Title: Make a sense.
Author: Meonk and Deog.
Pair: HaeHyuk.
Slight Pair: YeHyuk, HaeRy.
Cast:Lee Eunhyuk/Hyuk Jae, Lee Donghae, Kim Yesung/Jongwoon, Henry.
Rate: T semi M.
Warning: Yaoi, Boys love, Boys x boys, miss typo, typo (s), EYD yang berantakan, gaje, abal, dll.
Disclaimer: Seluruh cast murni milik diri mereka sendiri dan Tuhan. Namun cerita ini murni milik kami dan hanya milik kami!
Summary: "Semuanya berangsur-angsur membaik ketika rasa itu perlahan hilang, rasa yang sudah lama kutinggalkan akibat obsesi yang terlalu mencekik ini kembali datang, membawa diriku dalam setiap senyuman yang kau tampilkan saat ini. Donghae-ah, bisakah kita menyambung rasa ini kembali?"
Don't like, Don't read.
Read and Review please ^^.
NO COPAST! NO PLAGIARISM!
Enjoy plase~
Make a sense.
Author Pov.
Helaan nafas terdengar pelan berbisik nyaris tersapu angin. Ruangan itu sunyi, hanya ada satu orang yang menempati dengan beribu pikiran asing juga membebankan. Senyum belum berniat terulas pada wajah menawannya, sosok itu masih mengatupkan mulut tak ingin mengeluarkan senyum simpul yang biasa dipamerkan.
Matanya mengedar, detik-detik yang berjalan tak dilewatkan. Iris sang pemuda langsung terfokus pada jarum jam yang berada di arlogi mewahnya. Sedikit kernyitkan kening menjadi penanda bahwa laki-laki ini penat menunggu.
Sudah terlalu lama untuknya menunggu, menunggu dengan segala tuntutan pekerjaan yang terkadang memberatkan. Ia, seseorang yang selalu dituntut untuk tampil sempurna, mengcover diri dengan seulas senyum yang bahkan kadang tak dimengertinya untuk apa. Ia hanya tahu- ia harus melakukannya. Karna dengan sebuah senyuman juga bakat yang dimiliki. Ia bisa menyambung hidup, bukan dengan keberuntungan yang selalu menyelimuti masa lalunya.
Masa lalu…, dimana ia takut untuk pergi, masa lalu dimana ia takut untuk kembali bertemu, masa lalu dimana ia takut untuk merindukan, namun rasa itu selalu ada. Rasa takut dengan cinta yang tak ingin berpihak padanya.
Matanya terkatup sempurna, membiarkan sketsa memori terulang bak piringan hitam dibenaknya. Tangannya terkepal saat bayangan itu kembali datang. Orang yang dicintai selalu ada mewarnai kanvas hitam yang sesaat mendominasi.
"Donghae hyung!" Suara yang mengintrupsi akhirnya mengalihkannya, ia membuka mata perlahan. Menghentikan segala memori itu menelusuk lebih dalam.
Ia mendongak, labih tepatnya memperhatikan siapa yang tengah menjeda. Tatapannya terfokus, seseorang berparas sangat manis menampilkan wajahnya dibalik pintu dengan kombinasi warna putih yang mendominasi.
"Naskahnya? Kau sudah bawa?" Sebuah pertanyaan dilontarkan dan sang penerima interaksi mengangguk mengiyakan. Getaran dari hentakkan langkah terdengar mendekat, sosok berdarah cina didepannya masih menyunggingakan senyum diparas manis tersebut.
Hanya senyuman yang terpasang hingga sebuah deretan naskah yang diminta sang artis diterima. Kerutan samar semakin terlihat, ia, sang artis tak menemukan apa yang diinginkan dikertas putih itu.
"Siapa lawan mainku di MV ini?" Kembali ia bertanya, sang manager menyunggingkan senyum singkat lalu mendudukkan diri disamping laki-laki bernama Lee Donghae itu.
