannya?"

Bukan salahnya kalau waktunya dulu lebih banyak dimiliki oleh kucing-kucing peliharaannya.

"Wanita suka pria yang pintar memasak," Seongwoo memenuhi troli mereka dengan keripik buah, "misalnya aku. Kemampuan memasakku lumayan. Aku dapat banyak surat cinta dulu. Aku ini sangat populer."

Ong Seongwoo dan kepercayaan dirinya. Daniel tertawa, tahu betul selama ini ia hanya melihat Seongwoo memasak ramen instan.

"Ya kalau begitu kenapa kau tidak mengajari orang itu memasak?" usulan itu terucap begitu saja. Daniel perlu beberapa detik untuk memahami apa yang ia katakan sendiri. Itu ide yang ... sangat bagus.

Seongwoo berhenti, menoleh. Untuk sesaat Daniel pikir pemuda itu akan melakukannya.

"Tidak."

Senyum Daniel lenyap.

"Aku sibuk. Aku ada janji dengan Guanlin, lalu Jaehwan, lalu Sungwoon-hyung, dan Minhyun—"

Daniel menghela napas. Terkadang dia merasa istimewa, tapi lebih seringnya tidak.

"Kau benar-benar tidak punya waktu untuknya?" pancing Daniel, "dia mungkin akan lebih memilih dekat dengan orang lain." Iseng, dia melirik Seongwoo untuk melihat reaksinya.

Sayangnya, Ong Seongwoo terlalu sibuk memilih minuman di lemari pendingin.

"Rasanya seperti diancam," matanya tidak melirik Daniel satu kali pun saat mengatakan itu, "aku sudah banyak melihatnya empat bulan terakhir. Aku ini juga harus memperhatikan yang lain, Kang Daniel."

Baru saja ... dia tidak sedang mengatakan dia bosan melihat Daniel kan?

"Tapi—"

Apa mungkin ... pemuda Ong ini masih kesal karena kejadian waktu itu?

"Pegang trolinya. Aku mau ambil es krim dulu."

"Hei, Seongwoo—"

Tapi pemuda itu sudah pergi ke sudut lain minimarket. Daniel menggeleng, menatap pemuda berambut legam itu dari tempatnya. Ong Seongwoo tidak pernah berubah, dari orang asing yang hanya ia ketahui nama hingga sekarang mereka akan debut bersama.

Dia juga tidak berubah tentang dekat dengan semua orang, Daniel tersenyum sedikit. Punggung Seongwoo nampak jelas dari tempatnya berdiri.

Lain kali, aku akan melakukannya dengan lebih baik; meraihnya.

.

.

.

.

.


Writer's Note :

Yeah ini nggak ada ket. 'completed' karena aku berencana nulis sehari satu otp. Nggak berat-berat cuma percakapan ringan antar mereka gitu. Aku berusaha tidak mager.

Oh dan makasih banyaaaaaak buat yang ngeluangin waktu baca ff spam-spam aku. Ya ampun kalian bener-bener baik, aku soft ╥﹏╥

(( just drop your otp here ))