Pak Kepala Panti berjalan sambil tersenyum-senyum melihat koran di tangannya. Sudah beberapa kali beliau membaca ulang artikel tersebut tapi belum membuatnya bosan. Angin kencang yang mendadak bertiup menerbangkan helai itu dari pegangan. Refleks mengejarnya, lelaki itu lupa memperhatikan jalan.
"Awas!" Seseorang menariknya mundur. Keduanya jatuh akibat kuatnya tarikan tersebut. Sebuah truk melintas hanya sepersekian detik setelah mereka menyingkir dari lintasan.
"Terima kasih ..." gumam Pak Kepala Panti, terpana dengan seberapa dekat dia pada kematian. Penolongnya adalah seorang pemuda tinggi yang kedua lengan dan lehernya tak luput dari perban. Seorang detektif profesional dengan kepribadian berubah-ubah, Dazai Osamu.
"Akulah yang harus berterima kasih. Ini memberiku ide bahwa kalau menabrakkan diri pada truk dengan kecepatan tersebut mungkin bisa langsung membunuhku tanpa rasa sakit!"
Sejak kapan seorang maniak bunuh diri menyelamatkan nyawa orang lain?
"... Begitu, ya?"
"Ngomong-ngomong, Anda mau ke mana?" Dazai bertanya dengan ramah.
Pak Kepala Panti mengasurkan koran yang sekarang agak kotor setelah dilindas kendaraan. "Aku ingin menemuinya." Jari telunjuknya menyentuh gambar hitam putih seseorang dengan parasut di ketinggian puluhan meter dari tanah.
"Eeh, Atsushi-kun? Dia jadi benar-benar tenar ya," komentar Dazai geli. Siapa sangka bocah yang awalnya minim kepercayaan diri itu sekarang ditemui jauh-jauh oleh orang luar Yokohama?
"Kamu mengenalnya?" Pak Kepala Panti merasa cara Dazai menyebut nama Atsushi terbilang akrab.
"Kami sama-sama anggota Agensi Detektif," Dazai mengaku. "Atsushi-kun menyelamatkanku yang sedang melakukan usaha bunuh diri dengan metode penenggelaman."
"Kamu benar-benar serius masalah bunuh diri, ya ... "
Dazai tersenyum saja. "Ayo kuantar ke gedung Agensi," Ia menawarkan jasa.
"Terima kasih, tapi bisa kita mampir ke toko bunga dulu?" pinta Kepala Panti. Dazai berkata bahwa dia tidak masalah dengan itu. Sementara Kepala Panti memilih-milih bunga, dia ngacir ke toko sebelah untuk membeli arsenik dan pestisida.
"Atsushi-kun adaa?" Dazai masuk membawa tamunya. Kepala Panti berdiri di belakang Dazai dengan membawa sebuket bunga.
"Dia mengantar barang dengan Kyouka-chan, sebentar lagi juga balik." Tanizaki menyahut.
"Nah, begitulah, silakan duduk dulu sambil menunggu." Dazai menunjukkan kursi untuk klien. Pak Kepala Panti menurut, mengabaikan tatapan ingin tahu para agen lain.
Beberapa menit kemudian pintu dibuka dari luar. Atsushi dan Kyouka masuk dengan tangan kosong, sepertinya tugas mereka selesai dengan lancar.
Ketika Atsushi menyadari adanya Pak Kepala Panti, dia melompat mundur dengan kaget. "Ke-kenapa ...?!" Tubuhnya gemetar seperti ketika Kyouka bertemu Mori di jalan.
Kepala Panti tidak kelihatan terkejut dengan reaksi Atsushi, itu sudah dia duga. "Kenapa Anda di sini?!" Anak itu menjerit seperti berhadapan dengan sesuatu yang sangat menakutkan.
Kunikida dan Tanizaki berpandangan heran. "Ada apa, Atsushi?"
Dazai dan Ranpo mengamati, sibuk menyimpulkan sendiri kemungkinan relasi antar dua orang itu. Tiba-tiba saja Atsushi berbalik, lari ke luar dengan kecepatannya yang tidak kira-kira.