"Eunhyuk…, nama panggungnya Eunhyuk. Dia artis baru yang akan memulai debut di MV ini."
"Eunhyuk?"
.
.
.
Flashback.
6 years ago…
Jari-jari kedua insan ini saling terkait. Bayang-bayang cinta murni masih menjadi impian salah satu pihak. Senyuman panjang dengan intensitas yang amat tulus begitu dipamerkan, deretan kisah cinta klasik masih menjadi sejarah penting dalam masa remaja mereka. Tak ada seorangpun yang pantas mengusiknya, termasuk orang-orang yang berada didalam lingkaran tersebut.
Mereka melangkah berbarengan, menabrak tanah kehitaman dengan genggaman yang makin mengerat. Kedua manik mereka seolah saling terkait beradu satu sama lain. Tawa menjadi topik kali ini sebelum memulai sebuah pembicaraan baru.
Salah satu diantara mereka mulai melepas genggaman, berlari kearah depan hingga sebuah gundukkan tanah yang berusaha dipijaknya menimbulkan tawa dari salah satu pihak. Tubuhnya yang kurus tak dapat benar-benar menapakki gundukkan itu, sampai uluran tangan sebagai bantuan untuk laki-laki itu didapatkan.
"Sini kubantu…" Pemuda tampan yang terlihat lebih mendominasi dihubungan mereka mengulurkan tangan. Senyuman juga terpatri indah dibibir tipisnya. Namun sayang, pemuda manis sebagai penerima bantuan mengelak. Menepis tangan putih itu lalu berusaha menapakki gundukkan itu dengan usahanya sendiri.
"Aku bisa." Ia berucap riang. Peluh menetes bebas membasahi wajah putihnya dan ia berhasil menapakkinya. Sosok dibawahnya tersenyum tulus, tak ada rasa apapun yang ditampilkan kecuali cinta…, cinta dalam konteks yang lebih sederhana dari apa yang mereka tahu saat ini. Cinta tanpa kepelikkan, cinta yang belum pernah tersentuh oleh sebuah obsesi. Cinta yang masih mengenal kehangatan.
Dan mereka merasakannya, merasakan 'rasa' suci yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
"Kau tahu Hyuk, ayahku berencana menyekolahkan di Seoul. Yeah…sebisa mungkin aku akan menolaknya." Sosok bermata teduh itu berujar, tak ada penyesalan dalam setiap baris ucapannya.
Sebercik raut wajah berbeda ditampilkan seseorang yang dipanggilnya 'Hyuk' itu. Bukan lagi raut penuh cinta, namun kini sepertinya rasa egoisme menjadi alasan perubahan yang terlihat amat samar.
"Kenapa kau menolaknya?" Akhirnya ia bertanya. Nada yang dikeluarkan sedikit sinis, namun keparauan yang pasti membuat wajahnya terlihat sedih.
"Tidak semua orang bisa mengenyam pendidikkan sepertimu." Sebelum membiarkan sosok disampingnya menjawab, laki-laki ini kembali mendahului. Donghae, Lee Donghae lebih tepatnya. Nama laki-laki bermata teduh itu mendongakkan wajah keatas. Bibirnya mendekat menyapu jarak. Semakin dekat hingga kedua benda kenyal itu bertaut. Tak lama, hanya sebuah kecupan singkat penuh kehangatan.
"Karena aku tidak akan meninggalkanmu, pendidikkan seperti apapun jika aku harus meninggalkanmu, aku akan menolaknya." Kalimat penutup dilontarkan. Donghae berjinjit, mensejajarkan tubuhnya dengan laki-laki itu. Merengkuhnya erat, membiarkan tubuh kurus itu menyerap seluruh kehangatan yang dikeluarkan tubuhnya.
Sekali lagi, sosok manis ini berekspresi tak selayaknya. Raut dingin yang ditahan menumpuk dalam batinnya, menyuarakan kata 'tak suka' ketika laki-laki didepannya kembali bersikap naïf.
