A Haikyuu! Fanfiction
.
Hate and Love by chiyoko-chan23
.
Contain: Shounen-ai / Male x Male / BL [KageHina]
Disclaimer:
Haikyuu!
(c) Furudate Haruichi
(I'm not own this character. All of character is belong to their creator)
WARNING: (Possibly) OOC, Typo(s)/Misstypo, Gaje, BL yang sangat abal
.
Musim dingin,
Sebuah awal dari kisah antara Kageyama dan Hinata, si duo yang suka bertengkar dari tim voli Karasuno.
Hal yang tidak mudah menerjang.
Sulit untuk menahannya...
.
.
Kageyama Tobio, menyusuri jalanan perkotaan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel cokelat tuanya. Musim dingin adalah satu dari sekian banyak hal buruk baginya, dan dia berharap, hal buruk selanjutnya tidak akan terjadi; bertemu dengan Hinata Shoyo dan membuat dirinya harus berdebat panjang lebar dengan lelaki pendek berambut oranye tersebut.
Pertandingan voli sebelumnya dimenangkan oleh tim mereka, tim voli sekolah Karasuno, dan di musim dingin ini, jadwal pertandingan kosong. Mereka mendapatkan libur musim dingin yang sepantasnya. Sudah 3 hari sejak hari pertama liburan dimulai, dan Kageyama belum bertemu Hinata sejak hari itu.
Meski dia tidak mengharapkan hal itu terjadi.
Kageyama berjalan menuju gedung klub voli Karasuno, dan seharusnya, dia sudah bisa menduga bahwa Hinata pasti sedang giat berlatih di sana.
Dia membelok, memasuki pekarangan Karasuno, dan merogoh saku celana panjangnya. Dia mendapatkan kunci dari para senpai. Itu adalah suatu kehormatan tersendiri baginya.
Dia mengitari gedung klub, dan tidak menjumpai sosok Hinata di sana. Salju tidak turun hari ini. Udara belum terlalu dingin. Hinata seharusnya sedang berlatih sendirian di sini. Kageyama tahu jelas bahwa anak itu benar-benar memiliki tekad yang kuat untuk menjadi pemain voli yang hebat dan semangatnya selalu terbakar. Seharusnya, dia tidak melewatkan hari-hari 'tak bersalju' di musim dingin ini dengan berlatih. Seharusnya, sepasang mata Kageyama menangkap figur Hinata yang bertubuh mungil itu di sana, sedang berlatih dengan bola volinya. Dan seharusnya, jika Hinata ada di sana, mereka akan bertatap muka dan tidak rukun seperti biasanya-meski mereka sebenarnya sangat akrab.
Kageyama berusaha bersikap tak peduli. Ia melangkah menuju pintu depan gedung, memasukkan anak kunci dan memutarnya, kemudian pintu terbuka.
Ia menyalakan lampu. Menutup pintu lagi, dan berjalan ke arah keranjang hitam persegi di mana bola-bola voli milik klub disimpan di sudut ruangan.
Tidak. Terasa terlalu hening. Ia menyadari, bahwa dirinya sebetulnya mengharapkan Hinata ada di sana. Jadi setidaknya, mereka bisa berlatih bersama. Ketidakhadiran Hinata di sana menjadi suatu hal yang aneh bagi Kageyama. Dia mengernyitkan dahinya, alisnya bertautan, dan mencoba menganalisa jawaban atas pertanyaan : "Mengapa-Hinata-tidak-berlatih-di-sana-seperti-biasanya?"
Ada banyak jawaban. Tapi yang kemungkinan benar-benar terjadi adalah; Hinata jatuh sakit.
Tidak, Kageyama tahu jelas bahwa sebelum liburan, anak itu nampak segar bugar. Tertawa-tawa seperti biasanya dan berteriak-teriak tidak jelas. Baginya, Hinata terlalu hiperaktif, seperti anak kecil. Yah, tidak heran, badannya memang mungil mirip anak sekolah dasar.
