Title: FOREVER

Warning: AU, Shounen-ai, sedikit OOC (atau banyak?), plot yang ancur-ancuran karena ditulis dengan mood ancur juga, dsb.

Disclaimer: Kalo saya yang punya, udah pasti saya buat semua karakter pada incestan satu sama lain, sayangnya Hetalia bukan punya saya, tapi punya Hidekazu Himaruya-sensei, jadi hancur sudah rencana sempurna saya, untuk saat ini saya hanya bisa membayangkan dan menulis fanficnya.

Rated: T

Genre: Fantasy, Romance


Aku tidak akan pernah mundur, apapun akan aku lakukan untuknya, apapun! Aku bukannya tidak takut, aku sangat ketakutan sampai tubuhku tidak berhenti gemetaran.

Tapi apapun akan kulakukan untuk melihatnya tersenyum, walaupun itu berarti aku akan hancur, walaupun tahu aku akan mati. Aku akan menerima apapun karena ini adalah akibat dari perbuatanku sendiri, akibat perbuatanku yang merebut senyuman, kebahagiaan, dan nyawa orang lain untuk kebahagiaannya.

Aku sudah bersumpah tidak akan pernah ragu karena keraguan merupakan suatu kelemahan yang bisa menyebabkan aku kehilangannya, orang yang paling berharga bagiku. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum, tertawa...

Selamanya...


Part 1: Release

Jerman, 4 Januari tahun 1934, Brandenburg.

"DASAR ANAK SETAN!, APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN HAH?, APA MAKSUDMU MENGATAI ANAK ITU SAMPAI DIA MENGADU KE PETUGAS BOCAH SIALAN!" Pria itu mencambuk tubuh anak yang meringkuk dibawah kakinya, meneriakinya dengan kata-kata yang tidak pantas diperdengarkan pada anak seumur itu.

Yang diajak bicara hanya membisu, bocah yang berambut putih dan bermata merah itu hanya memandang dua orang yang baru menghajarnya habis-habisan, orang tua, begitu mereka menyebut diri mereka. Dia tidak menangis, bahkan tidak mengubah ekspresi wajahnya, hanya menatap orang tuanya dengan tajam.

"JANGAN MEMANDANGKU SEPERTI ITU BOCAH SETAN! KAU BENAR-BENAR IBLIS, SAMPAI KAPAN MAU MEMBUAT KAMI KEREPOTAN KARENA ULAHMU!" Sekarang pria itu mulai menendang wajah anaknya sendiri sampai bocah itu terpelanting ke anak tangga yang dingin, tubuh anak itu, Gilbert, berlumuran darah karena cambukan dan tendangan ayahnya, tapi masih tidak ada setetespun air mata yang mengalir dari matanya.

Perempuan yang sedari tadi diam mulai meracau,"Hentikan..., Hentikan menatap kami seperti itu, ibis akan mengutuk kita.. pasti iblis akan mengutuk kita...!", orang yang disebut sebagai ibu itu berteriak histeris menunjuk ke arah Gilbert yang sekarang hampir tidak sadar karena kesakitan.

Pria itu mendengus kesal menatap istrinya, "Itu juga SALAHMU, bitch, kalau saja kau tidak melahirkannya pasti tidak akan seperti ini jadinya, berani-beraninya kau melahirkan anak dari pria tidak jelas itu dan membiarkanku merawatNYA".

"..."

Gilbert mulai menutup matanya perlahan, sebenarnya dia juga ingin menutup telinganya, berusaha tidak mendengar apapun yang dikatakan oleh orang tuanya, tetapi tangannya tidak bisa ia gerakkan karena mati rasa. Orang tua huh, tidak, mereka tidak pernah mengakuinya sebagai anak, jadi sebenarnya mereka juga bukan orang tuanya. Ya, yang dikatakan pria itu memang benar, dia bukan anak kandung pria itu, ibunya berselingkuh dengan pria lain, seorang Yahudi yang saat ini begitu dibenci oleh sangpemimpin, keberadaan pria itu sekarang tidak diketahui, tapi semua orang bisa menebak kalau dia menjadi korban Holocaust*. Tapi bukan hanya itu yang menyebabkan mereka begitu membenci sampai menyiksanya, itu karena Gilbert adalah seorang albino, kaum yang dipercaya sebagai keturunan iblis.