End of flashback.
.
.
.
Setiap irama yang masuk kedalam telinganya menghentakkan tubuh, pemuda ini penyuka segala jenis seni. Termasuk musik dan tarian. Baginya, musik dan tarian adalah unsur yang tak bisa dipisahkan. Ia adalah tipe orang yang menganut pemahamann bahwa keindahan musik tak bisa terelakkan oleh siapapun, termasuk orang yang membencinya. Mereka hanya mencoba mengelak keindahan itu, dengan mencari keindahan lain.
Tiba-tiba sentuhan lembut dari seseorang menyadarkan aktifitasnya. Dengan pelan, headphone yang membingkai kedua telinga ia buka. Dan sebuah senyuman tanpa arti langsung tersungging saat siluet seseorang menyapa penglihatan.
"Lee Donghae lawan mainmu sudah menerima naskah, dan menyetujui kontrak. Sutradara juga sudah menentukan kapan dan bagaimana setting MV-ku. Shootingnya dimulai minggu depan." Senyuman langsung terkerah sempurna ketika bait-demi bait kalimat diucapkan namja bermata bulan sabit itu. Tak segan-segan laki-laki manis itu menggumamkan kata terimakasih.
"Terimakasih hyung! Kau memang penyelamatku!" Ia bersorak, dengan sigap ia menderikan tubuhnya dan memeluk sosok yang lebih tinggi beberapa cm darinya. Sedangkan sosok itu hanya mengulas senyum singkat sebelum akhirnya membalas pelukan yang terasa lebih hangat dari sebelumnya.
"Fighting! Ini debut pertamamu!" Tepukkan lembut terjadi sebagai obat penyemangat sederhana. Akhirnya namja bermata sipit itu perlahan melonggarkan rengkuhannya, menatap kedua manik itu hingga rasa 'cinta' yang tak pernah benar-benar ada diungkapkan.
"Tak ingin memberiku hadiah?" Ia memberi sebuah pertanyaan atau lebih tepatnya syarat, pemuda asli bernama Lee Hyuk Jae itu mengangguk paham. Tangannya mengalung erat dileher sang pemuda lalu melayangkan sebuah kecupan singkat.
Tautan itu berlangsung singkat. Pemuda penerima kecupan itu tersenyum lembut sebagai balasan. Ia memajukan bibir tipisnya meminta lebih dari apa yang sudah dilakukan tadi.
"Kau tak ingin lebih?" Kembali pertanyaan dilantunkan. Sosok bermata sipit menganggukkan kepalanya cepat. Hingga tautan bibir yang lebih panas dari sebelumnya menjadi jawaban. Adegan demi adegan penuh nafsu terjadi. Hingga kata 'kemunafikkan' pantas menggambarkan hubungan mereka.
.
.
.
Flashback
Still six years ago…
"Aku mungkin tidak akan bisa melanjutkan sekolah sampai ke universitas…" Terlalu lirih, ia bergumam terlalu lirih. Onyx itu berkaca-kaca menyorakkan nasib yang sangat berbanding terbalik dengan keinginannya. Tangannya mengepal erat, menahan butiran bening jatuh lebih deras.
Donghae tercekat. Nafasnya seperti berhenti tiba-tiba. Rasa sakit mendominasi hatinya saat ini. Seseorang yang dicintai, yang begitu ambisius, kini menampakkan wajah lemahnya. Tangannya teralih menggenggam tangan seputih susu milik sang kekasih.
"Kau mana boleh begitu. Bagaimana dengan Ibumu?" Ia masih mencoba menemukan klarifikasi juga solusi dari laki-laki bernama Hyuk Jae didepannya. Lee Hyuk Jae, nama laki-laki manis itu.