Langkah kaki seseorang mulai tertangkap dengan cukup jelas oleh indra pendengar Kageyama. Ia menajamkan pendengaran, kemudian berbalik menghadap pintu, menunggu pintu terbuka dan memunculkan sosok di baliknya.
Terdengar bunyi senandung ceria. Tapi itu bukan suara Hinata.
Pintu terbuka dengan cukup keras dan muncul sosok Tanaka Ryuunosuke di baliknya, bersenandung ceria, dan tidak terlalu terkejut melihat sang kouhai berada di sana.
"Ah, kukira Hinata. Ahahaha... sepertinya hari ini dia absen latihan ya?" Seperti ada kesan bertanya dalam ucapannya. Kageyama mengangguk.
"Tak seperti biasanya dia absen latihan."
"Ah! Kau khawatir padanya, iya kan? Ahahahaha... mengaku sajalah!"
"Ti-tidak! Bagaimana bisa aku khawatir pada-"
Ucapannya terpotong.
Sang kapten berdiri di belakang mereka, baru saja memasuki gedung klub beberapa detik yang lalu.
"Hinata kecelakaan ringan."
Mata Kageyama membulat. Tanaka terkejut, tapi kemudian dia mengguncang-guncangkan bahu sang kapten.
"Jangan bercanda deh... nggak lucu tahu."
"Siapa yang bercanda di sini?" Daichi Sawamura, menyahut dengan sarkas-tak seperti dirinya yang biasanya. Tanaka langsung menjauh dari sana. Kageyama mengambil langkah mendekati sang kapten. Tatapannya berubah.
"Kecelakaan? Di mana? Tidak mungkin. Tapi, yah... anak yang cukup ceroboh seperti itu memang tidak aneh kalau mengalami hal seperti itu di jalanan."
"Dia terpeleset salju. Hanya benturan ringan di bagian kepala belakang," sahut Daichi. Kageyama merasa sedikit lega.
Setidaknya anak itu hanya terpeleset dan terbentur. Kukira dia tertabrak mobil atau apalah itu...
"Apakah dia baik-baik saja?" tanya Tanaka, menimpali. Daichi mengangguk. "Aku dapat kabar dari ibunya beberapa menit yang lalu."
Kageyama menggaruk-garuk kepalanya. Dia kemudian melemparkan kembali bola voli ke dalam keranjang hitam persegi di sudut ruangan yang berjarak sekitar beberapa meter darinya, kemudian pergi melewati para senpainya.
"Hey, mana kuncinya! Dan mau ke mana kau?"
"Kuncinya menggantung di sana. Aku... ingin ke rumah Hinata."
"Tunggu, aku ikut, dasar bodoh!"
"Bodoh? Siapa yang kau maksud?"
"Setidaknya, panggil aku senpai!"
Akhirnya, Kageyama, Daichi, dan Tanaka pergi bersama-sama ke rumah Hinata. Rumahnya tidak jauh dari Karasuno. Dan ibunya ada di sana. Adiknya juga ikut menyambut.
"Teman-teman kak Hinata? Wah!"
"Silakan duduk," kata sang ibu. Ia membawa nampan berisi tiga gelas cokelat panas yang pantas dihidangkan dalam cuaca yang dingin.
"Terima kasih."
Kageyama datang bukan karena khawatir. Tapi karena dia sedikit resah, dan hanya sebagai formalitas saja. Meski sebenarnya, perasaannya tidak mengatakan seperti itu. Dia cukup khawatir, dan entah bagaimana bisa, ia menjadi sedikit ingin bertemu dengan Hinata, anak yang cukup unik.
"Maaf, tapi, di mana kamar Hinata?" tanya Kageyama, memberanikan diri. Ibunya menunjuk sebuah pintu cokelat, hampir ke ujung ruangan, dekat ruang tengah. Kageyama berjalan ke sana setelah menghabiskan cokelat panas miliknya. Dia mengetuk pintu ruangan tersebut, dan masuk dengan sedikit ragu.