"Bruder!"

"..."

"Bruder, bangunlah!"

Gelap, ruangan itu begitu gelap, Gilbert membuka matanya perlahan, ia masih terbaring di lantai yang dingin. Pelan-pelan, remaja 15 tahun itu mencoba untuk berdiri, memfokuskan mata kepada suara yang memanggilnya tadi, dia melihat sepasang mata biru besar menatapnya dengan khawatir, kaki dan tangannnya sudah terasa lebih baik sekarang, dia mengusap kepala dengan tangannya, merasakan ada perban yang menutupi lukanya.

"West, sedang apa kau disini?" Gilbert menatap adik yang lebih muda lima tahun darinya itu dengan khawatir, kalau orang tuanya menyadari Ludwig ada disini, bisa-bisa bocah itu ikut dipukuli juga, mereka tidak pernah mengizinkan Ludwig mendekati Gilbert, apalagi membantunya. Berbeda dengan Gilbert, Ludwig adalah anak yang disukai semua orang, rambut pirang dan mata biru khas orang Jerman itu membuatnya tampak seperti malaikat kecil, belum lagi sikapnya yang baik dan lembut. Meskipun begitu, Gilbert menyayangi Ludwig, adik beda ayah itu yang membuatnya bertahan selama ini, hanya dia yang bisa menerima Gilbert apa adanya, tidak peduli pada penampilannya yang berbeda dan mulut kasarnya.

"...af.." Anak itu menggumamkan sesuatu.

"Apa?"

"..Maafkan aku bruder, gara-gara aku bruder jadi begini"

Gilbert hanya membatu di tempatnya, anak ini rupanya masih merasa bersalah karena dia yang menyebabkan Gilbert menghajar bocah yang mengganggunya. "Tidak usah kau pikirkan West, aku terlalu Awesome untuk mati sekarang, tapi kenapa kau bisa bertengkar dengannya? Biasanya kau diam saja kalau ada yang mengganggumu."

Ludwig terdiam, tidak tau harus berkata apa, tapi tatapan Gilbert membuatnya mengatakan hal yang sebenarnya, "Di-dia mengatai bruder, ka-katanya bruder anak.." bocah pirang itu tidak melanjutkan kata-katanya, tapi Gilbert mengerti, dia memang sering mendapatkan perkataan macam itu, jadi dia biasanya hanya diam menanggapi. Seperti biasanya, Ludwig yang marah jika ada yang menghinanya, Ludwig yang menangis kalau dia yang terluka, karena itu dia bisa bertahan, selama ada Ludwig maka dia akan menghadapi apapun, apapun akan dilakukannya sampai adiknya mendapat kebahagiaan, sampai adiknya tidak lagi membutuhkannya.


10 Februari 1934

Rumah mereka terbakar, dibakar tepatnya, oleh tentara Nazi karena ayah mereka diketahui berhubungan dengan kaum gypsi, kaum yang dianggap menjual informasi kepada negara lain. Orang yang mereka panggil ayah dan ibu sudah tidak ada, tewas terbakar hingga hanya tersisa abunya. Sekarang tinggal mereka berdua, hanya mereka berdua, mereka hanya punya satu sama lain.

Gilbert yang masih berusia sangat muda itu terpaksa harus berpikir keras untuk kehidupan mereka selanjutnya. Mereka berdua sudah tidak punya tempat di kota ini lagi, para penduduk menganggap Gilbert anak setan pembawa sial karena kebakaran itu, jadi Gilbert memutuskan untuk pergi keluar dari kota.