"Biaya tabungan sudah habis untuk biaya pemakaman ayahku, ibuku benar-benar angkat tangan untuk masalah ini. Satu-satunya cara mungkin adalah memenangkan kompetisi itu." Ia menerangkan panjang lebar. Bibirnya bergetar, raut wajah tak berdaya dipamerkan. Donghae menghela nafas berat, genggamannya semakin menguat, meyakinkan pemuda itu untuk tetap tegar dalam pendiriannya.
"Kau yang terbaik Hyuk Jae-ah! Kita sama-sama mengikuti audisi ini, aku yakin kau pemenangnya. Aku akan menampilkan penampilan terburuk agar ayahku berhenti mendesakku untuk memenangkan kompetisi dance itu." Kalimat tak masuk akal ditorehkan Donghae. Seulas senyum dikeluarkan Hyuk Jae. Sebercik rasa bersalah karena menjadi orang jahat muncul, namun itu hanya muncul. Rasa itu tidak mampu menghentikan ambisinya. Ia harus melupakan hati nurani, dan biarkan hati nuraninya sendiri yang menghukumnya nanti.
Kali ini biarkan ia bersembunyi dalam kabut tebal keegoisan…
End of flashback.
.
.
.
"Lee Donghae, Lee Donghae, Lee Donghae." Nama itu terus terucap, bibir kissablenya tak henti-hentinya menggumamkan sebaris nama yang begitu familiar atau mungkin memang familiar. Jarinya terus bermain dalam lingkaran-lingkaran semu yang ia ciptakan diatas udara.
Deru nafas hangat yang dihembuskan semakin bergejolak ketika rasa ingin tahu tentang orang dimasa lalu itu memuncak datang. Rasa ingin tahu yang begitu besar, hingga dendam mempermainkan menjadi alasan kenapa sosok yang diselimuti rasa egoisme tinggi ini bertindak bodoh. Rasa ingin tahu tentang keterombang-ambingin sosok itu tanpa dirinya, rasa ingin tahu tentang bagaimana kenaifan masih menjadi alasan utamanya untuk hidup.
"…" Sekali lagi ia tersenyum. Firasat tentang kemenangan telah datang, ia siap untuk ini. Ia siap untuk muncul lagi, membawa kenyataan yang lebih pahit dari sebelumnya.
"Hahhhh…, aku merindukanmu…" Monolog itu lagi-lagi terucap dengan bingkaian senyuman yang sulit dimengerti. Sesaat senyuman itu terlihat sangat manis, namun sayang sekali dilain waktu senyuman itu malah lebih mengerikan dari sebelumnya. Senyuman yang selalu menjadi jembatan penghatar akan masa lalu.
.
.
.
"Undangan dari Sutradara Go?" Donghae kembali mengulang ucapan yang sempat dilontarkan Henry, sang manager. Keningnya mengkerut merasa terbebani dengan permintaan sang atasan. Ada gurat tak senang juga rasa lelah yang menumpuk.
Sang lawan bicara mengangguk singkat, ia paham apa yang dirasakan artisnya. Namun sekali lagi, tuntutan ke profesionalitasan menjadi alasan utama untuk tak mengelak.
"Dia sutradara senior, kau tahukan jika kau tidak datang, dia benar-benar akan menjadi cerewet. Kesan pertama adalah yang terbaik." Setiap bait kalimatnya penuh penekanan tapi tak ada pemaksaan didalamnya. Henry, pemuda mungil itu mendekat mempersempit jarak diantara mereka. Mata sipitnya terfokus lurus kearah hazel milik Donghae.
Ia berniat membalikkan badan untuk pergi, ketika jawaban 'ya' sudah didapatkan. Namun tangan seseorang menginstrupsi langkahnya. Ia menoleh lemah, dan sebuah senyuman hangat terasa menggemuruhkan hatinya. Senyum itu begitu memabukkan…, dan ia tahu. Donghae tidak benar-benar tersenyum padanya.
"Henry-ah…" Wajah Henry menelisik penasaran, menunggu kalimat selanjutnya untuk dilontarkan.
.
.
.
Flashback.
