Bertamasya dan bernostalgia di Kebun Raya Bogor yang penuh sejarah botani dan historikal—salah satu alternatif untuk mengambil napas sesaat dari kepenatan kota dan kesibukan kerja.

Bagi Indy, dia sudah pasti akan selalu mencintai tempat dimana dirinya lahir dan bernaung ketika menginjakkan kaki di tanah Pertiwi.

Dari dulu hingga sekarang.

.

.

.


Randu Terbang by D.N.A. Girlz

Axis Power Hetalia by Hidekaz Himaruya

I just own the plot of the story, and also this fic.

Warning: Country and Human Name, OOC yang amat eksklusif mendewa, OOT yang cetar membahana, totally randomness, nama tempat untuk referensi dan imajinasi author. TIDAK ADA MAKSUD MEMPROMOSIKAN APAPUN ATAU MENYINGGUNG SIAPAPUN! JIKA ADA KESALAHAN DALAM PENULISAN MOHON DIMAAFKAN!

Pairing: Maybe a little hints

Genre: Terserah mau dianggap apa

Asli dari pemikiran author. Jika iya, itu dikarenakan oleh ketidaksengajaan, mohon dimaklumi. Kalau ada typos tolong bilang ya~ maaf apdetnya lama TvT soalnya ini fic tahunan. Doakan bisa terus membuatnya :3

Summary: Bertamasya dan bernostalgia di Kebun Raya Bogor yang penuh sejarah botani dan perjuangan bangsa. Bagi Indy, dia sudah pasti akan selalu mencintai tempat dimana dirinya lahir dan bernaung ketika menginjakkan kaki di tanah Pertiwi. Dari dulu hingga sekarang.

Long Live FHI and make the world better to live for all of us ^_^

Happy reading guys~

P.S: Happy 73rd IndependenceDay! Happy birthday, my country! Nusantara, Ibu Pertiwi! Semoga selalu berjaya! Sebagai anak bangsa, kami hanya bisa bekerja keras dan belajar giat menjadi tunas bangsa yang membanggakan dikau. Amin!

Suka tapi mau review? Yah silahkan review x3

Suka tapi gak mau review? Silahkan Fav~ :D

Gak suka tapi mau review? Ampun jangan flame xC


RANDU TERBANG

.

.

.

"Silakan masuk, mbak."

"Terima kasih."

Sang gadis muda berjalan menuruni tangga putih setelah melewati bagian loket dan pintu masuk Kebun Raya Bogor yang berada di sebelah pintu masuk khusus kendaraan beroda. Setelah itu, dia memotong jalan sambil melihat sekitar pepohonan rindang yang meneduhkan para pejalan kaki ketika melintas jalan singkat.

Dan situlah, dia sekedar mampir melihat-lihat. Dia sudah terlalu hafal wilayah disini jadi takkan mungkin tersesat. Dia biasanya lari kesini kalau sedang break sejenak ikut sang bos di Bogor. Istana Bogor sekarang menjadi rumah untuk presiden dan Istana Merdeka untuk pertemuan serta upacara penting dengan tamu Negara. Hari ini dia sendiri ingin melihat-lihat Kebun Raya yang dulunya 24 hektar menjadi 87 hektar tersebut.

Indy menoleh dan memperhatikan monumen Lady Raffles. Dia masih ingat saat pemerintah Inggris gencar dalam soal bonati di wilayahnya dan salah satu adik kecilnya—Bagus Prahadjiwa—sang personifikasi kota Bogor juga sang kakak kota metropolitan Bandung. Lagipula biasanya mereka bolak balik bertemu untuk urusan botani dan wilayah.

Masih juga ia ingat ketika berkenalan dengan Sir Thomas Stamford Raffles serta Lady Olivia Marianne, istrinya. Dia pria yang cukup pandai bergaul dan mencairkan suasana, apalagi sangat jenius ketika menemukan jenis bunga yang beliau temukan waktu itu di hutan bersama Bagus. Sayang sekali istrinya yang baik dan ramah itu meninggalkannya dalam waktu singkat karena Malaria, dan dia tahu kalau beliau menghormati wanita tersebut sehingga membuat monumennya disini sampai sekarang walau makamnya dipindah ke Inggris sana.

Sambil beralih lagi, Indy berjalan santai di pinggir jalan dimana mobil biasa melintas. Kebun Raya biasanya sepi kalau di hari kerja, tapi karena hari ini menjelang weekend, tempat tersebut mulai kembali ramai.

Rakyatnya yang biasa di Jakarta dan sering kali kurang piknik—kata Bagus—memang biasanya kabur kesini untuk hiburan dan sekedar melepas penat dari kepadatan ibukota.