Malam itu salju turun deras sekali, Gilbert yang menggandeng Ludwig hanya bisa berjalan tanpa arah tujuan, tidak tahu harus kemana. Untuk yang keberapa kalinya ia mengutuki dirinya sendiri, mengapa dia harus lahir sebagai anak haram? Mengapa ia dilahirkan sebagai albino? Tidak ada orang yang menerima seorang albino untuk bekerja, mereka dianggap pembawa bencana. Untuk yang keberapa ratus kali dia berpikir untuk mati, tapi sekarang di tangan kanannya, dia menggenggam tangan kecil itu, dia tidak hanya bertanggung jawab untuk hidupnya sendiri, nyawa adik satu-satunya juga ada di tangannya.

Sementara itu, Ludwig berusaha menutupi tubuhnya yang kedinginan, tidak mau kalau Gilbert sampai tahu kalau dia menggigil. Selama ini dia hanya punya Gilbert, bukan salah mereka berdua sebenarnya kalau memiliki orang tua yang menelantarkan mereka. Ludwig tidak ingin membuat kakaknya bertambah khawatir. Tapi Gilbert sepertinya menyadari hal itu, karenanya dia menggendong Ludwig, memeluknya, hingga mereka berdua bisa berbagi kehangatan. Tapi tampaknya hal itu percuma karena sekarang matanya terasa begitu berat, kelaparan dan kedinginan membuat tubuhnya tidak kuat menahan beban. Ia terjatuh, perlahan-lahan menutup mata, dengan Ludwig yang masih dipelukannya.

'Siapa saja tolong, tolong kami, tidak peduli malaikat atau iblis sekalipun, tolong...' Hanya hal itu yang berkecambuk dalam pikiran remaja berambut putih itu, 'paling tidak selamatkan Ludwig saja, tidak sepertiku, dia anak yang baik, karena itu, siapa saja tolong selamatkan anak ini...'

Dan itu menjadi hal terakhir yang dipikirkannya sebelum pikirannya kosong dan dia jatuh tidak sadarkan diri...

Francis Bonnefoy berjalan keluar dari sebuah bar dengan perasaan kesal, bagaimana tidak? Seorang anak buahnya meninju pelanggan sehingga dia harus membayar ganti rugi. Lihat saja, begitu sampai perkampungan nanti, anak buahnya itu akan menerima hukuman spesial darinya.

Cukup puas dengan pemikirannya, Francis berjalan sambil tersenyum-senyum mencurigakan, ketika melewati jalan setapak, mendadak ia menghentikan langkahnya. Pemuda itu menangkap bayangan sesuatu di atas tumpukan salju, ragu-ragu, dia mendekati bayangan itu. Matanya terbelalak menangkap bayangan dua orang anak yang tidak sadarkan diri, hampir setengah dari tubuh mereka tertimbun salju. Anak yang lebih tua, kulitnya hampir sama putihnya dengan salju, terbaring lemah sambil memeluk anak lain yang kelihatan beberapa tahun lebih muda.

Tidak bisa mempercayai kesialannya hari itu, Francis hanya bisa terpaku di tempat. Pikirannya menyuruh dia agar segera pergi, menjauhi semua masalah, tapi tangannya secara spontan menarik tubuh dua anak itu, membersihkan salju yang menutupi tubuh mereka. Pria berambut pirang itu sebenarnya juga bingung kenapa mau-maunya dia melakukan hal ini.


7 tahun kemudian, 11 Januari 1941, Berlin

Pemuda 17 tahun berambut pirang pendek itu menatap ke arah pintu penampungan dengan cemas, jarum jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, tetapi orang yang ditunggunya belum kembali juga. Hampir saja dia nekat mencari orang itu, Francis, untuk melabraknya kalau saja seorang gadis berambut pirang pendek itu tidak menahan lengannya, "Mau kemana pagi-pagi begini kak Ludwig?"