Still six years ago…
Ornamen berbentuk emas itu kini digenggamnnya dengan gemetar. Tatapan seseorang seperti memenjarakannya dalam rasa bersalah amat besar. Bibirnya kelu untuk melontarkan kata-kata, bahkan hanya untuk bernafas, ia tak yakin sanggup melakukannya.
"Ini yang kau sebut membantu?" Kalimat itu terdengar sinis. Donghae menelan salivanya cepat. Mengelak dan membela diripun dirasa tak pantas, karena semua benar-benar sudah terlanjur terjadi. Memutar waktu? Kalimat singkat itu berputar dibenaknya. Berharap kata fantasi itu menjadi fakta saat ini.
"Aku…, aku benar-benar…" Patahan kalimat gugup itu terpotong oleh sebuah decihan. Hyuk Jae memandang rendah sosok Donghae. Pandangan yang lebih tajam dari sebilah belati. Mengiris hatinya dan membuatnya tak mampu berkata apa-apa.
"Kau benar-benar menginginkannya bukan? Semuanya…, sekarang sudah hancur. Kau menghancurkan masa depanku, dan sekarang kau masih berani menampakkan dirimu didepan mataku?! Baru pertama kali aku bertemu orang sekonyol dirimu Lee Donghae." Tuduhan itu tercampur indah dengan kesinisan juga kemarahan yang mengalun rapi. Tangannya kembali bergetar, matanya terasa kaku hanya untuk sekilas berkilah.
"Hyuk…aku…"
"Jangan sebut namaku brengsek!" Teriakkan dengan tangisan itu terlontar, menggema digang sempit ini. Sunyi…, dan isakkan kecil Hyuk Jae bak pengisi didalamnya. Donghae benar-benar tak ingin melihat sosok itu menangis. Ia tak bisa, dan tetap tak akan bisa.
Lee Donghae berjalan perlahan, mempersempit jarak antara dirinya dengan sang kekasih. Hyuk Jae melangkah mundur sebagi respon.
"Kita selesaikan ini, aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!" Kalimat itu sukses membuat Donghae membeku ditempat. Jantungya berhenti berdetak dan waktu juga seakan-akan terpause. Terfokus padanya, juga kejadian yang kini tengah melanda. Hyuk Jae mengambil langkah cepat, membalikkan badan berniat meninggalkan Donghae yang masih tercekat dalam posisinya.
"Jangan! Jangan katakan itu!" Tangannya terulur cepat menghentikan pergerakkan pemuda berkulit seputih susu itu. Hazelnya memanas, warna merah menjadi penanda bahwa butiran sebening kristal itu akan segara mencuat jatuh.
"Lepaskan aku! Jangan pernah muncul dihadapanku lagi! Aku benar-benar membencimu!" Hardikkan tak henti-hentinya menghujam batinnya. Air mata itu terus melesat, bahkan Donghae sendiri tak bisa mengatakan 'tidak' untuk menghentikannya.
"Anniya! Andwae! Hyuk Jae-ah! Jangan pergi! Aku mohon!" Rengekkan terus berkumandang, tak peduli seberapa banyak harga diri yang sudah terinjak. Donghae hanya ingin mempertahankan 'cinta murni' dalam kehidupan remajanya. Ia menggenggam dengan erat tangan Hyuk Jae hingga sang empunya benar-benar tak bisa berkutik.
"Lepaskan aku!" Bentak Hyuk Jae sekali lagi. Matanya tersorot pada ornamen keemasan itu lalu kembali teralihkan oleh wajah Donghae yang mulai basah. Decihan itu lagi-lagi menghiasi wajah manisnya, decihan yang entah sudah berapa banyak dikeluarkannya dan…
Prankkkk!