Terbaring sosok yang dikenalnya. Mata terpejam. Tubuh mungilnya terbungkus selimut. Rambutnya berantakan. Kageyama hanya memandangi sekilas dari dalam pintu. Dia hendak beranjak keluar jika saja sebuah suara tidak membuatnya terkejut setengah mati.
"Kageyama..."
Hinata-kah yang mengatakannya? Oh, Kageyama cukup terguncang. Dia kemudian menutup pintu dan berubah pikiran.
Dia berjalan mendekati ranjang di mana terbaring Hinata yang tak berdaya di sana. Kageyama menyipitkan matanya.
Apakah anak itu sedang bermimpi? Mengenai dirinya?
Tunggu... kenapa terasa agak aneh memikirkan Hinata memimpikan Kageyama?
Kageyama menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tidak beberapa lama kemudian, Hinata membuka kelopak matanya. Dia cukup terkejut ketika melihat sosok Kageyama berdiri di dalam kamarnya.
"Ka-Kageyama?! Ada apa kau di sini?"
"Hanya ingin melihat keadaanmu saja lalu keluar. Tapi tadi kau ngigau."
"Aduh, aku ngigau apaan!" Hinata mengacak-acak rambutnya.
"Kau menyebut namaku.." Kageyama berkata seraya memalingkan wajahnya. Hinata tercengang. Dia melihat lurus ke arah Kageyama.
"Eh?"
Butiran salju yang turun nampak terlihat dari jendela kamar Hinata yang tidak tertutupi tirai. Rupanya, musim dingin yang sesungguhnya baru saja dimulai.
"Kepalamu bagaimana?"
"Ngg... agak sakit, tapi tidak benar-benar sakit. Lagian, aku kan sering terjatuh di lapangan, hahaha!"
Tch, dasar...
"Waah, saljuu! Aku... ingin membuat boneka saljuu!" Hinata entah bagaimana beranjak dari ranjang dan berlari keluar dari kamarnya.
Heh? Bagaimana dengan kepalanya?
Kageyama terbengong-bengong.
Dia ikut keluar dari sana. Terdengar teriakan ibu Hinata yang menyuruh agar sang anak kembali berbaring di ranjangnya sampai fisiknya benar-benar pulih. Dan sebagaimana kekacauan yang bisa Kageyama bayangkan.
"Buat boneka salju? Tidak masalah!"
Tanaka menyerbu keluar disusul Daichi. Kageyama berjalan mengikuti meski ia sedikit malas. Tapi setidaknya, ia cukup lega karena keadaan Hinata tak seburuk yang ada di benaknya. Seharusnya, ia tak sebodoh itu memikirkan Hinata yang terbentur dan kemudian kepalanya mengalami gangguan parah.
Ah, lupakan soal itu.
Salju benar-benar turun, menyelimuti permukaan bumi. Butiran-butiran salju turun dengan perlahan-lahan, kemudian menyatu dengan kawan-kawannya di permukaan, menyatu dengan tanah. Hinata pergi keluar setelah dia memakai jaket dan sarung tangannya.
"Kenapa kau memilih membuat boneka salju ketimbang latihan?" tanya Kageyama, heran. Hinata mentapa Kageyama selama beberapa detik, kemudian mengalihkan pandangannya lagi ke arah salju yang ia kumpulkan di telapak tangannya.
"Sesekali, aku butuh hiburan."
"Hiburan?" Kageyama menyernitkan alisnya.
"Jangan berkata seperti itu oi!" kata Hinata, heran dengan respon Kageyama. Kageyama membuat sebuah bulatan salju, kemudian melemparkannya ke arah Hinata yang sama sekali tidak membuat persiapan mengenai serangan-mendadak-Kageyama tersebut.
"Woi! Kau kira kita akan bermain perang salju?!" Hinata terbelalak. Dia menyingkirkan salju yang mendarat tepat di wajahnya, kemudian menggerutu marah. Kageyama seolah tidak peduli. Dia berjalan mendekati Hinata yang sedang sibuk menyusun salju kemudian menyatukannya dan membuat boneka salju.