"Kyouka-chan," panggil Dazai. Kyouka mengangguk paham, dengan segera mengikuti arah perginya Atsushi.
Hening. Beberapa pasang mata menatap satu orang yang masih duduk dengan tenang. "Aku adalah kepala panti tempat Atsushi tinggal dulu." Pak Kepala Panti tahu orang-orang di ruangan itu menunggunya buka suara. "Aku melakukan banyak hal kejam pada anak itu selama bertahun-tahun." Tidak perlu diceritakan, dari reaksi Atsushi saja mereka sudah kehilangan minat untuk mendengar detail hal kejam yang pria itu maksud.
"Jadi Anda ke sini untuk memujinya?" Ranpo menyeringai melihat buket bunga di pangkuan Kepala Panti.
Hanya tersenyum dengan tampang menggambarkan penyesalan, Kepala Panti agaknya tahu bahwa kehadirannya tidak membawa hal baik. "Baiklah, tolong serahkan ini pada Atsushi, aku akan pulang." Benda yang dibelinya dengan menjual pistol pada Port Mafia itu diletakkan di meja.
Tanizaki meringis, tidak tahu harus berkata apa melihat situasi ini. Kunikida melanjutkan perkataannya dengan muram. Ranpo sendiri kelihatan enggan berkomentar.
"Pak Kepala Panti, bisa ngobrol sebentar denganku di atap?" Akhirnya Dazai yang mengambil alih. Kepala Panti terlihat ragu. "Langitnya sedang bagus." Akhirnya pria itu mengangguk setuju.
Sementara itu Kyouka berhasil menyusul Atsushi yang duduk termangu di bangku taman dengan raut bingung dan frustrasi. "Ayo kembali ke Agensi." Gadis yang lebih muda dua tahun darinya itu mengajak.
"Tidak, Kyouka-chan. Orang itu membuatku takut." Atsushi kembali teringat penyiksaan yang dialaminya selama di panti.
"Percayalah pada orang-orang di Agensi. Mereka tidak akan membiarkan anggotanya disakiti." Kyouka mengeluarkan pedang pendeknya. "Aku juga, bisa membunuhnya jika diperlukan."
"Ah, tidak, tidak, meski demikian jangan lakukan itu, Kyouka-chan," Atsushi tersenyum kecil melihat tingkah Kyouka. "Tentu saja aku mempercayai agensi." Atsushi ingat bagaimana Tanizaki menyuruhnya lari, Kunikida menjemputnya dengan kapal, dan Dazai melenyapkan kutukan Q sambil mengucapkan selamat padanya. Tidak mungkin Atsushi meragukan kapabilitas mereka apalagi jika hanya diadu dengan Kepala Panti.
Masalahnya di sini bukan kekuatan atau kecerdasan. Masalahnya adalah luka hati anak kecil yang dikurung sendirian dalam gelapnya doktrin bahwa dirinya tidak berhak untuk hidup.
"Perbuatan Anda apa pun alasannya, tidak bisa dimaafkan ya ..." gumam Dazai, tiduran di atap sambil mendengar cerita Kepala Panti.
Kepala Panti berdiri di tepi, melihat ke bawah dengan datar. "Iya." Dia membenarkan dengan satu kata paling sederhana.
"Anda tahu kenapa aku bilang begitu?" Dazai memejamkan matanya. "Karena aku melakukan hal yang sama." Dia menjawab sendiri pertanyaannya dengan pernyataan yang membuat Kepala Panti menoleh padanya.
"Aku memukul seorang anak dengan keras dan menembakkan pistol padanya tiga kali hanya untuk mengingatkannya agar tidak sembarangan membunuh kalau masih ada pilihan lain." Dazai teringat pada Akutagawa. "Padahal aku tahu waktu itu dia sedang berharap akan mendapat pujian." Dazai menutup matanya dengan sebelah tangan.
"Empat tahun kemudian ... Dia menampar bawahannya dengan alasan yang sama." Dazai ingat apa yang didengarnya dari penyadap. Higuchi dengan semangat meminta Akutagawa menyerahkan urusan penangkapan Atsushi padanya lalu berujung dengan tamparan keras dan kemarahan dari si pemilik Rashoumon bahwa kecerobohan Higuchi bisa-bisa malah membunuh target mereka yang harusnya ditangkap hidup-hidup.