"Lily" Ludwig menghentikan langkahnya dan berputar ke arah gadis itu, "Aku mau mencari Bruder, tidak biasanya dia belum pulang jam segini, kau sendiri sedang apa?, kenapa berkeliaraan sendirian di sini? Mana Vash?"

"Tidak tahu, karena itu aku mau mencarinya, mungkin kakak masih di tempat kak Francis?, aku baru mau kesana", jawabnya polos. Ludwig hanya memperhatikan tingkah gadis itu lalu menariknya bersamanya, "Ikut aku saja, berjalan sendirian di tempat seperti ini tidak aman untuk seorang gadis sepertimu", Lily hanya mengangguk kecil, wajahnya memerah melihat Ludwig menggandeng tangannya.

Walau masih pagi, tempat yang didatangi Ludwig itu dipenuhi orang hingga tidak ada tempat untuk melangkah. Sebagian besar orang di sana, laki-laki dan perempuan, sedang mabuk berat, sebagian besar lagi tidak sadarkan diri dan bergeletakan di lantai dan sofa, entah karena minuman keras atau narkoba. Ludwig berjalan terus ke arah yang sudah terbiasa dilaluinya, ruang kerja Francis, si pemilik bar dan tempat prostitusi ini. Dia mendobrak pintu dengan kasar, menjumpai lima orang di ruangan itu, dua orang di dekat pintu dikenalnya sebagai Vash Zwingli, kakak Lily, dan seorang lagi Elizaveta Hedervary, seorang penyanyi di bar milik Francis. Ludwig memandang ke arah kanan, di belakang mereka berdua dia melihat Francis dan Antonio Carriedo, seorang bartender di bar yang sama dengan Elizaveta, mereka berdua sedang membungkuk ke arah sofa, di mana seseorang tengah berbaring.

Ludwig tersentak ketika memandang orang yang berbaring di sofa, Gilbert, pakaiannya sudah tidak berbentuk lagi dan tubuhnya dipenuhi luka lebam dan sayatan. Pemuda itu bergegas mendekati kakaknya, "Ada apa dengan Bruder?" tanyanya pada Francis dan Antonio yang masih sibuk mengobati luka di tubuh Gilbert. Francis mendongak ke arahnya, "Sepertinya dia mendapat pelanggan yang cukup kasar, tadi Vash yang menemukannya terbaring dalam keadaan penuh luka begini di depan kamar wisma."

"Jangan melebih-lebihkan begitu Francis, ini tidak ada apa-apanya buatku yang Awesome ini, auw, jangan keras-keras Antonio" Gilbert hanya bisa meringis kesakitan ketika Antonio membersihkan lukanya. Menyadari kehadiran Ludwig, Gilbert hanya menyerigai pelan, "Yo West, sedang apa di sini?". Ludwig hanya menghela nafas, kakaknya itu selalu saja berpura-pura tegar dihadapannya. "Aku mencarimu, sudah satu jam lebih sejak jam kerja, tapi kau belum pulang".

"Ha..ha.., baru telat satu jam kau sudah kebingungan begitu, walau badanmu sudah lebih tinggi dariku, ternyata kau tetap West kecil yang manis ya~.."

Ludwig hanya berdiri di tempat dengan wajah memerah malu, kenapa Gilbert selalu menganggapnya anak kecil? Memang benar Gilbert yang merawatnya sejak kecil, tapi sedikit demi sedikit dia juga sudah semakin dewasa. Saat ini yang diinginkan Ludwig hanya menjaga Gilbert, membawanya keluar dari tempat ini, supaya dia tidak lagi bekerja seperti ini. Sudah tujuh tahun Gilbert bekerja sebagai Hustler** ditempat Francis karena tidak ada lagi pekerjaan yang bisa menerima orang-orang sepertinya, bahkan tidak jarang Gilbert mengalami luka-luka seperti itu karena penampilannya. Bagaimanapun kaum Albino dianggap sebagai strata terendah dalam kehidupan sosial di negara ini.