"Kau butuh hiburan kan? Heh?"
"Tapi bukan hiburan semacam itu!"
"Lalu seperti apa sih yang kau mau?!"
"Sudah sudah, sebaiknya, kalian jangan banyak bertengkar," lerai Daichi pelan. Kageyama menatap balik ke arah Hinata yang memelototi dirinya.
"Melihat kalian bertengkar itu lucu sekali lho, ahahahahaaha!" Tanaka tertawa terpingkal-pingkal sampai mengeluarkan air mata. Kageyama dan Hinata bersamaan menatap ke arah senior mereka yang memang terkadang bersikap sedikit kekanakan.
"Apanya yang lucu heh?"
"Dengarkan aku! Kalau kalian masih saja bertengkar setelah liburan musim dingin usai, kalian benar-benar tidak kuperbolehkan latihan," kata Daichi, tegas. Hinata protes.
"Ehhhh? Ke-kenapa?"
"Dalam voli, butuh kerja sama dan kekompakan antar teman sesama tim. Jika kalian terus saja bertengkar, kalian takkan bisa menciptakan permainan yang baik di lapangan," sahut Daichi.
"Eh, tapi aku tahu, sebenarnya kalian sangat akrab lho," bisik Tanaka usil. Kageyama mendesis kesal.
"Kita harus bicara!"
Ia menyeret Hinata ke pekarangan belakang. Yang ditarik meringis kesakitan dan menggeliat-geliat untuk memberontak.
"Le-lepaskan aku!"
BRUGH!
"Jangan pernah memancing emosiku!" tukas Kageyama, menuding ke arah Hinata.
"Justru kau yang memulainya! Tadi kau melemparku dengan bola salju, jelas aku marah!"
"Tapi kau bilang katanya kau ingin bermain!" teriak Kageyama.
"Bukan yang seperti itu!"
Kageyama mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata. Alisnya mengernyit dan dahinya berkerut. Dia menatap manik di hadapannya dengan tajam. Yang ditatap seperti itu langsung ciut nyalinya.
"Ka-Kageyama..."
"Ingat ya, kita tidak usah bicara mulai hari ini, supaya tetap diperbolehkan latihan oleh kapten," kata Kageyama. Hinata mengangguk cepat-cepat.
"Ta-"
"Jangan protes," kata Kageyama. Hinata langsung membungkam mulutnya.
Mulai hari itu, mereka takkan pernah bicara hingga musim dingin usai. Setidaknya, cukup sulit jika mereka terus bertemu.
Tapi sepertinya, jika mereka tidak bertemu pun, itu saja sudah menjadi 'masalah' dan mereka pasti akan terus saling mencari.
Tch...
A/N
Fik bersambung kedua yang kedua :3
Dari fandom yang mungkin belum terlalu banyak fik nya ya, Haikyuu! anime spring yang udah jadi favorite anime saya. Secara tokoh utamanya selalu penuh semangat dan unik. Ditambah tokoh yang dikenal dingin dan egois, Kageyama Tobio. Cocok jadi pair BL kan? KageHina alias Hinata jadi uke dan Kageyama jadi seme, ahahahahahaaha /ketawa nista
Maaf kalau OOC, tapi yang jelas, fik berchapter ini nggak bakalan panjang kok. Rencana awal sih cuma pengen sampe chapter 5 atau kurang dari itu, tapi entahlah...
Kritik dan saran sangat dibutuhkan. Bukan hanya sekedar main-main, saya memang sedang dalam tahap belajar, jadi butuh kritik mengenai gaya tulis, atau ada yang OOC, dan bagian yang kurang enak dibaca. Fik ini memang pertamanya dibuat iseng-iseng. Jadi, well... mungkin banyak scene absurd yang nggak jelas.
Ah, pokoknya, kritik dan saran.
Terima kasih /sungkem/