Untuk sesaat dia berpikir untuk memindahkan ibukota ke Kalimantan—bos pertamanya memang ada rencana tapi itu kalau untuk darurat saja.

Bisa kacau nanti, apalagi besok sudah mau Asian Games. Bahkan dia sibuk untuk mepersiapkan semuanya.

Ayolah, dia memang abadi tapi dia juga butuh istirahat.

Biasanya dia bisa masuk keluar dengan mudah di Kebun Raya lewat Istana Bogor tapi karena dia kabur dari Istana Merdeka lalu kesini, jadi terpaksa pakai jalan masuk orang agar tak tertangkap ajudan. Untung sudah ganti baju di mobil dengan pakaian biasa.

"Tapi hari ini lumayan cerah. Upacara di Istana tadi juga berjalan dengan lancar." gumamnya pelan sambil melihat tugu Reinwardt ketika Kedutaan Jerman membuat monument tersebut. Beralih lagi, akhirnya maju kembali dan melihat beberapa pepohonan paku-pakuan setelah melewati pohon Kayu Raja yang besar dan menjulang. Dulunya dia mengamati pohonnya saat masih kecil.

How time have passed.

"Oh… masih ada ya prasastinya," Indy mendekati dan melihat prasasti serta patung lembu dari Kotabatu. Banyak yang bilang kalau Dr. Frideriech yang menulisnya, tapi ada yang mengatakan kalau pendiri pertama Kebun Raya si Reinwardt yang memahatnya dalam Sunda Kuno.

"Padahal akulah yang membuat tulisan ini dengan Bagus. Orang asing seperti mereka mana bisa memahat aksara kuno dengan singkat dan penyusunan kata dengan benar." dengusnya memaklumi kekeliruan soal prasasti berharga tersebut.

Dia juga melihat sejenak Monumen sang ahli anggrek dari Jerman, J.J. Smith. Kalau tak salah Ludwig yang mengirimnya untuk membantu pemerintahan Belanda melaksanakan penelitian anggrek hutan dan liar lainnya.

Gadis berambut ikal tersebut melihat kumpulan pohon kenari menjulang. Lalu ia berjalan dan menoleh, pandan yang tinggi menjulang pula terlihat oleh pandangan sambil berjalan santai. "Kalau tak salah aku pernah mengambil daunnya, ampuh sekali untuk buat dawet." senyumnya ketika mengambil sejumput kala itu.

Akhirnya dia sampai di taman Meksiko. Disana terdapat banyak kumpulan tumbuhan asal miik kawannya yang Amerika Latin tersebut, lalu ada pohon pantai Australia seperti kelapa tapi pendek dan tak berbuah, serta ada pohon dari Himalaya yang tingginya mungkin hampir 50 meter.

Berbelok ke arah kanan sesuai petunjuk, sebelum itu dia melihat monument induk pohon kelapa sawit pertama kali yang anakannya menyebar sampai seluruh Indonesia. Dan dia senang karena masih sampai sekarang bibitnya terus beranak dan berbuah subur.

Indy terus berjalan santai di jembatan besar menghubungkan wilayah menuju Jalan Kenari dan kafe de Daunan—tapi sedikit mahal untuk kantongnya. Jadi ia hanya akan berjalan-jalan saja.

Menurut saran Bagus, kokinya harus diganti dengan yang lebih baik. Kasihan nanti turis dan pengunjung karena tak bisa merasakan makanan Indonesia dengan terjangkau.

Nanti coba ia suruh Bagus cek lagi. Dia tak mau ada kesalahpahaman dalam bisnis rakyatnya.

"Ah…"

Dia menengok kea rah kali sungai Ciliwung yang berada di bawahnya. Miris, banyak batu besar dan smapah dari pengunjung yang sengaja atau kiriman dari ibukota sampai kesini. Kadang dia merasa malu melihat sungainya tercemar seperti ini. Malu dan marah menjadi satu, tapi ia tahan.

Dia tak mau membuat buruk hari jadinya ini. Dia harus bahagia demi rakyat dan bosnya.

Sambil mendinginkan kepala, dia berjalan mengamati dan melintasi pepohonan kenari yang ada menjulang meneduhkan para pengunjung—termasuk dirinya. Dia sudah mengunjungi tempat bunga Rafflesia dan Titan Arum, mereka belum berbuah dan masih harus menunggu 2 tahun lagi.

Itu takkan lama baginya yang seorang personifikasi.

"Disini seperti biasa sejuk…" Indy menutup mata sejenak dan berjalan dengan kesendiriannya saat ini. Tak ada siapapun dan mungkin hanya ada staff teknisi kebun yang lewat keluar masuk hutan.