Semua yang dilakukan Gilbert hanya untuknya, Ludwig tahu benar tentang hal itu, karenanya dia berusaha keras untuk membebaskan Gilbert, orang yang paling berharga baginya, yang paling dia cintai.

Satu jam kemudian mereka tiba di rumah penampungan, setelah Roderich, kekasih Elizaveta yang seorang dokter di pasukan pertahanan mengobati luka-luka Gilbert. Tadi Elizaveta memanggilnya karena tidak yakin dengan cara pengobatan Antonio. Elizaveta adalah wanita baik-baik, walaupun dia sering bertengkar dengan Gilbert, hanya saja keluarganya bangkrut dan dia terpaksa bekerja di tempat Francis karena tidak punya siapa-siapa lagi. Gadis itu beruntung karena bertemu dengan Roderich, pria baik yang sangat mencintainya. Hanya saja karena pandangan masyarakat di sekitar Roderich, Elizaveta menolak untuk menikah dengannya. Di zaman ini, tidak ada yang namanya toleransi untuk keanehan-keanehan macam itu. Masyarakat sangat paranoid dan menentang apapun yang menyebabkan bencana untuk mereka.

Dengan hati-hati Ludwig membaringkan Gibert di tempat tidurnya, tempat tidur mereka tepatnya, rumah yang mereka tempati merupakan semacam penampungan untuk para pekerja di tempat Francis, baik itu pekerja di bar miliknya atau yang bekerja di jalur belakang seperti Gilbert. Rumah itu tidak cukup besar untuk mereka semua, jadi satu keluarga hanya menempati ruangan dengan satu kamar tidur, satu kamar mandi, dan dapur yang sangat sempit. Tapi hanya itupun sudah cukup untuk mereka berdua, mereka tidak punya cukup biaya untuk pindah ke tempat lain. Ludwig sendiri hanya bekerja sebagai buruh di sebuah toko roti milik Yao, bersama dengan teman-temannya Feliciano, Kiku, dan Lovino. Lily juga bekerja di tempat itu, hanya saja gadis itu bekerja sebagai pelayan, upahnya hampir sama seperti mereka, tapi pekerjaan yang dilakukan tidak terlalu berat.

Kehidupan di Berlin saat ini sangat sulit untuk mereka semua, harus melakukan sesuatu secara tersembunyi kalau tidak mau tertangkap petugas, karenanya Francis hanya bisa memberikan rumah kumuh di pinggiran kota seperti ini. Setelah membersihkan diri, Ludwig ikut membaringkan diri di samping kakaknya yang sudah tertidur. Jam kerjanya mulai dua jam lagi, jadi dia ingin menggunakan waktunya untuk tidur sebentar. Dengan berbagai macam pikiran, akhirnya dia jatuh tertidur dengan memeluk Gilbert.


13 Januari 1936

Terjadi baku tembak di seluruh perkampungan. Pemimpin Jerman menginginkan pembersihan kota, di seluruh penjuru perkampungan itu, terdengar teriakan-teriakan ketakutan. Para petugas menembaki semua orang yang mereka temui, tidak peduli pria atau wanita, dewasa atau anak-anak, permohonan ampun sama sekali tidak mereka pedulikan.

Di toko Roti milik Yao, Ludwig yang baru saja mendapatkan informasi tentang perkampungan buru-buru pergi dari tempat itu. Toko itu memang agak jauh dari perkampungan, tapi pemuda pirang itu berlari secepat mungkin karena satu hal, Gilbert masih ada di sana, di rumah itu. Sampai di perkampungan, pemandangan yang dia lihat membuatnya lemas.

Mayat-mayat tergeletak di tanah, darah dimana-mana, tidak ada makhluk hidup di sana.

'TIDAK' pikirnya, Ludwig memaksakan diri untuk melangkah, menuju ke tempat kakaknya, 'Gilbert harus selamat, dia tidak boleh mati, TIDAK BOLEH'.