Hyuk Jae meraih ornamen keemasan itu dengan cepat dari tangan Donghae lalu menghempaskannya kasar ketanah hingga hancur berkeping-keping. Sang pemilik hanya bisa termangu, ia sudah benar-benar merasa bisu dengan keadaan. Benda yang mengakibatkan pertengkaran mereka kini hancur… Tak berbekas, hanya kepingan-kepingan tak berarti yang membuat hati pemuda teduh ini semakin sakit.
"Kau tidak pantas mendapatkannya!" Kembali sosok itu berteriak dan dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Donghae manjauh darinya. Tubuh yang sudah membantu itu tak memberikan reaksi, titikkan air mata. Hanya itu yang menjadi jawaban dari segala 'kemunafikkan' yang selama ini terajut.
Hyuk Jae membalikkan badannya perlahan, membiarkan Donghae menatap punggungnya dengan tatapan nanar. Memberikan garis keras, bahwa pemuda tampan itu tak lagi pantas untuk menginstrupsi langkahnya.
"Kau tahu…" Ia menjeda ucapannya seraya menghentikan langkah. Bibirnya bergetar, untuk kali ini Hyuk Jae mengakui, bahwa ia…
"Aku tak pernah benar-benar mencintaimu…"
Ia benar-benar orang yang jahat.
Donghae membelalakkan matanya. Sosok itu benar-benar pergi dengan cepat, tanpa memberikannya sebuah harapan untuk kembali. Menyisakkan dirinya ditengah kesunyian dan keping-kepingan tak berarti.
Sosok yang selamanya akan terus dicintai…
End of flashback.
.
.
.
Derap langkah banyak orang mengerubungi restaurant Jepang itu. Sorak-sorai mulai terdengar riuh, seakan menenggelamkan siapa saja kedalam suasana bahagia. Donghae berjalan pelan bersama sang manager ketempat yang sudah dijanjikkan.
Senyuman yang biasanya menjadi pemanis kini lenyap, mengingat kejadian-kejadian masa lalu yang menyisakan perasaan tak karuan. Hingga dirinya, tak lagi memiliki semanngat untuk melanjutkan segala aktivitas keartisannya.
"Oh… Donghaessi! Kau sudah datang!" Ucapan dari seseorang yang diidentifikasikan sebagai sang sutradara dalam proyek pembuatan MV penyanyi besar itu menyapa dengan senyum riang saat wajah Donghae dengan cepat melintas dihadapan meja para kru.
Donghae menunduk singkat sebagai awal dari kerja samanya, senyumannya tak pernah terputus saat beberapa orang mulai menyapa namun…
"Donghaessi ini artis barunya…" Donghae terbelalak lebar saat sang sutradara dengan lantang mengulurkan tangannya. Menunjuk seseorang yang berada dipojokkan meja makan dengan senyuman manis juga lantang yang sangat pas diwajah manisnya.
"Annyeonghaseyo Lee Donghaessi…" Donghae membantu. Siluet wajah itu…, siluet wajah seseorang yang begitu dirindukannya. Kini tampil, menyapa ruang pandang.
Make a sense.
.
.
.
TBC
.
.
.
Mind to Review?
.
.
.
Author Note:
Kami datang lagi! *teriak* kkk~ apakah cerita baru kami semakin tidak jelas? Wkwkwkwwk sebenarnya kami membuat ini selama semalam, dan yah…, kami ingin meramaikan SPI dengan FF HaeHyuk yang semakin lama semakin lenyap dipasaran… wkwkwkwkw
Apakah ff ini sedikit membingungkan? Oke…, kalau iya, diharap menunggu chapther selanjutnya… wkwkwkw xD#bruaghhhhh
Maaf untuk alur yang tidak jelas, Diksi yang berantakan, typo yang masih bertebaran, dll, kami benar-benar minta maaf #bow. Dan Terimakasih juga untuk reader+review yang selalu mendampingi ff abal milik kami, terimakasih banyak #bow.
Kelanjutan dari FF ini ada ditangan para pembaca sekalian ^^
Jadi jika penasaran dengan ff ini, tolong tinggalkan review…
Terimkasih xD