Kadang dia bosan di Kebun Raya—tapi setiap kali ke sini, dirinya kembali lagi pada alam dan semestanya. Dirinya penuh dengan keanekaragaman hayati dari flora dan fauna, takkan ia serahkan lagi pada orang lain selain dirinya dan rakyat.

Ini tanahku, negeriku, rakyatku. Aku harus melindunginya hinggan titik darah penghabisan.

Nostalgia sesaat perlahan membuatnya kembali ke ingatan masa lalu.

Ketika armada Portugis dan Belanda mulai mengancam wilayah ini. Bisa ia bayangkan, lewat mata ketiganya—pada wilayah ini dulu bernama Samidha, milik Pakuan Pajajaran dan menjadikannya benteng alami sebagai hutan buatan.

Lalu mulai dimana saat konolial Belanda yang menguasai menjadikannya tombakuntuk megembalikan harga diri mereka, karena perang Napoleon dan lesunya pemerintahan. Demi itulah pengetahuan disini dipusatkan, gubernur jenderal berganti, dan berpindah tangan terus menerus kepemilikannya. Dan karena perang Diponegoro, para peneliti dan ilmuwan Belanda kembali ke negaranya untuk menghindari perang. Tahun penjajahan Jepang pun para botanis asal Negara tersebut melarang keras pohon itebang untuk keperluan perang.

Hingga akhirnya setelah merdeka, Kebun Raya yang dulunya dalam pengawasan militer kemudian berubah statusnya menjadi bebas setelah merdeka dan berdaulat.

Dari nama Belandanya, Jepangnya, lalu nama asli Kebun raya Bogor mulai dipakai hingga sekarang untuk membedakan kebun raya lain di seluruh penjuru Indonesia.

Indy membuka kembali matanya yang tertutup ketika menerawang kala itu.

Dirinya sudah berada di tengah kawasan pepohonan randu yang besar. Kebetulan saja dia sendirian disana.

Dia mengalihkan pandangan dan melihat pepohonan randu yang tengah bermekaran dan buah kapuknya diterbangkan oleh angin, sejenak Indy menatap menerawang dan lirih.

Alam seperti ini takkan ada lagi untuk dilihat kalau dimusnahkan di muka bumi.

Dia harap rakyatnya mendapakan hidayah dari Tuhan agar bisa mencintai alam.

Karena mereka akan makan apa kalau bukan dari bercocok tanam dan dari alam itu sendiri?

Gadis bermata coklat tersebut menatap pepohonan yang menerbangkan kapuknya, bagaikan salju turun di siang hari ke langit tersebut dengan senyuman tipis.

"Semoga kalian semua tumbuh sehat. Aku pun akan kembali layu bersama kalian kalau sudah waktuku untuk menghilang."

Randu terbang tersebut melewati sang personifikasi ketika diterpa angin, melayang dan jauh dibawa pergi oleh udara menuju tempat dimana ia bisa berbibit dan tumbuh di suatu tempat yang tepat.

Sama seperti bibit randu dan negara, mereka akan bernaung di tempat yang tepat karena rakyat masyarakat yang bersatu dan menumbuhkannya bersama.

Dari dulu hingga sekarang.

.

.

.

Fin.


Pojok review:

HALO KETEMU LAGI DENGAN SAYA~ #PLAKK

Udha berapa lama ya saya ga update di ff net. Maafkan karena sibuk magang di kebun raya bogor (makanya saya pakai tempat magang jadi referensi fic kemerdekaan) dan mulai beralih ke wetped. Gomenasai ya qwq kalau mau bisa message atau dm aja gapapa kok. Pasti dibales owo ada kok keterangannya di bio profil ff net.

Oke, untuk menyemarakkan kemerdekaan Indonesia, kita jadi anak yang berbangsa dan berprestasi—dan pastinya juga cinta tanah air dong ^^ dan sekalian publish fic kemerdekaan saya yang udah… berapa ya? Sekitar empat klo ga salah. Saya lupa ^^" tapi kalau kepo, langsung liat aja di story saya ya :3

Maafkan karena saya tidak buat pairing wkwkkwk

Tahun depan baru saya buat Indonesia jadi cowok biar bisa yaoi-an~ =w= #nistalu #woibuatdulusanatugasnya

Tahun depan, oke! Insya allah bisa qwq terlalu sibuk kuliah wkwkwk senpai saya juga pada hilang di peradaban makanya doain bisa muncul lagi.

SALAM MERDEKA! KITA JADIKAN KITA TUNAS BANGSA MENJADI BERPRESTASI DI BIDANG YANG MEMBANGGAKAN DAN MENGHARUMKAN NAMA BANGSA! YEAH!

DADAH FENSKU SEMUANYA!

See you in the next year!~

Regards,

D.N.A. Girlz

P.S.: buanglah review-mu di tempat yang benar XD pasti langsung dibales :3