Kepala Panti tercenung mengamati Dazai. "Lalu pada kasusmu, bagaimana hubungan kalian?" Ini cukup ironis. Terlepas dari perbedaan umur dan latar belakang, Atsushi membenci Kepala Panti tapi berhasil menangkap maksud orang itu dan tanpa sadar menjadikannya pedoman hidup. Sementara Akutagawa tetap menunjukkan rasa hormat yang besar pada Dazai tetapi gagal menyimpulkan dengan sempurna ajarannya.
"Ada sesuatu yang harus disembunyikan sampai waktu yang tepat, Anda memahami itu dengan baik."
Seperti Kepala Panti yang menyembunyikan perhatiannya pada Atsushi, dan mendidiknya dengan keras agar menjadi orang baik. Sekarang adalah saat dimana dia bisa menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya secara terang-terangan.
Sementara itu Dazai yang telah mengakui Akutagawa sejak lama, bahkan memujinya di hadapan Odasaku, dia harus menyembunyikan perasaan itu dengan bersikap dingin sampai Akutagawa melakukan hal yang benar. Jadi setelah dia menyelamatkan kota dengan mengalahkan Bos Guild, saat itulah Dazai mengakui muridnya itu bertambah kuat. Pada sore itu dia bisa menepuk pundaknya dan berkata dengan lembut untuk pertama kalinya.
"Atsushi-kun mungkin tidak sadar, tapi selama ini yang dia lakukan adalah untuk sebuah pengakuan."
"Tapi karena aku bukan orang yang berhak, maka dia berusaha mendapatkan pengakuan itu dari orang lain ..."
"... Dengan standar yang Anda tetapkan." Dazai menambahkan.
Pintu atap tiba-tiba didorong dengan keras. Atsushi muncul celingukan dengan membawa buket bunga di pelukannya. "Pak Kepala Panti!" serunya dari jarak sekian meter setelah menemukan objek yang dicarinya.
Pak Kepala Panti berdiri mematung ke arah Atsushi. Matanya yang memandang sendu bersitatap dengan manik keunguan Atsushi yang memendam haru. Sementara Dazai duduk menonton mereka dengan sebelah lutut ditekuk dan sebelah kaki diluruskan.
"Aku membenci Anda selama ini, tapi terima kasih banyak atas pelajaran yang telah Anda berikan!" Atsushi berseru keras-keras, mengeratkan pegangannya ke buket bunga.
Pak Kepala Panti kali ini kaget, tidak menyangka. "Dazai Osamu, sepertinya hal yang tidak bisa kuberikan padanya, dia peroleh darimu?" gumamnya sambil melangkah ke arah Atsushi yang menegakkan kepalanya dengan kebanggaan bahwa dirinya berhak untuk hidup.
"Kalau itu, entahlah," Dazai tersenyum sambil mengangkat bahunya.
"Aku harus pulang, anak-anak panti menungguku." Pak Kepala Panti semakin dekat, dan Atsushi seperti sedang menahan dirinya dari ketegangan yang luar biasa. Ketika ayah anak dengan hubungan rumit itu berpapasan, Kepala Panti meletakkan tangannya di kepala Atsushi, mengacak pelan rambut anak itu sambil berbisik, "Kerja bagus, Atsushi. Kau telah hidup dengan baik."
Hari itu, Atsushi tidak mengerti mengapa air matanya mengalir tanpa bisa dicegah. Tapi hal yang lebih tidak dimengertinya adalah alasan Kepala Panti juga meneteskan air yang sama di pipinya.
-
Kenapa mereka semua salah paham? Maksudku, episode di mana Kyouka akhirnya tahu alasan Yasha Shirayuki membunuh orang tuanya. Episode yang sama dengan Atsushi berpikir ulang tentang tindakan Kepala Panti.
Apa pun itu, maaf telah membuang waktu kalian untuk membaca seribuan kata tak bermutu ini ~ Mungkin kalian bersedia buang waktu sekian detik lagi untuk review?