Seketika langkahnya terhenti, rumah itu terbakar. Warna merah itu ada di segala penjuru rumah, sama persis seperti tujuh tahun lalu. Seketika Ludwig terduduk lemas di depan bangunan yang terbakar itu. Gilbert ada didalamnya, Gilbert ada di bangunan itu.

KLAK

Suara itu mengalihkan pandangannya. Matanya melihat seseorang terbaring tidak jauh di depannya, Ludwig berjalan mendekati orang itu. Dunianya serasa runtuh seketika, itu Gilbert, rambut putih itu, tidak salah lagi, hanya Gilbert yang memiliki rambut itu di tempat ini.

Tapi sosok itu sudah tidak bernafas lagi, di seluruh tubuhnya ada luka tembakan dan luka bakar.

Gilbert, kakaknya sudah mati.

Matanya menggelap, dia bahkan tidak sadar sudah memeluk mayat itu, menatap mata merahnya yang terbuka.

Dia tidak bisa mempercayai semua ini, baru beberapa hari yang lalu dia bersumpah akan menjaga Gilbert. Baru beberapa hari yang lalu dia memeluk tubuh itu, tapi sekarang tubuh itu tidak hangat, hanya tubuh dingin tanpa nyawa. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Apa yang harus ia lakukan ketika orang yang menjadi tujuan hidupnya sudah tidak ada?

Diacaknya rambut putih itu, perlahan tangannya menjelajahi wajah pucat itu, mulai dari mata merahnya yang indah, hidungnya yang mancung, wajah yang sempurna. Tangannya berhenti di bibir Gilbert, bibir merah yang sekarang sudah memucat, perlahan didekatkannya bibirnya dengan bibir itu, ciuman singkat tanpa pernah mendapat balasan. Perlahan air matanya turun, memenuhi wajahnya dan wajah pucat di bawahnya.

"AAAAAAAAAAAAA" Dia berteriak, terus berteriak sampai suaranya habis.

Tetap tidak ada reaksi dari tubuh dalam pelukannya, karena itu dia mengeratkan pelukannya, berbaring di tanah, menunggu.

Sudah berjam-jam dia berada di posisi itu, tidak ada orang lain, benar-benar kosong. Tangannya sendiri masih melingkari tubuh Gilbert, menolak untuk melepaskannya.

Pikirannya sekarang kosong, sekosong perkampungan tempatnya hidup selama tujuh tahun terakhir, sampai ada suatu suara yang mengagetkannya,

"Kau mau menghidupkannya kembali, da?"

-TBC-

*Holocaust: Genosida sistematis yang dilakukan Nazi terhadap berbagai kelompok etnis, keagamaan, bangsa, dan sekuler. Bangsa Yahudi merupakan korban utama Holocaust, jumlah korban kaum Yahudi mencapai 6 juta jiwa. Genosida yang diciptakan Adolf Hitler ini dilakukan dengan tembakan, penyiksaan, dan gas racun di kampung Yahudi dan Kamp Konsentrasi.

**Hustler: Pekerja seks laki-laki.


A/N:

Fanfic ini saya dedikasikan buat yang sudah review di fic pertama saya:

Izhaak, Just and Sil, Knocturne, Funabashi Akane, Miss Celesta, dan Ayazaka Freak. Thanks 4 u all. Buat Izhaak-san, ini saya sudah buat fanfic Germancest lagi, semoga tidak mengecewakan (^ ^). Fanfic ini rencananya tidak akan terlalu panjang, hanya ada dua atau tiga chapter.

Buat yang nunggu fanfic saya yang Enduring Time, maaf banget saya kelamaan updet dan malah membuat fic berchapter lagi, tapi pasti saya updet dalam waktu dekat kok...

Terimakasih buat yang sudah baca, kalau tidak keberatan tolong review ya, flame juga boleh, saya sangat mengharapkan kritik dan saran anda semua...